TAFSIR BIL MA’TSUR dan TAFSIR BIR- RA’YI
A. Pengertian
Tafsir bil ma’tsur adalah metode
penafsiran dengan cara mengutip,atau mengambil rujukan pada Al - qur’an , hadist Nabi, kutipan sahabat serta
tabi’in. Metode ini mengharuskan mufasir menelusuri shahih tidaknya riwayat
yang digunakannya.
Tafsir bir-ra’yi adalah metode penafsiran
dengan cara ijtihad dan penyimpulan melalui
pemahaman sendiri serta penyimpulan yang hanya didasarkan pada ra’yu
semata.
B. Sejarah serta perkembangan tafsir bil
ma’tsur dan tafsir bir-ra’yi
Tafsir
bil ma’tsur telah ada sejak
zaman sahabat, dan ada beberapa sahabat yang terkemuka dalam bidang ilmu tafsir
yakni:
-
Abu Bakr Ash Shiddiq
-
Umar al Faruq
-
Utsman Dzun Nurain (Utsman bin Affan)
-
Ali bin Abi Thalib
-
Abdullah bin Mas’ud
-
Abdullah bin ‘Abbas
-
Ubay bin Ka’ab
-
Zaid bin Tsabit
-
Abu musa al Asy’ary
-
‘Abdullah bin Zubair
pada zaman ini tafsir bil ma’tsur
dilakukan dengan cara menukil penafsiran dari Rasulullah SAW, atau dari sahabat
oleh sahabat,serta dari sahabat oleh tabi’in dengan tata cara yang jelas
periwayatannya, cara seperti ini biasanya dilakukan secara lisan. Setelah itu
ada periode dimana penukilannya menggunakan penukilan pada zaman sahabat yang
telah dibukukan dan dikodifikasikan, pada awalnya kodifikasi ini dimasukkan
dalam kitab- kitab hadits, namun setelah tafsir menjadi disiplin ilmu tersendiri,
maka ditulis dan terbitlah buku – buku yang memuat khusus tafsir bil ma’tsur
lengkap dengan jalur sanad kepada nabi muhammad Saw, para sahabat, tabi’in al
tabi’in. Semua kitab tafsir ini biasanya memuat hanya tentang tafsir bil
ma’tsur kecuali kitab yang dikarang ibn Jarir yang menyertakan pendapat dan
menganalisannya serta mengambil istinbath yang mungkin ditarik dari ayat al-
qur’an. Pada perkembangan selanjutnya, ada banyak tokoh yang mengkodifikasikan
tafsir bil ma’tsur tanpa mengemukakan periwayatan sanadnya dan hanya mengemukakan pendapat – pendapatnya
sendiri serta tidak membedakan periwayatn yang shahih atau tidak. Karena adanya
kecurigaan pemalsuan, muncullah studi – studi kritis yang berhasil menemukan
dan menyingkap sebagian riwayat palsu sehingga para mufasir dapat berhati –
hati.
Diantara kitab tafsir yang memuat tentang tafsir bil ma’tsur yakni :
-
Tafsir
Jami’ul Bayan ( Ibnu Jarir Ath Thabary)
-
Tafsir Al
Bustan (Abul Laits as Samarqandy)
-
Tafsir
Baqy Makhlad
-
Tafsir Ma’limut Tanzil (Al Baghawy)
-
Tafsir Al
– Qur- anul ‘Adhim ( Al Hafidh ibnu Katsir)
-
Tafsir Asbabun Nuzul (Alwahidy)
-
Tafsir An Naskh wal mansukh (Abu Ja’far An
Nahas)
-
Tafsir Ad Durrul Mantsur fit Tafsir bil Ma’tsur
(As Suyuthy)
-
Al jawahir al – Hassan fi tafsir al-qur’an
(Abdurrahman Atsa’libi)
(Abdurrahman Atsa’libi)
Pada perkembangany tafsir bil ma’tsur
juga mengelami perbedaan pendapat antar Para periwayat, namun perbedaan itu
hanya terletak pada aspek redaksional sehingga maknanya sama hanya kata – kata yang berbeda. Perbedaan ini dapat diklasifikasikan dalam
dua macam yaitu :
-
Pertama , seorang mufasir mengungkapkan maksud
sebuah kata dengan redaksi yang berbeda dengan mufasir lain. Contoh pada kata
as sirat al mustaqim sebagian menafsirkan dengan Qur’an sedang yang lain dengan
islam, namun keduanya bermakna sama karena islam ialah mengikuti qur’an
(Drs.Mudzakir AS,2011:484)
-
Kedua, masing mufasir menafsirkan kata – kata yang
bersifat umum dan menyebutkan makna dari sekian banyak makna yang ada, contoh
penafsiran tentang firman Allah yang berbunyi :
“ kemudian kitab itu kami wariskan
kepada ornang – orang yang kami pilih diantara hamba – hamba kami namun
diantara mereka ada yang berbuat aniaya (zalim)terhadap diri sendiri, ada pula
yang bersikap moderat(muqtasid) dan ada pula yangterdepan (sabiq) dalam berbuat
kebajikan (fathir 35:32) (Drs.Mudzakir
AS,2011:485)
dalam pengartian
zalim,muqtasid dan sabiq ada musafir yang mengaitkan dengan sholat ada pula
yang mengaitkannya dengan zakat sehingga terasa ada perbedaan namun dalam makna
sesungguhnya masih menggambarkan hal yang sama. Perbedaan juga terkadang
dikarenakan ada dua lafadz yang bermakna ganda, namun itu bukan masalah besar
selama tidak menyimpang dari konteks yang asal.
Tafsir bir-rayi ada setelah berakhir
masa salaf sekitar abad 3 H dan peradaban islam semakin maju dan berkambang,
sehingga berkembanglah berbagai madzhab
dan aliran di kalangan umat islam.masing – masing golongan berusaha menyakinkan
umat islam dalam rangka mengembangkan paham mereka. Didukung dengan banyaknya para ahli tafsir yang telah menguasai berbagai disiplin ilmu, maka
pada proses penafsiran mereka cenderung memasukkan hasil pemikiran serta pembahasan
tersendiri yang berbeda dengan penafsir lain. Contohnya ada yang cenderung pada
ilmu balagh (imam al Zamakhsyari) , pembahasan aspek hukum syariah (imam al-
Qurtuby) karena individulisme seperti inilah banyak penafsir yang sampai
mengesampingkan tafsir yang sesungguhnya karena sibuk memasukkan ide nya
masing- masing. Tafsir bir – Ra’yi masih bisa diterima selama penafsir menjauhi
lima hal berikut,
-
Menjauhi sikap terlalu berani menduga – duga
kehendak Allah didalam KalamNya, tanpa memiliki syarat penafsir
-
Memaksa diri memahami sesuatu yang hanya
wewenang Allah untuk mengetahuinya.
-
Menghindari dorongan dan kepentingan hawa nafsu
-
Menghindari tafsir yang ditulis untuk
kepentingan madzhab
-
Menghindari penafsiran pasti (qath’i)
Sehingga jika sudah menjauhi lima hal diatas maka mufasir
dinilai berniat ikhlas untuk menafsirkan tanpa ada kepentingan
terselubung.karena apabila tafsirnya memihak kepentingan suatu madzhab atau
golongan maka ia dianggap sebagai pencipta bid’ah, tafsirnya dianggap tercela
dan ditolak. Seperti pada kasusu dimana
banyak penafsir dari golongan mu’tazilah yang memasukkan paham ke mu’tazilahannya
yang bertumpu pada lima dasar yakni : tauhid, adil, all –wadu wa al –wa’id, al
–manzilah bayanal manzilatayn serta amar ma’ruf nahi munkar. selain mu’tazilah
ada beberapa golongan pula yang melakukan hal yang sama. Dalam perkembangannya
tafsir bir-ra’yi mengalami perkembangan yang pesat, namun dalam penerimaan nya
di mata para ulama ada dua tanggapan yakni memperbolehkan dan melarang. Meski
ada beberapa ulama yang memperbolehkan penafsiran dengan ijtihad yang
berdasarkan Al- Qur’an dan sunnah rasul serta
kaedah yang dianggap mu’tabarat. Nmun, para ulama salaf lebih suka diam
daripada menafsirkan Al- qur’an. Dan tidak ada dalil yang kuat untuk pelarangan
tafsir bir – ra’yi sebagaimana ditulis oleh Ibn Taymiyat: “ mereka senantiasa
membicarakan apa – apa yang mereka ketahui dan mereka diam pada hal – hal yang
tidak mereka ketahui. Inilah kewajiban setiap orang [lanjutnya], ia harus diam
kalau tidak tahu ,dan sebaliknya harus menjawab jika ditanya sesuatu yang
diketahuinya” , jadi diamnya ulam salaf bukan karena tidak mau menafsirkannya,
bukan pula karena dilarang. Tapi, karena ke hati – hatian mereka supaya tidak
masuk ke dalam apa yang disebut takhmin
dalam menafsirkan Al- qur’an. Karena ada dua pandangan dalam hukum tafsir bir –
ra’yi, maka kiitab – kitab tafsir bir- ra’yi dibedakan jadi dua macam yakni
yang Mahmud (diperbolehkan) dan yang Mazhmum (terlarang /tercela).
Comtoh Kitab yang mahmud (diperbolehkan)
-
Tafsir anwarut Tanzil wa Asrarut Takwil (Al
Baidhawy)
-
Tafsir Irsyadul Aqlis Salim ( Abu Su’ud Al Imady)
-
Tafsir Fathul Qadir (Al Imam as Ayaukany)
-
Tafsir Fathul Bayan (Siddiq hassan Khan)
-
Tafsir Ruhul Ma’ani (Syihabudin al Alusy)
-
Al-jami’ Liahkami Qur’an (muhammad bin Abi bakr)
-
Tafsir Al Jalalain (Jalaludin Muhammad AlMahally
dan Jalaludin Muhammad A Sayuthy)
Contoh kitab yang Mazhmum
-
Tanjihul qur’an ‘ani Mathain’ ( abu hasan abdul
jabar) dari golongan mu’tazilah
-
Mir’atul Anwar wa Misykatul ashrar (Maula Abdul
Latif Al-Kazarani) dari golongan Syi’ah
-
Tafsir Hassan Al – Askari (Abu Musa ) dari
golongan Syi’ah
-
Himyanul Zad Ila Daril ma’ad (muhammad bin
Yusuf) dari golongan Khawarij
-
Gharar Al-Fawa’id wa Darar Al Qalaid (Abu Qasim
Ali) dari golongan Mu’tazilah.
-
Rahul Ma’ani (Syihabudin Al Alusi ) dari
golongan khawarij
-
Tafsir Athiyah bin Muhammad An-Nazwany Al-
zayidi tafsir fi tafsir (Muhsin bin Muhammad) dari golongan Zayidiyah
C. Hukum tafsir bil ma’tsur dan Bir- Ra’yi
Tafsir bil ma’tsur adalah tafsir
yang harus diikuti dan dipedomani karena berdasar pada yang shahih seperti Al – qur’an dan Hadits nabi,
maka bisa digunakan agar tidak tergelincir dalam kesesatan pengetahuan dalam
memahami kitab Allah. Diriwayatkan oleh ibnu Abbas, ia berkata : “tafsir itu
ada empat macam ; tafsir yang yang dapat diketahui oleh orang arab melalui
bahasa mereka, tafsir yang harus diketahui oleh setiap orang, tafsir yang hanya
bisa diketahui para ulama dan tafsir yanga sama sekali tidak mungkin diketahui
oleh siapapun selain Allah.
Dari yang dikatakan ibnu Abbas kita bisa tahu bahwa
ada beberapa tafsir yang tiddak bisa dirtikan secara gamblang dan masih
disembunyikan oleh Allah yang hanya bisa diuraikan oleh utusannya yakni Nabi
Muhammad SAW, seperti dalam hal- hal seperti ayat – ayat yang mengandung
perintah wajib,anjuran dan himbauan, larangan, fungsi – fungsi hak, hukum –
hukum , batas – batas kewajiban, kadar keharusan bagi sebagian makhluk
terhadapa sebagian lain dan hukum- hukum lain yang terkandung dalam ayat- ayat
Al- qur’an yang tidak dapat diketahui kecuali dengan penjelasan Rassulullah. Maka
dari itu tafsir Ma’tsur dianjurkan untuk dipedomani karena metode tafsir jenis
ini merujuk pula pada Sunnah Nabi Muhammad SAW.
Tafsir Bir- Ra’yi adalah
diperbolehkan apabila ada dasar yang shahih namun apabila tidak ada maka tafsir jenis ini diharamkan
atau tidak boleh dilakukan. Ada beberapa alasan yang melarang tafsir jenis ini seperti
“dan jangan lah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan
tentangnya” (al – Isra’ [17] :36) (Drs.Mudzakir AS,2011:489)
“katakanlah: ‘tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang tampak
maupun tersembunyi, perbuatan dosa dan melanggar hak manusia tanpa alasan yang
benar ; (mengharamkan) kamu mempersekutukan dengan Allah sesuatu yang tidak ia
turunkan hujjah mengenainya dan (mengharamkan ) kamu mengatakan terhadap Allah
sesuatu yang tidak kamu ketahui’ ” (al – A’raf [7]:33) ((Drs.Mudzakir AS,2011:490)
Secara umum dapat dikatakan bahwa jenis metode ini bisa dibilang tidak
aman untuk menafsirkan karna biasanya termasuki oleh ide – ide penafsir itu
sendiri tanpa disandarkan pada bukti – bukti yang shahih, namun masih ada
beberapa yang diperbolehkan asalkan memenuhi persyaratan tertentu, serta tidak
memihak salah satu golongan atau madzhab apapun.
D. Tokoh -
tokoh tafsir Bil Ma’tsur dan Bil Ra’yi
Tafsir bil Ma’tsur memiliki beberapa tokoh – tokoh seperti
-
Ibnu jarir Ath thabary
-
Abul Laits as Samarqandy
-
Al Wahidy
-
Al Hafidh Ibnu katsir
-
Abdul haqq bin Ghalib
-
Abu Muhammad Al- Husain bin Mas’ud
-
Jalaludin Asuyuthi
-
Abdurrahman Atsa’libi
Tokoh – tokoh dalam tafsir bir-Ra’yi dibedakan jadi dua
yakni yang tidak memihak pada golongan, yang tafsirnya mahmud yakni:
-
Muhammad bin Husain ibnu Al- Hasan
-
Muhammad bin Abi Bakr
-
Jalaludin Muhammad bin ahmad
-
Jalaludin abdurahman bin Abi Bakr
-
Nidhamuddin ibnu
hasan
-
Shihabudin As- Sayid
Tokoh – tokoh yang tafsirnya Mazhmuz yakni :
-
Maula Abdul Latif al- Kazarani (dari golongan Syi’ah)
-
Muhammad bin Syah Murtadha (dari golongan
Syi’ah)
-
Shaltan bin muhammad (dari golongan Syi’ah)
-
Abu
Hasan Abdul Jabar bin Muhammad
(dari golongan Mu’tazilah)
-
Abu Qasim Muhammad bin ‘Amr bin Muhammad (dari golongan Mu’tazilah)
-
Abu Abdurrahman As Sulami (dari golongan Khawarij)
E. Kesimpulan
-
Tafsir bil Ma’tsur dan Tafsir Bir-ra’yi
merupakan metode tafsir yang bertolak belakang, karena tafsir bil Ma’tsur
disandarkan atau di rujuk pada al –
qur’an serta Hadits nabi yang sahih dan jelas sanadnya sedangkan tafsir Bir- ra’yi metode tafsir yang hasil
tafsirannya agak diragukan karena banyak yang termasuki oleh kepentongan
madzhab dan golongan, namun masih ada yang diperbolehkan karena memiliki
rujukan yang shahih dan tidak mengandung kepentingan golongan
-
Tafsir bil Ma’tsur sudah ada sejak zaman
sahabat yang pada masa digunakan untuk
memperkuat penafsira n dengan mengutip hadits dari rasulullah atau sesama
sahabat
-
Tafsir Bir-ra’yi ada dan berkembang saat para
penafsir juga menguasai ilmu di bidang lain serta memasuki golongan – golongan
seperti mu’tazilah, Syiah , Khawarij,dll.
-
Buku – buku Tafsir dengan metode tafsir bil
Ma’tsur sering dijadikan rujukan sedang tafsir bir-ra’yi perlu dipilih – pilih
dulu
-
F. Kritik dan Saran
Dalam pembuatan makalah ini apabila ada kekurangan dan
kelemahan itu wajar maka dari itu pembuat makalah masih membutuhkan banyak
kritik serta saran. Dan insya Allah akan lebih baik lagi pada makalah – makalah
berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Nizan,Abu.Buku Pintar Al-Qur’an.
Jakarta:Qultum Media,2008.
Praja,Juhaya S.Tafsir
Hikmah.Bandung:Remaja Rosdakarya,
Suryan,Jamrah A. Tafsir
Mawdhu’iy. Jakarta: PT Raja Grafindo persada,1994.
As,Mudzakir.Studi Ilmu –Ilmu
Qur’an.Bogor:Pustaka Litera Antar Nusa,2011
Baidan,Nashrudin. Metode
Penafsiran Al-Qur’an. Yogyakarta:Pustaka Pelajar,2002.
Ash Shiddieqy,Tengku Muhammad
Hasbi. Ilmu Al-Qur’qn dan Tafsir.Semarang:PT Pustaka Rizki Putra,1997.
Comments