METODE DAN PENDAPAT PARA FILOSOF

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat adalah sebuah metode cara atau sikap bertanya, filsafat di awali dengan Tanya dan di sudahi dengan Tanya pula tentang segala sesuatu. Tak ada kesudahan dalam filsafat. Sifat bertanya itu sendiri adalah filsafat. Yang mana dalam memecahkan suatu persoalan tersebut harus memakai suatu metode sendiri. Dan disitu pula, terdapat para tokoh – tokoh mempunyai metode yang berbeda – beda sesuai dengan pokok persoalan yang ditelaahnya.

B. Rumusan Masalah

· Apa saja metode – metode filsafat dan mengapa tokoh – tokoh menggunakan metode tersebut?

C. Tujuan Masalah

· Untuk mengetahui metode – metode filsafat dan alasan para tokoh menggunakan metode tersebut. Sehingga dapat menyesuaikan persoalan melalui metode itu. Yang mana nantinya kita bias mengambil faidah dan manfaatnya.



BAB II

PEMBAHASAN

A. METODE – METODE FILSAFAT

1. Metode Kritis

Salah seorang filsuf yang memiliki pengaruh besar pada standar berpikir kritisi kita adalah Socrates (469 – 399 SM) dari Plato (470 – 347 SM). “Kehidupan yang tidak diperiksa tidak pantas untuk ditinggali,” kata Socrates dalam Apology karya Plato. Socrates terkenal sebagai seorang tokoh dalam dialog-dialog Plato. Selama berabad-abad, Socrates telah menjadi model integritas dan inquiry intelektual: pemikir kritis yang ideal. Tidak aneh kalau ia mendapatkan reputasi ini. Metode mempertanyakan dan melakukan pemeriksaan silang dari posisi berasal darinya, dan diambil sebagai gagasan ideal berpikir kritis.

· Socrates ; tokoh yang tidak suka terhadap politik, namun Ia lebih senang terhadap filsafat. Yang akhirnya Ia dalam keadaan miskin. Ia juga pelopor kelahiran pemikiran filsafat klasik. Socrates memusatkan pemikirannya kepadaa manusia. Yang mana pemikiran filsafatnya untuk menyelidiki manusia secara keseluruhan yaitu dengan menghargai nilai – nilai jasmaniyah dan rohaniyah. Dimana keduanya tidak dapat dipisahkan karena dengan keterkaitan hal tersebut banyak nilai –nilai yang dihasilkan. Sehingga Ia menggunakan teori kritis. Namun Ia tidak meninggalkan tulisansampai hingga akhirnya Ia dihukum mati. Karena dituduh memberikan ajaran barunya, merusak moral para pemuda dan menentang kepercayaan negara oleh kaum sofis.

· Plato ; yokoh ini merupakan pengikut socrates. Ia mempunyai pengaruh besar. Karena ia menulis tentang keterangan diri seorang Socrates. Dibandingkan dengan Socrates, Plato bisa dikatakan lebih maju. Karena pemikiran Socrates mencakup tentang keseluruhan yaitu sesuatu yang umm dan hakikatnya adalah suatu yang realitas. Tetapi Plato mengembangkan dengan pemikiran bahwa hakikat suatu realitas itu bukan “ yang umum “, tetapi yang mempunyai kenyataan yang terpisah dari sesuatu yang berada secara kongkret, yaitu idi. Dalam ide inilah yang hanya dapat difikirkan dan diketahui oleh akal.



2. Metode Intuitif

· Plotinus ; tokoh ini telah memajukan hal yang baru, hal yang tak pernah terdapat dalam filsafat yunani yaitu arah pemikirannya terhadap Tuhan dan Tuhan dijadikan dasar segala sesuatunya. Dimana filsafat ini merupakan perpaduan antara filsafat Plato dengan diberi penekanan dalam upaya menuju kekesatuan dengan Tuhan. Yang menurut Ia bahwasegala hal yang timbul dari adanya Tuhan. Tuhan mengeluarkan pancaran sinar yang tidak bergerak. Begitupun dengan manusia, sebagai makhluk bukanlah sebagai ciptaan Tuhan, tetapi dari pancaran Tuhan. Maka segala sesuatu termasuk manusia akan kembali ke asalnya yaitu Tuhan. Dalam kehidupan manusia di dunia, maka manusia akan melupakan kodrat sejatinya. Dan apabila manusia memandang dunia secara wajar maka manusia akan dapat mencapai dunia ide ( ide – ide yang satu yaitu Tuhan ). Maka dari itu, Plotinus mengharapkan agar manusia tidak menekankan pada keduniawian sehingga cepat dapat mencapai keindahan dunia ide. Manusia harus memikirkan diri dan menjauhkan diri dari dunia keduniawian. Niscaya manusia akan dapat bersatu dengan Tuhan.

· Bergson ; Menurut Ia intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari pengetahuan intuitif. Salah satu dari unsur – unsur yang berharga dalam konsep intuisionisme Bergson adalah pengalaman intuisi di samping pengalaman indra. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang dihasilkan oleh pengindraan.

3. Metode Skolastik

· Ariestoteles ; Menurut Ia pengetahuan manusia hanya dimunculkan dengan dua cara, yaitu induksi dan deduksi. Induksi adalah suatu proses berfikir yang bertolak pada hal – hal yang yang khusus untuk mencapai kesimpulan yang sifatnya umum. Sedangkan deduksi adalah proses berfikir yang bertolak pada dua kebenaran yang tidak diragukan lagi untuk mencapai kesimpulan kebenaran yang ketiga. Menurut pendapatnya, deduksi ini merupakan jalan yang baik untuk melahirkan pengetahuan yang baru.

· Thomas Aquinas ; Ia menerima pendapat Ariestoteles sebagai otoritas tertinggi tentang pemikirannyayang logis. Menurut pendapatnya, semua kebenaran asalnya dari Tuhan. Kebenaran diungkapkan dengan jalan yang berbeda – beda. Sedangkan iman berjalan diluar jangkauan pemikiran. Ia menghimbau supaya manusia mengetahui hukum alamiyahyang terungkap dalam kepercayaan. Thomas sendiri menyadari bahwa tidak dapat menghilang dari unsur – unsur Ariestoteles, tetapi sistem pemikirannya berbeda, Thomas mengatakan, bahwa iman lebih tinggi dan alam semesta. Timbulnya pokok persoalan yang aktual dan praktis dari gagasannya adalah “ pemikirannya dan kepercayaan telah menemukan kebenaran mutlak yang harus diterima oleh orang lain “. Sehingga pandangan itulah yang menjadikan perlawanan kaum protestan, karena sikapnya yang otoriter.



4. Metode Matematis

· Descartes ; Menyatakan bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode deduktif. Ia berkeinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional, yang pernah diterima tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil – hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Descartes menginginkan cara baru dalam berfikir maka diperlukan titik tolak pemikiran yang pasti yang dapat ditemuka dalam keraguan – keraguan. Jelasnya, bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian.

5. Metode Empirisme

· Hobbes ; Ia beranggapan bahwa pengalaman merupakan permulaan segala pengenalan. Pengenalan intelektual tidak lain dari semacam perhitungan, yaitu penggabungan data – data indrawi yang sama dengan cara berlain – lainan. Yang mana menurut Hobbes, pengenalan dan pengetahuan diperoleh karena pengalaman. Pengalaman adalah awal dari segala pengetahuan, juga awal pengetahuan tentang asal – asal yang diperoleh dan diteguhkanoleh pengalaman. Dengan demikianlah, hanya pengalamanlah yang memberi jaminan kepastiannya.

· John Locke ; Locke termasuk pengagum Descartes, tetapi Ia tidak menyetujui pemikirannya. Locke menolak tentang akal. Ia hanya menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara cara penarikan dengan metode deduksi. Karena bagi Locke, awal dari rasio manusia dianggap sebagai “ As a white paper “ dari seluruh isinya berasal dari pengalaman. Terdapat dua pengalaman yaitu lahiriyah dan batiniyah. Yang mana kedua hal tersebut menghasilkan ide – ide tunggal. Roh manusia bersifat pasif dan menerima ide – ide tersebut. Namun roh menpunyai aktifitas juga dengan menggunakan ide – ide tunggal, sehingga dapat membentuk ide – ide majemuk, misalnya ide – ide substansi. Locke menyatakan bahwa dalam dunia luar memang ada substansi – substansi, tetapi kita hanya mengetahui dari ciri- cirinya saja. Dan Ia mengatakan bahwa substansi ialah pengertian objek sebagai ide tentang objek yang dibentuk oleh jiwa berdasarkanmasukan dari indera. Akan tetapi, Ia tidak berani menegaskan bahwa ideadalah substansi objek.

· George Berkeley ; Ia mengemukakan teori yang disebut immaterialisme atas dasar – dasar imperialisme. Jika Locke berpendapat bahwa ada substansi – substansi diluar kita. Beda dengan Berkeley yang berpendapat bahwa sama sekali tidak ada substansi – substansi materiil, yang ada hanyalah pengalaman dalam roh saja. Ia mengatakan bahwa dunia materiil sama saja dengan ide – ide yang Ia alami. Sehingga ide – ide tersebut membuat Ia melihat dunia materiil. Ia juga mengakui dirinya suatu substansi rohani. Karena Ia mengakui adanya Allah, sebab Allahlah yang merupakan asal – usul ide – ide yang Ia lihat. Jikakita mengatakan bahwa Allah menciptakan dunia, yang kita maksud bukan berarti ada suatu dunia di luar kita. Melainkan bahwa Allah memberi petunjuk atau mempertunjukkan ide – ide kepada kita.

· David Hume ; Empirisme berpuncak pada Hume, sebab Ia menggunakan prinsip – prinsip empiritis dengan cara yang radikal. Terutama dalam pengertian substansi dan kausalitas ( hubungan sebab – akibat ) yaitu menjadi objek kritiknya. Ia tidak menerima substansi, sebab yang Ia alami adalah kesan – kesan saja tentang ciri yang selalu terdapat bersama – sama. Tetapi atas dasar pengalamanlah tidak dapat disimpulkan bahwa dibelakang ciri – ciri itu masih ada suatu substansi tetap. Dan kesimpulan Hume ialah bahwa bila anda sampai pada pengetahuan tentang sebab – akibat. Untuk mengetahui sebab – akibat bukan melalui akal melainkan pengalaman.


6. Metode Transendental

· Immanual Kant ; Kant adalah filsafat yang memisahkan antara rasionalisme dan empirisme. Maka dari itu, filsafat yang dimaksud Kant adalah sebagai penyadaran atas kemampuan rasio secara obyektif dan menentukan batas – batas kemampuannya, untuk memberi tempat kepada iman kepercayaan. Kant mempermasalahkan putusan yang bersifat sintesis tetapi juga bersifat a priori. Menurut Kant syarat dasar bagi ilmu pengetahuan dipenuhi, yakni bersifat umum dan mutlak, memberi pengetahuan yang baru. Ia beranggapan bahwa ilmu pengetahuan harus memiliki kepastian sehingga rasionalisme adalah benar. Dan Ia juga menuntut bahwa ilmu pengetahuan harus maju dan berkembang didasari oleh kenyataan yang berkembang pula. Kant menyebut kemampuan untuk menghasilkan konsep sebagai pemahaman, dalam istilah Kant disebut “ verstand “ ( akal budi ). Ia mengatakan bahwa akal budi muncul dalam putusan dan kemampuan membuat putusan. Dalam putusan ini terjadi sintesis antara data – indrawi dan unsur – unsur apriori akal budi. Tapi sintesis ini, kita bisa mengindrai penampakan, tapi tidak bisa mengetahuinya. Sehingga Ia berpendapat bahwa tingkat tertinggi dalam proses pengetahuan adalah akal budi atau intelek. Kant membedakan intelek dengan akal budi. Intelek ini menghasilkan ide – ide transendental yang tidak bisa memperluas pengetahuan tetapi memiliki fungsi mengatur putusan – putusan ke dalam argumentasi. Akal budi secara langsung berhubungan dengan penampakan. Sedangkan intelek tidak secara langsung berhubungan dengan penampakan, tetapi dengan mediasi akal budi.

7. Metode Dialektis

· Hegel ; Ia mempunyai pengaruh atas metode Kant. Yang mana Ia tidak akan memulai metode dialektisnya jika tidak menemukan metode transendental yang dikembangkan oleh Kant. Namun filsafat mereka berbeda, terutama pada keterbatasan akal. Dalal metode ini, Ia berusaha menghubungkan yang mutlak dengan yang tidak mutlak. Yang mutlak adalah jiwa ( roh ) yang menjelma pada alam sehingga sadarlah Ia akan dirinya. Roh itu dalam intinya adalah idea, yakni berfikir. Idea yang berfikir itu sebenarnya adalah gerak yang menimbulkan gerak lain. Proses itulah yang disebut Hegel Dialetika. Proses itu berlaku menurut hukum akal. Karena menjadi keterangan untuk segala kejadian. Inti dari filsafat Hegel adalah konsep Geits. Dan yang menjadi aksioma Hegel ; apa yang masuk akal itu sungguh real, dan apa yang real itu masuk akal.

· Kari Marx ; Ia berpendapat bahwa tugas seorang filosof adalah bukan untuk menerangkan dunia, tetapi untuk mengubahnya. Hidup manusia itu ternyata ditentukan oleh keadaan ekonomi. Dari segala tindakannya ; ilmu, seni, agama, kesusilaan, hukum, politik. Semuanya itu hanya endapan dari keadaan itu, sedangkan keadaan itu sendiri ditentukan benar – benar dalam keadaan sejarah.

8. Metode Fenomenologi

· Edmund Husserl ; Pencetus aliran fenomenologi, Ia baru dapat menyajikan permulaan penyelidikannya, yaitu deskripsi pertama. Yang telah diolah dengan baik tentang fenomenologi sebagai metode yang keras untuk menganalisa kesadaran.

· Metode fenomelogi pendapat edmin hussel dan eksistensialismel mengatakan, agar ada kepastian akan kebenaran dalam pengertian seseorang, seseorang harus mencarinya dalam Erlebnisse (kehidupan subyektif dan batiniah), yaitu “pengalaman yang (terjadi pada diri seseorang) dengan sadar”Keyakinan bahwa manusia dapat mengerti “yang sebenarnya” dalam fenomenon. Keyakinan itu bukan hanya berupa pengertian saja, melainkan juga dorongan; (2) Rasa tertekan, rasa kegelapan dalam kabut waktu itu, yang menjauhkan manusia dari pengertian yang sebenarnya; (3) Manusia menerobos kabut untuk melepaskan diri dari kegelapan. Sebagaimana pernyataan Husserl: “Nach den Sachen selbst”.

· Eksistensialisme ; berarti manusia dalam keberadaannya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaannya ditentukan oleh dirinya sendiri. Karena manusia selalu terlihat disekelilingnya, sekaligus sebagai miliknya. Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada dalam dunia.


9. Metode Neo Positivistik

· Filsafat ini memiliki tolak pemikirannya, apa yang diketahui adalah yang factual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Yang dimaksud dengan positif adalah segala gejala yang tampak seperti apa adanya. Jadi setelah fakta diperoleh, fakta – fakta tersebut diatur dan dapat memberi asumsi ke masa depan.

10. Metode Analitika Bahasa

· Ludwig Wittgenstin ; Bermula dengan Russerl dan Carnap dan pengikut – pengikut mereka tidak percaya terhadap bahasa sehari – hari untuk dipakai sebagai ekspresi filsafat dan lebih sukar membentuk suatu bahasa yang ideal. Bahasa buatan, suatu sistem logika dengan aturan semantic untuk dipakai dalam bidang – bidang tertentu seperti teori quantum, teori pelajaran, dirasakan lebih lengkap dari segi ketepatan dan kejelasan. Sedangkan bahasa – bahasa seperti bahasa inggris, prancis, dan jerman adalah kabur, samar dan tidak jelas dalam artinya. Maka dari itu Ludwig Wittgenstin melakukan penyelidikan bahasa.

BAB III

PENUTUP



A. Kesimpulan

Filsafat merupakan sebuah upaya, sebuah proses, sebuah pencarian terhadap kebenaran tanpa henti. Sehingga masing – masing filsuf dalam memecahkan suatu persoalan memakai suatu metode sendiri.

Dalam sejarah filsafat, para filsuf telah secara bebas mempergunakan aneka ragam metode dalam meenjawab pertanyaan – pertanyaan filsafati yang timbul. Jadi filsuf mempunyai berbagai metode – metode yang berbeda – beda sesuai dengan pokok persoalan yang ditelaahnya. Dengan demikian agar dapat memahami secara cermat dan lengkap persoalan – persoalan filsafati orang juga harus mempelajari metode – metode filsafat.

ada sesuatu yang bisa di pegang atau di rengkuh genggam dari proses dan hasil pemikiran filosofis, Tapi sifatnya selalu sementara. Filsafat hanya mengundang umat manusia untuk berpikir dan merenungi dirinya hingga langit tertinggi dan lautan terdalam.


DAFTAR PUSTAKA



Muzairi, Filsafat Umum, Yogyakarta; Teras, 2009.

Djojosuroto, Kinayati, filsafat bahasa, yogyakarta; Pustaka Book Publisher, 2007.

Tafsir, Ahmad, Filsafat Umum, Bandung; PT. Remaja Posda Karya, 2007.

http// WWW. Pergerakankebangsaan.org.



Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki