Studi Islam : Akidah

Akidah (kepercayaan) adalah bidang teori yang pelu di percayai terlebih dahulu sebelum yang lain-lain. Kepercayan itu hendaknya bulat dan penuh, tiada bercampur dengan syak, ragu dan kesamaran. Akidah itu hendaklah: menurut ketetapan keterangan-keterangan yang jelas dan tegas dari ayat-ayat Al-Qur’an serta telah menjadi kesepakatan kaum muslimin sejak penyiaran islam dimulai, biarpun dalam hal yang lain-lain telah timbul kemudian berbagai pendapat yang berbeda-beda. Akidah itulah seruan dan penyiaran yang pertama dari Rasulullah, dan dimintanya supaya dipercayai oleh manusia dalam tingkat pertama (terlebih dahulu). Itu pula seruan setiap Rasul yang diutus Allah kepada umat manusia dimasa yang lalu, sebagaimana diceritakan dalam Al-Qur’an dalam menceritakan riwayat Nabi-nabi dan Rasul-rasul.[1]

Pada dasarnya manusia memiliki dua potensi yakni teoritis (نظرية) yang kesempurnaanya bisa dicapai dengan mengetahui hakikat-hakikat yang sebenarnya, dan praktis (عملية) yang kesempurnaanya dengan mengerjakan semua keharusan dalam urusan kehidupanya. Islam menetapkan hal tersebut sebagai prinsip untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia dan akhirat. Untuk itu, ditetapkan dua macam kewajiban (اتكليف) yaitu kewajiban untuk/meyakini (iman) dan kewajiban untuk melaksanakannya dengan perbuatan (‘amal)[2].

Al-Qur’an menyebutkan akidah dengan istilah “iman” sedang syariah dengan “amal shalih”. Adapun ayat-ayat yang berbicara tentang hubungan akidah dan syariah yang dijabarkan dengan hubungan dan keterkaitan antara iman dan amal shalih banyak sekali antara lain:

QS. Al kahf 107-108:

انّ الّذين آمنوا وعملوا الصالحات كانت لهم جناتُ الفردوس نزلاً خالدين فيها لايبغون عنها حولا.

QS. Al-Nahl97:

اِنّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطانٌ عَلَى الَّذين آمنوا وعلى رَبّهم يَتَوَكَّلون.

QS. Al-Ashr 3:

الاَّ الّذين آمَنُوا وَعَمِلُوا الصّالحات وَتوَاصَوا بالحقِّ وتواصوا باصَّبْرِ

Menurut Ahmad Daudy, semua amal saleh, seperti shalat, puasa, zakat, dan lain-lain bukan merupakan rukun iman tetapi meruakan dari kesempurnaan iman.[3] Denagn demikian, maka iman yang tidak diikuti dengan amal saleh adalah iman yang tidak sempurna; hal itu mengandung makna bahwa seorang mukmin yang tidak menjalankan kewajiban agama dan meniggalkan larangannya, tidaklah keluar dari iman dalam arti menjadi kafir, tetapi ia tetap sebagai mukmin, tetapi mikmin yang fasiq (berdosa)[4].

Lebih lanjut, Syaltut mengelaborasi bahwa dalam ajaran islam, akidah merupakan landasan atau akar (al ashl) sedangkn syari’ah merupakan batang, cabang-cabangnya (al fur’). Hal itu berimplikasi bahwa syari’ah tidak bisa berdiri sendiri atau tumbuh tanpa akar yang berupa akidah. dan syari’ah tanpa akidah bagaikan bangunan yang melayang karna tidak ada pondasinya. Namun demikian isalam menyatakan bahwa hubungan antara keduanya suatu keniscayaan, yang artinya bahwa antara akidah dan syariah tidak dapat berdiri sendiri. jadi, ajaran islam terdiri dari dua pokok, yakni: Pertama, akidah/iman yang terdiri dari enam rukun iman, yang landasanyadalil-dalil qoth’iy (al-Qur’an dan hadits Mutawatir). Kedua, syari’ah/amal saleh mengatur dua aspek kehidupan manusia dengan sesamanya atau aktifitasnya dalam masyarakat yang disebut “muamalah”

A. Rukun Iman

Kalau kita berbicara tentang akidah maka yang menjadi topik pembicaraan masalah keimanan yang berkaitan dengan rukun-rukun iman dan perananannya dalam kehidupan beragama. Rukun iman yang berupa iman kepada Allah dan sifat-sifat Nya, para rasulNya, para malaikat, kitab-kitab yang diturunkan kepada Rasul-rasul-Nya, hari akhir dan qadha’ serta qadar, bisa ditemukan dalam beberapa ayat al-Qur’an dan hadits Nabi SAW. antara lain firman-Nya dalam Q.S Al baqarah 2:285:

آمن الرسول بما اُنْزِلَ اليه مِرَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُون كُلٌّ آمن بالله وملائكته وكتبه ورسله لاَنُفَرِّق بين احدٍ مِن رّسلِهِ. . .

Juga terdapat dalam Q.S Al-Baqoroh 2:177:

ليس الْبِرّ أَن تُوَلُّو وُجُوهَكُم قبَلَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ ولَكِنّ الْبِرَّ مَنْ آمنَ بالله وَالْيوم الآخِرِ والمَلائِكةِ والكتاب والنّبِيّينَ. . .

Adapun yang berasal dari hadits Nabi, terdapat sebuah hadits ; panjang yang menceritakan dialog antara nabi dan malaikat jibril yang menyamar sebagai manusia. Ketika ditanya tentang iman, Nabi SAW menjawab:

الايمان أنتؤمن بالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر وتؤمن بالدرخيره وشره.

Isi dari rukun iman adalah:

1. Iman Kepada Allah

a. Pengetian Iman Kepada Allah

1) Percaya sepenuh hati akan eksistensi Tuhan dan keEsaan-Nya serta sifat-sifat-Nya yang serba sempurna

2) Mengikutu tanpa reserve petunjuk/bimbingan Tuhan dan Rasul-Nya yang seba sempurna.

3) Menjalankan ibadah sesuai tuntunan al-Quran dan al-Hadits.

Sebagaimana terdahulu inti dari akidah/tauhid adalah keyakinan bahwa Allah SWT Maha Esa. Tidak ada tuhan selain Dia, penegasan Allah SWT itu Maha Esa Antara lain:[5]

1) Sura al-Ilhlash ayat 1-4:

قل هوالله احد. الله الصمد. لم يلد ولم يولد. ولم يكن له كفوا احد.

Ayat ini dengan tegas sekali menytakan bahwa Allah itu Esa; Satu Tunggal.bahkan Allah memberi penegasan khusus bahwa Allah idak beranak, tiddak pula di perranakkan. Pernyataan ini secara tegas menolak bahwa tuhan punhya anak, apa lagi bahwa tuhan dilahirkan oleh yang lain.

2) Surat al-Zumr ayat 4:

سبحنه, هوالله الواحد القهّار.

“Maha suci tuhan. Dialah Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa”.

3) Surat al-Baqarah ayat 163:

والهكم اله وّاحدٌ,َ لآَ اله الاّ هوا الرّحمن الرّحيم.

4) Surat al-Nisa ayat 171:

فآمنوا بالله ورسله ولآتقولوا ثلثة, انتهوا خيرًا لكم انّما اللهُ الهٌ وّاحدٌ, سبحنه ان يكون له ما فى السموت وما فى الارض, وكفى بالله وكيلاً.

“berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya. Janganlah kamu mengatakan, “tuhan itu tiga” berhentilah (dari ucapan itu). Itu lebih baik bagimu, sesungguh-Nya Allah Tuhan Yang Maha Esa. Maha Suci Allah dari mempunyai anak, ssegala yang di langit dan bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah untuk menjadi pemelihara”

5) Surat al-Maidah ayat 73:

لقد كَفَرَ الّذِين قَالُوا اِنّ اللهَ ثالثُ ثلثةٍ وما مِنْ الهٍ الآَّ الهٌ واحِدٌ...

6) Surat al-Anbiya ayat 22:

لَوْكان فيهمآ الِهَةٌ الاّ اللهُ لفسدتا...

Dalam versi yang sedikit lebih terperinci, dikatakan bahwa tauhid (pengesaan Allah) itu ada tiga macam, yaitu:[6]

1) Tauhid ‘Ubudiyah/ توحيد عبودية ialah bahwa yang berhak untuk disembah hanyalah Allah SWT semata, dan selain dari-Nya adalah makhluk yang tidak boleh disembah sama sekali. Tauhid ini disebut dalam QS. Al-Fatihah, 1:5: ايك نعبد وايك نستعين: (Hanya) Enkau yang kami sembah dan (Hanya) Engkau yang kami mintai tolong.

2) Tauhid rububiyyah/ توحيد ربوبية ialah bahwa hanya Allah yang mencipta, memelihara, dan mengendalikan alam semesta ini dan karena itu ia disebut Rabb al-‘alamin seperti disebut dalam QS. Al-fatihah, 1:2, Tauhid ini juga disebut QS. Al-A’raf 7:54:

الا له الخلق والأمر تبارك الله رب العالمين

...(Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanya hak Allah, Maha Pemberi berkat Allah semesta alam); dan QS. Al-An’am 6:164:

قل أغير الله ابغي ربا وهو رب كل شيء . . .

(. . . Katakanlah: “Apakah saya mencari tuhan selain Allah, sedangkan Dia adalah Tuhan segala sesuau....” )

3) Tauhid Dzat wa Shifat/ توحيد ذات و صفات ialah bahwa zat Allah tidak terdiri dari beberapa juzu’ atau oknum, dan tidak ada sesuatu apapun yang menyamai zat dan sifat-Nya. Tauhid ini disebu dalam QS. al-Ihlas ayat1-4 dan QS. al-Syura. 42:11:

ليس كمثله شيء وهو السميع البصير

Allah adalah nama zat yang Maha Sempurna dan Maha Agung; dan nama ini disebut sebagai “ism al-jalalah”(اسم الجلالة). Zat-Nya adalah tunggal, tidak ada suatu apapun yang serupa dengan Nya. Karena itu, manusia tidak boleh berfikir atau berangan angan tentang dzat-Nya karena tidak mungkin akan bisa mengetahui-Nya; dan jika manuisia ingin mengenl-Nya cukuplah ia menggunakan akalnya untuk melihat, memikirkan keagungan dan kehebatan mahluk-mahluk ciptaa-Nya. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Ibn‘ Abbas, Rasulullah bersabda:

تَفَكَّرُوا في خَلْقِ الله ولا تفكروا في الله فاءنكم لن تقدروا قدره (الحديث)

a. Pengaruh Iman kepada Allah Terhadap Kehidupan Manusia

Iman kepada Allah yang intinya dirumuskan dalam kalimat syahadat/tauhid لااله الا الله mempunyai dampak positif yang besar sekali bagi manusia dalam kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat/negara ialah antarlain: [7]

1) Iman kepada Allah mendorong seseorang untuk bertakwa kepada-Nya, yaitu dengan menyadari dengan kehadiran Allah di sisinya bahwa Ia selalu mengawasi segala tindak tanduknya. Hal itu mendorong seseorang untuk selalu berjalan dijalan yang diridloi dan menjauhi jalan yang dimurkai-Nya.

2) Iman kepada Allah akan menimbulkan kekuatan batin, ketabahan, keberanian, dan harga diri pada seseorang. Sebab ia yakin bahwa Allah sajalah Yang Maha Kuasa, Yang menentukan segala-galanya di alam semesta ini; sedangkan selain Allah sama-sama mahkluk-Nya yang tidak perlu ditakuti, apalagi dikultuskan.

3) Iman kepada Allah akan mendatangkan rasa tentram, aman, damai dalam hati seseorang. Karena ia telah menyerahkan diri sepenuhnya kepada kekuaan Allah untuk melindungi keamanannya dan mencukupi segala kebutuhannya.

2. Iman Kepada Malaikat

a. Pengertian Iman Kepada Malaikat

Beriman kepada malaikat berarti percaya bahwa Allah mempunyai mahluk yang disebut “malaikat” kata malaikat adalah jamak dari kata “malak” yang berasal dari kata “alukah” (ألوكة) yang artinya risalah.[8]Dalam al-Qur’an banyak terdapat ayat yang mewajibkan orang mukmin untuk beriman kepadanya adanya malaikat, antara lain terdapat dalam QS. Al-Baqarah, 2:285:

آمن الرّسُولُ بما اُنْزِلَ اليه مِن رّبِّه والمُؤمنون كُلٌّ آمَنَ باالله وملائكته وكتبه ورسله لانُفرِّقُ بين اَحدٍ مِن رسله وقالوا سمعنا واطعنا غُفْرانك واليك المصير.

Telah kita terangkan bahwa al-Quran adalah pegangan yang cukup lengkap bagi ajaran-ajran Islam. Al-Qur’an menurut ketetapan Allah dan menurut pengakuan kaum muslimin sendiri; adalah satu-satunya sumber tempat mengambil ‘akidah-‘akidah Islam, dahulu telah diterangkan, bahwa ‘akidah-‘akidah yang utama dan pokok adalah iman kepada Allah. Sekarang diterangkan iman kepada malaikat.

Menurut ketetapan al-Qur’an, malaikat adalah alam ghaib, bukan alam benda. Sifat dan keadaan malaikat itu: [9]

1) Dapat menampakkan dirinya di alam benda. Firman Allah:

قُلْ لّوكا ن في الأرض ملائكةٌ يَمْشون مُطْمَئِنِّينَ لَنَزَّلنا عَلَيْهِم مِّن السماء ملكاً رسولاً.

“Katakan: Kalau kiranya dibumi ini diam malaikat-malaikat yang berjalan dengan tentram, tentulah kami menurunkan malaikat pula kepada mereka untuk menjadi Rasul”(QS. 17:95)

2) Mahluk Allah dan hambaNya

وقا لوا اِتَّخَذَ الرَّحْمَنُ ولدًا سُبْحانه بَلْ عِبادٌ مُكْرَمون.

لايَسْبِقونَهُ بالقَوْلِ وهم بأمرِهِ يَعْمَلون.

“bahkan mereka (malaikat-malaikat) itu hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tiada mendahului tuhan dengan perkataan, dan mereka berbuat sesuai dengan perintahnya” (QS. Al-Anbiyaa 26-27 )

3) Petugas dalam urusan yang berhubungan dengan jiwa dan semangat. Tugas itu ditentukan pembagiannya oleh Allah bagi mereka masing-masing, sebagai pelaksanaan iradat, kehendak, kemauan dan keputusan Allah terhadap hambaNya. Diantara tugas-tugasnya itu:

(a) Menyampaikan wahyu, perintah dan risalat kepada Nabi dan Rasul-rasul. Firman Allah:

وَاِنَّه لَتَنْزِلُ رَبِّ العَالَمِيْنَ. نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الأَمِيْنُ. عَلى قَلْبِكَ لِتَكونَ مِن المُنذِرِينَ.

“sesungguhnya Al-Qur’an itu adalah wahyu yang diturunkan Tuhan, pmimpin alam semesta. Turun dibawa rah yang dipercaya (malaikat Jibril). Disampaikan kepada hati enkau (Muhammad) supaya engku dapat memeberi peringatan (kepada manusia).” (QS. Asy Syu’ara 192-194)

(b) Memperteguh Hati Rasul dan kaum muslimindalam perjuangannya. Firman Allah:

وَآتَيْنا عيسى ابْنَ مَريمَ البيِّناتِ وايَّدْناهُ بِرُحِ القدْسِ.

“Dan kami beri Is anak maryam keterangan-keterangan serta kami kuatkan (bantu ) dengan Roh suci (malaikat Jibrril)” (QS. Al-Baqarah 253)

اِذ يُوحِي رَبّثكَ الى الملائكةِ أنِّى مَعكم فَثَبِّتُ الذين آمنوا ......

“Ketika tuhanmu mewahyukan kepada malaikat: sesungguhnya aku bersamamu: maka perteguhlah pendirian orang-orang yang beriman” (QS. Al Anfal 12)

(c) Menyampaiakan berita gembira akan memeperoleh akibat yang baik bagi orang yang mengerjkan kebaikan di dunia ini dan mematuhi perintah Allah. Firman Allah:

انَّ الذين قالوا رَبُّنا اللهُ ثُمّ استقاموا تَتَنَزَّلُ عليهمُ الملائكة ألاّتَخافُوا ولاتَحْزنوا وأَبشِروا بالجَنَّةِ التي كُنتُم تُوعَدونَ.

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Allah itu Tuhan kami, kemudian itu mereka berpendirian teguh, niscaya malaikat akan turun kepada mereka, mengatakan: jangan takut, jangan berdukacita dan terimalah berita gembira memperoleh surga yang telah dijanjikan kepada kamu” (QS. fushshilat 30)

(d) Mengambil nyawa. Firman Allah:

قُل يَتَوَفَّاكُم مَلَكُ المَوتِ الّذي وُكِّلَ بِكم ثُمَّ الى رَبِّكم تُرجَعُون.

“Katakan: malkul maut telah diserahi untuk mengambil nyawamu” (QS. As-Sajdah 11)

الذين تَتَوَفَّاهم الملائكةُ طَيِّبِيْنَ يَقُولون سَلامٌ عَليكم ادْخُلُوا الجَنَّةَ بم كنتم تَعْملون

“Orang-orang yang diwafatkan oleh malaikat dalam keadaan baik, mereka (malaikat) mengatakan: selamat untuk kamu. Masuklah ke dalam surga, disebabkan perbuatan yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nahl 32)

(e) Mencatat tindakan dan amal manusia di dunia ini untuk diajukan di akhirat dihadapan pengadilan Ilahi. Firman Tuhan:

واِنَّ عَلَيكم لَحَافِظين. كِراماً كَاتِبِيْنَ. يَعْلَمُون ما تَفْعلون.

“Sesungguhnya untuk kamu ada beberapa penjaga. Penulis yang mulia. Mereka mengetahui apa yang kamu perbuat.” (QS. Al-Infithaar)

Masihh banyak lagi tugas-tugas malaikat yang di istimewkan Allah yang tidak kami sebutkan.

b. Pengaruh Iman kepada Malaikat terhadap Kehidupan Seseorang

Percayaca atau iman terhadap malaikat mempunyai beberapa pengaruh positif dalam kehidupan seseorang, antara lain:[10]

a) Dapat mendorong seseorang untuk selalu melakukan pebuatan-perbuataan yang baik (amal saleh), karena ia yakin bahwa keinginan berbuat baik itu merupakan sebagian dari dorongan malaikat atau iman kepada malaikat.

b) Memebuat orang selalu bersikap hati-hati dalam segala tindak-tanduknya, karena ia merasa bahwa ada malaikat yang selalu mengawasi dan mencatat semua perbuatannya.

c) Menjadikan seseoang merasa aman dan tentram hatinya serta optimis dalam hidupnya, karena ia yakin adanya malaikat yang selalu melindungi dan membantu keberhasilan cita-citanya.

3. Iman kepada Kitab-kitab Allah

a. Pengertian Iman kepada Kitab-kitab Allah

Beriman kepada Kitab-kitab Allah, berarti meyakini bahwa Allah telah menurunkan beberapa kitab-Nya kepada para Rasul-Nya yang berisi aturan-aturan Allah tentang akidah, ibadah, dan prinsip halal dan haram, yang semuanya harus dijadikan pedoman bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan hidup didunia maupun di akhirat.[11] Kitab-kitab suci yang diturunkan Allah banyaknya sejumlah rasul-Nya. Hanya saja didalam al-Qur’an maupun hadits tidak disebutkan secara konkrit semua kitab-kitabnya. Yang disebut hanya 4 (empat) buah dan shuhuf yang diturunkan kepada nabi Ibrahim AS. Ke-4 kitab tersebut ialah: Taurat diturunkan pada Nabi Musa AS, Zabur kepada Nabi Duud AS, Injil kepada Nabi Isa AS, dan al-Qur’an kepada Nabi Muhammad SAW. percaya kepada kitab suci dan shuhuf tersebut termasuk dalam bagian iman sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Nisa’ 137:

يآايها الذين امنوا بالله ورسله والكتاب الذي نزل على رسوله والكتاب الذي أنزل من قبل ومن يكفر باالله وملائكته وكتبه ورسله واليوم الآخر لقد ضلّ ضلالا بعيدا.

Dalam hal kimanan kepada kitab-kitab Allah selain al-Qur’an, kewajiban kita hanya sampai kepada secara global, yang artinya bahwa Allah pernah menurunkan kitab-kitab tersebut kepada Rasul terdahulu. Jadi, tidak ada kewajiban harus mencarinya kemudian mempelajari isinya dan menghafalnya, apalagi mengamalkannya sebagai pedoman hidup, sebab dengan turunya al-Quran sebagai kitab Allah terakhir maka secara otomatis kitab-kiab tersebut tidak berlaku lagi. Tetapi untuk tujuan studi perbandingan dan kajian-kajian ilmiah, mempelajari kitab-kitab tersebut boleh dilakukan.[12]

b. Pengaruh Iman kepada Kitab-kitab Allah Bagi Kehidupan Manusi

Umat Islam tidak hanya dituntut untuk beriman kepada al-Qur’an saja, tetapi mereka harus percaya kepada para Rasul sebelum Muhammad seperti Taurat, Zabur dan Injil. Sebab mengimani seluruh kitab-kitab tersebut mempunyai hikmah yang besar bagi kita, antara lain:[13]

1) Mendidik umat Islam untuk bersikap toleran terhadap pemeluk agama lain untuk menciptakan kerukunan hidup antar umat beragama, sebab dalam beragama tidak ada unsur paksaan, seperti firman Allah dala QS. Al-Baqarah, 2: 256 لااكراه فى الدين(Tidak ada paksaan untuk memasuku agama islam).

2) Mmberikan keyakinan kepada umat Islam bahwa al-Qur’an adalah merupakan kiab penerus serta pelengkap terhadap semua kitab sebelumnya, dan juga merupakan kitab Allah terakhir dan paling lengkap untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun diakhirat.

4. Iman kepada para Nabi dan Rasul

a. Penertian Iman kepada Para Nabi dan Rasul

Iman kepada Nabi berarti percaya bahwa Allah memilih di antara manusia, beberapa orang yang bertindak sebagai utusannya, mereka bertugas menyampaikan segala wahyu yang diterima dari Allah kepada umat manusia yang dibawa malaikat jibril, dan menunjukkan mereka kejalan yang lurus serta membimbing mereka untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia maupun di akhirat.

Dalam QS. Al-Nisa’ 4:164 Allah menceritakan bahwa tidak semua para rasul diceriakan Allah kepada Nabi Muhammad, dan hanya 25 orang saja yang disebutkan namanya dalam al-Qur’an yang 5 (lima) diantaranya disebut ulul‘azmi yaitu Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Musa, Nabi Isa, dan Nabi Muhammad.. adapun ke 25 rasul tersebut itu adalah: Adam, Idris, Nuh, Hud, Shalih, Luth, Ismail, Ishaq, Ya’qub, Yusuf, Ayyab, Syu’aib, Musa, Harun, Yunus, Daud, Sulaiman, Ilyas, zulkifli, Ilyasa’, Zakaria, Yahya, Isa, dan Muhammad.[14]

Seperti halnya kewajiban kita untuk mengimani semua kitab-kitab Allah demikian juga kita wajib mengimani semua Rasul Allah, sebab beriman kepada sebagian dan kufur terhadap sebagian lainnya merupakan perbuatan yang menyimpang dari petunjuk Allah. Dalam beberapa ayat al-Qur’an Allah, melarang kita untuk membeda-bedakan rusul-rasul-Nya, misalnya dalam QS. Al-Baqarah, 2:136: dan 285:

قالوا آمَنَّا بالله وما اُنْزلَ اِلَيْنَا وما اُنزِلَ الى اِبْراهيمَ واِسْما عِيلَ واسحاقَ وَيَعْقُوبَ والأسباطِ وما أتِيَ مُوسى وَعِسَى وما النّبِيّونَ مِن رَبِّهم لانُفَرِّقُ بَيّنَ أحدٍ مِنْهم ونحنُ له مُسلمون.

. . . لا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِن رُسُلِهِ وَقَالوا سَمِعنا وأَطَعْنا . . .

Namunn demikian, kita wjib mengimani bahwa Nabi Muhammad adalah Nabi dan Rasul Allah yang terakhir. Hal itu berarti setelah Nabi Muhammad tidak ada lagi Nabi atau Rasul Allah yang diutus di bumi ini. Pernyataan ini didasarkan kepada QS. Al-Ahzab 33:40

ما كان مححمّدٌ أبا أحدٍ مِن رِجالكُم ولكن رَّسُولَ الله وَخاتمَ النّبِيِّيْن. . .

Dan sebua hadits mutawtir antara lain diriwayatkan Ahmad Ibn Hanbal dari Anak Ibn Malik:

انَّ الرِّسالَةَ والنبوّة قد انقضت فلانبي ولا رسول بعدي.

“Sesungguhnya kerasulan dan kenabian itu telah habis. Maka tidak ada Nabi sesudahnya.”

b. Sifat-sifat Para Nabi

Menurut ajaran Islam, bahwa para Nabi itu sesuai dengan kedudukannya yang tinggi disisi Allah dan fungsinya sebagai pemimpin dan pembimbing umatnya, maka mereka pasti mempunyai kepribadian yang lengkap/sempurna dan ahlak yang mulia, agar mereka bisa menjadi suri teladan bagi umatnya, seperti disebut dalam QS. Al-Qolam, 68: 4: وانَّكَ لعلى خُلقٍ عظِيم

“Kamu benar-benar berbudi peketi yang yang agung”

Dan al-Ahzab 33: 21:

لقد كان لكم في رسول اللهِ أسوَةٌ حَسَنَةٌ لّمَن كانَ يَرْجُو اللهَ واليومَ الآخِرِ وذكَرَ اللهَ كَثِيرا.

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”

Karena itu , semua nabi dan rasul bersifat ma’shum (terjaga dari perbuatan dosa), dan karena sifat “ma’shum” inilah maka setiap nabi dan rasul pasti memiliki 4(empat) sifat utama yaitu:

1) Shidiq, artinya benar dan jujur dalam ucapan dan perbuatan/tingkah lakunya.

2) Amanah, artinya terpercaya dan terpelihara dari segala macam dosa, cacat, tingkah laku yang dapat merendahkan derajatnya sebagai manusia teledan dan pilihan Allah.

3) Tabligh, arinya menyampaikan segala wahyu/amanat Allah yang diterimanya dengan segera, sekalipun wahyu yang diterimanya engan segera, sekalipun wahyu itu mungkin bersifat teguran/koreksi terhadap tingkah laku yang tidak berkenan bagi Allah seperti firman-Nya, dalam QS. Abbas 80: 1-16

4) Fathanah, artinya cerdas, pandai, dan bijaksana

Mekipun dikatakan bahwa Nabi dan Rasul adalah seorang yang ma’shum dalam arti tejaga dan terhindar dari perbuatan dosa dan salah, tetapi keterjagaan itu adalah berkaitan dengan tugasnya sebagai penyampai risalah yang berasal dari Allah SWT. Sedangkan dalam status sebagai manusia biasa(QS. Al-Kahfi, 18:110, al-Nahl,16:43)

قُل اِنَّما أنا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحى اليَّ. . .

وما اَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلك الاَّ رِجَالاً نُّوحِي اليهم فاسألوا أهلَ الذِّكْرِ انْ كُنْتُمْ لا تَعْلمون.

Maka para Nabi dan Rasul tidak lepas dari kesalahan seperti mansia-manusia lainya, misalnya dalam menyampaikan pendapat atau tingkah laku kemanusiaan lainya.











c. Pengaruh Iman kepada para Nabi dan Rasul bagi kehidupan Manusia

Iman kepada Nabi dan Rasul seperti halnya iman kepada kitab-kitab suci Allah mempunyai dampak, positif bagi kehidupan seseorang, antara lain:[15]

(a) Mendidik orang Muslim untuk bersikab toleran terhadap pemeluk agama laain untuk menciptakan kerukunan hidup beragama, bermasyarakat, dan bernegara antar umat berlainan agama. Hal ini sesuai dengan prinsip kebebasan agama yang sangat dihormati Islam sebagai mana termaktub dalam QS.Al-baqarah, 2:256, al-Kafirun, 109:6.

لا اكراهَ في الدينِ قد تَّبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الغَيِّ. . .

“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama [Islam];sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada jalan yang sesat. . .”

لَكم دينكم وليَ دينِ. . .

“Untukmulah agamamu untukkulah agamaku”

(b) Memberi keyakinan kepada orang muslim bahwa semua Nabi dan Rasul memepunyai misi suci yang sama, yakni mengajak manusia untuk beriman dan beribadah hanya semata-semata kepada Allah agar mendapatkan ridlo-Nya. Dan bahwa Nabi Muhammad adalah nabi terakhir yang diberi tugas menyampaikan ajaran agama yang palinga lengkap untuk dijadikan way of life bagi seluruh umat manusia sepanjuang masa.

5. Iman kepada Hari Kiamat

a. Pengertian Iman kepada Hari Kiamat

Beriman kepada Hari Kiamat atau Hari Akhir berarti kita harus percaya bahwa semua akan mati, kemudian akan di bangkitkan kembali (dari alam kubur) seperti firman Allah dalam QS. Al-Baqarah, 2:28

كيف تكفرون بالله وكنتم أمواتا فأحياكم ثم يميتكم ثم يحييكم ثم اليه ترجعون.

“Bagaimana kmu (bisa) kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati lalu Allah menghidupkan kamu, kemudian kamu dimatikan kembali, lalu kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Percya kepda hari akhir adalah meupakan salah satu rukun atau sendi berbagai rukun keimanan yang sangat penting disamping keimanan kepada Allah SWT, dan merupakan bagian utama sekali dari beberapa bagian akidah. Sedemikian pentingnya mempercayai hari akhir ini, sehingga dalam banyak firman Allah rikun imam ini sering disebutkan bersama iman kepada Allah.

b. Hikmah dan Manfaat Iman kepada Hari Kiamat

Iman kepada hari akhir mempunyai dampak positif bagi kehidupan seseorang, antara lain:[16]

a) Manusia akan senantiasa menjaga diri untuk selalu taat kepada Allah, mengharapkan pahala dihari kemudian, dan menjauhi larangan karena takut akan siksasaan kelak dihari kemudian.

b) Memberi hiburan dan dorongan bersabar bagi orang muslim/mukmin bahwa kesenangan/kesejahteraan/kebahagiaan yang belum diperoleh di dunia akan diterimanya di kemudian hari.

c) Memberikan rasa keadilan bagi orang-orang yang merasa dianiaya ketika hidup di dunia dan tidak mampu membaas, sebab di akhirat kelak orang yang berbuat aniaya itu akan mendapat balasan setimpal dari Allah SWT.

6. Iman kepada Qadar atau Takdir

a. Pengertian Iman kepada Qodar/Takdir

Beriman kepada qadar berarti:

a) Percaya bahwa Allah itulah yang menjadikan mahkluk-Nya dengan kodrat (kekuasaan), iradat(kehebdak), dan hikmah-Nya (kebijaksanaan) sebagai termaktub dalam firman-Nya QS. Al-Furqan:25 وخلق كل شيء وقدره تقديرا(Dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan dia menetapakan ukuran-ukurannya dengan rapi).

b) Percaya bahwa Allah mempunyai beberapa sunnsh/hukam dan menciptakan makhuk-Nya. Hukum Allah tersebut tidak berubah-ubah, seperti firman-Nyadalam QS. Al-A’la, 87:2-3, الذي خلق فسّو والذي خلق فهدى(Yang menciptakan dan menempurnakan(ciptan-ciptaan-Nya). Dan yang menentukan kadar (masing-masing) dan memberi petunjuk). Dengan ayat di atas, ada 4 (empat) hal yang berlaku untuk semua ciptaan Allah, yakni: a) Khalaq, penciptaan; b) taswiyah, penyempurnaan; c) taqdir, penetapan ukuran/batasannya; dan d) hidayah, petunjuk

Diantara ulama’ ada yang mengaitkan kata “qadar” dengan “qadla”, sebab qadar menurut mereka merupakan sesuatu yang belum di tetapakn benar-benar secara final (rencana/master plan yang belum diambil keputusan menjalankanya) sehingga masih ada kemungkinan dapat diubah oleh Allah atas kehendak-Nya. Dan apabila sudah ditetapkan (qadla’) maka tak dapat diubah lagi dan mahkluk tak dapat menolaknya, seperti kasus Maryam yang melahirkan Isa tanpa disentuh oleh seorang manusiapun (QS. Maryam, 19:20-21)

Batas /ukuran yang ditetapakan Allah untuk smua ciptaan-Nya, sedang “qadla’” ialah keputusan Allah terhadap suatu peristiwa. Jika dibuatkan sutu perumpamaan, maka “qadar” ialah benda yang akan diukur volume atau beratnya, sedang “qadla”adalah benda yang telah di ukur/ditimbang kadarnya. Dengan demikian, “qadar” masih ada kemumgkinan berubah,sebab benda yang akan diukur/ditimbang tidak pas (bisa kurang bisa lebih); lain halnya dengan “qadla” yang mrupakan benda yang sudah diukur/ditimbang maka ukuran atau beratnya tidak bisa lagi diubah.

b. Hikmah/Manfaat Iman kepada Qadar dan Qadla Allah

Iman kepada qadar dan qadla’ Allah mempunyai dampak yang sangat positif bagi seseoarang, antara lain:

1) Mendorong seseorang seseorang untuk bersikap berani dlam menegakkan keadilan dan kebenaran, dalam meninggikan kalimat Allah. Ia tidak takut menghadapi resiko dan bahaya yang mengancamnya, sebab ia yakin bahwa kematian, rejeki, nasib, dan sebagainya semua berada ditangan Allah. Seperti firman-Nya dalam QS. Al-Taubah

قل لن يصيبنا الا ما كتب الله لنا هو مولانا وعلى الله فليتو كل المؤمنون.

2) Dapat menimbulkan ketenangan jiwa dan pikiran pada diri seseorang. Ia tidak akan berputus asa pada waktu menghadapi bencana atau kegagalan dalam usahanya. Ia tetap tabah, sabar dan tawakkal.

B. Ibadah dan Amal Shaleh

Beriman kepada Allah maksudnya ialah mengenal-Nya dengan pengenalanyang mencapai derajat keyakinan. Tidak lain adalah dengan memper banyak beribadah dan beramal shaleh, karena dalam membentuk aqidah Islamiah atau akidah itu Islam tidak saja dengan akal dan pikiran tetapi juga dengan perasan (qalb) dan dibangkitkan dengan emosi dan tenaga kebatinan. Iman itu tidak lemgkap, terasa hampa, bahkan tidak diterima kalau tanpa pembuktian yang jelas yakni dengan Islam sebagai agama yang hak. Adapun firman Allah SWT : QS. Al Hujarat 14 dan Ali Imran 85

قالتِ الاعرابُ امنّا قُل لم تؤمنوا ولكن قولوا اسلمنا ولمّا يدخل الايما في قلوبكم .

وَمَنْ يَتَّبع غيرَالاِسلامِ ديناً فلنْ يُقبلَ مِنهُ.

Dan amal sebagai pembuktian dari iman ialah melakukan atau melaksanakan rukun-rukun islam sebagai berikut:

1. Syahadat : pengakuan dengan hati yang berisikan penauhidan kepada Allah dan Kesaksian terhadap rusul-Nya, yang harus benar-benar ditanamkan oleh setiap manusi yang menghendaki islam sebagai agamanya yang hak.

2. Sholat : Amal atau ibadah badaniyah sebagai pembuktian orang mukmin dan muslim

3. Puasa : Ibadah badaniah, sebagaian fungsingsinya untuk melatih rohani dan jasmani dan pembakaran nafsu manusia yang bergojolak dan untuk kesehatan manusia sendiri yang intinya adalah olah raga jiwa

4. Zakat : ibadah maliah, dan sebagian kecil fungsinya adalah pembersihan atau penyucian jiwa supaya manusia itu dapat kembali kefittrah.

5. Hajji : Ibadah badaniyyah dan maliyyah yang merupakan penyempurna rukun Islam dan merupakan yang paling mulia.


DAFTAR PUSTAKA

H. As’ari, Ahm dan Tim Study Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya Pengantar Study Islam (Surabaya, IAIN AMPEL PRES) 2006

Syeikh Mahmud Shalut, Akidah dan Syariah Islam(Jakarta, Bumi Aksara) September 1984, cet 1

Yusran Asmuni, Ilmu tauhid,(Jakarta, Raja Grafindo Persada) November 1994 cet 2



[1] Syeikh Mahmud Shalut, Akidah dan Syariah Islam(Jakarta, Bumi Aksara) September 1984, cet 1 hal, pengantat XIII


[2] H. As’ari, Ahm dan Tim Study Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya Pngantar Study Islam (Surabaya, IAIN AMPEL PRES) 2006 cet 4 hal 76


[3]Ibid, hal, 76


[4]Ibid, hal, 76


[5] Yusran Asmuni, Ilmu tauhid,(Jakarta, Raja Grafindo Persada) November 1994 cet 2, hal 16


[6]Ibid, hal, 80


[7]Ibid, hal, 82


[8]Ibid, hal, 83


[9] Syeikh Mahmud Shalut, Akidah dan Syariah Islam(Jakarta, Bumi Aksara) September 1984, cet 1 hal 18


[10] H. As’ari, Ahm dan Tim Study Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya Pngantar Study Islam (Surabaya, IAIN AMPEL PRES) 2006 hal 89-90


[11]Ibid, hal, 90


[12]Ibid, hal, 92


[13]Ibid, hal, 92


[14]Ibid, hal, 93


[15]Ibid, hal, 95


[16]Ibid, hal 101

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki