Kota Mojokerto

a. Profil daerah

Kota Mojokerto adalah sebuah kota (dahulu daerah tingkat II berstatus kotamadya) di Jawa Timur, Indonesia. Terletak 50 km barat daya Surabaya, wilayah kota ini dikelilingi oleh Kabupaten Mojokerto. Kota Mojokerto secara geografis terletak antara 733' Lintang Selatan dan 12228' Bujur Timur. Wilayah Kota Mojokerto di sebelah utara berbatasan dengan Sungai berantas, sebelah timur, sebelah barat dan sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto. Luas wilayah Kota Mojokerto 16,46 Km2 yang terbagi menjadi dua kecamatan.

Kota Mojokerto merupakan wilayah yang cukup strategis. Kota ini hanya berjarak 50 kilometer arah barat Kota Surabaya, karena jaraknya yang relatif dekat, daerah ini menjadi hinterland kota metropolitan itu, dan termasuk dalam Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan).

Mata pencaharian penduduk sebagian besar cenderung ke arah lapangan usaha perdagangan, angkutan dan industri pengolahan. Potensi sub sektor peternakan di Kota Mojokerto masih sangat mungkin untuk dikembangkan mengingat kebutuhan daging untuk masyarakat Mojokerto dan sekitarnya sangat tinggi.Untuk meningkatkan jumlah populasi ternak, baik ternak besar maupun ternak kecil perlu dikembangkan pola-pola kemitraan yang terkait dengan pihak swasta. Lahan budidaya perikanan di Kota Mojokerto seluas 16,5 ha sedangkan yang dikelola baru 6,1 dengan demikian baru sebagian kecil yang dapat dieksploitasi.

Perairan umum yang terdiri dari sungai, sawah yang dapat dimanfaatkan untuk perikanan seluas 10,6 ha, sedangkan waduk seluas 1,1 ha. Pada saat ini berkembang pula petani penangkar bibit ikan lele yang dapat membantu ketersediaan bibit lele di wilayah Kota Mojokerto.

Beberapa produk unggulan wilayah ini antara lain industri sepatu dan sandal kulit, kerajinan dari gips, kerajinan bambu, miniatur perahu layar, industri pengecoran aluminium untuk peralatan masak, batik, konveksi dan bordir, dan beberapa industri makanan.

Kota yang juga dikenal dengan makanan khas onde-ondenya itu mempunyai tiga lokasi wisata yang diunggulkan. Ketiga lokasi wisata itu antara lain Tempat Pemandian Tirta Suam, Kawasan Wisata Air Kali Barantas, dan Pemandian Sekarsari.[2]

b. Sejarah Budaya

Pembentukan Pemerintah Kota Mojokerto melalui suatu proses kesejahteraan yang diawali melalui status sebagai staadsgemente, berdasarkan keputusan Gubernur Jendral Hindia Belanda Nomor 324 Tahun 1918 tanggal 20 Juni 1918.

Pada masa Pemerintahan Penduduk Jepang berstatus Sidan diperintah oleh seorang Si Ku Cho dari 8 Mei 1942 sampai dengan 15 Agustus1945.

Pada zaman revolusi 1945 - 1950 Pemerintah Kota Mojokerto di dalam pelaksanaan Pemerintah menjadi bagian dari Pemerintah Kabupaten Mojokerto dan diperintah oleh seorang Wakil Walikota disamping Komite Nasional Daerah.

Daerah Otonomi Kota Kecil Mojokerto berdiri berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1950, tanggal 14 Agustus 1950 kemudian berubah status sebagai Kota Praja menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957.

Setelah dikeluarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 berubah menjadi Kotamadya Mojokerto. Selanjutnya berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974.

Selanjutnya dengan adanya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999, tentang Pemerintahan Daerah, Kotamadya Daerah Tingkat II Mojokerto seperti Daerah-Daerah yang lain berubah Nomenklatur menjadi Pemerintah Kota Mojokerto.

c.  Contoh Budaya

Diantara peninggalan budaya kabupaten Mojokerto yang berupa fisik antara lain ialah : Candi Wringin Lawang, Candi Brahu, Candi Genthong, Candi Tikus, Candi Bajang Ratu, Candi Kedaton, Candi Minak Jinggo, Candi Grinting, Candi Agung , Candi Segaran, dsb.[3]

Dan adapula yang berupa kesenian tradisional antara lain seni kebudayaan ludruk yang dari dulu sampai sekarang masih terlihat kental dalam acara tahunan maupun acara hajatan.

    • Kesenian Bantengan

    Kesenian rakyat Bantengan berasal dari Kecamatan Pacet tepatnya di desa Made yang dahulunya merupakan desa yang berdekatan dengan lereng Gunung Welirang. Konon kawasan hutan tersebut banyak hidup bermacam-macam hewan liar termasuk diantaranya Banteng yang saat ini sudah punah. Pada saat itu, seorang penduduk desa Made yang bernama Paimin tengah memasuki hutan dan mendapatkan seonggok kerangka Banteng yang masih lengkap. Kerangka Banteng itu dengan susah payah dibawah pulang dan dibersihkan kemudian ditempatkan di salah satu tempat rumahnya. Dari kejadian itu Paimin mendapat inspirasi untuk mengenang satwa Banteng dengan sebuah atraksi Atraksi itu dimainkan dua orang, 1 orang didepan memainkan kepala dan sekaligus sebagai kaki depan dan 1 orang dibelakang sebagai pinggul sekaligus sebagai kaki belakang. Antraksi gerakannya menggambarkan, gerakan-gerakan dan sikap banteng sewaktu sedang berkelahi. Untuk menyemarakkan atraksi itu dilengkapi dengan musik terbang dan jidor.
    • Kesenian Ujung
    Kesenian Ujung tumbuh menjadi kesenian rakyat sebagai visualisasi perjuangan Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit, pada saat mengalahkan bala tentara Tartar. Dalam atraksi kesenian ujung, dua orang petarung atau lebih melakukan aksi saling cambuk satu sama lain menggunakan rotan. Pertarungan dilakukan secara sportif dan dalam suasana bersahabat meski terkadang sampai bercucuran darah. Rotan adalah simbol senjata "Sodo Lanang" yang digunakan Raden Wijaya dalam pertempuran melawan bala tentara Tar-tar.
d. Contoh dialek dan artinya


Penduduk Mojokerto pada umumnya adalah etnis Jawa. Namun demikian, terdapat minoritas etnis Tionghoa dan Arab yang cukup signifikan. Etnis Tionghoa umumnya tinggal di perkotaan dan bergerak di sektor perdagangan dan jasa.


Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang digunakan sebagai bahasa sehari-hari. Bahasa Jawa yang dituturkan banyak memiliki pengaruh Dialek Surabaya yang terkenal egaliter dan blak-blakan. Kabupaten Mojokerto juga merupakan daerah perbatasan dua dialek Bahasa Jawa, antara Dialek Surabaya dan Dialek Mataraman. Beberapa kawasan yang berbatasan dengan Kabupaten Nganjuk dan Kediri memilki pengaruh Dialek Mataraman yang banyak memiliki kesamaan dengan Bahasa Jawa Tengahan. Salah satu ciri khas yang membedakan Dialek Surabaya dengan Dialek Mataram adalah penggunaan kata arek (sebagai pengganti kata bocah) dan kata cak (sebagai pengganti kata mas).


Contoh lainnya ialah :
    koen : kamu – dipakai antar teman atau ke orang yang lebih muda
    Peno : kamu – dikenal di Surabaya dan merupakan pengaruh Madura ‘be’na’
    Sampeyan : anda (dianggap paling halus didaerah tertentu)
    Suri : sisir
    Embong : jalan
    Yok opo? : bagaimana?
    Yok nopo? (halus) : bagaimana?
    Opo’o? : kenapa?
    Nopo’o? (halus) : kenapa?
    Nang : di – kata ‘ning’ jarang terdengar di kawasan Arekan
    Mulih (dibaca mOlEh) : pulang[4]
e. Kesimpulan


Kota Mojokerto sebagai kota ‘hinterland’ atau penyangga ibukota Provinsi Jawa Timur, yang dimana kabupaten Mojokerto terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Di Mojokerto salah satunya terdapat kecamatan Trowulan, yang pernah menjadi pusat Kerajaan Majapahit. Ini terlihat dari banyaknya sisa peninggalan sejarah kerajaan tersebut yang dijumpai di sana. Trowulan adalah daya tarik utama wisata sejarah di kabupaten mojokerto, karena terdapat puluhan candi peninggalan Kerajaan Majapahit, makam raja-raja Majapahit, serta Pendopo Agung yang diperkirakan berada tepat di pusat istana Majapahit.


Dialek mojokerto pada dasarnya sama dengan dialek daerah terdekatnya yakni  sidoarjo, lamongan.

Comments

Popular posts from this blog

Sejarah logika di indonesia

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Metode Dan Teknik Bimbingan Konseling Islam