Resume Buku : “OPINI KAUM SUFI”

BAB I

Sistematika Ajaran Islam

Dalam hal ini pengertian islam dalam segi bahasa sendiri berasal dari bahasa arab yaitu salama-yuslimu-islâman yang berarti keselamatan, kerukunan, kedamaian, kesenangan dan kedamaian.Dan dinukil dari pngertian secara bahasa islam sendiri memiliki keunikan tersendiri dalam bahasa qurani ( bahasa arab ). Dalam kamus arab bahwa islam berasal dari berbagai kata diantaranya adalah اسلم yang berarti tunduk, patuh, beragama islam dan salmun dan bentuk jama’nya adalah silâmun-aslamu yang berarti islam, damai dan selamat. Itu semua merupakan pengertian islam secara epistemology.

Akan tetapi jika kita hubungkan dengan pegertian islam sendiri menurut terminologi-nya terdapat berbagai pengertian diantaranya islam secara teoritas adalah agama yang ajarannya diwahyukan tuhan kepada manusia melalui nabi Muhammad SAW sebagai rosul, dan dapat diartikan juga bahwa islam merupakan

Jika kita berbicara tentang islam sendiri, islam itu sangatlah indah dengan beberapa makna. Diantaranya semua aturan tentang kehidupan manusia ataupun makhluk hidup lainna telah ditentukan dan itu tidaklah menyusahkan dan membawa suatuu keberkahan kepada kita sendiri. Semisalnya dalam hal makanan, kita dianjurkan memilih makanan yang halalan taoyyiban itu supaya kita dapat hidup sehat dan tidak merusak kepada tubuh kita. Seperti firman Allah SWT :

Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu.(Al-Baqarah : 168).

Dan agama islam itu sendiri juga memuat tentang beberapa inti pokok yang telah terumuskan secara sistematik yaitu akidah, akhlak, dan syariah. Dengan ketiga inti ini semua kehidupan menusia di alam ini berjalan selaras. Alquran-pun juga memberikan sebuah penjelasan pada masing-masing bidang tersebut.

Dalam segi syariah : ø ber-wudlu : Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, Maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub Maka mandilah, dan jika kamu sakit[403] atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh[404] perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, Maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.[1]

Dalam segi akidah/tauhid : ø iman kepada Allah SWT

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.[2]

Dalam segi akhlak : ø pemberian maaf

Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun.[3]

Manusia sejak kecil telah diberikan sebuah wacana tentang keilmuan itu sendiri. Dan itu dianjurkan oleh nabi Muahmmad SAW sendiri dalam hadits yang artinya “ tuntutlah ilmu dari buaian ibu hingga sampe akhir hayat atau suadah di liang lahat.

Jadi pada dasarnya dalam agama islam itu sendiri merupakan suatu yang sangat ideal dalam pelaksanaan kegiatan sehari-hari. Kita telah dituntun dalam mengenali mana yang baik dan yang buruk sejak kita kecil. Allah menyempurnakan agama-nya yang berupa islam ini dalam firmannya yang berbunyi :

Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394], daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[4]


BAB II

KONSEPSI IBNU ARABI TENTANG NABI DAN WALI

Sebelum mengenal tantang konsep beliau dalam pendapat beliau tentang Nabi dan Wali, maka sebaiknya kita mengenal beliau terlebih dahulu. Nama singakat Ibn ‘Arobi adalah Muhammad bin ‘Ali bin Ahmad bin ‘Abdulloh Ath-Tho’i Al-Haitami. Ia lahir di Murcia, Andalusia Tenggara, Spanyol, tahun 560 H, dari keluarga berpangkat,hartawan,dan ilmuwan[5]. Ia wafat tahun 637 H,sama dengan 1165 M dan meninggal tahun 1240 M.Nama beliau biasanya di sebut tanpa”Al” untuk membedakan dengan Abu Bakar Ibn Al-‘Arobi, seorang qadli dari Sevilla yang wafat tahun 543 H. Di Sevilla (Spanyol), ia mempelajari Al-Qur’an, Hadits, serta fiqih pada murid seorang fakih Andalusia terkenal,yakni Ibn Hazm Al-Zhahiri. Kemudian setelah selesai pindah Ruris. Di sana ia mengikuti dan memperdalam aliran sufi.Pada tahun 1202 M Ibn ‘Arobi pergi ke Mekkah.Negeri-negeri yang pernah ia kunjungi antara lain; Mesir, Syiria, Irak, Turki dan akhirnya ia menetap di Damaskus. Disana ia meninggal dunia pada tahun 1240 M.


NABI DAN WALI

Ibnu Arabi merupakan orang yang berkecimpung didunia tasawuf, jadi semua ungkapan beliau tidak lah semudah seperti ungkapan kita kepada orang lain. Ungkapan beliau tentang ketuhanan sangatlah sulit untuk mencerna secara mentah-mentah. Seperti halnya apa yang diungkapkan oleh beliau :

“Saya sudah bertemu dengan semua nabi, dari Adam sampai Muhammad, dan tuhan juga mempertemukan saya dengan semua yang percaya kepada mereka. Karena itu tidak, ada satu orang pun yang belum saya lihat, baik yang sudah hidup maupun yang akan hidup sampai hari kebangkitan, baik mereka yang termasuk kelompok elit maupun kelompok awam. Saya juga melihat derajat kelompok-kelompok ini dan mengethui tingkatan setiap orang yang ada didalamnya.”[6]

Seperti yang telah diungkapkan beliau, yang memahaminya adalah murid-murid beliau saja dan anak tirinya yang bernamakan Sadral-Din Qunawi. Dan anaknya berpendapat bahwa beliau bertemu dengan orang yang hidup sebelum beliau dengan tiga cara yaitu : adakalanya beliau mendatangkan mereka pada dunia yang fisik ini, kemudian adakalanya juga beliau mendatangi dalam dunia mimpi, kemudian yang terakhir beliau adakalanya melepas Ruh beliau untuk bertemu dengan mereka.

Ibnu Arabi dalam menafsirkan Al-Quran juga berbeda dengan ulama’ pada umunya-nya, misalnya pada penafsiran beliau tentan kata walaya (Auliya’) dalam firman Allah :

Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertoIongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu sama lain lindung-melindungi[624]. dan (terhadap) orang-orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, Maka tidak ada kewajiban sedikitpun atasmu melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. (akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, Maka kamu wajib memberikan pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada Perjanjian antara kamu dengan mereka. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.[7]

Di sana pertolongan itu hanya dari Allah yang hak. Dia adalah Sebaik-baik pemberi pahala dan Sebaik-baik pemberi balasan.[8]

Kalimat wali dalam kedua surat tersebutberkaitan erat dengan antara manusia dengan Tuhan. Dan Orientalis Michel Chodkiewicz merumuskan analisisnya tentang istilah wali, satu nama dua pemilik. Maksudnya wali itu dimiliki tuhan dan manusia.


BAB III

MENCARI WALI YANG MURSYID



A. Hakikat Nur Ala Nur

Tarikat merupakan bahasa serapan yang diambil dari bahasa arab “Thariqoh” yang berarti jalan atau cara atau juga metode. Yang dimaksud jalan dalam hal ini adalah suatu cara seseorang dalam menemukan sesuatu yang menuju pada kebenaran yang dimaksudkan yaitu menuju ke ridlo ilahi. Didalam Islam sendiri disebutkan bahwa tiada tujuan lain kecuali tujuan untuk melakukan sesuatu yang berimplikasi beribadah kepada Allah dan mencari keridloan-nya. Seperti halnya dalam Al-Quran diterangkan bahwa :

"Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku."

Mursyid adalah guru kerohanian yang bertanggung jawab atas membimbing dan membina rohani-rohani muridnya di dunia ini sampai ke alam akhirat. Para Mursyid tersebut membawa wasilah yang disebut dengan “Nur Ala Nur” atau Nur Muhammad yang diwarisi dari Rosulullah. Nur Muhammad ini bersifat metafisik yang bias dirasakan dan dilihat oleh hati nurani yang bersih dan rohani yang selalu berdzikir kepada Allah setiap detik.

Setiap muslim, khususnya para jamaah tarekat, dengan menggunakan wasilah pada gurunya, bias menjadi “arif billah” yang disebut “Makrifat”. Rahasia inilah, sesungguhnya yang diungkap oleh Husain bin Mansyur al-Hallaj dengan istilah “Ana-Al-haq”. Bagi jamaah kaum sufi, hal itu tidak dipungkiri, karena mereka mempunyai pengalaman yang sama. Tetapi bagi para ahli syar’I yang selalu menonjolkan akal fikirannya yang selaluberpedoman pada dalil-dalil, maka pendapat yang aneh seperti itu dinilai sudah keluar dari tuntunan islam.

Bila semua hal yang ada di dunia ini bisa dijangkau dengan kekuatan energy akal, maka dunia ini cukup diatur oleh para filusuf dengan seperangkat ajaran-ajarannya. Inilah sesungguhnya rahasia dibalik Allah mengutus Rosulullah dimuka bumi ini. Sejarah mencatat, hamper semua filosof islam pada akhirnya menjadi sufi, setelah mereka gagal mencari hakikat tuhan dengan menggunkan akalnya. Mereka sampai pada taraf “Haqqul Yaqin” setelah mereka mengasah dan menggosok hatinya sebersih mungkin, dengan melakukan zikir dibawah bimbingan Mursyid, yang membawa wasilah “Nur Muhammad”.

Lembaga Islamisasi

Islamisasi adalah sebuah gerakan dakwah, amar amkruf nahi munkar. Pengertian islamisasi mengandung dua macam pengertian, pertama meningkatkan kuantitas umat islam, seperti mengenalkan ajaran islam kepada anggota masyarakat non muslim, seperti yang dilakukan Rosulullah kepada masyarakat jahiliyah dan yang dilakukan wali songo kepada masyarakat jawa yang beragama hindu budha pada abad ke 14 Masehi. Kedua, meningkatkan kualitas pemahaman agama islam kepada umat islam itu sendiri.

Lembaga-lembaga tarekat di Indonesia telah melakukan Islamisasi dalam kedua pengertian tersebut, yaitu peningkatan kuantitas dan kualitas. Dalam sejarah tercatat, bahwa hamper semua pondok pesantren, atau lembaga pendidikan islam di Nusantara didirikan oleh para kiai atau tokoh agama yang mengikuti aliran tarekat. Dengan fakta sejarah tersebut, tidak seorangpun yang mengingkari, bahwa gerakan tarekat di Indonesia telah memainkan peranan penting dalam aktivitas dakwah islam.

Kalau diadakan penelitian terhadap semua jamaah tarekat ditengah masyarakat, maka akan ditemukan sebagian jamaahnya berlatar belakang Islam KTP. Dengan mereka menjadi anggota tarekat ini bias menjadi muslim yang taat beribadah, lebih khusyuk dalam shalatnya, ringan tangan untuk bersedekah dan berkeinginan besar ke tanah Mekkah.

Supaya umat bias sampai pada tingkat keyakinan yang disebut Haqqul Yakin, sperti diconthkan para filosuf Islam. Ajaran tarekat bersumber dari Al-quran dan sunnah nabi Muhammad SAW, yang intinya memahami dan menghayati sepenuhnya dengan zikir “Laa Ilaha Illa Ana”. Mereka memahaminya dengan istilah istilah “Zikir Nafi Isbath”.


BAB IV

MAKRIFATULLAH

MA’RIFAT

A. Pengertian

Istilah ma’rifah berasal dari kata “Al-Ma’rifah”, yang berarti mengetahui atau mengenal sesuatu. Kemudian istilah ini dirumuskan defenisinya oleh beberapa Ulama Tasawuf, antara lain :

1. Dr. Mustafa Zahri mengemukakan salah satu pendapat Ulama Tasawuf yang mengatakan : “Ma’rifah adalah ketetapan hati (dalam mempercayai hadirnya) wujud yang wajib adanya (Allah) yang menggambarkan segala kesempurnaan.”

2. Asy-Syekh Ihsan Muhammad Dahlan Al-Kadiri mengemukakan abud Thayyib a-Samiry sebagai berikut :” Ma’rifat adalah hadirnya kebenaran Allah (Pada sufi).... dalam yang meningkat mar’ifanya, maka meningkat pula ketenangan (hatinya).



Ada beberapa tanda yang dimiliki oleh Sufi bila sudah sampai kepada tingkatan ma’rifat, antara lain :

a) Selalu memancar cahaya ma’rifah padanya dalam segala sikap dan perilakunnya, karena itu, sikap wara selalu ada pada dirinya

b) Tidak menjadikan keputusan pada sesuatu yang berdasarkan fakta yang bersifat nyata, karena hal-hal yang nyata menurut ajaran tasawuf, belum tentu benar

c) Tidak menginginkan nikmat Allah yang buat dirinya, karena hal itu bias membawannya kepada perbuatan yang haram.



B. Faham Ma’rifah

Ada segolongan orang sufi mempunyai ulasan bagaimana hakikat ma’rifah. Mereka

mengemukakan paham-pahamnya antara lain :

1) Kalau mata yang ada did alam hati sanubari manusia terbuka, maka mata kepala tertutup, dan waktu inilah yang dilihat hanya Allah

2) Ma’rifah adalah cermin. Apabila seorang yang arif melihat ke arah cermin maka apa yang dilihatnya hanya Allah

3) Orang kafir baik di waktu tidur dan bangun yang dilihat hanyalah Allah SWT

4) Seandainnya ma’rifah itu materi, maka semua orang yang melihat akan mati karena tidak tahan merlihat kecantikan serta keindahannya. Dan semua cahaya akan menjadi gelah di samping cahaya keindahan yang gilang-gemilang.



C. Jalan Ma’rifah

Sifat dari ma’rifah Tuhan bagi seorang sufi adalah kontinyu (terus menerus). Namun untuk memperoleh ma’rifah yang penuh tentang Tuhan mustahil, sebab manusia besifat terbatas sedangkan Tuhan bersifat tidak terbatas.



D. Tokoh Ma’rifah

Al Gazali mengakhiri masa pertualangannya, karena telah mendapat “pengangan” yang sekuat-kuatnya untuk kembali berjuang dan bekerja di tengah masyarakat, pengangan

itu adalah “Paham Sufi” yang diperolehnya berkat ilham Tuhan di tanah suci Mekkah dan Madinah


BAB V

KAIFIYAH ZIKIR ISMU ZAT

A. Perintah Zikir

Amalan pokok yang paling mendasr adalah zikrullah (mengingat Allah). Perintah supaya senantiasa mengingat Allah itu adalah berdasarkan Quran dan Sunnah. Antara lain sebagai berikut.

Fiman Allah surat Al-Ahzab ayat 41-42 :

Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama) Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya diwaktu pagi dan petang.

Dan sunnahnya menjadi dalil dianjurkannya berdzikir itu antara lain :

1. Hadits Muslim dari Abu Hurairah, menyatakan bahwa Rosulullah, bersabda :

ما جلس قوم مجلسا يذكرون الله فيه الا حفتهم الملا ئكته وغشيتهم الرحمة وذكرهم الله فيمن عنده.

Artinya : tiada kaum duduk berdzikir mengingat Allah pada satu majlis, melainkan (menyebut) malaikat mengelilingi mereka dan rahmat Allah meliputi mereka. Termasuk orang (yang dekat) di sisinya.

Sebagian ulama’ menyatakan bahwa zikir anggota tubuh yang tujuh itu adalah :

1. Zikir mata dengan menangis

2. Zikir teling dengan mendengar yang baik-baik

3. Zikir lidah dengan memuji Allah

4. Zikir tangan dengan memberi sedekah

5. Zikir badan dengan menunaikan kewajiban

6. Zikir hati dengan takut dan berharap

7. Zikir roh dengan penyerahan diri kepada Allah dan ridlo



B. Tingkatan Zikir

Tingkatan zikir itu ada 7 macam, yaitu :

1. Mukasyafah

2. Lathaif

a. Lathiful Qolbu

b. Lathiful Roh

c. Lathifatus Sirri

d. Lathifatul Khafi

e. Lathifatul Akhfa

f. Lathifatul Nafsun Nathqiyah

g. Lathifatul Kulil Jasad

3. Nafi

4. Wuqub Qolbi

5. Ahdiah

6. Ma’iah

7. Tahlil



C. Adab Zikir

1. Taubat dari semua kesalahan

2. Mandi dan berwudlu’

3. Diam dengan terpusat kepada Allah

4. Berhubungan dengan guru

5. Berhubungan dengan Nabi


BAB VI

KELOMPOK SUCIMAN DAN PUJIMAN



Istilah suciman dan pujiman ini tidak lazim ditulis dan disebut dalam pergaulan dan kehidupan sehari - hari. Sekalipun demikian, dalam makalah ini akan menggunakan ungkapan tersebut, untuk menyebut siapa saja orang yang selalu dalam keadaan suci dan orang – orang yang sehari – hari melakukan perbuatan terpiji. Mereka itu adalah seperti para nabi dan wali serta umat yang tidak berniat dan berbuat maksiat sepanjang hayat, karena mereka itu selalu taat dan takut kualat, mereka itu yang dimaksud dengan kelompok suciman dan pujiman dalam makalah ini.

Kewajiban bersuci atau wudhu’ dan selalu dalam keadaan suci bagi umat islam yang melaksanakan ibadah, hanya dalam ibadah sholat dan thawaf dikakbah. Ibadah yang lain, seperti puasa dibulan ramadhan tidak wajib bersuci dengan keharusan mengambil air wudhu’ sepanjang hari. Hal ini berbeda dengan peraturan yang ditentukan dalam lingkungan jamaah tarekat, mereka yang ikut dalam program suluk diwajibkan bersuci dan tetap suci terus menerus setiap saat.atas upaya bersuci dan tetap menjaga kesucian jasmani dan rohaninya, para jamaah tarekat sering mendapatkan rahmat dan karunia illahi.

Informasi tersebut diketahui, setelah sheh mengamati dan sekaligus memahami tentang proses pensucian diri dilembaga tarekat.


BAB VII

JALAN MENUJU SYARIAT DAN TAREKAT

Yang disebut Insan adalah kholifah Alah yang terdiri dari jasmani dan ruhani, keduanya terjalin dalam kesatuan yang utuh. Ketika jasmani dan ruhani berpisah, dia berubah status menjadi mayat (jenazah). Mayat ini sudahlah tidak berguna, sedangkan arwahnya sendiri beranjak ke alam Arwah. Menurut ajaran Nabi bahwa ruh bertemu jasmani berada di rahim seorang ibu ketika berumur 120 hari (4 bulan).

Setiap insan yang hidup memerlukan sejuta kebutuhan, kebutuhan jasmani (fisik) dan kebutuhan ruhani (metafisik). Kebutuhan tersebut telah disediakan Allah dengan lengkap dalam sejuta bentuk dan warna yang bertebaran disetiap tempat didunia ini. Dengan itu manusia tinggal menikmatinya.

Dalam firman Allah yang berbunyi :

Katakanlah : Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam.

Dari ayat tersebut bisa dipahami bahwa segala yang dilakukan baik besar ataupun kecil tujuan akhirnya adalah untuk Allah semata. Bagi umat beragama ada kemungkinan yang bisa terjadi yaitu tujuan hidupnya untuk tuhan tetapi dia tidak tahu tuhan yang sebenarnya. Dia merasa sesuatu itu tuhan padahal yang dirasanya adalah syetan dan jin yang mengaku bahwa dirinya adalah tuhan. Disini dia tertipu oleh makhluk yang dilaknat oleh Allah.

Degan demikian bagi umat islam yang berian wajib selalu berusaha mencari hakikat tuhan yang sebenarnya. Usaha mencari tuhan adalah pekerjaan yang paling mulia dan palin utama didalam kehidupan ini.


BAB VIII

PERKEMBANGAN TASAUF ISLAM

Pada masa permulaan islam hanya terdapat dua macam tarekat :

1. Tarekat Nabawiyah

2. Tarekat Salafiyah

Sesudah abad ke-2 H, tarekat salafiyah mulai berkembang secara kurang murni. Ketidakmurnianya itu, antara lain disebabkan oleh pengaruh filsafat, dan alam pikiran manusia yang telah memasuki negara-negara Arab. Sehingga tarekat Salafiyah dan Nabawiyah bercampur aduk dengan filsafat. Susudah itu muncullah tarekat sufiyah yang diamalkan orang-orang sufi dengan tujuan untuk kesucian melalui empat tingkat :

1. Syariat : mengetahui dan mengamalkan ketentuan-ketentuan syariat.

2. Tarekat : mengajarkan amalan hati, dengan akidah yang yang teguh.

3. Hakikat : satu tingkat setelah tarekat

4. Makrifat : tingkat tertinggi, dimana orang telah mencapai kesucian hidup.



Jumlah tarekat menurut jumhurul Ulama’ :


1. Tarekat Qodariyah

2. Tarekat Sahrawardiyah


3. Tarekat Syadziliyah

4. Tarekat Ahmadiyah


5. Tarekat Tijaniyah

6. Tarekat Maulawiyah


7. Tarekat Sanusiah

8. Tarekat Haddadiyah


9. Tarekat Rifa’iyah

10. Tarekat Naqsabandiyah


BAB IX

OPINI KAUM ORIENTALIS TENTANG MISTIK ISLAM

1. Mistik Islam

Mistisisme adalah terminologi dari kaum orientalis barat untuk menyebut tasauf dalam islam. Tujuanya untuk memperoleh hubngan langsung secara sadar dengan tuhannya. Sehingga disadari betul seseorang berada dihadirat tuhan. Mistik islam adalah suatu upaya untuk berhubngan dengan sesuatu yang tersembunyi yaitu tuhan.

2. Pandangan orientalis tentang mistik islam

Yang perlu ditegaskan pertama-tama, bahwa dalam membicarakan pandangan orientalis terhadap mistik islam, umat islam harus berada di dalam frame yang tepat. Artinya tidak buru-buru menganggap semua anggapan orang orientalis terhadap islam negatif.

Pandangan orientalis terhadap mistik islam digolongkan menjadi 4 :

1. Aliran mistik dalam dunia islam ada yang bersifat moderat dan ekstrem

2. Tasauf tidak murni ajaran islam, melainkan terilhami dari ide Nasrani

3. Islam mempunyai pandangan teramat duniawai dan kurang estetik

4. Islam juga terpengaruh oleh ahli kebatinan agama Zoroaster dan pengaruh gnosik.


[1] Q.S. Al-Maidah : 6


[2] Q.S. Al-Baqarah : 164


[3] Q.S. Al-Baqarah : 263


[4] Q.S. Al-Maidah : 3


[5] At-Taftazani,op.cit, hlm.201.


[6] FUTUHAT III, halaman 323


[7] Q.S. Al-Anfal : 72


[8] Q.S. Al-Kahfi : 44

Comments

Miskari Ahmad said…
Salam.. Ini nama penulisnya dan judul bukunya apa yah??
Syukron...
Amar Suteja said…
waalaikum salam. maaf kalo kurang lengkap informasinya.. Judul Lengkap bukunya "Opini Kaum Sufi, Percikan Dalam Sejarah Tarekat, (Pengantar Studi Ilmu Akhlak / Tasawuf)", terbit tahun 2011. pengarangnya Drs. Sulhawi Rubba, M.Fil.I, beliau Dosen Fakultas Dakwah Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya.

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki