Kota Gresik

Budaya di pulau jawa sangat beragam, apalagi jika kita menilik pada budaya yang tersebar di jawa timur, namun dari berbagai budaya yang ada di jawa timur penulis akan memfokuskan pada pembahasan budaya Pantura (Pantai Utara). Sebagai daerah terluar sebuah kawasan, Pantura memiliki beberapa keistimewan dibanding kawasan lain, Imam (1990) mengungkapkan Pantura adalah daerah ekperimen sebuah kebudayaan karena menjadi daerah pertama bagi perkembangan suatu kebudayaan sebelum menjalar ke kawasan lain. Proses pembauran itu kemudian berkembang melahirkan kebudayaan baru.[1]

Disisi lain deretan daerah pesisir ini juga akan sering bersentuhan ditinjau memang terdapat jalur yang menghubungkan (adanya pelabuhan) juga kekerabatan budaya yang menjadi salah satu unsurnya. Daerah pantura jawa timur yang akan dibahas kali ini adalah Gresik.

Ø PROFIL DAERAH

- Geografi dan Demografi

Kabupaten Gresik mempunyai posisi yang strategis berada antara 7' LS - 8' LS dan 112' BT - 133' BT. Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0 - 12 meter diatas permukaan laut kecuali sebagian kecil di bagian uatara (Kecamatan Panceng) mempunyai ketinggian sampai 25 meter di atas permukaan laut.

Batas wilayah kabupaten gresik: sebelah utara = Laut Jawa, sebelah timur = selat madura dan kota Surabaya, sebelah selatan= Kabupaten sidoarjo dan Mojokerto, dan sebelah barat = kabupaten lamongan

Kabupaten Gresik mempunyai wilayah kepulauan yaitu pulau Bawean dan beberapa pulau kecil disekitarnya.Luas wilayah daratan gresik seluruhnya 1.192,25 Km terdiri dari 996,14 Km luas daratan ditambah sekitar 196,11 Km luas pulau Bawean.Sedangkan luas wilayah perairan adalah 5.773.80 Km2 yang sangat potensial dari suksektor perikanan laut. Sebagian besar tanah di wilayah Kabupaten gresik terdiri dari jenis aluvial, Grumusol, mediteran Merah dan Listosol. Curah hujan di Kabupaten Gresik adalah relatif rendah yaitu rata-rata 2.000 mm per tahun sehingga hampir setiap tahun mengalami musim kering yang panjang.[2]

- Logo Kabupaten Gresik

Berdasarkan peraturan Daerah Kabupaten Gresik No. 3 tahun 1975
Lambang Daerah merupakan cermin yang memberikan suatu gambaran tentang keadaan daerah
Segilima, melambangkan Pancasila yang mendasari sosio cultural, histories, dan aktivitas ekonomi
Warna kuning, melambangkan keluhuran budi dan kebijaksanaan, sedangkan warna tepi hitam melambangkan sikap tetap teguh dan abadi
Kubah masjid, melambangkan agama yang dianut mayoritas yakni Islam
Rantai yang tiada ujung pangkal _ melambangkan persatuan dan kesatuan.
Segitiga sama kaki sebagai puncak kubah masjid, melambangkan bahwa tidak ada kekuasaan yang tertinggi selain Tuhan Yang Maha Kuasa.
Gapura berwarna abu-abu muda, melambangkan suatu pintu gerbang pertama masuk dalam suatu daerah sebagaimana penghubung antara keadaan diluar dan dalam daerah.
Tujuh belas lapisan batu. Melambangkan tanggal 17 yang merupakan pencetus revolusi Indonesia dalam membebaskan diri dari belenggu penjajah
Ombak laut yang berjumlah delapan, melambangkan bahwa pada bulan Agustus merupakan awal tercetusnya revolusi Indonesia
Mata rantai 45 (empat puluh lima) melambangkan bahwa pada tahun 1954 merupakan tonggak sejarah dan tahun peralihan dari jaman penjajahan menuju jaman kemerdekaan Indonesia yang jaya kekal abadi.
Cerobong asap, melambangkan bahwa Kabupaten Gresik adalah daerah pengembangan industri yang letaknya amat strategis bila ditinjau dari persilangan komunikasi baik darat, laut maupun udara.
Perahu Layar, garam, ikan laut dan tanah melambangkan bahwa mata pencaharian rakyat Kabupaten Gresik adalah nelayan dan petani.


2. BUDAYA DAN TRADISI

Khasanah budaya Gresik berupa tradisi-tradisi sejarah sangat menarik untuk diketahui. Berikut ini beberapa tradisi sejarah yang yang paling sering diperbincangkan orang untuk dikunjungi.
REBO WEKASAN

Sebuah acara unik yang hanya ada di Desa Suci Kecamatan Manyar. Diadakannya setiap hari Rabu terakhir di bulan jawa Sapar setiap tahunnya.
Hikayatnya, pada masa Sunan Giri di musim kemarau panjang pada hari tersebut telah ditemukan sumber air baru, tentu saja atas petunjuk Sunan Giri dengan “daya linuwihnya”. Rebo wekasan adalah tasyakuran sebagai wujud rasa syukur pada Tuhan yang telah melimpahkan rahmatnya.

Namun dalam perkembangannya sekarang, Rebo wekasan lebih mirip perayaan Idul Fitri atau Idul adha. Ada acara silaturahim antar kerabat atau tetangga, banyak orang jualan makanan, pakaian, hingga mainan anak-anak. Acara mirip pasar malam atau pasar senggol karena banyak muda-mudi yang mejeng di sana. Selain warga Kecamatan Manyar, masyarakat Gresik banyak yang berkunjung ke acara ini.

· Malam Selawe

Pada hari ke-24 malam atau menjelang hari kedua puluh lima bulan Ramadhan, banyak peziarah di masjid Giri selain nyekar ke makam Sunan Giri, mereka iktikaf berdiam diri di masjid dan memperbanyak amalan-amalan doa.
Di sepanjang jalan ke makam Sunan Giri selain barisan panjang peziarah, jalanan dipenuhi dengan pedagang kaki lima.

· Pasar Bandeng

Biasanya diadakan dua hari menjelang malam takbiran Idul Fitri. Untuk menyambut lebaran idul fitri, di pasar kota Gresik dijual ikan bandeng segar yang baru dientas (diambil) dari tambak. Dari bandeng ukuran sedang hingga bandeng besar atau kawak. Khusus bandeng kawak di beri tempat khusus yaitu panggung lelang. Bandeng kawak satu ekor beratnya bisa mencapai 10 kg lebih. Dan karena di lelang maka harganya bisa mencapai jutaan rupiah

TRADISI

1. Tradisi Bandengan[3], tradisi bandengan ini telah digelar warga sejak ratusan tahun silam, memohon kepada allah swt, agar segera memberikan turun hujan. Seperti yang pernah dilakukan oleh warga desa Endrodelik, Kecamatan Bunga-Gresik, mereka dengan membawa berbagai hidangan serba Bndeng, menuju Telaga Pegat, satu-satunya sumber air bersih warga setempat, yang kondisinya telah kering. Mulai dari anak-anak hingga orang tua, turun ke telaga, untuk mengikuti prosesi kirim doa, memohon kepada Allah, agar segera menurunkan hujan.

Usai menggelar doa bersama, warga desa yang sebagian besar bekerja menjadi petambak Bandeng ini, menggelar Pencak macan, seni tradisi khas warga Pesisir Utara Jawa. Seni tradisi leluhur ini, berlatar belakang cerita rakyat, yang menceriterakan keteguhan dan ketabahan manusia dalam menghadapi berbagai rintangan hidupnya, yang dilambangkan dengan macan dan kera.



2. Tripang, atau biasa disebut warga “blunyo”, ternyata bisa diolah menjadi menu makanan “Urap-Urap Tripang”, yang lezat dan menyehatkan, seperti yang dilakukan warga Kampung Nelayan di Gresik, Jawa timur. Menu hidangan warisan nenek moyang ini, juga menjadi hidangan utama, terutama saat gelar Pesta Syukuran, menyambut datangnya musim Petik Laut.



3. Kolak ayam bulan Ramadhan/sanggring, Kolak umumnya menggunakan bahan baku Buah Pisang, Ketela maupun singkong, tetapi di Gresik Jawa Timur, kolak justru dibuat dengan bahan baku daging Ayam, Santan Buah Kelapa, dan Daun Berambang. Menu tradisional warisan Sunan Dalem, Putera Sulung Sunan Giri ini, hanya tersedia pada malam ke 23 bulan Suci Ramadhan, dan diyakini berkhasiat bangkitkan Stamina, dan Sembuhkan berbagai macam penyakit.

Kolak ayam ini/ hanya tersedia di Desa Gumeno, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, Jawa Timur. Menu Tradisional warisan Sunan Dalem/ atau putera Sunan Giri ini, hanya tersedia pada malam ke 23 bulan suci Ramadhan.

Berbeda dengan kolak pada umumnya, karena menu tradisional ini, tidak dibuat di rumah-rumah warga, tetapi khusus dibuat di pelataran masjid Jamik sunan Dalem, sebuah masjid peninggalan sunan Dalem, yang tetap terpelihara, hingga sekarang.

Kolak tradisional yang telah ada sejak 1451 h tersebut, menggunakan bahan baku baku Daging, Santan Kelapa, daun Daun Berambang, Gula Merah, dengan menggunakan bumbu jinten. Uniknya, sejak dahulu hingga sekarang, semua proses pembuatannya dikerjakan kaum laki-laki, mulai dari pembuatan bumbu, memasak, dan penyajiannya kepada jamaah, yang sholat di masjid tersebut.



4. DIALEK DAN ARTI

Hampir sama dialek gresik dan surabaya contohnya:

· "kathuken" berarti "kedinginan" (bahasa Jawa standar: kademen);

· "gurung" berarti "belum" (bahasa Jawa standar: durung);

· "deleh" berarti"taruh/letak" (delehen=letakkan) (bahasa Jawa standar: dekek);

· "kate/kape" berarti "akan" (bahasa Jawa standar: arep);

· "lapo" berarti "sedang apa" atau "ngapain" (bahasa Jawa standar: ngopo);

· "opo'o" berarti "mengapa" (bahasa Jawa standar: kenopo);

· "rusuh" berarti "kotor" (bahasa Jawa standar: reged);

· "embong" ialah jalan besar / jalan raya

· "nyelang" arinya pinjam sesuatu

· "parek/carek" artinya dekat

Dan yang satu ini yang membedakan antara Surabaya dan gresik adalah “eson” artinya saya[4].


DAFTAR PUSTAKA


- Soetrisno. 2008. Seni Budaya Jawa Timur Pendekatan Kajian Budaya. Surabaya: SIC

- http://orangindonesia.net/page/81/

- http://gresik.go.id

- http://duniadesa.blogspot.com/2009/10/tradisi-bandengan-ritual-minta-hujan.html

- http://mybenjeng.wordpress.com/2008/07/19/dialek-gresik/

- http://regionalinvestment.com/newsipid/id/displayprofil.php?ia=3523




[1] http://orangindonesia.net/page/81/


[2] www.gresik.go.id


[3] http://duniadesa.blogspot.com/2009/10/tradisi-bandengan-ritual-minta-hujan.html


[4] http://mybenjeng.wordpress.com/2008/07/19/dialek-gresik/

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki