komunikasi dan ilmu komunikasi

a. Komunikasi dan Ilmu Komunikasi

Salah satu syarat ilmu adalah memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya. Obyek ilmu dapat dibedakan atas obyek materia dan obyek forma. Obyek materia adalah obyek dari mana ilmu dalam bidang yang sama diamati, sedangkan obyek forma adalah sudut dari mana obyek materi dikaji secara lebih spesifik. Dalam hal ilmu komunikasi, obyek materia adalah tindakan manusia dalam konteks sosial, sama seperti sosiologi atau antropologi misalnya, dan karenanya masuk dalam rumpun-rumpun ilmu-ilmu sosial. Sedangkan obyek forma ilmu komunikasi adalah komunikasi itu sendiri. Persoalannya adalah, apakah Komunikasi? Apakah Ilmu Komunikasi? Lebih mendasar lagi: apakah hakikat komunikasi yang menjadi obyek kajiannya? Ilmu komunikasi berada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial yang berobyek abstrak: tindakan manusia dalam konteks sosial. Komunikasi sebagai kata yang abstrak sulit didefinisikan. Para pakar telah banyak membuat upaya untuk mendefinisikan komunikasi. Secara etimologis “komunikasi” berasal dari kata Latin communication yang diturunkan dari kata communis yang berarti membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang atau lebih.

Akar kata communis adalah adalah communico yang artinya berbagi. Dalam hal ini yang dibagi adalah pemahaman bersama melalui pertukaran pesan. Benarkah komunikasi sebagai ilmu tidak megkaji pesam kepada makhluk selain manusia? Untuk itu lihatlah hal ini: sebagaimana Anda ketahui, ilmu komunikasi memiliki sejumlah ilmu praktika; yaitu periklanan, hubungan masyarakat dan jurnalisme. Jika ilmu komunikasi juga mempelajari penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia, bagaimanakah cara Anda menyampaikan pesan periklanan kepada arwah agar membeli produk Anda? Atau pesan jurnalisme kepada seekor kucing agar mengetahu berita terjangkitnya flu burung? Atau pesan kehumasan yang ditujukan kepada bebatuan serta tumbuhan yang tercemar limbah perusahaan tempat Anda bekerja sehingga memberi respon positif mereka? (lebih jauh tentang hal ini lihat Vardiansyah, 2004). Dengan kata lain, penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia mencederai criteria criteria obyek keilmuannya. Jika berdasarkan obyek materia telah diperoleh gambaran tentang komunikasi, lantas bagaimanakah dengan obyek formanya? Bagaimanakah dengan definisi komunikasi itu sendiri? Sebagai sesuatu yang abstrak, setiap orang dapat mendefinisikan komunikasi menurut sudut pandang masing-masing, sebagaimana terkutip berikut ini:

- Komunikasi adalah suatu proses melalui mana seseorang (komunikator) menyampaikan stimulus (biasanya dalam bentuk kata-kata) dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lainnya (khalayak) – Hovland, Jenis & Kelly, 1953.

- Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi, gagasan, emosi, keahlian dan lain-lain. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti kata-kata, gambar-gambar, angka- angka dan lain-lain – Berelsen & Steiner, 1964.

- Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan – Reusch, 1957. Sedemikian beragam definisi komunikasi, sehingga pada tahun 1976 saja Dance dan Larson berhasil mengumpulkan 126 definisi komunikasi yang berlainan. Saat ini, jumlah itu telah meningkat lebih banyak lagi. Dance dan Larson mengidentifikasi tiga dimensi konseptual penting yang mendasari perbedaan dari ke-126 difinisi temuannya, yaitu:

a. Tingkat observasi atau derajat keabtrakannya.

Yang bersifat umum misalnya definisi yang menyatakan bahwa Komunikasi adalah suatu proses yang menghubungkan satu bagian dengan bagian lainnya dalam kehidupan –Reusch, 1957. Yang bersifat terlalu khusus misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah alat untuk mengirimkan pesan militer, perintah dan sebagainya melalui telepon, telegraf, radio, kurir dan sebagainya. Tingkat kesengajaan. Yang mensyaratkan kesengajaan, misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah situasi-situasi yang memungkinkan suatu sumber mentransmisikan suatu pesan kepada seorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi perilaku penerima. Sementara definisi yang mengabaikan kesengajaan misalnya dari Gode (1959) yang menyatakan komunikasi sebagai proses yang membuat sesuatu dari yang semula dimiliki oleh seseorang atau monopoli seseorang menjadi dimiliki dua orang atau lebih.

b. Tingkat keberhasilan dan diterimanya pesan.

Yang menekankan keberhasilan dan diterimanya pesan misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses pertukaran informasi untuk mendapatkan saling pengertian. Sedangkan yang tidak menekankan keberhasilkan, misalnya definisi yang menyatakan bahwa komunikasi adalah proses transmisi informasi.

Dengan sedemikian beragamnya definisi komunikasi, sementara definisi itu diperlukan untuk menggambarkan obyek (forma) ilmu komunikasi secara jelas dan jernih, maka para pakar komunikasi sepakat untuk berkumpul guna mengklarifikasi hal ini.

Tiga Paradigma Objek ilmu Komunikasi Paradigma dalam konteks ini diartikan sebagai cara pandang seseorang terhadap diri dan lingkungannya yang akan mempengaruhi dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif) dan bertingkah laku (konatif). Karenanya, paradigm sangat menentukan bagaimana seorang ahli memandang komunikasi yang menjadi obyek ilmunya.

Paradigma 1: komunikasi harus terbatas pada pesan yang sengaja diarahkan seseorang dan diterima oleh orang lainnya. Paradigma ini menyatakan bahwa pesan harus disampaikan dengan sengaja dan pean itu harus diterima.

Paradigma 2: komunikasi harus mencakup semua perilaku yang bermakna bagi penerima, apakah disengaja ataupun tidak. Paradigma ini menyatakan bahwa pesan tidak harus disampaikan secara sengaja, tapi harus diterima.

Paradigma 3: komunikasi harus mencakup pesan-pesan yang disampaikan dengan sengaja, namun derajat kesengajaan sulit ditentukan. Paradigma ini menyatakan bahwa pesan harus disampaikan secara sengaja, tapi tidak mempermasalahkan apakah pesan diterima atau tidak.





a.1 Definisi Komunikasi

Dalam pengertian umum, komunikasi menyangkut segala bentuk penyampaian pesan, baik kepada kucing, rumput yang bergoyang, arwah, tuhan dan tentunya kepada manusia. Namun, bagi Anda yang mengkaji ilmu ili, komunikasi perlu didefinisikan yang dirumuskan merujuk pada apa yang menjadi obyek kajian Anda. Dalam upaya mendesinisikan komunikasi, bab ini berpijak pada dua hal

utama:

1. Sesuai obyek materianya yang berada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial, masalah penyampaian pesan yang menjadi obyek kajian ilmu komunikasi harus terjadi antar manusia. Artinya, penyampaian pesan kepada makhluk selain manusia berada di luar obyek kajian ilmu ini.

2. Sesuai dengan paradigma ketiga yang dianut oleh bab ini, pesan harus disampaikan dengan sengaja walau derajat kesengajaan itu sulit ditentukan. Artinya, ada motif yang melatari yang disebut sebagai motif komunikasi. Dan, untuk itu, manusia berusaha mewujudkannya.

Berdasarkan kedua hal diatas dapat diturunkan definisi komunikasi sebagai: USAHA PENYAMPAIAN PESAN ANTAR MANUSIA



a.2 Definisi Ilmu Komunikasi

Oleh karena komunikasi telah didefinisikan sebagai usaha penyampaian pesan antarmanusia, maka ilmu komunikasi dapat diartikan sebagai ilmu yang memperlajari usaha penyampaian pesan antar manusia. Tapi dapatkah komunikasi disebut sebagai itu? Salah satu syarat ilmu adalah harus memiliki obyek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya.



b. Objek Kajian Ilmu Komunikasi

salah satu syarat ilmu adalah memiliki objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya. Ada 2 istilah objek ilmu, yaitu objek material dan objek forma. Objek materia adalah objek dari mana ilmu dalam bidang yang sama diamati. Objek material dapat dibagi menjadi 2, yaitu Ilmu Alam dan Ilmu Sosial. Sedangkan objek forma adalah sudut darimana objek materi dikaji secara lebih spesifik, seperti Sosiologi, Antropologi, Ekonomi, Komunikasi, Psikologi. Dalam hal ilmu komunikasi, objek materinya adalah tindakan manusia dalam konteks sosial, sama seperti sosiologi atau antopologi misalnya, dan karenanya masuk dalam rumpun ilmu-ilmu sosial. Sedangkan objek forma ilmu komunikasi adalah komunikasi itu sendiri. Yang menjadi persoalannya adalah apakah komunikasi? Apakah ilmu komunikasi? Lebih mendasar lagi, apakah hakikat komunikasi yang menjadi objek kajiannya?

Tidak sebagaimana ilmu-ilmu alam yang objeknya eksak, ilmu komunikasi berada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial yang berobjek abstrak, yaitu tindakan manusia dalam konteks sosial. Komunikasi sebagai kata yang sulit untuk didefinisikan. Para pakar telah membuat banyak upaya untuk mendefinisikan komunikasi.

Sebagaimana diutarakan, ilmu-ilmu alam memiliki objek yang eksak. Misalnya, dalam biologi, kita mudah membedakan kucing dengan anjing, mana jantung dan mana hati, sehingga tidak memerlukan pendefinisian secara ketat. Tidak demikian halnya dengan ilmu-ilmu sosial yang objeknya abstrak. Ilmu komunikasi berada dalam rumpun ilmu-ilmu sosial yang berobjek abstrak, yaitu tindakan manusia dalam konteks sosial. Ilmu komunikasi sebagai salah satu ilmu sosial mutlak memerlukan definisi tajam dan jernih guna menjelaskan objeknya yang abstrak itu.

Tidak semua peristiwa komunikasi yang terjadi merupakan objek kajian ilmu komunikasi. Sebagaimana telah diutarakan sebelumnya, objek suatu ilmu harus terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya.

Manusia memang tidak hanya menyampaikan isi pernyataannya kepada manusia saja, bisa jadi kepada makhluk lain seperti hewan, tumbuhan, bahkan jin. Namun jenis-jenis objek penyampaian ilmu komunikasi hanya sebatas pada manusia, karena hal ini berbentur dengan sistematik dan pakem objek kajian ilmu sosial, yaitu:

1. Objek ilmu harus terdiri dari satu golongan masalah yang sifatnya sama, dan sifat manusia berbeda dengan sifat makhluk lainnya.

2. Manusia memiliki akal dan budi sedangkan makhluk lainnya tidak, apalagi makhluk halus yang keberadaannya saja tidak pernah diketahui dengan pasti.

3. Isi pernyataan adalah hasil penggunaan akal budi manusia, sehingga hanya manusia sajalah yang dapat mengerti isi pernyataan ini.

Jadi yang perlu diingat adalah bahwa objek kajian ilmu komunikasi adalah usaha manusia dalam menyampaikan isi pernyataannya kepada manusia lain, bukan terhadap Tuhan, hewan, tumbuhan, atau mahkluk halus.



c. Manusia sebagai pelaku komunikasi.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, manusia berarti “Makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain)”. Menurut Aristoteles yang hidup pada tahun 384-322 sebelum Masehi, ada tiga jenis makhluk di alam ini, yaitu:

1. Makhluk yang paling rendah tarafnya adalah tumbuhan yang memiliki anima vegetativa atau roh vegetatif dengan fungsi yang terbatas pada makan, tumbuh menjadi besar, dan berkembang biak.

2. Makhluk yang lebih tinggi tarafnya adalah binatang yang memiliki dua jenis anima yaitu anima vegetativa atau roh vegetatif dan anima sensitiva atau roh sensitif, sehingga selain menjadi besar dan berkembang biak, juga memiliki perasaan, naluri, mampu mengamati, bergerak dan bertindak.

3. Makhluk yang paling tinggi tarafnya adalah anima intelektiva atau roh intelek yang hanya dimiliki manusia, sehingga selain mampu menjadi besar dan berkembang biak, bernafsu, bernaluri, bergerak, bertindak, juga mampu berpikir dan berkehendak. Berbeda dengan makhluk-makhluk lain, manusia mempunyai kesadaran, sadar apa yang ia lakukan, baik masa kini, masa silam, maupun masa mendatang.

Sebagai manusia yang mempunyai anima intelektiva — yang akan melaksanakan kehendaknya, setelah ia melihat atau mendengar sesuatu, ia akan meminjam anggota tubuh lain¬nya. Misalnya ketika ia melihat sesuatu yang berharga di jalan, ia memin¬jam tangannya untuk memungut; sewaktu ia mendengar suara anaknya, ia meminjam mulut untuk memanggilnya; ketika ia mencium bau benda ter¬bakar, ia meminjam kakinya untuk lari mencari sumber api; dan lain sebagainya.

Itulah sikap (attitude) dan perilaku (behavior) yang merupakan objek telaah penting dalam komunikasi. Sikap yang terdapat dalam diri manusia secara tertutup (inward), terdiri dari unsur-unsur kognisi yang berkaitan dengan pikiran, afeksi yang bersangkutan dengan perasaan, dan konasi yang berhubung¬an dengan tekad atau itikad. Sikap yang selalu tertutup itu, baru terbuka (outward) sehingga dapat terlihat menjadi opini atau diekspresikan secara nirverbal dan menjadi perilaku.

Perubahan sikap, perubahan opini, perubahan perilaku manusia, baik secara diri sendiri, dalam bentuk kelompok, atau dalam bentuk masyarakat, itulah tujuan komunikasi dengan segala kerumitannya.



d. Motif Komunikasi

Motif komunikasi adalah sebab-sebab yang mendorong manusia menyampaikan pesan kepada manusia lain. Dengan berprinsip pada paradigma ketiga bahwa dalam komunikasi yang menjadi kajian ilmu komunikasi pasti mengandung unsur kesengajaan. Namun, karena manusia terdiri dari alam sadar dan tidak sadar, derajat kesengajaannya sulit ditentukan. Manusia berusaha menyampaikan pesan karena ia memiliki motif. Hanya saja, ada motif-motif yang disadari karena datang dari alam sadar dan karenanya bersifat proaktif, relatif terencana. Namun, terdapat pula motif-motif yang tidak disadari, datang dari alam bawah sadar, yang muncul seketika, reaktif, dan relatif tidak terencana. Karena itulah, derajat kesengajaan sulit ditentukan sebagaimana dinyatakan paradigma ketiga. Yang pasti, tanpa motif tidak akan ada pesan yang menjadi kajiaannya. Karena itu, setiap tingkah laku manusia punya potensi komunikasi. Namun, tidak semua tingkah laku manusia akan berujung pada komunikasi. Contohnya, apakah bila Anda bernyanyi sendiri di kamar mandi adalah komunikasi? Apabila Anda bernyanyi dengan sengaja karena dilatari motif agar orang di luar sana tahu bahwa ada Anda di kamar mandi yang pintunya tidak terkunci. Maka inilah komunikasi, kajian ilmu menurut paradigma ketiga, dimana Anda bukan sekedar bernyanyi, melainkan berkomunikasi melalui nyanyian Anda kepada siapapun di luar sana. Tetapi, apabila nyanyian Anda tanpa motif komunikasi, hanya penyalur kegembiraan, maka ini bukanlah komunikasi yang menjadi kajiannya. Artinya, Anda hanya sekedar bernyanyi, tidak berkomunikasi melalui nyanyian itu. Manakala manusia berusaha mewujudkan motif komunikasi, ia melakukan tindak komunikasi dengan menyampaikan pesan.

Paradigma 1, 2, dan 3 sepakat bahwa objek kajian mereka adalah penyampaian pesan antar manusia. Kepada makhluk selain manusia, bukan merupakan objek kajian ilmu komunikasi karena mencederai kriteria objek materianya. Jadi, ketiganya sependapat bahwa yang dikaji hanyalah penyampaian pesan antarmanusia. Mereka pun sepakat bahwa tanpa pesan, tidak ada komunikasi dan tidak ada objek kajian ilmu komunikasi. Setiap tingkah laku manusia dapat dimaknai pesan. Tapi, tidak semua tingkah laku manusia adalah pesan, karena menurut paradigma 3, pesan adalah segala penggunaan akal budi manusia yang disampaikan untuk mewujudkan motif komunikasi. Hakikatnya, pesan adalah sifatnya abstrak. Contohnya, suatu hari Anda mengunjungi pengajian dengan berjilbab. Paradigma-3 bertanya: Apakah berjilbabnya Anda itu merupakan pesan atau bukan? Jika yang melatarinya adalah motif komunikasi, yaitu untuk menunjukkan pada peserta pengajian bahwa Anda adalah muslimah taat, maka ini adalah pesan. Sebaliknya, jika Anda berjilbab karena motif agama, maka Anda hanya berjilbab karena motif agama, maka Anda hanya berjilbab tidak menyampaikan pesan apa-apa. Jadi, berjilbab Anda bukan pesan, karena yang melatarinya adalah motif agama, bukan motif komunikasi.

Tapi, menurut paradigma-2 tidak mempersoalkan ini selama ada yang memaknai cara Anda berpakaian itu. Misalnya, ketika seorang teman berkata, ”Wah, sudah insaf?” Maka, ini adalah komunikasi yang menjadi objek kajian paradigma-2. Demikian pula halnya, paradigma-1 dan paradigma-3 Anda bukan komunikator, melainkan teman Anda itu, karena bagi keduanya pendefinisian atas siapa yang mengambil peran komunikator dan siapa komunikan adalah penting.

Dalam pesan terdapat tanda dan simbol. Tanda cenderung netral dan tidak ada motif komunikasi dan biasanya non verbal. Contohnya, menangis adalah tanda sedih; tertawa adalah tanda gembira. Sedangkan simbol adalah tanda yang sudah ada motif komunikasinya. Contohnya, sinetron berkomunikasi melalui simbol, yang mengubah tanda menjadi simbol, dimana yang terjadi pemain sinetron (artis) dapat memanipulasi tanda menjadi simbol.

Sebagaimana yang telah dibahas mengenai motif komunikasi, yaitu sebab-sebab yang mendorong manusia menyampaikan pesan kepada manusia lain. Motif komunikasi juga akan menentukan peran manusia dalam berkomunikasi. Berdasarkan paradigma-3, komunikator sebagai manusia berakal budi yang menyampaikan pesan untuk mewujudkan motif komunikasi. Sebagai komunikator, ia harus mempunyai motif komunikasi. Contohnya, Dalam kasus bernyanyi di kamar mandi, jika Anda memiliki motif, maka nyanyian Anda adalah pesan. Sedangkan jika tidak ada motif komunikasi apapun yang melatarinya, maka Anda hanyalah sekedar bernyanyi, Anda tidak sedang berkomunikasi, tidak menyampaikan pesan apapun melalui nyanyian itu. Kemudian, misalnya, pintu kamar mandi digedor dan kakak Anda berteriak, ”Oii, masih pagi jangan nyanyi keras-keras!”. Bagi paradigma 1 dan 3, kakak Anda telah bertindak sebagai komunikator, yaitu orang yang berinisiatif dalam komunikasi dengan menyampaikan pesan dengan sengaja, sementara Anda adalah komunikannya. Namun paradigma-2 tidak mempersoalkan siapa yang mengambil inisiatif selama terjadi proses pemaknaan pada sisi penerima.

Sementara, komunikan adalah manusia berakal budi, kepada siapa pesan komunikator ditujukan. Selain selaku komunikator dan komunikan, dalam berkomunikasi manusia juga dapat bertindak sebagai medium atau alat perantara. Contohnya,

Kasus-1

Pak Dani : ”Nama kamu siapa?”

Abun : ”Abun....”

Pak Dani : ”Kenapa kamu terlambat?”

Abun : ”Jalanan macet, Pak...”



Kasus-2

Pak Dani : ”Nama kamu siapa?”

Abun : ”Saya Abun.... Memangnya kenapa, Pak? Apa salah saya?”

Pak Dani : ”Kenapa kamu terlambat?”

Abun : ”Pak, saya tidak terlambat. Saya sudah datang lebih awal. Tapi Bapak tidak di ruangan, karena itu saya keluar dulu sebentar!”



Kasus-1, peran komunikator dan komunikan tidak saling berganti. Pak Dani tetap sebagai komunikator dan Abun tetap memainkan peran selaku komunikan. Kesimpulan ini bisa diambil, karena hanya motif komunikasi Pak Dani yang diwujudkan. Dalam kasus-2, masing-masing Pak Dani dan Abun berusaha mewujudkan motif komunikasi. Peran komunikator dan komunikan saling dipertukarkan. Ketika menjawab, ”Saya Abun”, Abun telah memberi umpan balik atas pertanyaan yang diajukan komunikator. Artinya, Abun berperan sebagai komunikan. Ketika Abun melanjutkan pertanyannya, ”Memangnya kenapa, Pak? Apa salah saya?” perannya dari sekadar komunikan telah bergeser menjadi komunikator-2, karena ia berusaha mewujudkan motif komunikasinya sendiri.

Jadi, komunikan hanya berperan sebagai komunikan manakala pernyataan yang disampaikan semata untuk mewujudkan motif komunikasi dari komunikator. Karena itu, pernyataan ini disebut umpan balik, yang didefinisikan sebagai jawaban komunikasi atas pesan yang disampaikan komunikator sebagaimana terjadi pada Kasus-1. namun, komunikan dapat menjadi komunikator-2 ketika ia memberikan pernyataan yang bukan sekadar jawaban untuk mewujudkan morif komunikasi komunikator, melainkan untuk mewujudkan motif komunikasinya sendiri. Karenanya, komunikan telah beralih peran menjadi komunikator-2, dan pernyataannya bukan semata disebut umpan balik, melainkan juga pesan. Keduanya, jika digambarkan dalam bentuk model adalah sebagai berikut:



Peran Komunikator dan Komunikan berdasarkan Motif Komunikasi



Selanjutnya, perhatikan kasus berikut: ketika seusai kuliah Anto bertemu Budi dan berkata, ”Tolong sampaikan kepada Chika, aku menunggunya di D’Cantina.”



Kasus-3:

Saat bertemu Chika, Budi berkata, ”Chika, Andi menunggumu di D’Cantina.”



Kasus-4:

Saat bertemu Chika, Budi berkata, ”Chika, Andi titip pesan. Katanya, ia harus pulang duluan. Mau pulang? Mari aku antar.”



Dalam Kasus-3, komunikator adalah Andi, komunikan adalah Chika, dan Budi bertindak selaku medium komunikasi / perantara, yaitu alat perantara yang sengaja dipilih komunikator untuk mengantarkan pesan ke komunikannya. Dalam Kasus-4, Budi tidak lagi bertindak selaku medium, ia telah menggeser perannya menjadi komunikator, karena ia berusaha mewujudkan motif komunikasinya sendiri, bukan komunikasi Andi.

Jadi, motif komunikasi selain akan menentukan apakah sesuatu adalah pesan atau bukan, ia juga merupakan faktor penentu peran seorang manusia:

a. selaku komunikator,

b. selaku komunikan,

c. komunikan bergeser menjadi komunikator-2,

d. selaku medium semata,

e. medium telah bergeser menjadi komunikator.



E. Komunikasi Sebagai Ilmu

Dalam upaya memperoleh pemahaman mengenai ilmu dan teori komunikasi, maka di awal pembahasan yang perlu kita pahami bersama adalah pemahaman mengenai apa itu ilmu secara umum. Banyak sekali pengertian yang bisa dikemukakan mengenai ilmu. Di bawah ini akan diuraikan beberapa pengertian yang mencerminkan indikasi sebuah ilmu:

1. Ilmu adalah pengetahuan yang bersifat umum dan sistematis, pengetahuan dari mana dapat disimpulkan dalil-dalil tertentu menurut kaidah-kaidah umum. (Nazir, 1988)

2. Konsepsi ilmu pada dasarnya mencakup tiga hal, yaitu adanya rasionalitas, dapat digeneralisasi. Dan dapat disistematisasi (Shapere, 1974)

3. Pengertian ilmu mencakup logika, adanya interpretasi subjektif dan konsistensi dengan realitas sosial (Schulz, 1962)

4. Ilmu tidak hanya merupakan satu pengetahuan yang terhimpun secara sistematis, tetapi juga merupakan suatu metodologi (Tan, 1954)

Dari empat pengertian di atas dapatlah disimpulkan bahwa ilmu pada dasarnya adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena, baik yang menyangkut alam atau sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh manusia melalui proses berfikir. Itu artinya bahwa setiap ilmu merupakan pengetahun tentang sesuatu yang menjadi objek kajian dari ilmu terkait.

Pengertian ilmu identik dengan dunia ilmiah, karenanya ilmu mengindikasikan tiga ciri:

a. ilmu harus merupakan suatu pengetahuan yang didasarkan pada logika.

b. ilmu harus terorganisasikan secara sistematis.

c. ilmu harus berlaku umum

Komunikasi sebagai bentuk keterampilan dapat menjelma sebagai ilmu melalui beberapa persyaratan tertentu persyaratan ini disebut ilmiah. Salah satu sifat ilmiah itu adalah memiliki metode. Metode itu berarti bahwa penelitian tersenut berlangsung menurut suatu rencana tertentu. Secara umum, tujuan sebuah pengetahuan ilmiah adalah untuk deskriptif, eksplanatif, dan prediktif. Deskriptif berarti suatu ilmu akan menjelaskan gejala-gejala yang menjadi objek formalnya, eksplanatif berarti seluruh gejala-gejala yang teramati itu dapat dihubungkan satu sama lain secara kausal (sebab-akibat), dan setelah itu dapat dilakukan prediksi akan gejala-gejala yang akan muncul (prdiktif).

Sebagaimana yang dikemukakan oleh Poedjawawijatma (1983), Hatta (1987), Suriasumantri (2001), dalam Vardiansyah (2005; 8). Persyaratan suatu keterampilan menjadi ilmu itu ialah objketif, metodis, sistematis dan universal.

1. Objektif, ilmu harus mempunyai objek kajian yang terdiri dari satu golongan masalah yang sama sifat hakikatnya, tampak dari luar maupun dari dalam.

2. Metodis, dalam upaya mencari kebenaran, selalu terdapat kemungkinan penyimpangan, yang harus diminimalisasi. Konsekuensinya harus terdapat cara tertentu untuk menjamin kepastian kebenaran. Cara ini disebut metode.

3. Sistematis, karena mencoba mengetahui dan menjelaskan suatu objek, ilmu harus terurai dan terumuskan dalam hubungn yang teratur dan logis sehingga membentuk suatu sistem. Yang berarti utuh menyeluruh, terpadu, menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya.

4. Universal, kebenaran yang hendak dicapai bukan yang tertentu, melainkan bersifat umum.

Jika ditinjau bagaimana komunikasi yang semula hanya keterampilan kemudian menjelma sebagai ilmu. Maka penjelasan terhadap syarat-syarat diatas adalah sebagai berkut :

- Objektif, sebagai sebuah ilmu apakah komunikasi memiliki objek tertentu? Ada dua objek material komunikasi, Menurut Abrar , seperti ilmu-ilmu lainnya ilmu komunikasi memiliki objek material yaitu masyarakat. Dalam perkembangannya, ilmu komunikasi mengenal objek material yang lain yaitu media. Setelah menjadikan media sebagai objek material kedua, maka ilmu komunikasi memiliki objek kajian yang konkret dibanding objek kajian ilmu sosial yang lebih tua.

Sementara menurut Hamijoyo (2005) objek material komunikasi ialah prilaku manusia, yang dapat merangkum prilaku individu, kelompok dan masyarakat. Selain objek material komunikasi juga memiliki objek formal, yaitu situasi komunikasi yang mengarah pada perubahan sosial termasuk perubahan pikiran, perasaan, sikap dan prilaku individu, kelompok, masyarakat dan pengaturan kelembagaan.

- Metodis, sebagai sebuah ilmu, apakah komunikasi mempunyai metode tertentu? Ada sejumlah metode penelitian yang dimiliki komunikasi. Secara umum, ilmu ini menggunakan metode penelitian ilmu sosial. Ini dapat dipahami karena pada awalnya ilmu komunikasi merupakan bagian dari paradigma ilmu sosial.

- Sistematis, dari objek ilmu ini kemudian ditari garis yang teratur berupa penataan, sehingga ia benar-benar merupakan suatu unit yang utuh, yang kemudian dapat dirinci secara sistematis. Pengertiannya harus jelas, perbedaannya dengan ilmy-ilmu yang lainpun harus jelas. Begitu pula strukturnya, hierarkinya, urutan-urutannya harus sedemikian rupa, sehingga makin kebawah pengertiannya semakin khusus. Kini pengertian-pengertian dalam bidang ilmu komunikasi pada prinsipnya sudah mencapai kesepakatan.

- Universal, telah ada kesepakatan bahwa ilmu ini mempelajari pernyataan antarmanusia, kendatipun nama-nama yang berbeda masih mewarnai ilmu ini.



Pengertian mengenai ilmu komunikasi, pada dasarnya mempunyai ciri yang sama denganpengertian ilmu secara umum. Yang membedakan adalah objek kajiannya, di mana perhatian dan telaah difokuskan pada peristiwa-peristiwa komunikasi antar manusia. Mengenai hal itu Berger & Chafee (1987) menyatakan bahwa Ilmu komunikasi adalah suatu pengamatan terhadap produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang melalui pengembangan teori-teori yang dapat diuji dan digeneralisasikan dengan tujuan menjelaskan fenomena yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang. Pengertian di atas memberikan tiga pokok pikiran:

a. objek pengamatan yang jadi fokus perhatian dalam ilmu komunikasi adalah produksi, proses danpengaruh dari sistem-sistem tanda dan lambang dalam konteks kehidupan manusia

b. ilmu komunikasi bersifat ilmiah empiris (scientific) dalam arti pokok-pokok pikiran dalam ilmu komunikasi (dalam bentuk teori-teori) harus berlaku umum.

c. ilmu komunikasi bertujuan menjelaskan fenomena sosial yang berkaitan dengan produksi, proses dan pengaruh dari sistem tanda dan lambang. Sehingga secara umum ilmu komunikasi adalah pengetahuan tentang peristiwa komunikasi yang diperoleh melalui suatu penelitian tentang sistem, proses, dan pengaruhnya yang dapat dilakukan secara rasional dan sistematis, serta kebenarannya dapat diuji dan digeneralisasikan.


Daftar pustaka

Mulyana, Deddy Prof. Imu Komunikasi Suatu Pengantar. PT Remaja Rosdakarya. 2007

Komala, Lukiati. 2009. Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses, dan Konteks. Bandung: Widya Padjadjaran

Rohim,Syaiful.2009. Teori Komunikasi: Perspektif,Ragam, & Aplikasi. Jakarta: Rineka Cipta

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki