Komunikasi Antar Pribadi
Untuk
dapat berkomunikasi secara efektif, kita berharap untuk dapat mempengaruhi
persepsi orang lain terhadap diri kita. Kita menginginkan orang lain memiliki
penilaian yang baik mengenai diri kita, paling tidak, memiliki kesan bahwa kita
konsisten dengan tujuan kita berkomunikasi kepadanya. Kita dapat berharap agar
orang lain memandang kita sebagai teman, pimpinan, pasangan, dan berbagai peran
social lainnya.
Tindakan
ini sesungguhnya sangat alamiah/wajar, artinya bukan selalu merupakan upaya
untuk berpura-pura atau menipu orang lain. Karena meskipun beberapa perilaku
kita mungkin pura-pura atau palsu, kita mengetahui pula bahwa kita memiliki
berbagai peran sosial yang berbeda
bagi orang dan situasi yang berbeda, yang akan mempengaruhi perilaku kita
ketika berkomunikasi.
Erving Goffman (1963) seorang sosiolog mengemukakan
bagaimana setiap orang dalam kehidupan sehari-harinya terlibat dalam
“memerankan” dirinya kepada orang lain. Tindakan ini bukanlah upaya
kepura-puraan/manipulatif, melainkan bagian yang wajar dalam interaksi sosial
yang disebut impression management.
Impression management
memandang komunikasi antar pribadi sebagai sebuah drama atau sandiwara. Sebagai
partisipan dalam komunikasi, kita bukan hanya sebagai aktor, tetapi sekaligus
penulis skenario yang menulis naskah “drama” kehidupan nyata ketika kita
terlibat dalam komunikasi antar pribadi. Ketika kita mengarahkan kesanb orang
lain, kita menghadirkan diri kita dalam dua bentuk perilaku, yaitu “depan” dan
“balakang”. “Depan” mengacu pada bagian dari diri kita yang dapat
diamati/tampak oleh orang lain, bagian “depan” ini menunjukkan bagian dari diri
kita yang berada ”di atas panggung”. “Belakang” mengacu pada perilaku “di balik
panggung” .
Uraian diatas menunjukkan bahwa sebenarnya imperssion management merupakan perilaku
yang lebih diarahkan oleh orang lain daripada diri kita sendiri. Ketika kita
menyadari perilaku kita, dan kita membiarkan orang lain untuk mengarahkannya,
maka kita menilai kesesuaian perilaku kita sebagai responss terhadap perilaku
orang lain. Dalam impression management,
sesungguhnya fokus kita bukan pada memanipulasi orang lain tetapi lebih pada
bagaimana berprilaku responssif terhadap perilaku orang lain.
Rhetorical sensitivity
adalah konsep yang dikembangkan oleh Rod Hart dan Don Burks (1972) yang mengacu
pada kualitas persepsi yang didasarkan atas kemungkinan-kemungkinan (contingencies). Rhetorically sensitive berarti peka terhadap diri sendiri,
peka terhadap situasi, dan terutama
peka terhadap orang lain.
Terdapat lima karakteristik yang menandai rhetorical sensivity. Pertama, orang
yang rhetorically sensitive dapat
menerima kompleksitas pribadi, yaitu dapat memahami bahwa setiap individu
merupakan kesatuan dari banyak diri (multiple selves). Kedua, orang rhetorically sensitive menghindari sifat
kaku/keras dalam berkomunikasi dengan orang lain. Ketiga, orang semacam ini
akan mengimbangkan kepentingan pribadi dengan kepentinganorang lain, suatu
kepekaan yang disebut kesadaran interaksi (interaction
consciousness). Keempat, orang yang rhetorically
sensitive sadar kapan harus mengkomunikasikan atau tidak mengkomunikasikan
sesuatu dalam situasi yang berbeda. Kelima, orang semacam ini menyadari bahwa
suatu pesan dapat dikemukakan melalui berbagai cara , dan dia dapat
menyesuaikan cara penyampaian pesan kepada poster berkomunikasi dalam situasi
tertentu.
Attributional responsses
merupakan cara lain penggunaan proses atribusi melalui perilaku kita sebagai
reaksi ata tindakan orang lain. Dalam hal ini kita menanggapi dengan suatu cara
yang secara jelas menunjukkan suatu makna tertentu terhadap perilaku orang
lain.setiap tindak komunikasi dalam suatu percakapan dapat menyertakan suatu
ekspresi atau peryataan atributif melaluipenilaian terhadap makna perilaku
orang lain. Dengan kata lain, atribusi dapat diterapkan sebagai strategi
percakapan seperti halnya pada proses persepsi, dan ketika kita menggunakannya
sebagai strategi, atribusi akan mempengaruhi keseluruhan alur percakapan.
Konfirmasi antar pribadi
merupakan tanggapan atau reaksi atas perilaku orang lain. Konsep ini masih berkaitan
dengan impression management. Ketika kita berusaha untuk mengarahkan kesan,
maka pada saat yang bersamaan orang lain pun melakukan hal yang sama kepada
kita. Dalam menanggapainya kita memiliki tiga alternatif, yaitu konfirmasi,
menolak atau diskonfirmasi. Jika melakukan konfirmasi berarti kita menerima
identifikasi diri orang lain seperti yang ditampilkannya dihadapan kita. Ketika
menolak, kita mengakui keberadaan orang tersebut namun menyangkal definisi diri
yang dia tampilkan. Sementara itu diskonfirmasi berarti lebih jauh dari sekedar
penolakan, ketika kita mendiskonfirmasi penampilan orang lain, kita sepenuhnya
mengabaikan pesan orang lain dan menganggapnya tidak pernah diucapkan. Ketiga
alternatif tersebut dapat membantu kita untuk memahami komunikasi antar
pribadi. Tanggapan yang mengkonfirmasi menandai sehatnya hubungan sosial dan
efektifnya komunikasi antar pribadi.
Comments