Agama


BAB I

PENDAHULUAN

Manusia adalah salah satu makhluk hidup yang memang berbeda dengan makhluk hidup lainnya. Dan manusia sendiri termasuk makhluk hidup dimuka bumi ini yang dikaruniai akal pikiran yang mana hal itulah yang membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya, akan tetapi akal manusia itu sendiri masih terbatas.

Dalam hal ini apabila manusia telah dihadapkan pada suatu masalah kemudian masalah tersebut sudah tidak bisa diatasi barulah manusia itu berusaha mencari jalan keluarnya untuk bisa malanjutkan kehidupannya dengan tenang dan tentram, kemudian mulailah manusia itu mancari hubungan yang bisa membuatnya tenang. Sehingga akhirnya timbullah yang namanya religi.

Religi itu sendiri merupakan suatu ajaran diman didalamnya atau ruang lingkupnya mengenai hubungan manusia dengan penciptanya dan kepercayaan-kepercayaan dalam diri manusia itu sendiri akan adanya kekuatan yang ada didalamnya, seperti misalnya ketika mereka mendapatkan masalah kemudian setelah mereka berhadapan dengan Tuhan mereka seakan-akan mereka merasakan ketenangan dan dari sanalah kepercayaan-kepercayaan dan keyakinan mereka tumbuh dan kepercayaan-kepercayaan itu sendiri merupakan bagian dari religi atau agama.

Kemudian setelah agama itu lahir ia meluas dan berkembang sampai kepenjuru dunia, mulai dari ujung timursampai ujung barat dan beberapa ahli-ahli antropologipun mengikuti perkembangan agama sampai saat ini.

BAB II

PEMBAHASAN


A. Pengertian Agama

Agama adalah suatu usur mengenai pengalaman yang dipandang mempunyai nilai tertinggi, yaitu pengabdian kepada suatu kekuasaan yang dipercayai sebagai sesuatu yang menjadi asal mula segala sesuatu, kemudian yang menambah dan melestarikan nilai-nilai serta sejumlah ungkapan yang sesuai dengan urusan pengabdian tersebut, baik dengan jalan melakukan upacara yang simbolis maupun melalui perbuatan yang bersifat perseorangan atau secara bersama-sama.

Agama adalah cara yang dipakai oleh menusia dalam menghidupkan hubungannya dengan kekuatan-kekuatan diatas jangkauan manusia, yaitu kekuatan yang ghoib dan pada kekuatan-kekuatan tersebutlah kepercayaan manusia menggantungkan harapannya. Berbicara tentang agama tidak terlepas dari keTuhanan dimana manusia beragama itu membutuhkan tuhan. Penuhanan dalam agama adalah sesuatu yang dengan sadar bersedia untuk dikuasai oleh Tuhannya dengan kata lain mereka bersedia melakukan apa yang menjadi perintah-Nya.

Ada beberapa ilmuwan yang juga merupakan pakar filsafat dan sosiologi Prancis, yaitu E Durkhen yang mengeluarkan teori tentang hidup beragama teori tersebut diuraikan dalam bukunya "les formes elementaires de la ve relegiuse" tahun 1912 yang dalam antropologi juga menjadi sangat terkenal. Dan tori tersebut menyangkut beberapa pengertian diantaranya :

1. Pada awal keberadaanya, manusia dimuak bumi ini mengembangkan religi karena adanya getaran jiwa, yaitu suatu emosi keagamaan yang timbul dalam jiwanya dan bukan karena timbul dalam pikirannya, dan manusia membayangkan adanya ruh yang abstrak berupa kekuatan yang menyebabkan hidup dan gerak dalam alam semesta.

2. Dalam pikirannya, emosi keagamaan itu berupa perasaan yang mencakup rasa keterkaitan, kebaktian, cinta, dan sebagainya. Dan emosi keagamaan itu tidak selalu tumbuh setiap saat dalam dirinya sehingga apabila tidak dirangsang dan dipelihara maka emosi tersebut akan melemah dan salah satu cara untuk menjaga kekuatannya, yaitu dengan cara kontraksi dengan masyarakat atau sering-sering mangumpulkan orang-orang dalam pertemuan besar.

Dalam pengertian satu dan dua itu menurut E Durkhen, yaitu merupakan pengertian dasar dan inti dalam setiap pengertian religi. Masyarakat yang terdiri dari baribu-ribu suku, ras, masing-masing tentu berbeda-beda pula agamanya yang secara nyata nampak pada upacara-upacara yang mereka lakukan masing-masing kepada kepercayaannya.

Adapun agama dalam pengerian sosiologi adalah gejala sosial yang umum dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia ini, tanpa kecuali dan ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari system sosial suatu masyarakat. Bila dilihat dari sudut kategori pemahaman manusia, agama memiliki dua segi yang membedakan dalam perwujudannya yaitu sbb :

v Segi kejiwaan (psychological state), yaitu suatu kondisi subjektif atau kondisi dalam jiwa manusia, berkenaan dengan apa yang di dasarkan oleh penganut agama itu sendiri. Kondisi inlah yang biasadi sebut kondisi agama, yaitu kondisi patuh dan taat kepada yang di sembah.

v Segi objektif (objektif state), yaitu segi luar yang disebut juga kejadian objektif, kedaan ini muncul ketika agama di nyatakan oleh penganutnya dalam berbagai ekspresi, baik ekspresi teologis, ritual maupun persekutuan, dari segi ke dua ini mencakup adt istiadat upacara ke agamaan, tempat-tempat peribadatan, sejarah dan prinsip-prinsipyang si anut oleh suatu masyarakat.

Pada perkembangannya, antropologi berusaha mengungkap latar belakang mengapa manusia percaya pada kekuatan suoranatural? Mengapa pula manusia melakukan aktivitas-aktivitas yang beraneka ragam untuk melukukan dan mencari hubungan dengan kekuatan supara natural? Mengapa masyarakat yang satu dengan yang lainnya memiliki system religi yang berbeda-beda? Bagaiman pula system religi mengalami perubahan?

Melalui berbagai pertanyaan tersebut, kemudian para antropolog mencoba mengamati berbagai system religi yang ada dimuka bumi ini dan kemudian mengklasifikasikannya kedalam beberapa konsep kemudian dari itu melahirkan pengertian tentang system religi.

Beberapa jawaban atas pertanyaan tersebut di atas dapat diuraiakan sebagai berikut :

Ø Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mulai sadar akan adanya faham jiwa.

Ø Kalakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mengakuai adanya banyak gejala yang tidak dapat diterangkan melalui akal.

Ø Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena suatu getaran atau emosi yang ditimbulakan dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa kesatuan sebagai warga masyarakat.

Ø Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi dengan maksud untuk menghadapi krisis-krisis yang adadalam jangka waktu hidup manusia.

Ø Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena adanya kejadian-kejadian luar biasa dalam hidupnya dan dalam alam sekelilingnya.

Ø Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mendapat satu firman atau wahyu dari Tuhannya.

Setelah kita mengetahui sedikit tentang pengertian dari agama masih banyak lagi pengertian-pengertian agama yang lain yang dipaparkan oleh para tokoh yang memang meneliti dan mengkaji apa itu agama, seperti koentjaraningrat (Bapak antropologi Indonesia) mendefinisikan religi yang memuat hal-hal tentang keyakinan, upacara, dan peralatannnya, sikap dan perilaku, dan sebagainya. Definisi semacam ini dipengaruhi oleh konsepsi unsure dasar system religi.


B. Asal usul dan perkembangan agama

Ada dua metode yang digunakan orang dalam membangun teori mengenai asal usul dan perkembangan agama, pertama adalah apa yang disebut metode komparatif "bukti-bukti" yang berasal dari suku bangsa diseluruh dunia, diangkat dari konteksnya dan disusun menurut skema yang berurutan. Yang kedua yaitu metode yang diginakan adalah apa yangdisebut dengan "survival" yaitu proses, adapt istiadat, pendapat-pendapat dan lain-lain. Secara singkat dapat dikatakan bahwa survival tersebut telah memberikan seberkas cahaya yang menerangi sejarah masa lampau.

Dasar pemahaman kita mengenai asal usul dan perkembangan agama (evolusi) juga dapat dibangun melalui tulisan-tulisan klasik seperti dari, Edward B Tylor, dan dari teori tylor dianggap mengandung kelemahan terutama apabila kita hadapkan dengan teori-teori mengenai agama yang lebih kontemporer, namun sumbangannya yang mendasar tentanga hakikat asal usul agama tidak boleh diabaikan. Dapat dikatakan bahwa tulisan tylor tersebut mempresentasikan hipotesis-hipotesis yang paling awal dalam antropologi mengenai asal usul agama, ia berpendapat bahwa agama itu berakar dari gagasan tentang jiwa (soul), dan ia juga berargumentasi bahwa setelah manusia itu ada, maka muncullah keyakinan bahwa aneka ragam makhluk halus ada kaitannya dengan berbagai ruang lingkup dan hakikat kegiatan manusia.

C. Unsur-unsur dasar system religi

Berdasarkan teori asal usul religi, dapat dilihat bahea masing-masing ahli mamiliki pendapat yang berbeda-beda. Perbedaan pendapat ini dikarenakan masing-masing ahli hanya melihat satu aspek dari religi namun demikian bentuk-bentuk religi yang ada dimuka bumi ini. Paling tidak memiliki lima unsure dasar religi yaitu :

1. Emosi keagamaan (religious emotion), yaitu getaran jiwa yang menyebabkan menusia menjalankan kelakuan keagamaan.

2. Sistem kepercayaan (believe system) atau baying-bayang manusia tentang bentuk dunia, alam, alam ghaib, hidup, mati dan sebagainya.

3. Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia ghaib berdasarkan atas system kepercayaan.

4. Peralatan dan perlengkapan upacara

5. Kelompok keagamaan (religious community) atau kesatua-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi besera system upacara keagamaannya.

Para ahli sosiologi agama memandang agama sebagai suatu pengertian yang luas dan universal, dari sudut pandang sosial dan bukan dari sudut pandangin dividual. Hal itu berarti sosiologi agama tidak melulu membicarakan suatu agama yang diteliti oleh para penganut agama terentu, tetapi semua agama dan disemua daerah di dunia tanpa memihak dan memilah-milah pengkajiannya bukan diarahkan kepada bagaimana cara seseorang beragama melainkan diarahkan kepada kehidupan agama secara kolektif terutama dipusatkan kepada fungsi agama dalam mengembangkan atau menghambat kelangsungan hidup dan pemeliharaan kelompok-kelompok masyarakat.

Perhatiannya juga ditujukan pada agama sebagai salah satu aspek dari tingkah laku kelompok dan kepada peranan yang dimainkannya selama berabad-abad hingga sekarang.

Keuniversalan agama terlihat dari berbagai hasil penelitian para ahli rkeologi dan etnologi yang menunjukkan bahwa dari barang-barang peninggalan paling kuno yang ditemukan selalu ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa masyarakat terdahulu itu melakukan kegiatan keagamaan, agama juga dianggap banyak memberikan pengaruh yang kuat terhadap kehidupan masyarakat dimanapun dan kapanpun.

Para ahli sosiologi agama sepakat bahwa intensitas pengaruh agama dalam kehidupan sosial masyaralat semakin lama semakin berkurang sejalan dengan perkembangan kebudayaan masyarakat tersebut, tetapi berkurangnya pengaruh tersebut bukan pada keragaman individual melainkan pada kehidupan beragama secara komunal di kota-kota besar yang modern seperti di Amerika dan Eropa, agama tidak lagi ikut berperan sebagai alat legitimasi sosial yang dijadikan acuan dalam menentukan kebijakan hidup bersama.

Di masyarakat pedesaan (petani), fenomena di atas tidak begitu tampak dalam kehidupan mereka, agama masih berperan dalam berbagai aspek kehidupan bahkan hampir disetiap kegiatan selalu melibatkan agama, baik itu dalam ekonomi, pendidikan, politik, dan sosial lainnya.


D. Bentuk-bentuk Agama.

· Bentuk-bentuk agama antara lain adalah

1) Fetishisme, yaitu bentuk religi yang berdasarkan keerpercayaan akan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu. Seperti masyarakat jawa yang memiliki tradisi “memendikan keris pusaka pada bulan suro yang mana didalamnya ada semacam keyakinan bahwa jika keris tersebut tidak di mandikan atau tidak di rawat maka keris tersebut akan hilang atau dapat mencelakai pemiliknya”. Tradisi semacam ini merupakan bentuk fetishisme.

2) Animisme, yaitu bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan bahwa di dalam sekitiar tempat tinggalnya di huni oleh berbagai macam ruh William A. haviland mendefinisikan animisme sebagai kepercayaan kepada makhluk-makhluk spiritual yang di anggap menjiwai alam, contoh seperti pada masyarakat dayak di borneo (Kalimantan) orang-orang koyak di asia, animisme berkembang pada masyarakat, yang melihat dirinya sebagai bagian dari alam, bukan penguasa atas alam bentuk religi ini banyak di temukan pada suku bangsa yang hidupnya berburu dan meramu.

3) Animatisme, yaitu sebernya bukan bentuk religi melainkan suatu system kepercayaan bahwa benda-benda dan tumbuh-tumbuhan di sekeliling manusia itu memiliki jiwa dan bisa berfikir seperti manusia kepercayaan ini tidak melahirkan aktivitas religi yang memuja benda-benda dan tumbuhan tersebut, tetapi animatisme tersebut bisa menjadi unsure dalam religi-religi lain, intinya animatisma itu merupakan satu kepercayaan primitive yang menghubungkan kehidupan dengan benda-benda mati.

4) Pra-animisme, yaitu bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan pada kekuatan sakti yang ada dalam segala hal yang luar biasa dan terdiri dari aktivitas religi yang berpedoman pada kepercayaan tersebut juga dynamisme.

5) Totenisme, yaitu bentuk religi dalam masyarakat yang terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan yang unilineal dimana yang di maksud adalah meyakini dewa-dewa atau nenek moyang yang satu untuk mempererat kesatuan dalam kelompok uilineal dan dalam hal tersebut masing-masing mempunyai lambing (totem)yang berbeda-beda, seperti berupa binatang, tumbuh-tumbuhan dll. Dan di Negara indonesia totemisme ini dapat di temui di masyarakat suku papua.

6) Polytheisme, yaitu bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan pada suatu system yang luas dengan kata lain religi ini berdasaran kepercayaan pada beberapa keyakinan, seperti pada masyarakat tradisioanal iandonesia yang di kenal adanya kepercayaan kepada dewa-dewa sebagai penguasa alam semesta dan juga seperti percaya bahwa nyai roro kidul sebagai penguasa pantai selatan hingga pada akhirnya melahirkan ritual yang berpusat pada alamYang di kuasai nyai roro kidul tersebut seperti melakukan penghormatan pada penguasa pantai selatan dengan mengadakan upacara larung sesaji di pantai tersebut.

7) Monotheisme, yaitu bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada satu tuhan, bentuk religi ini terdiri dari upacara-upacara guna memuja, terakhir adalah mystic, yaitu bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan kepada sattu tuhan yang di anggap meliputi segala hal dalam alam semesta.

Konsepsi bentuk-bentuk agama di atas dalm ilmu antropologi sekarang sudah di anggap tidak penting, dalam kenyataannya memang tidak ada masyarakat yang seluruh penduduknya menganut satu bentuk religi , sebagai contoh paad masyarakat Indonesia yang telah mengenal konsep agama modern, dalam aktifitas religinya sseringkali masih bercampur engan bentuk-bentuk religi lainnya, misallnya sebagian masyrakat jawa yang tradisional dan beragama islam pada malam jum’at legi atau malam kamis kliwon memiliki tradisi membuang bunga di perempatan jalan dan lain sebagainya.

BAB III

KESIMPULAN

Agama adalah suatu usur mengenai pengalaman yang dipandang mempunyai nilai tertinggi, yaitu pengabdian kepada suatu kekuasaan yang dipercayai sebagai sesuatu yang menjadi asal mula segala sesuatu, kemudian yang menambah dan melestarikan nilai-nilai serta sejumlah ungkapan yang sesuai dengan urusan pengabdian tersebut, baik dengan jalan melakukan upacara yang simbolis maupun melalui perbuatan yang bersifat perseorangan atau secara bersama-sama.

Agama memiliki dua segi yang membedakan dalam perwujudannya yaitu sbb:

a) Segi kejiwaan (psychological state), yaitu suatu kondisi subjektif atau kondisi dalam jiwa manusia, berkenaan dengan apa yang di dasarkan oleh penganut agama itu sendiri.

b) Segi objektif (objektif state), yaitu segi luar yang disebut juga kejadian objektif, kedaan ini muncul ketika agama di nyatakan oleh penganutnya dalam berbagai ekspresi, baik ekspresi teologis, ritual maupun persekutuan.

Ada dua metode yang digunakan orang dalam membangun teori mengenai asal usul dan perkembangan agama, pertama adalah apa yang disebut metode komparatif "bukti-bukti" yang berasal dari suku bangsa diseluruh dunia, diangkat dari konteksnya dan disusun menurut skema yang berurutan. Yang kedua yaitu metode yang diginakan adalah apa yangdisebut dengan "survival" yaitu proses, adapt istiadat, pendapat-pendapat dan lain-lain.

Unsur-unsur dasar system religi:

a) Emosi keagamaan (religious emotion), yaitu getaran jiwa yang menyebabkan menusia menjalankan kelakuan keagamaan.

b) Sistem kepercayaan (believe system) atau baying-bayang manusia tentang bentuk dunia, alam, alam ghaib, hidup, mati dan sebagainya.

c) Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia ghaib berdasarkan atas system kepercayaan.

d) Peralatan dan perlengkapan upacara

e) Kelompok keagamaan (religious community) atau kesatua-kesatuan sosial yang mengkonsepsikan dan mengaktifkan religi besera system upacara keagamaannya.

Bentuk-bentuk agama antara lain : Animatisme, Monotheisme, Pra-animisme, Polytheisme, adalah: Fetishisme, Animisme, dan lain-lain.


Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki