Metode Dan Teknik Bimbingan Konseling Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam rangka memberikan pelayanan bimbingan
dan konseling mengenai masalah keagamaan diperlukan berbagai metode dan teknik
yang sesuai agar dapat mengembalikan
motivasi peserta didik dan dapat
menyelesaikan masalahnya sendiri. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa dalam
pelayanan bimbingan dan konseling selalu berhubungan
dengan teknik dan juga metode. Oleh karena itu dalam
makalah ini akan penulis uraikan bagaimana metode
memahami klien atau peserta didik, dan dalam
bagian ini akan dijelaskan pula mengenai teknik-teknik
memberikan bimbingan dan bantuan.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Macam-macam metode
yang digunakan oleh konselor?
2.
Apa saja teknik-teknik
yang digunakan oleh konselor dalam menangani masalah
klien?
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui macam-macam metode
yang digunakan konselor dalam menyelesaikan proses konseling.
2.
Mengetahui teknik-teknik
yang digunakan oleh konselor dalam menangani masalah klien
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Metode
Bimbingan Konseling
Dalam menguraikan metode mendapatkan data untuk bimbingan
konseling, H.M Umar dan Sartono secara
panjang lebar mengungkapkan metode yang dipergunakan untuk mengumpulkan data
dalam rangka merealisasikan bimbingan dan konseling. Pengumpulan data ini
sangat penting dalam penyelidikan-penyelidikan pada umumnya maupun dalam bimbingan
konseling. Oleh karena itu, pada bagian ini, perlu dikemukakan
beberapa metode yang dapat dipergunakan untuk
memperoleh data dalam bimbingan konseling diantaranya:
1.
Observasi yaitu suatu cara untuk mengumpulkan data yang diinginkan dengan
mengadakan pengamatan secara langsung.
2.
Questionnaire yaitu merupakan suatu daftar yang berisi pertanyaan-pertanyaan
yang harus dijawab atau dikerjakan oleh orang yang menjadi sasaran questionnaire
tersebut.
3.
Interview yaitu suatu metode yang mendapatkan data dengan mengadakan face to face relation.
4.
Sosiometri dalam hal ini menunjukkan kepada kita tentang ukuran
berteman. Jadi dengan sosiometri dapat kita lihat bagaimana hubungan sosial
atau hubungan berteman atau bergaul. Dengan demikian, besar sekali bantuan sosiometri
untuk mendapatkan data-data anak, terutama dalam hubungan atau kontak sosialnya.
5.
Tes yaitu suatu metode yang digunakan dalam penyelidikan dengan
menggunakan soal-soal yang telah dipilih oleh sesama, artinya dengan standar
tertentu.
6.
Case Study yaitu suatu metode penyelidikan untuk mempelajari
kejadian mengenai perseorangan. Dengan kata lain, suatu metode untuk menyelidiki
riwayat hidup seseorang, ( Drs. Anas Salahudin, M. Pd., 2010:72-83).
Dilihat dari cara memperoleh (metodologi), sumber psiko-terapi berwawasan Islam
ada empat, yaitu: 1) metode Istimbath; 2) metode Iqtibas; 3) metode Istiqro;
dan 4) metode jami bayna nufus al-zakiyyah wal-‘uqul al-shafiyyah.
Dari
manhaj-manhaj ini dikembangkan beberapa metode seperti: 1) terapi dengan Al-quran; 2) terapi dengan doa; 3) terapi dzikir;
4) terapi sholat; 5) terapi mandi; 6) terapi puasa; 7) terapi hikmah; dan 8)
terapi tarikat dan tasawuf, (Isep Zainal
Arifin, 2009:42-45).
Di antaranya tidak hanya itu metode-metode yang dilakukan
oleh seorang konselor, karena pada saat ini banyak sekali para ahli yang menciptakan
perubahan pada metode-metode yang baru. Para
konselor sangat memerlukan beberapa metode yang digunakan dalam menangani
kliennya. Antara lain metodenya sebagai
berikut:
1.
Metode Interview
yaitu informasi
yang merupakan suatu alat untuk memperoleh fakta/data/informasi dari murid
seacara lisan. Wawancara informatif dapat
dibedakan atas wawancara yang terencana dan wawancara yang tidak terencana.
2.
Group Guidance (dengan
menggunakan kelompok)
Pembimbing dan konseling akan mengembangkan sikap sosial, sikap
memahami peranan anak bimbing dalam
lingkungannya yang menurut penglihatan orang lain dalam kelompok itu karena
ingin mendapatkan pandangan baru tentang dirinya dari orang lain serta hubungannya dengan orang lain.
3.
Client Centered
Method
Metode ini sering disebut tidak mengarahkan, dalam metode ini
terdapat dasar pandangan bahwa klien sebagai mahluk yang bulat yang memiliki
kemampuan berkembang sendiri.
Menurut Dr. William E. Hulme
dan Wayne K. Climer lebih cocok dipergunakan oleh pastoral konselor (penyuluh agama). Karena konselor akan
lebih dapat memahami kenyataan penderitaan klien
yang biasanya bersumber pada perasaan dosa yang
banyak menimbulkan perasaan cemas, konflik kejiwaan dan gangguan jiwa lainnya.
Jadi jika
konselor menggunakn metode ini, ia harus bersikap sabar mendengarkan dengan
penuh perhatian segala ungkapan batin klien yang di utarakan kepadanya.
4.
Directive
Counseling
Sebenarnya
merupakan bentuk psikoterapi yang paling sederhana, karena konselor, atas dasar metode ini,
secara langsung memberikan
jawaban-jawaban terhadap problem yang oleh klien
disadari menjadi sumber kecemasannya, (Samsul Munir
Amin, 2010:69-72).
Waiters, dan Singgi D Gunarasa, menyebutkan ada tiga teknik dalam
wawancara konseling, yang dikenal dengan the three traditional approach, yaitu teknik
langsung (directive) tak langsung (non
directive) dan teknik campuran
(eclective).
a)
Teknik
Langsung (Directive Approach)
Teknik ini
juga disebut dengan pendekatan berpusat pada konselor.
Hal ini menunjukkan bahwa dalam interaksi konseling, konselor lebih banyak berperan
untuk menentukan sesuatu. Teknik langsung
dapat diberikan secara langsung dalam berbagai cara,
konselor yakin ada dasar-dasar teori untuk melakukan seketika sehingga lebih
merupakan suatu kegiatan dengan pertimbangan harus segera dilakukan. Teknik
ini dapat dilakukan terhadap klien yang mungkin memerlukan waktu
yang tidak lama. Teknik langsung juga bisa dilakukan dengan teknik
informative.
Willimson
membagi kegiatan teknik langsung menjadi enam langkah yaitu:
1)
Analisis
2)
Sintesis
3) Diagnosis
4) Prognosis
5) Konseling
6) Follow
up
b)
Teknik Tidak Langsung (Non Directive Approach)
Istilah non directive
menggambarkan penekanan pada penerimaan klien, pembentukan suasana positif yang netral, percaya kepada klien dan
mempergunakan penjelasan dari dunia klien sebagai tehnik utama, dan istilah client
centered menggambarkan penekanan kepada pemantulan kembali perasaan-perasaan
klien, menyatukan perbedaan-perbedaan antara diri yang ideal (ideal self)
dengan dirinya yang sesudahnya (real self), menghindarkan sesuatu yang
mengancam klien secara pribadi. Secara singkat dapat ditegaskan bahwa non
directive menggambarkan peran konselor sebagai pendengar yang baik dan pemberi dorongan
klien, dan pada klient centered, menggambarkan pemusatan pada tanggung jawab
klien terhadap perkembangan dirinya sendiri.
Teknik
tidak langsung ini mendasarkan kepada suatu teori tentang hakikat manusia yang
menyatakan “jika dalam
proses konseling bisa tercipta suasana hangat, penerimaan, maka orang akan
menaruh kepercayaan terhadap konselor, bahwa dia (konselor) ikut memikirkan bersama dan konselor tidak
melakukan penilaian-penilaian, maka orang akan merasa bebas
untuk memeriksa prasaan dan dan perilakunya yang
mana hal itu berhubungan dengan pertumbuhan dan perkembangan dan penyesuaian diri. Teknik
ini menekankan pada titik pandang bahwa setiap individu (termasuk klien) pada
dasarnya memiliki kapasitas untuk bekerja secara efektif dengan aspek kehidupan
yang disadari. Salah satu hipotesis utama yang terkenal dari Rogers, yang mendasari pendekatan
yang berpusat pada klien adalah orang memiliki sumber-sumber di dalam dirinya
sendiri untuk mengenali diri sendiri, untuk mengubah-ubah konsep diri sendiri,
sikap dasar, tindakan pengarahan diri”.
Langkah-langkah
non directive
Menurut Carl Rogers dan Dewa Ketut
Sukardi, terdapat dua belas langkah yang dapat dipedomani dalam
melaksanakan teknik non directive. Namun langkah-langkah tersebut dapat berubah
karena langkah-langkah tersebut bukanlah yang baku dan kaku. Langkah
tersebut diantaranya adalah:
1) Klien datang sendiri kepada konselor secara sukarela.
2) Merumuskan
situasi bantuan.
3) Mendorong klien untuk mau berbuat mengungkapkan perasaan
yang dirasakan sangat bebas dan obyektif.
4)
Konselor berusaha dengan tulus dapat menerima dan menjernihkan
perasaan klien yang bersifat negatif.
5) Apabila perasaan-perasaan negatif telah terungkapkan sepenuhnya maka secara psikologis bebannya akan
berkurang.
6)
Konselor berusaha menerima perasaan
positif pada klien.
7) Pada waktu mengungkapkan perasaan itu diikuti oleh perkembangan
secara berangsur-angsur tentang wawasan klien mengenai
dirinya.
8) Apabila telah memiliki pemahaman tentang masalahnya dan menerimanya,
mulailah membuat suatu keputusan untuk langkah selanjutnya.
9) Mulai
melakukan tindakan-tindakan yang positif.
10) Perkembangan
lebih lanjut tentang wawasan klien.
11) Meningkatkan
tindakan positif secara terintegratif pada
diri klien.
12) Mengurangi ketergantungan klien atas
konselor dan memberitahukan secara bijaksana bahwa proses konseling perlu diakhiri.
c)
Konseling Eklektik
(Eclectic Counseling)
Adalah pandangan
yang berupaya menyelidiki berbagai sistem, metode, teori,
atau doktrin. Dengan maksud untuk memahami dan (bagaimana) menerapkannya dalam
situasi yang tepat. Konseling eklektik juga
bisa disebut dengan campuran dari kedua teknik di atas
(directive counseling dan non directive counseling).
Dalam eklektik
ini ada beberapa pokok perhatian diantaranya yaitu:
1)
Esensial bagi
konselor yang berpengalaman dalam pemahaman dan penerimaan diri klien serta berkemampuan
mengkomunikasikannya dengan klien.
2)
Penerimaan diri
klien.
3)
Penekanan
terhadap sifat hubungan dari pada teknik yang dipergunakan,
yang diwarnai oleh suasana kepercayaan, respek dan simpatik.
4)
Konselor
membantu untuk melengkapi dan menggunakan sumber-sumber pribadi dan lingkungan,
(Sjahudi Siradj, 2010:105-119).
5.
Educative
Method (metode pencerahan)
Metode ini sebenarnya hampir sama dengan
metode client centered hanya bedanya terletak pada usaha mengorek
sumber perasaan yang menjadi beban tekanan
batin klien serta mengaktifkan kekuatan/atau tenaga kejiwaan klien (potensi
dinamis) melalui pengertian tentang realitas situasi yang dialami olehnya.
Oleh karena itu
inti dari metode adalah pemberian “insight” dan
klarifikasi unsur-unsur kejiwaan yang menjadi sumber konflik sesorang. Jadi, di sini
juga tampak bahwa sikap konselor ialah memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada klien untuk mengekpresikan (melahirkan)
segala gangguan kejiwaan yang disadari menjadi permasalahan baginya.
6.
Psychoanalysis
Method
Metode psikoanalisis juga terkenal dalam konseling yang
mula-mula diciptakan oleh Sigmund Freud,
metode ini berpangkal pada pandangan bahwa semua manusia itu jika pikiran dan
perasaannya tertekan oleh kesadaran dan perasaan atau motif-motif tertekan tersebut tetap masih aktif mempengaruhi segala tingkah lakunya meskipun
mengendap ke dalam tidak sadaran (Das es) yang disebutnya “verdrogen
komplexen”.
Dari Das es inilah Freud mengembangkan
teorinya tentang struktur kepribadian manusia. Setiap manusia di dalam
perkembangan kepribadiannya senantiasa dipengaruhi oleh unsur-unsur
Das es (lapisan ketidaksadaran) dan Das es (lapisan sadar) serta Das Heber Ich
(lapisan atas kasadaran ) atau dalam bahasa Inggris
disebut masing-masing “ the id ego dan the super ego”
Kepribadian manusia menurut teori ini sangat dipengaruhi oleh faktor
pengalaman masa kanak-kanak kemudian berlanjut sampai masa dewasa, (Samsul Munir Amin, 2010:72-74).
B.
Teknik-Teknik
Bimbingan Konseling Islam.
Konseling merupakan suatu aktifitas
yang hidup dan mengharapkan akan lahirnya perubahan-perubahan dan
perbaikan-perbaikan yang sangat didambakan oleh konselor dan klien. Untuk
mencapai tujuan yang mulia itu maka sangat diperlukan adanya beberapa
teknik yang memadai. Apabila
tidak didukung dengan teknik-teknik
itu, maka tujuan utama konseling tidak akan dapat tercapai dengan baik kedua
pihak, konselor maupun klien.
Rasulallah SAW bersabda:
من
راى منكم منكرا فليغيره بيده فإن لم يستطع فبلسانه فإن لم يستطع فبقلبه وذلك أضعف
الإيمان .(رواه مسلم عن ابى سعيد الخد رى)
“siapa saja diantara kalian telah
mengetahui kemungkaran/penyimpangan, maka ia harus mengubahnya dengan
menggunakan tangannya, maka jika tidak mampu, ia harus mengubahnya dengan
lidahnya, maka jika tidak mampu ia harus merubahnya dengan menggunakan
qalbunya, dan itu adalah selemah-lemah iman’’. (HR. Muslim dari Abu Said
Al-Khuduri R.A)
Hadits ini
mengandung pesan-pesan yang sangat luas dan memberikan perjalanan tentang teknik
dalam melakukan konseling dan terapi secara luas; dan teknik
itu ada dua macam, yaitu:
Pertama: teknik
yang bersifat lahir.
Teknik yang bersifat lahir ini
menggunakan alat yang dapat dilihat, didengar atau dirasakan oleh klien, yaitu
dengan menggunakan tangan dan lisan. Dalam penggunaan tangan tersirat beberapa makna antara lain:
a)
dengan
menggunakan kekuatan, power dan
otoritas:
ولقد ارسلنا موسى با يا تنا وسلطا ن
مبين .(هود)
Artinya: “dan sesunggunya kami telah mengutus musa dengan ayat-ayat kami dan kekuatam yang nyata”. ( Hud, 11:96 )
b)
keinginan,
kesungguhan dan usaha yang keras.
الذين امنوا وهجا روا فى سبيل الله بأموالهم وأنفسهم أعظم درجة عند الله. (التو به : )
“orang-orang yang telah beriman, berhijrah dan sungguh-sungguh
berjuang di jalan Allah dengan harta benda dan
siapa mereka adalah lebih agung derajatnya di sisi
Allah”. (At-Taubah, 9:20)
Rasulallah .SAW bersabda:
إن الله تعالى قال: من عادى لى وليا
فقد اذنته با الحرب, وما تقرب الى عبده بشيء
احب الى مما افترضت عليه, وما يزال
عبده يتقرب الى باالنو افيل حتى احبه فاذ
احببته كنت سمعه الذى يسمع به وبصر الذي يبصره به ويده التى يبطش بها
ورجله
التى يمشى بها ولئن سألنى لأعطينه
,ولئن استعا ن نى لأعيذنه .( رواه البخا رى
عن ابى هريرة )
“Sesunggunya Allah Ta’ala telah
berfirman: “siapa saja yang telah memusuhi kekasihKu maka Aku menyatakan perang
kepadanya. Dan tidak mendekat diri seorang hambaKu dengan sesuatu yang lebih Aku
senangi dari menjalankan kewajibannya; dan hambaKu itu senantiasa mendekatkan
diri kepadaKu dengan melakukan ibadah-ibadah sunnat sehingga aku mencintainya. Maka apabila Aku
telah mencintainya Aku telah
menjadi pendengarnya yang ia akan mendengar dengannya. Menjadi penglihatannya yang ia akan melihat dengannya, menjadi
tangannya yang ia akan berbuat dengannya, menjadi kakinya yang ia akan berjalan
dengannya, dan jika ia meminta kepadaKu
niscaya Aku akan memberinya, dan jika ia
memohon perlindunganKu pasti Aku
akan melindunginya’’. (HR. Bukhori dari Hurairah RA.)
Seorang hamba yang memiliki kesungguhan perjuangan dan upaya yang
tidak kenal putus asa, niscaya ia akan memperoleh qudrat iradat Allah SWT. Yang
akan eksis dalam pendengaran, penglihatan tangan dan kaki serta pembelaan
pertolongan dan perlindungan.
Salah satu diantara anugerah yang agung itu adalah “tangan
Allah akan eksis dalam tangan hambanya” yang shalih dan
bertauhid kepadanya secara aplikasi, nyata yang trasendental. Dan dengan tangan
itulah konselor dapat berupaya dan menyentuh klien, dan
hasilnya adalah memberikan rasa yang nyaman dan kesembuhan atas izinnya.
c)
Sentuhan Tangan
Terhadap
klien yang mengalami stress atau ketegangan dapat diberikan sedikit pijatan
atau tekanan pada urat dan otot yang tegang sehingga akan dapat mengendorkan
urat dan otot-otot, khususnya pada bagian kepala, leher dan pundak. Teknik ini
disamping dapat meringankan secara fisik tetapi dapat juga memberikan sugesti dan keyakinan awal, bahwa
semua permasalahan yang dihadapi akan dapat terselesaikan.
Hadits penyembuhan melalui tangan:
عن عثما ن بن ابى العا ص انه شكا إلى
رسول الله ص.م وجعا يجده فى جسده منذ
أسلم فقال له رسول الله صل
الله عليه وسلم : ضع يدك على الذى تألم من جسدك بسم
الله ثلاثا وقل سبع مرات
أعوذو با الله وقدر ته من شر ما أجد وأحا ذر( رواه مسلم)
“Dari Utsman bin Abil ‘Ash ra.
Bahwasnnya ia pernah mengadukan penderitaannya
kepada Rasulullah saw, karena ia telah menemukan
suatu penyakit ditubuhnya sejak ia masuk Islam.
Lalu Rasulullah saw, bersabda kepadanya : ‘letakkanlah
tanganmu pada tubuhmu yang merasa sakit, lalu
ucapkanlah bismillah sebanyak tiga kali dan ucapkanlah (berdo’alah)dengan
kalimat’ aku berlindung kepada Allah dari
kejahatan yang aku temui dan yang aku waspadai.”(
HR. Muslim)
Teknik ini sering penulis lakukan pada klien yang sedang mengalami
stres dan kegelisahan. Sebelum proses konseling tentang bagaimama cara
mengatasi stres dan kegelisahan itu, penulis melakukan pemijatan dan sentuhan
pada leher, kepala dan pundaknya. Dan itu selalu penulis lakukan sebelum
aktitifitas konseling berlangsung.
Penggunaan
teknik konseling dan terapi yang lain secara lahir adalah dengan
menggunakan lisan. Makna penggunakan lisan dalam hadits
dalam hadits ini memiliki makna yang konstektual, yaitu:
1) nasehat, wejangan, himbauan dan ajakan yang baik dan benar.
Sabda Rasullah SAW:
إتقو ا النا ر ولو بشق تمرة فمن لم
يجد فبكلمة طيبة.( متفق عليه )
“peliharalah dirimu dari
api neraka walau hanya sedekah, separuh dari biji kurma, lalu siapa saja yang
tidak dapat sedekah itu, maka dengan kata-kata yang baik.”(HR.Bukhori dan Muslim
dari Ady bin Hatim RA)
Dalam konseling konselor lebih banyak menggunakan lisan, yaitu
berupa pertanyaan-pertanyaan yang harus dijawab oleh klien dengan baik, jujur
dan benar. Agar konselor bisa mendapatkan jawaban-jawaban dan pertanyaan-pertanyaan
yang jujur dan terbuka dari klien, maka kalimat-kalimat yang dilontarkan
konselor harus berupa kata-kata yang mudah dipahami, sopan dan tidak
menyinggung atau melukai hati dan perasaan klien.
2) membaca do’a atau berdo’a dengan menggunakan lisan.
Untuk memantapkan klien, maka do’a yang diucapkan oleh konselor
sangat penting dan dapat didengar oleh
klien agar ia dapat turut serta mengaminkan, agar Allah berkenan mengabulkan do’a
itu. Teknik ini dapat dilakukan konselor pada konseling yang bersifat
kelompok dan sangat besar manfaatnya, baik bagi konselor lebih-lebih klien.
Karena do’a itu optimisme akan senantiasa
muncul pada
jiwa klien.
3)
sesuatu
yang dekat dengan lisan, yakni dengan air liur atau hembusan (tiupan).
كان إذا استكى يقر أ على نفسه با لمعو
ذات وينفث فلما اشتد وجعه كنت عليه
وامسح عنه بيده رجا ء بر كتها. (رواه
مسلم عن عا ئشة )
“Apabila Rasulullah SAW. menderita
sakit, beliau membaca surat Al-Falaq dan An-Nas
untuk menyembuhkan dirinya dan ia
membaca sambil meniupkan. Maka tatkala sakitnya sangat keras, maka saya yang membacanya lalu usapkan dengan tangan
beliau demi mengharapkan berkahnya.’’ (HR. Muslim dari Aisyah RA.)
Teknik
itupun sering penulis lakukan ketika klien merasa belum mantap selama proses
konseling. Ia meminta agar penulis membaca beberapa ayat atau surat yang memiliki potensi atau
jalan agar Allah segera berkenan menyembuhkan melalui doa yang dibaca.
Kedua : Teknik yang bersifat batin
Yaitu
yang hanya dilakukan dalam hati dengan do’a dan harapan, namun tidak ada usaha
dan upaya yang keras secara konkrit,
seperti dengan menggunakan potensi tangan dan lisan. Oleh karena itulah Rasulullah
SAW. mengatakan bahwa melakukan perbaikan dan perubahan dalam hati saja
merupakan selemah-lemah keimanan.
Teknik
konseling yang ideal adalah dengan kekuatan, keinginan dan usaha yang keras
serta bersungguh-sungguh dan diwujudkan dengan nyata melalui
perbuatan-perbuatan, baik dengan menggunakan fungsi tangan dan lisan maupun
sikap-sikap yang lain.
W.S. Winkel dalam tulisannya "Bimbingan dan
Koseling di Institusi Pendidikan” membagi teknik
konseling kepada kedua bagian:
a) konseling yang bersifat verbal.
b) konseling yang bersifat non verbal
Subandi, mengajukan
beberapa metode dan teknik terapi yang ia bagi dalam beberapa fase, yaitu: pertama,
tahap takhilli, yakni bertujuan mengobati dan membersihkan diri dari segala kotoran,
penyakit dan dosa yang menyebabkan berbagai kegelisahan. Teknik yang dapat
digunakan dalam tahap ini adalah:
1.
Teknik
pengendalian diri
2. Teknik
pengembangan kontrol diri melalui puasa dan teknik paradok (kebalikan);
2.
Teknik
pembersihan diri melaui teknik dzikrullah,
teknik puasa dan teknik membaca Al-quran:
Kedua,
tahap tahalli, yaitu tahap
pengembangan untuk menumbuhkan sifat-sifat yang baik, terpuji dan berbagai
sifat yang harus diisikan pada klien yang telah dibersihkan pada tahap
takhilli.
Teknik
yang dapat diterapkan pada tahap ini adalah:1) teknik teladan rasul; 2) teknik
internalisasi asmaul husna; 3) teknik pengembangan hablum minannas
(hubungan sesama manusia).
Ketiga, tahap
tajalli, yaitu tahap
peningkatan hubungan dengan Allah sehingga ibadah bukan hanya bersifat ritual,
tetapi dalam tahap ini harus berbobot spiritual. Lebih dari itu tahap ini
adalah bagaimana memunculkan sifat-sifat ilahiyah dalam batas-batas
kemanusiaan.
Demikianlah psikoterapi berwawasan Islam yang
memperlihatkan bagaimana orientasi dan bobot dari psikoterapi yang hanya
sekedar bersifat psikologis humanistik, bergeser ke arah psikologi-teo-humanistik
sehingga bobot dan nilainya berbeda,
(Isep Zainal Arifin, 2009:54-55).
BAB III
PENUTUP ( KESIMPULAN)
A.
Metode
Bimbingan Konseling
1)
Observasi
2)
Questionnaire
3)
Interview
4)
Sosiometri
5)
Tes
6)
Case Study
Selain itu ada juga metode yang digunakan dalam menangani klien antara
lain metodenya sebagai berikut:
a)
Metode
Interview
b)
Group Guidance
c)
Client Centered
Method
d)
Directive Counseling
Willimson membagi kegiatan teknik langsung (Directive
Approach) menjadi enam langkah yaitu:
1) Analisis
2)
Sintesis
3)
Diagnosis
4)
Prognosis
5)
Konseling
6)
Follow up
e)
Eductive Method
(metode pencerahan)
f)
Psychoanalysis
Method
B.
Tehnik-Tehnik
Bimbingan Konseling Islam
1. Tehnilk yang bersifat lahir
2. Teknik yang
bersifat batin
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky,
Hamdani Bakran . 2001. Psikoterapi dan Konseling Islam.
Yogyakarta:PT.
Fajar
Pustaka
Baru.
Siradj,
Sjahudi. 2010. Pengantar Bimbingan dan Konseling.
Sidoarjo: PT.
Duta Aksara.
Amin,
Samsul Munir. 2012. Bimbingan dan Konseling Islam.
Jakarta:
Amzah.
Salahudin
Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling.
Bandung:
CV. Pusatka Setia.
Arifin, Isep
Zainal. 2009.
Bimbingan Penyuluahan Islam. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Comments