Komunikasi Organisasi

Para ahli manajemen sumberdaya manusia menyebutkan, bahwa upaya meningkatkan produktivitas kerja sangat ditentukan oleh kemampuan manajemen dalam meningkatkan motivasi dan kemampuan sumberdaya manusia organisasi itu sendiri. Pendapat seperti itu didukung oleh keyakinan bahwa, tinggi rendahnya produktivitas kerja individu anggota organisasi ditentukan oleh motivasi dan kemampuan (Mejia, Balkin dan Cardy, 1998).

Bagi pakar perilaku organisasi seperti Robbins (1996) misalnya, produktivitas kerja telah dipandang sebagai salah satu human output, yaitu sebagai hasil dari interaksi antara karakteristik individu (nilai dan sikap, kemampuan, motivasi), karakteristik kelompok (strukutur kelompok, konflik, komunikasi, tim kerja, kekuasaan, dan kepemimpinan), serta karakteristik organisasi (budaya organisasi, struktur organisasi, teknologi, desain pekerjaan, kebijakan dan praktik sumberdaya manusia). Karena itu, persoalan bagaimana meningkatkan produktivitas kerja akan ditentukan oleh kemampuan manajemen dalam mengidentifikasi karakteristik individu anggota organisasi, karakteristik kelompok maupun karakteristik organisasi, serta bagaimana ketiga faktor tersebut saling berinterelasi.

Robert M. Ranflt (A. Dale Timpe, 1992: 106-120) setelah menelaah ratusan penemuan studi tentang produktivitas, menyimpulkan terdapat tujuh faktor kunci sebagai sumber pemacu produktivitas tinggi, yaitu (1) keahlian manajemen yang bertanggung jawab, (2) kepemimpinan yang luar biasa, (3) kesederhanaan organisasional dan operasional, (4) kepegawaian yang efektif, (5) tugas yang menantang, (6) perencanaan dan pengendalian tujuan, serta (7) pelatihan manajerial.

Sondang P. Siagian (2002: 10-34), setelah menelaah lebih dari 60 kepustakaan yang erat berkaitan dengan peningkatan produktivitas kerja menyimpulkan ada empat kelompok faktor penentu keberhasilan upaya peningkatan produktivitas kerja sebagai berikut: (1) Perbaikan terus menerus, meliputi perubahan strategi organisasi, kebijakan, pemanfaatan teknologi, serta perubahan dalam praktik-praktik sumberdaya manusia. (2) Peningkatan mutu hasil pekerjaan oleh semua orang dan segala komponen organisasi. (3) Pemberdayaan sumberdaya manusia, maksudnya mengakui harkat dan martabat anggota organisasi sebagai manusia, menghargai dan mengakui hak-hak para anggota organisasi, penerapan gaya manajemen yang sesuai, perkayaan mutu kekaryaan melalui penyelia yang simpati, tugas pekerjaan yang menantang, sistem imbalan yang efektif, kondisi fisik tempat kerja yang menyenangkan, serta adanya umpan balik pekerjaan. (4) Filsafat organisasi yang dilandasi oleh fokus perhatian pada kepuasan pelanggan, pemupukan loyalitas dan komitmen anggota organisasi, perhatian pada budaya organisasi, serta pentingnya ketentuan formal dan prosedur.

Berdasarkan telaah Robert M. Ranflt dan Sondang P. Siagian di atas, inti dari semua upaya peningkatan produktivitas organisasi adalah terletak pada sampai sejauhmana seorang pemimpin mampu menjalankan tugas dan fungsinya sebagai pemimpin. Oleh karena itu para pakar bersepakat bahwa inti dari manajemen (administrasi) adalah kepemimpinan. Keterkaitan administrasi, manajemen, dan kepemimpinan, Saefullah (2005) mengelistrasikan sebagai berikut.

Gambar 1. Inti Administrasi



Sumber: Djadja Saefulah. 2005. Filsafat Administrasi. Bandung: UNPAD

Saefullah (2005) mengungkapkan lebih jauh bahwa keberhasilan pemimpin dalam menggerakkan bawahannya terletak pada kemampuannya dalam membina hubungan (human relation). Sehingga pemimpin yang berhasil adalah pemimpin yang mampu berinteraksi dengan bawahannya secara kondusif, yang mampu mengakomodasi nilai-nilai bersama secara kolektif, serta mampu memobilisasi orang-orang untuk bertindak sebagai satu kesatuan.

Keberhasilan pemimpin dalam membina hubungan dengan seluruh anggota organisasi, tidak terlepas dari kemampuan pimpinan dalam membina komunikasi. Sehingga peran komunikasi yang dikembangkan oleh pimpinan akan berdampak pada pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu seorang pemimpin perlu memahami komunikasi dalam organisasi.

B. Pengertian Komunikasi (Organisasi)

Secara sederhana komunikasi diartikan sebagai kegiatan tukar menukar informasi atau pesan atau berita antara pihak yang satu dengan pihak yang lain dengan maksud untuk mencapai tujuan bersama. Secara umum, komunikasi diartikan sebagai proses penyampaian pesan dari pihak pengirim (baca: komunikator) kepada pihak penerima (baca: komunikan). Sumartono (2003: 34) mengemukakan bahwa komunikasi sesungguhnya merupakan transaksi pesan atau informasi. Oleh karena itu komunikasi ada di mana-mana, dibutuhkan oleh setiap orang, dan bahkan berlangsung setiap saat.

Dengan demikian dalam proses komunikasi tentu saja bukan sebatas pengiriman ataupun penerimaan pesan, melainkan mempunyai makna esensial yang lebih mendalam. Inti kegiatan komunikasi adalah tercapainya mutual understanding (kesamaan pemahaman) atas isi pesan yang disampaikan. Dalam proses komunikasi terdapat lima unsur yang mutlak harus dipenuhi. Kelima unsur komunikasi ini merupakan kesatuan yang utuh dan bulat. Bila salah satu unsur tidak ada, maka komunikasi tidak akan terjadi. Jadi setiap unsur dalam komunikasi itu mempunyai hubungan yang sangat erat serta saling ketergantungan satu dengan lainnya. Artinya keberhasilan komunikasi ditentukan oleh semua unsur tersebut.

Kelima unsur komunikasi itu adalah: (1) Komunikator (sender), yaitu orang yang menyampaikan informasi, ide, pesan, gagasan (sumber berita). (2) Komunikan (receive), yaitu orang yang menerima berita atau pesan. (3) Pesan (message) adalah ide atau gagasan yang akan disampaikan kepada komunikan, yang penyampaiannya siubah menjadi lambang-lambang. (4) Media (channnel), yaitu alat atau sarana yang dipergunakan untuk menyampaikan ide atau gagasan. (5) Tanggapan (respon), yaitu umpan balik (feed back) dari komunikan kepada komunikator.

Dalam prakteknya, peristiwa komunikasi terjadi dalam bentuk saling membagi informasi, namun ada pula yang membagi gagasan dan sikap, baik secara lisan maupun secara tertulis. Informasi secara lisan terjadi jika si pemberi informasi (komunikator/sender) berhadap-hadapan atau bertemu muka dengan si penerima informasi (komunikan/receiver). Pemberian informasi melelui telepon, radio, dan melalui televisi, masih tergolong ke dalam pemberian informasi secara lisan.

Selanjutnya informasi secara tertulis terjadi jika pemberi informasi tidak mungkin dapat berhadap-hadapan dengan penerima informasi dan tidak mungkin menggunakan media seperti tertera di atas. Sarana komunikasi tertulis yang biasa digunakan untuk keperluan seperti yang digambarkan di atas terdiri atas beberapa macam, diantaranya pers/media cetak (misalnya koran, majalah, buletin), surat, buku panduan, papan pengumuman, uraian tugas, dan lain sebagainya.

Ig Wursanto (1994:34) menyebutkan bahwa ada tiga macam bentuk berita, yang dapat mempengaruhi penggunaan atau pemilihan media/channel/saluran dalam proses komunikasi, diantaranya: (1) berita yang bersifat audible, yaitu berita yang dapat didengar, baik secara langsung maupun tidak langsung. (2) berita yang bersifat visual, yaitu berita yang dapat dilihat, yang berbentuk tulisan, gambar-gambar, poster serta tanda-tanda seperti sinar lampu, atau bendera. (3) berita yang bersifat audio – visual, yaitu barita yang dapat didengar dan dilihat, baik melelui televisi, film, pameran, maupun kesenian.

Berdasarkan telaah tentang pengertian komunikasi sebagaimana diungkapkan di atas, selanjutnya kita dapat menyebutkan pengertian tentang komunikasi organisasi.

Devito (1997:340) menyatakan komunikasi organisasi merupakan pengiriman dan penerimaan pesan baik dalam organisasi di dalam kelompok formal maupun kelompok informal organisasi. Jadi, komunikasi organisasi dapat diartikan sebagai komunikasi yang terjadi antara orang-orang yang berada di dalam organisasi itu sendiri, juga di antara orang-orang yang berada di dalam organisasi dengan publik luar, dengan maksud untuk mencapai suatu tujuan. Katz dan Kahn (dalam Muhammad, 1995:65) mengatakan bahwa komunikasi organisasi merupakan arus informasi, pertukaran informasi, dan pemindahan arti di dalam ;suatu organisasi. Selanjutnya, dikatakan bahwa organisasi adalah sebagai suatu sistem terbuka yang menerima energi dari lingkungannya dan mengubah energi ini menjadi produk atau servis dari sistem dan mengeluarkan produk atau servis ini kepada lingkungan.

Menurut Pace dan Faules (2002:31) terdapat dua perspektif utama yang akan mempengaruhi bagaimana komunikasi organisasi didefinisikan, yaitu 1) perspektif objektif, dan 2) perspektif subjektif. Perspektif objektif menekankan definisi komunikasi organisasi sebagai pertunjukan dan penafsiran pesan diantara unit-unit komunikasi yang merupakan bagian dari suatu organisasi tertentu. Fokusnya adalah penanganan pesan, yakni menerima, menafsirkan, dan bertindak berdasarkan informasi dalam suatu peristiwa komunikasi organisasi. Disini, komunikasi dipandang sebagai alat untuk merekayasa atau mengkonstruksi organisasi yang memungkinkan individu (anggota organisasi) beradaptasi dengan lingkungan organisasi. Dalam arti lain, bagaimana anggota organisasi berperilaku akan dipengaruhi oleh informasi yang diterimanya.

Menurut Pace dan Faules (2002:33) perspektif subjektif mendefinisikan komunikasi organisasi sebagai proses penciptaan makna atas interaksi diantara unit-unit organisasi yang menciptakan, memelihara, dan mengubah organisasi. Fokusnya adalah bagaimana individu anggota organisasi bertransaksi dan kemudian memberi makna terhadap peristiwa komunikasi yang terjadi. Dalam arti lain, bagaimana anggota organisasi berperilaku akan bergantung kepada makna informasi itu bagi mereka.

Dengan demikian, definisi komunikasi organisasi baik dilihat dari perspektif objektif maupun perspektif subjektif adalah sebagai proses penciptaan dan penafsiran informasi diantara unit-unit komunikasi sebagai bagian dari suatu organisasi secara keseluruhan. Dalam konteks ini, komunikasi organisasi dipandang sebagai proses mengumpulkan, memproses, menyimpan, dan menyebarkan informasi di antara unit-unit organisasi yang memungkinkan sistem komunikasi organisasi berfungsi secara efektif.

Perbedaannya terletak pada fungsi yang dimainkan oleh proses komunikasi organisasi itu sendiri bagi individu yang terlibat dalam peristiwa komunikasi organisasi. Perspektif objektif, fokusnya kepada bagaimana unit-unit komunikasi dalam organisasi menciptakan, menafsirkan, dan bertindak atas dasar informasi yang diterimanya dalam suatu konteks tertentu. Hal ini, mengandung arti, bahwa komunikasi dipandang sebagai alat yang memungkinkan para anggota organisasi beradaptasi dengan organisasi. Sedangkan perspektif subjektif, fokusnya kepada bagaimana unit-unit komunikasi itu bertransaksi dan menciptakan makna dalam suatu peristiwa komunikasi organisasi dan bagaimana mereka bertindak atas dasar pemaknaannya sendiri terhadap informasi yang diterimanya. Hal ini, mengandung arti, bahwa komunikasi organisasi tidak eksis sampai ia diciptakan dan ditafsirkan oleh para anggota organisasi.

Mengenai pengertian komunikasi organisasi, Muhammad (1995:67) menjelaskan bahwa: (1) Komunikasi organisasi terjadi dalam suatu sistem terbuka yang kompleks yang dipengaruhi oleh lingkungannya sendiri baik internal maupun eksternal. (2) Komunikasi organisasi meliputi pesan dan arusnya, tujuannya, arah dan media. (3) Komunikasi organisasi meliputi orang dan sikapnya, perasaannya, hubungannya dan keterampilan/skilnya.

C. Aspek-aspek Komunikasi dalam Organisasi

Pace dan Faules (2002:553) mengatakan komunikasi organisasi meliputi aspek-aspek, yaitu: Pertama, Peristiwa komunikasi, berkaitan dengan seberapa jauh informasi diciptakan, ditampilkan, dan disebarkan ke seluruh bagian dalam organisasi. Dalam konteks komunikasi organisasi mengolah dan memproses informasi tersebut menurut Pace dan Faules (2002:553) ada lima faktor penting yang harus diperhatikan agar organisasi berjalan efektif. Ke lima faktor tersebut, yaitu (1) kualitas media informasi, (2) aksesibilitas informasi, (3) penyebaran informasi, (4) beban informasi, dan (5) ketepatan informasi.

Kualitas media informasi berkaitan dengan penerbitan, petunjuk tertulis, laporan, surat elektronik (e-mail), video conferencing, voice messaging, faksimil, papan buletin komputer, dan media lainnya yang dipergunakan dalam organisasi. Jika faktor-faktor tersebut dinilai menarik, tepat, efisien, dan dapat dipercaya, lazimnya para pegawai cenderung menyatakan kebanggaannya dalam bentuk kualitas output organisasi.

Aksesibilitas informasi berkaitan dengan seberapa jauh informasi tersedia bagi para anggota organisasi dari berbagai sumber dalam organisasi. Sumber-sumber informasi dalam organisasi yang dimaksud menurut Pace dan Faules (2002:556) seperti rekan sekerja, bawahan, pimpinan langsung atau tidak langsung, selentingan (grapevine) penyelia langsung, dan juga dari informasi tertulis. Katz dan Kahn (dalam Mitchell dan Larson, 1987:296) menyebutkan ada lima jenis informasi yang dapat diakses dari atasan oleh para bawahannya, yaitu: (a) Job Instruction. Directives stating what should be done and/or how to do it. (b) Job rationale. Information designed to produce an understanding of the task and its relationship to other organizational task. (c) Procedures and practices. Information about regulations, policies, and benefits. (d) Performance feed back. Information about how well an individual, group, or organizational unit is performing. (e) Indoctrinations of goals. Information of an ideological nature design to inculcate a sense of mission.

Penyebaran informasi berkaitan dengan seberapa jauh informasi disebarkan keseluruh bagian dalam organisasi dan bagaimana pula menerima informasi dari seluruh bagian organisasi. Montana (da1am Purwanto, 2003:26) mengemukakan bagi organisasi yang berskala kecil yang hanya memiliki beberapa pegawai, maka penyampaian informasi dapat dilakukan secara langsung kepada para pegawainya, tetapi bagi organisasi yang berskala besar yang memiliki ratusan bahkan ribuan pegawai, maka penyampaian informasi kepada mereka merupakan suatu pekerjaan yang cukup rumit yang pada pelaksanaannya akan membentuk suatu pola yang disebut pola komunikasi (patterns of communications). Pola komunikasi ini dapat dibedakan ke dalam saluran komunikasi formal (.formal communications channel) dan saluran komunikasi non formal (informal communications channel). Dalam kaitannya dengan proses penyampaian informasi dari pimpinan kepada bawahan, maka pola transformasi informasinya dapat berbentuk komunikasi dari atas ke bawah, komunikasi dari bawah ke atas, komunikasi horizontal, dan komunikasi diagonal.

Beban Informasi. Menurut Pace dan Faules (2002:498) beban informasi berkaitan dengan seberapa jauh para anggota organisasi merasa bahwa mereka menerima informasi lebih banyak atau kurang daripada yang dapat mereka tangani atau yang mereka perlukan agar dapat berfungsi secara efektif.

Ketepatan Informasi. Menurut Pace dan Faules (2002:498) ketepatan informasi berkaitan dengan seberapa jauh (berapa bit) informasi yang diketahui anggota organisasi tentang suatu informasi tertentu dibandingkan dengan jumlah bit informasi sesungguhnya di dalam suatu informasi. Ketepatan informasi (information fidelity) dalam komunikasi organisasi berkaitan dengan kecermatan. Artinya, sejauhmana para anggota organisasi memahami jumlah informasi yang didistribusikan kepada mereka sesuai dengan jumlah informasi yang sesungguhnya ada dalam pesan tertentu.

Kedua. Iklim Komunikasi Organisasi. Pace dan Faules (2002:149) mengatakan iklim komunikasi organisasi terdiri dari persepsi-persepsi atas unsur-unsur organisasi dan pengaruh unsur-unsur tersebut terhadap komunikasi. Pengaruh ini didefinisikan, disepakati, dikembangkan, dan dikokohkan secara berkesinambungan melalui interaksi dengan anggota organisasi lainnya.. Dalam melakukan interaksi, pimpinan organisasi sebagai seorang komunikator harus dapat memilih metode dan teknik komunikasi yang disesuaikan dengan situasi pada waktu komunikasi dilancarkan sehingga tercapai kepuasan atas komunikasi atau tercipta iklim komunikasi organisasi yang menyenangkan. Iklim komunikasi merupakan citra makro bagi organisasi.

Ketiga. Kepuasan Komunikasi Organisasi. Redding (dalam Pace dan Faules, 2002:164) mengungkapkan bahwa istilah kepuasan komunikasi digunakan untuk menyatakan keseluruhan tingkat kepuasan yang dirasakan pegawai dalam lingkungan total komunikasinya. Downs dan Hazzen (1997) dalam Pace dan Faules (2002:164) mengemukakan delapan dimensi kepuasan komunikasi yaitu sebagai berikut. (1) Sejauhmana komunikasi dalam organisasi memotivasi dan merangsang para pegawai untuk memenuhi tujuan organisasi dan untuk berpihak kepada organisasi. (2) Sejauhmana para penyelia terbuka pada gagasan, mau mendengarkan dan menawarkan bimbingan untuk memecahkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan pekerjaan. (3) Sejauhmana pra individu menerima informasi tentang lingkungan kerja saat itu. (4) Sejauhmana pertemuan-pertemuan diatur dengan baik, pengarahan tertulis singkat dan jelas, dan jumlah komunikasi, dalam organisasi cukup. (5) sejauhmana terjadinya desas-desus dan komunikasi horizontal yang cermat dan mengalir bebas. (6) Sejauhmana informasi tentang organisasi sebagai suatu keseluruhan memadai. (7) Sejauhmana para bawahan responsif terhadap komunikasi ke bawah dan memperkirakan kebutuhan penyelia. (8) Sejauhmana pegawai merasa bahwa mereka mengetahui bagaimana mereka dinilai dan bagaimana kinerja mereka dihargai.

D. Proses Komunikasi

Pada umumnya, setiap peristiwa/proses komunikasi diharapkan dapat berjalan dengan baik, informasi yang disampaikan dapat diterima dengan tepat waktu, agar pihak penerima informasi dapat dengan segera memberikan respon terhadap isi berita yang diterimanya. Namun kenyataannya tidak selalu demikian, kadang-kadang tidak lancar. Timbul gangguan-gangguan (noise), baik berupa gangguan lingkungan, gangguan fisik, gangguan bahasa, maupun gangguan-gangguan lainnya yang mugkin disebabkan oleh perbedaan latar belakang pihak pengirim dan penerima, sehingga dapat mengurangi keakuratan atau ketepatan pesan yang disampaikan.

Dari adanya gangguan-gangguan tersebut di atas, akan menimbulkan hal-hal sebagai berikut:
berita yang dikomunikasikan tidak sampai atau terlambat sampai ketujuan.
berita yang dikomunikasikan tidak dipahami oleh pihak penerima.
penerima salah menafsirkan, dan akibat dari salah menafsirkan akan menyebabkan sipenerima salah dalam mengambil keputusan.
berita tidak ditanggapi sebagai mana mestinya, atau bahkan tidak ditanggapi sama sekali.

Untuk menghindarkan dari gangguan-gangguan tersebut, baik pengirim maupun penerima informasi pada akhirnya harus memahami tanggung jawabnya masing-masing. Diantaranya yang merupakan tanggung jawab utama dari seorang pengirim/komunikator adalah: (1) mengirim pesan dengan jelas. (2) memilih channel/saluran/media yang cocok untuk mengirim pesan. (3) Meminta kejelasan bahwa pesan telah diterima dengan baik.

Selain dari itu komunikator dalam menyampaikan berita harus memperhatikan dengan siapa dan kepada siapa ia berkomunikasi atau kepada siapa berita akan disampaikan. Dan penyampaian berita harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan pihak penerima.

Selanjutnya tanggung jawab dari penerima informasi/komunikan, antara lain: (a) berkonsentarasi pada pesan untuk mengerti dengan baik dan benar akan pesan yang diterima. (b) Memberikan umpan balik kepada pengirim untuk memastikan pembicaraan/pengirim bahwa pesan telah diterima dan dimengerti. Ini sangat penting terutama pada pesan yang dikirim secara lisan.

Dengan diterimanya umpan balik dari pihak komunikan, maka akan terjadi komunikasi dua arah (two ways traffic atau two ways flow communication). Apabila antara pengirim berita dengan penerima berita mempunyai pengalaman yang sama, maka komunikasi dapat berjalan dengan lancar.

E. Komunikasi yang Efektif

Komunikasi yang berhasil mampu menjawab peluang dan bahkan memprediksi apa yang bakal terjadi di masa yang akan datang. Sumartono (2003: 26) lebih lanjut menjelaskan bahwa keberhasilan komunikasi mencerminkan adanya kecerdasan komunikasi. Kecerdasan komunikasi harus dilandasi oleh konsep AKAR. Dalam konsep AKAR, menurut Sumartono (2003: 46-73) ada empat komponen penting yang akan membentuk kecerdasan komunikasi, yaitu:
Analisis kekuatan diri: yaitu dengan memahami karakter pribadi dan mengenal potensi internal.
Kontrol emosi: yaitu dengan mengendalikan perasaan dan suasana hati ketika sedang berkomunikasi. Kemampuan mengontrol emosi merupakan bagian penting dalam membentuk kecerdasan emosi (emotional quotient),
Aktif: yaitu dengan menampilkan kreativitas dan berpartisipasi dinamis dalam berbagai aktivitas.
Refreshing: yaitu dengan melakukan upaya pemulihan stamina agar kita tetap memiliki keseimbangan dalam menghadapi persoalan kehidupan. Ada tiga macam refreshing, yaitu: fisik (untuk kebugaran tubuh), mental (untuk kestabilan psikologis), dan iman (untuk membersihkan diri dari perbuatan dosa).

Dalam proses komunikasi yang cerdas senantiasa terjadi dialog, yang kemudian akan menghasilkan respons, baik dalam bentuk respons langsung (melalui dialog interaktif) maupun respons tertunda (dialog tidak langsung). Melalui dialog interaktif, aspirasi kedua belah pihak dapat disampaikan secara langsung, adil, dan proporsional, sehingga dicapai situasi di mana masing-masing pihak bisa saling memahami.

Jalaluddin Rakhmat mengutip pendapat Stewart L. Tubbs dan Sylvia Moss (1991:13) yang menunjukkan indikator komunikasi efektif, yaitu paling tidak menimbulkan lima hal: pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap, hubungan yang makin baik, dan tindakan.

Berikut ini beberapa strategi komunikasi efektif yang dapat dikembangkan dalam proses komunikasi.
Kembangkanlah iklim komunikasi yang interaktif dan dinamis dengan memberikan perhatian menyebar ke seluruh anggota organisasi secara proporsional, tidak difokuskan pada pegawai/unit tertentu: Berikanlah contoh yang baik dalam menyampaikan pesan, karena suatu saat perlakuan buruk yang diberikan pada orang lain akan berbalik pada diri kita sendiri, menjadi bumerang.
Berusahalah untuk bersikap adil. Seorang pimpinan yang selalu mencemooh pegawai yang terlambat akan mendapat cemoohan dari para bawahannya tatkala suatu saat pimpinannya datang terlambat. Ocehan ketidakpuasan dan kekecewaan akan keluar dari emosi bawahan yang merasakan adanya ketidakadilan perlakuan.
Kenalilah karakter dan potensi pegawai secara klasikal maupun individual. Misalnya menyangkut kemampuan intelektual, perilaku, wawasan, teman dekat atau kelompoknya, pengalaman, dan latar belakang keluarganya (sosial ekonomi, budaya, pendidikan).
Tunjukkanlah sikap empati, tidak a priori. Empati adalah kecerdasan kita dalam menemukan persamaan yang dimiliki orang lain dengan diri kita. (Sumartono, 2003: 85).
Laksanakanlah manajemen komunikasi secara fungsional. Buatlah rencana dan persiapan kerja dengan matang, yaitu: menyangkut penetapan tujuan, pemilihan media, perumusan pesan, dan strategi penyampaian. Organisasikan rencana tersebut secara profesional dan proporsional, kemudian laksanakan sesuai skenario. Gunakan strategi yang mengarah pada problem solving method. Selanjutnya, lakukanlah pengawasan dengan bijak namun tegas, serta evaluasi yang transparan.

F. Kasus/Contoh

Ketika seorang guru sedang berada di kelas, salah tugas utamanya adalah mengajar. Berdasarkan skenario pembelajaran yang telah disusun guru, ditetapkan sejumlah kegiatan siswa dan guru untuk mencapai tujuan belajar, sesuai dengan lingkup materi pelajaran yang akan diajarkan. Misalnya, Kegiatan siswa: mencari informasi, mengamati berbagai fenomena bermasalah dalam kehidupan nyata, merumuskan masalah, berdiskusi dengan sesama siswa, mencari pemecahan masalah, melatih keterampilan tertentu, memberikan jawaban atas pertanyaan guru, mengerjakan tugas, mengajukan pertanyaan ataupun pendapat, dan menyimak penuturan guru. Kegiatan guru: merangsang rasa ingin tahu siswa, memberikan penjelasan, meluruskan argumentasi siswa, memperbaiki kekeliruan persepsi siswa, mendemonstrasikan keterampilan tertentu, memberi penugasan, menjawab pertanyaan siswa, mengajukan sejumlah pertanyaan, dan menyimak respons siswa.

Sehubungan dengan hal itu, di dalam skenario pembelajaran guru harus merancang strategi pembelajaran yang tepat, menyediakan media belajar yang diperlukan, menggunakan berbagai sumber belajar yang relevan, dan menciptakan situasi yang mendukung bagi terselenggaranya proses interaksi belajar-mengajar. Dengan kata lain, selama berlangsungnya kegiatan belajar mengajar, terjadilah proses komunikasi yang interaktif antara guru dengan siswa, maupun antara siswa dengan siswa.

Berdasarkan ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa aktivitas utama dalam kegiatan pembelajaran sesungguhnya adalah proses komunikasi, yaitu penyampaian pesan-pesan dari guru kepada siswa serta respons siswa atas berbagai stimulus yang diberikan guru. Atau bisa juga sebaliknya, yaitu siswa menyampaikan harapan dan keingintahuan tentang berbagai hal kepada guru, dan guru memberikan respons atas pertanyaan siswa. Di sini terjadilah interaksi timbal balik di antara kedua belah pihak. Isi pesan yang disampaikan dalam proses pembelajaran bisa berkenaan dengan substansi mata pelajaran, pesan moral untuk mengubah perilaku, bidang keterampilan yang menunjang kompetensi, nasihat-nasihat yang bersifat mendidik, harapan siswa, ilmu atau pengetahuan lainnya yang dapat membekali kecakapan hidup siswa, dan sebagainya.

Esensi keberhasilan guru mengajar dapat dilihat dari keberhasilan siswa belajar. Hal ini berarti bahwa proses belajar mengajar dinilai berhasil apabila siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Guru jangan hanya berusaha mengejar target kurikulum, tetapi juga harus memantau pencapaian tingkat penguasaan siswa atas setiap kompetensi yang diinginkan, baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotor. Oleh karena itu, alur komunikasi pembelajaran harus berlangsung multi arah, sehingga masing-masing pihak yang berkomunikasi dapat saling menilai atas keberhasilannya

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki