Proses dan Langkah-langkah Konseling
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang
Proses konseling adalah suatu proses
bersifat sistematis yang dilakukan oleh konselor dan klien untuk memecahkan
masalah klien . Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui untuk sampai pada
pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum memasuki tahapan tersebut,
sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri klien melalui wawancara
pendahuluan (intake interview).
Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intake interview adalah memperoleh data pribadi atau hasil
pemeriksaan klien. Setelah itu, konselor dapat memulai langkah selanjutnya
2.
Rumusan
Masalah
a. Apa pengertian proses konseling?
b. Bagaimana proses konseling
tersebut?
c. Bagaimana tahap-tahap atau
langkah-langkah proses konseling tersebut?
3.
Tujuan
a. Agar mahasiswa memahami apa yang
dimaksud dengan proses konseling.
b. Agar mahasiswa memahami bagaimana
proses konseling.
c. Agar mahasiswa memahami bagaimana
tahap-tahap atau langkah-langkah dalam proses konseling tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Proses dan Langkah-langkah
Konseling
Menurut Namora Lumongga Lubis, Memahami
Dasar-Dasar Konseling, (2011: 83),
Proses konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-tahapan
yang harus dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi
sebelum memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai
diri klien melalui wawancara pendahuluan (intake
interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intake interview adalah memperoleh
data pribadi atau hasil pemeriksaan klien. Setelah itu, konselor dapat memulai
langkah selanjutnya. Menurut Tohirin, Bimbingan Konseling di Sekolah dan
Madrasah Proses konseling dapat ditempuh dengan beberapa langkah yaitu:
1.
Menentukan
masalah
Proses
Identifikasi Masalah atau menentukan masalah dalam konseling dapat dilakukan
dengan terlebih dahulu melakukan identifikasi masalah (identifikasi
kasus-kasus) yang dialami oleh klien. Setelah semua masalah teridentifikasi
untuk menentukan masalah mana untuk dipecahkan harus menggunakan prinsip skala
prioritas. Penetapan skala prioritas ditentukan oleh dasar akibat atau dampak
yang lebih besar terjadi apabila masalah tersebut tidak dipecahkan. Pada tahap
ini konselor diharapkan aktif dalam mencegah permasalahan klien. Konselor perlu
lebih banyak memberikan pertanyaan terbuka dan mendengar aktif (active listening) terhadap apa yang
dikemukakan oleh klien. Mendengar aktif adalah suatu keterampilan menahan diri
untuk tidak berbicara, tidak mendengarkan secara seksama, mengingat-ingat dan
memahami perkataan klien, dan menganalisis secara seksama terhadap penjelasan
klien yang relevan dan yang tidak relevan.
Ety Nurhayati dalam bukunya Bimbingan
Konseling, dan Psikoterapi Inovatif (2011: 196) Bukan pekerjaan yang sederhana
mengikuti alur berbicara seseorang sambil menahan diri tidak memotong,
mengomentari, dan mendominasi pembicaraan. Mengembangkan keterampilan
mendengarkan aktif akan sangat membantu menciptakan rasa aman klien. Selain itu
metode klarifikasi dan refleksi perlu digunakan untuk memperoleh kejelasan
duduk persoalan klien. Tujuan tahap ini menggali permasalah yang dialami klien,
sehingga klien dapat menguraikan dan mendudukkan masalah secara tepat dan
jelas.
2.
Pengumpulan
data,
Setelah
ditetapkan masalah yang akan dibicarakan dalam konseling, selanjutnya adalah
mengumpulkan data siswa yang bersangkutan. Data yang dikumpulkan harus secara
komprehensif (menyeluruh) meliputi: data diri, data orang tua, data pendidikan,
data kesehatan dan data lingkungan.
Data diri
bisa mencakup (nama lengkap, nama panggilan, jenis kelamin, anak keberapa,
status anak dalam keluarga (anak kandung, anak tiri, atau anak angkat), tempat
tanggal lahir, agama, pekerjaan, penghasilan setiap bulan, alamat, dan nama
bapak atau ibu. Data pendidikan dapat mencakup: tingkat pendidikan, status
sekolah, lokasi sekolah, sekolah sebelumnya, kelas berapa, dan lain-lain.
3.
Analisis
data
Data-data
yang telah dikumpulkan selanjutnya dianalisis. Data hasil tes bisa dianalisis
secara kuantitatif dan data hasil non tes dapat dianalisis secara kualitatif.
Dari data yang dianalisis akan diketahui siapa konseli kita sesungguhnya dan
apa sesungguhnya masalah yang dihadapi konseli kita.
4.
Diagnosis
Diagnosis
merupakan usaha konselor menetapkan latar belakang masalah atau faktor-faktor
penyebab timbulnya masalah pada klien.
5.
Prognosis
Setelah
diketahui faktor-faktor penyebab timbulnya masalah pada klien selanjutnya
konselor menetapkan langkah-langkah bantuan yang diambil.
6.
Terapi
Setelah
ditetapkan jenis atau langkah-langkah pemberian bantuan selanjutnya adalah
melaksanakan jenis bantuan yang telah ditetapkan. Dalam contoh diatas,
pembimbing atau konselor melaksanakan bantuan belajar atau bantuan sosial yang
ditetapkan untuk memecahkan masalah konseli.
7.
Evaluasi dan Follow Up
Sebelum
mengakhiri hubungan konseling, konselor dapat mengevaluasi berdasarkan performace klien yang terpancar dari
kata-kata, sikap, tindakan, dan bahasa tubuhnya. Jika menunjukkan indicator
keberhasilan, pengakhiran konseling dapat dibuat. Evaluasi dilakukan untuk
melihat apakah upaya bantuan yang telah diberikan memperoleh hasil atau tidak.
Apabila sudah memberikan hasil apa langkah-langkah selanjutnya yang perlu
diambil, begitu juga sebaliknya apabila belum berhasil apa langkah-langkah yang
diambil berikutnya. Dan Aswadi, Iyadah
dan Taskiyah,(2009:40) dalam langkah
Follow Up atau tindak lanjut
dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih lama.
Abrego,
Brammer, Shostrom (2005:98) dalam buku Dasar-dasar Konseling dan Psikoterapi
milik Namora Lubis Lumongga (2011:70) Memberikan langkah-langkah konseling sebagai
berikut:
1.
Membangun
Hubungan
Membangun hubungan dijadikan
langkah pertama dalam konseling, karena klien dan konselor harus saling mengenal dan menjalin kedekatan emosinal
sebelum sampai pada pemecahan masalahnya. Pada tahapan ini, konselor harus
menunjukkan bahwa ia dapat dipercaya dan kompeten dalam menangani masalah
klien. Willis (2009) mengatakan bahwa dalam hubungan konseling harus berbentuk a working relationship yaitu hubungan
yang berfungsi, bermakna, dan berguna. Konselor dan klien saling terbuka satu sama lain tanpa ada
kepura-puraan. Selain itu, konselor dapat melibatkan klien terus menerus dalam
proses konseling. Keberhasilan pada tahap ini menentukan keberhasilan langkah
konseling selanjutnya.
Bimo Walgito, Bimbingan
dan Konseling (Studi dan Karir), Andi Offset, (Yogyakarta, 2005) hal 187
Membangun hubungan konseling juga dapat dimanfaatkan konselor untuk menentukan
sejauh mana klien mengetahui kebutuhannya dan harapan apa yang ingin dia capai
dalam konseling. Konselor juga dapat meminta klien agar berkomitmen menjalani
konseling dengan sungguh-sungguh.
Tahapan
ini merupakan kunci awal keberhasilan konseling. Antara konselor dan klien adakalanya belum saling mengenal. Konselor
diharapkan dapat menciptakan suatu perkenalan yang memungkinkan terbangun kedekatan
dan kepercayaan klien. Dalam membina hubungan dengan klien, konselor dapat
melakukan perkenalan secara lisan. Konselor memperkenalkan diri secara
“sederhana”, yang tidak memberikan kesan bahwa konselor lebih tinggi statusnya
daripada klien.
Pada tahap ini
konselor membina hubungan baik dengan klien dengan cara menunjukkan perhatian,
penerimaan, penghargaan, dan pemahaman empatik. Apabila klien dekat dengan dan
percaya kepada konselor, ia akan bersedia membuka diri lebih jauh untuk
mengemukakan masalah yang dihadapinya kepada konselor. Sehingga klien dengan
suka rela termotivasi untuk mengikuti proses konseling sampai selesai.
Jeanette
Murad, Dasar-Dasar Konseling, (Universitas
Indonesia Press, Jakarta, 2008) hal 98,Tahapan ini merupakan kunci awal keberhasilan
konseling. Antara konselor dan klien
adakalanya belum saling mengenal. Konselor diharapkan dapat menciptakan
suatu perkenalan yang memungkinkan terbangun kedekatan dan kepercayaan klien.
Dalam membina hubungan dengan klien, konselor dapat melakukan perkenalan secara
lisan. Konselor memperkenalkan diri secara “sederhana”, yang tidak memberikan
kesan bahwa konselor lebih tinggi statusnya daripada klien.
Pada
tahap ini konselor membina hubungan baik dengan klien dengan cara menunjukkan
perhatian, penerimaan, penghargaan, dan pemahaman empatik. Apabila klien dekat
dengan dan percaya kepada konselor, ia akan bersedia membuka diri lebih jauh
untuk mengemukakan masalah yang dihadapinya kepada konselor. Sehingga klien
dengan suka rela termotivasi untuk mengikuti proses konseling sampai selesai.
2.
Identifikasi
dan penilaian masalah
Apabila hubungan konseling telah
berjalan baik, maka langkah selanjutnya adalah memulai mendiskusikan
sasaran-sasaran spesifik dan tingkah laku seperti apa yang menjadi ukuran keberhasilan
konseling. Konselor memperjelas tujuan yang ingin dicapai oleh mereka berdua.
Hal yang penting dalam langkah ini adalah bagaimana keterampilan konselor dapat
mengangkat isu dan masalah yang dihadapi klien. Pengungkapan masalah klien kemudian diidentifikasi dan
didiagnosa secara cermat. Seringkali klien tidak begitu jelas mengungkapkan
masalahnya. Apabila ini terjadi konselor harus membantu klien mendefinisikan
masalahnya secara tepat agar tidak terjadi kekeliruan dalam diagnosa.
3.
Memfasilitasi
perubahan konseling
Langkah berikutnya adalah
konselor mulai memikirkan alternatif pendekatan dan strategi yang akan
digunakan agar sesuai dengan masalah klien. Harus dipertimbangkan pula
bagaimana konsekuensi dari alternatif dan strategi tersebut. Jangan sampai
pendekatkan dan strategi yang digunakan bertentangan dengan nilai-nilai yang
terdapat pada diri klien, karena akan menyebabkan klien otomatis menarik
dirinya dan menolak terlibat dalam proses konseling. Ada beberapa strategi yang
dikemukakan oleh Willis (2009) untuk mempertimbangkan dalam konseling:
a.
Mengkomunikasikan
nilai-nilai inti agar klien selalu jujur dan terbuka sehingga dapat mengali
lebih dalam masalahnya.
b.
Menantang
klien untuk mencari rencana dan strategi baru melalui berbagai alternatif. Hal
ini akan membuatnya termotivasi untuk meningkatkan dirinya sendiri
Pada langkah ini
terlihat dengan jelas bagaimana proses konseling berjalan. Apakah terjadi
perubahan strategi atau alternatif. Yang telah disusun? Sudah tepat atau malah
tidak sesuai?. Proses konseling berjalan-jalan terus-meneruspada akhirnya
sampai kepada pemecahan masalah.
4.
Evaluasi
dan Terminasi
Langkah
keempat ini adalah langkah terakhir dalam proses konseling secara umum.
Evaluasi terhadap hasil konseling akan dilakukan secara keseluruhan. Yang
menjadi ukuran keberhasilan konseling akan tampak pada kemajuan tingkah laku
klien yang berkembang kearah yang lebih positif. Menurut Willis (2009) pada
langkah terakhir sebuah proses konseling ditandai pada beberapa hal:
1.
Menurunnya
tingkat kecemasan klien
2.
Adanya
perubahan perilaku klien kearah yang lebih positif, sehat dan dinamis.
3.
Adanya
rencana hidup dimasa mendatang dengan program yang jelas
4.
Terjadi
perubahan sikap positif. Hal ini ditandai dengan klien sudah mampu berfikir
realistis dan percaya diri.
Dan untuk melaksanakan konseling
islami dapat ditempuh dengan beberapa langkah berikut:
1.
Menciptakan
hubungan psikologis yang ramah, hangat, penuh penerimaan dan keakraban dan
keterbukaan.
2.
Meyakinkan
klien akan terjaganya rahasia dari apapun yang dibicarakan dalam proses
konseling sepanjang klien tidak menghendaki diketahui orang lain
3.
Wawancara
awal berupa pengumpulan data, sebagai proses mengenal klien, masalahnya,
lingkungannya, dan sekaligus membantu klien mengenali dan menyadari dirinya.
4.
Mengeksplorasi
masalah dengan perspektif islam (pada langkah ini konselor mencoba menelusuri
tingkat pengetahuan dan pemahaman individu akan hakekat masalahnya dalam
pandangan islam)
5.
Mendorong
klien untuk melakukan muhasabah (mengevaluasi diri apakah ada kewajiban yang
belum dilakukan, adakah sikap dan perilaku yang salah, sudah bersihkan jiwanya
dari berbagai penyakit hati)
6.
Mengeksplorasi
tujuan hidup dan hakikat hidup menurut klien, selanjutnya merumuskan
tujuan-tujuan jangka pendek yang ingin dicapai oleh klien dalam menghadapi
masalahnya.
7.
Mendorong
klien menggunakan hati/qolb/dalam melihat masalah, dan sekaligus mendorong
klien mengunakan a’qalnya, dan bertanya pada hati nuraninya.
8.
Mendorong
klien untuk menyadari dan menerima kehidupan yang diberikan Allah dengan penuh
keridhoan dan keikhlasan.
9.
Mendorong
klien untuk selalu bersandar dan berdo’a memohon meminta dibukakan jalan keluar
atas masalahnya kepada Allah SWT, dengan cara memperbanyak ibadah sesuai yang
dicontohkan Rosulallah SAW.
10. Mendorong klien untuk mengambil
keputusan-keputusan strategis yang berisi sikap dan perilaku yang baik (ma’ruf)
bagi terselesaikannya masalah yang sedang dihadapi.
11. Mengarahkan klien pada
keputusan-keputusan yang dibuat.
12. Mengarahkan dan mendorong klien
agar selalu bersikap dan berperilaku islami, sehingga terbentuk sikap dan
perilaku yang selalu bercermin pada Al-Qur’an dan Hadist.
13. Mendorong klien agar terus
menerus berusaha menjaga dirinya dari tunduk kepada hawa nafsunya, yang
dikendalikan oleh syaitan yang menyesatkan dan menyengsarakan hidup individu.
BAB
III
KESIMPULAN
Proses
konseling pada dasarnya bersifat sistematis. Ada tahapan-tahapan yang harus
dilalui untuk sampai pada pencapaian konseling yang sukses. Tetapi sebelum
memasuki tahapan tersebut, sebaiknya konselor memperoleh data mengenai diri
klien melalui wawancara pendahuluan (intake
interview). Gunarsa (1996) mengatakan bahwa manfaat dari intake interview adalah memperoleh
data pribadi atau hasil pemeriksaan klien. Setelah itu, konselor dapat memulai
langkah selanjutnya. Proses konseling dapat ditempuh dengan beberapa langkah
yaitu:
1.
Menentukan
masalah
2.
Pengumpulan
data
3.
Analisis
data
4.
Diagnosis
5.
Prognosis
6.
Terapi
7.
Evaluasi
dan Follow Up
Menurut
Abrego, Brammer, Shostrom (dikutip dari lesmana:2005) dalam dari buku
Dasar-dasar Konseling dan Psikoterapi milik Namora Lubis Lumongga . Memberikan
langkah-langkah konseling sebagai berikut:
1.
Membangun
Hubungan
2.
Identifikasi
dan penilaian masalah
3.
Menfasilitasi
perubahan klien
4.
Evaluasi
dan terminasi
Dan untuk
melaksanakan konseling islami dapat ditempuh dengan beberapa langkah berikut:
1.
Menciptakan
hubungan psikologis yang ramah, hangat, penuh penerimaan dan keakraban dan
keterbukaan.
2.
Meyakinkan
klien akan terjaganya rahasia dari apapun yang dibicarakan dalam proses
konseling sepanjang klien tidak menghendaki diketahui orang lain
3.
Wawancara
awal berupa pengumpulan data, sebagai proses mengenal klien, masalahnya,
lingkungannya, dan sekaligus membantu klien mengenali dan menyadari dirinya.
4.
Mengeksplorasi
masalah dengan perspektif islam (pada langkah ini konselor mencoba menelusuri
tingkat pengetahuan dan pemahaman individu akan hakekat masalahnya dalam
pandangan islam)
5.
Mendorong
klien untuk melakukan muhasabah (mengevaluasi diri apakah ada kewajiban yang
belum dilakukan, adakah sikap dan perilaku yang salah, sudah bersihkan jiwanya
dari berbagai penyakit hati)
6.
Mengeksplorasi
tujuan hidup dan hakikat hidup menurut klien, selanjutnya merumuskan
tujuan-tujuan jangka pendek yang ingin dicapai oleh klien dalam menghadapi
masalahnya.
7.
Mendorong
klien menggunakan hati/qolb/dalam melihat masalah, dan sekaligus mendorong
klien mengunakan a’qalnya, dan bertanya pada hati nuraninya.
8.
Mendorong
klien untuk menyadari dan menerima kehidupan yang diberikan Allah dengan penuh
keridhoan dan keikhlasan.
9.
Mendorong
klien untuk selalu bersandar dan berdo’a memohon meminta dibukakan jalan keluar
atas masalahnya kepada Allah SWT, dengan cara memperbanyak ibadah sesuai yang
dicontohkan Rosulullah SAW.
10. Mendorong klien untuk mengambil
keputusan-keputusan strategis yang berisi sikap dan perilaku yang baik (ma’ruf)
bagi terselesaikannya masalah yang sedang dihadapi.
11. Mengarahkan klien pada
keputusan-keputusan yang dibuat.
12. Mengarahkan dan mendorong klien
agar selalu bersikap dan berperilaku islami, sehingga terbentuk sikap dan
perilaku yang selalu bercermin pada Al-Qur’an dan Hadist.
13. Mendorong klien agar terus
menerus berusaha menjaga dirinya dari tunduk kepada hawa nafsunya, yang
dikendalikan oleh syaitan yang menyesatkan dan menyengsarakan hidup individu.
Daftar
Pustaka
Eti Nurhayati, Bimbingan Konseling dan Psikoterapi
Inovatif, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2011.
Aswadi, Iyadah dan Tazkiyah Perspektif Bimbingan Konseling Islam, Dakwah
Digital Pess, Surabaya, 2009.
Lumongga Lubis, Namora, Memahami
Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori dan Praktek, Kencana Media Prenada Group,
Jakarta, 2011.
Lesmana, Jeanette Murad, Dasar-Dasar Konseling, Universitas
Indonesia Press, Jakarta, 2008
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah, PT Raja Grasindo
Persada, Jakarta, 2007
Bimo Walgito, Bimbingan dan Konseling (Studi dan Karir), Andi
Offset, Yogyakarta, 2005.
Comments