Ucapan dan Perbuatan Nabi sebagai Model Persuasif

PENDAHULUAN

BAB I

Jika kita membuka lembaran sejarah Islam, kita akan mendapati betapa Rasulullah Saw memberikan sekian banyak keteladanan, baik dalam kehidupan berumah tangga, bermasyarakat, maupun berbangsa dan bernegara. Dalam pandangan Islam, kemampuan berkomunikasi adalah anugerah Allah SWT bagi manusia dalam melancarkan kehidupannya di permukaan bumi ini. Komunikasi dalam islam dapat disalurkan melalui metode dakwah, tidak melalui kekerasan, pemaksaan, atau kekuatan senjata.

Inti dakwah adalah mengajak orang lain untuk mengikuti tuntunan Allah Swt. Oleh karenanya, kemampuan berkomunikasi dengan baik menduduki posisi yang strategis. Demikian itu, karena Islam memandang bahwa setiap muslim adalah da’i. Sebagai da’i, ia senantiasa dituntut untuk mau dan mampu mengkomunikasikan ajaran-ajaran ilahi secara baik. Sebab, kesalahan dalam mengkomunikasikan ajaran Islam, justru akan membawa akibat yang cukup serius dalam perkembangan dakwah Islam itu sendiri.

Firman Allah Swt: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS Ali-Imran 3 : 104)

Ayat tersebut memberi arahan kepada setiap anggota masyarakat, terutama umat muslim, agar selalu mengajak kepada kebaikan, memerintahkan dengan ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar seperti ucapan dan perbuatan Nabi Muhammad


BAB II

PEMBAHASAN

A. Komunikasi Persuasif

Komunikasi persuasif adalah komunikasi yang kegiatannya dilakukan dalam segala bentuk komunikasi seperti propaganda, publisitas, reklame, jurnalistik, public relations dan lain-lain.[1]

Dengan demikian, maka semua bentuk komunikasi itu semuanya bersifat

persuasif dan semata-mata bekerja atau dipakai atas landasan psikologis dengan menggunakan argumentasi serta alasan-alasan.

Dalam islam sendiri komunikasi persuasif lebih dikenal dengan sebutan dakwah, yakni suatu aktivitas yang mendorong manusia memeluk agama islam melalui cara yang bijaksana dengan materi ajaran islam agar mereka mendapatkan kesejahteraan kini (dunia) dan kebahagiaan umat nanti (akhirat).[2]


B. Hadist Terkait

Nabi mengajarkan bagaimana cara untuk berucap yang baik dan benar sesuai dengan hadis sebagai berikut:

عَنْ الْبَرَاءَ بْنَ عَازِبٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَرَأَ رَجُلٌ الْكَهْفَ وَفِي الدَّارِ الدَّابَّةُ

“Dari Ibnu Abbas r.a. berkata: Sesungguhnya Rasulullah SAW tatkala beliau mengutus Mu’adz r.a. ke Yaman, beliau bersabda: ‘Sesungguhnya kamu akan mendatangi masyarakat ahli kitab: maka hendaklah yang pertama kali ajaran yang kau serukan kepada mereka adalah ibadah kepada Allah. Lalu jika mereka sudah mengenal Allah, lalu beritahukan kepada mereka bahwa sesungguhnya Allah telah mewajibkan shalat kepada mereka lima kali tiap sehari-semalam; lalu, apabila mereka sudah mengerjakannya, maka beri tahukan mereka, bahwa Allah mewajibkan pada mereka membayar zakat hartanya, dan zakat itu diberikan kepada orang-orang fakir miskin di antara mereka. Kemudian, apabila mereka sudah mematuhinya, maka terimalah dari mereka, berhati-hatilah, jangan sampai kamu mengambil harta kesayangan mereka.” [3]

Dalam hadis tersebut terkandung beberapa pelajaran penting terkait dengan dakwah/komunikasi persuasif, yaitu:

1. Dakwah itu disampaikan secara bertahap, sesuai dengan petunjuk Allah dan tuntunan Rasul-Nya.

2. Materi dakwah dan pengajaran pokok yang disampaikan adalah keimanan.

Setelah orang itu sudah mau beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, maka cara yang ditempuh adalah menuntun mereka untuk mengucapkan dua kalimat syahadat. Ini sesuai dengan perintah Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, sebagaimana dijelaskan dalam hadis:

“Dari Ibnu Umar r.a. (beliau berkata): Sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda: ‘Saya diperintahkan untuk memerangi manusia, sehingga mereka bersaksi: Bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan sesungguhnya Muhammad adalah Rasulullah, sehingga mereka menegakkan shalat, dan membayar zakat. Apabila mereka sudah mengerjakan itu, maka sudah memelihara dari saya darah dan hartanya, kecuali karena hak islam, dan perhitungan amal mereka terserah kepada Allah’.” (Diriwayatkan oleh Al-Bukhari).[4]

3. Setelah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, barulah mereka diberitahukan konsekuensi syahadat itu.

Allah mewajibkan ibadah shalat lima waktu setiap sehari-semalam. Kesadaran menuanaikan ibadah shalat itu menjadi bukti pertama kebenaran iman mereka kepada Allah SWT.

4. Tahap berikutnya pemberitahuan kepada mereka yang sudah beriman dan menunaikan ibadah shalat itu, bahwa Allah mewajibkan membayar zakat harta bagi yang memenuhi zakat itu.

Kesadaran membayar zakat itu salah satu bentuk rasa tanggung jawab sosial, dan itu menjadi bukti kebenaran iman dan kekhusyu’an shalat seseorang, jika tidak maka sebagai pertanda bahwa iman masih dibibir dan shalatnya belum menjiwai dirinya.

5. Dalam hadis tersebut terkandung suatu pengertian, bahwa para mubaligh tidak boleh memaksa masyarakat untuk segera beriman dan menunaikan ibadah shalat serta membayar zakat.

Terlepas dari dakwah, ucapan nabi untuk mengajak kita menuju hal yang benar dapat dilihat dari hadits tentang perintah memerangi manusia yang tidak melakukan sholat dan mengeluarkan zakat sebagai berikut:

“Dari Ibnu 'Umar radhiallahu 'anhuma, sesungguhnya Rasulullah telah bersabda : ‘Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan laa ilaaha illallaah, menegakkan shalat dan mengeluarkan zakat. Barang siapa telah mengucapkannya, maka ia telah memelihara harta dan jiwanya dari aku kecuali karena alasan yang hak dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah Ta'ala’".

Kalimat "Aku diperintah untuk memerangi manusia sampai ia mengucapkan laa ilaaha illallaah, dan barangsiapa telah mengucapkannya, maka ia telah memelihara harta dan jiwanya dari aku kecuali karena alasan yang hak dan kelak perhitungannya terserah kepada Allah”. Khatabi dan lain-lain bekata : “Yang dimaksud oleh Hadits ini ialah kaum penyembah berhala dan kaum Musyrik Arab serta orang yang tidak beriman, bukan golongan Ahli kitab dan mereka yang mengakui keesaan Allah”. Untuk terpeliharanya orang-orang semacam itu tidak cukup dengan mengucapkan laa ilaaha illallaah saja, karena sebelumnya mereka sudah mengatakan kalimat tersebut semasa masih sebagai orang kafir dan hal itu sudah menjadi keimanannya. Tersebut juga di dalam hadits lain kalimat “dan sesungguhnya aku adalah Rasul Allah, mereka melaksanakan shalat, dan mengeluarkan zakat.”

Syaikh Muhyidin An Nawawi berkata: “Di samping mengucapkan hal semacam ini ia juga harus mengimani semua ajaran yang dibawa Rasulullah seperti tersebut pada riwayat lain dari Abu Hurairah, yaitu kalimat, “Sampai mereka bersaksi tidak ada Tuhan kecuali Allah, beriman kepadaku dan apa saja yang aku bawa”

Kalimat, “Dan perhitungannya terserah kepada Allah” maksudnya ialah tentang hal-hal yang mereka rahasiakan atau mereka sembunyikan, bukan meninggalkan perbuatan-perbuatan lahiriah yang wajib. Demikian disebutkan oleh khathabi. Khathabi berkata: “Orang yang secara lahiriah menyatakan keislamannya, sedang hatinya menyimpan kekafiran, secara formal keislamannya diterima” ini adalah pendapat sebagian besar ulama. Imam Malik berkata: “Tobat orang yang secara lahiriah menyatakan keislaman tetapi menyimpan kekafiran dalam hatinya (zindiq) tidak diterima” ini juga merupakan pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad.



BAB III

PENUTUP

Ucapan dan perbuatan Nabi sebagai model komunikasi persuasif, ialah:

1. Dakwah itu disampaikan secara bertahap dan memerlukan konsepsi yang matang, sesuai dengan petunjuk Allah dan tuntunan Rasul-Nya.

2. Materi dakwah dan pengajaran pokok yang disampaikan adalah keimanan.

3. Setelah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, barulah mereka diberitahukan konsekuensi syahadat itu.

4. Tahap berikutnya pemberitahuan kepada mereka yang sudah beriman dan menunaikan ibadah shalat itu, bahwa Allah mewajibkan membayar zakat harta bagi yang memenuhi zakat itu.

5. Dalam hadis tersebut terkandung suatu pengertian, bahwa para mubaligh tidak boleh memaksa masyarakat untuk segera beriman dan menunaikan ibadah shalat serta membayar zakat.

DAFTAR PUSTAKA

http://muhammadmiftahulhuda.blogspot.com/2011/11/pesan-pesan-persuasif.html

Amin, Masyhur. 1997. Dakwah Islam dan Pesan Moral. Yogyakarta: Amin Press.

Departemen Agama. 2004. Al-Qur’an dan Terjemahnya Juz 1-30. Surabaya: Danakarya.

Muhammad, Abu Bakar. 1997. Hadis Tarbawi. Surabaya: Karya Abditama.

Hamidy, Zainuddin, dkk. 1953. Terjemah Shahihul Bukhari. Jakarta: Wijaya




[1] R. Roekomy.1992. Dasar-Dasar Persuasi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Hal. 2.


[2] Masyhur Amin.1997. Dakwah Islam dan Pesan Moral. Yogyakarta: Amin Press. Hal. 10.


[3] [3] Abu Bakar Muhammad.1997. Hadis Tarbawi. Surabaya: Karya Abditama. Hal. 75-76.


[4] Zainuddin Hamidy, dkk. 1953. Terjemah Shahihul Bukhari. Jakarta: Wijaya. Hal. 30.

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki