Rekontruksi Nilai-Nilai Dasar Pergerakan Sebagai Upaya Menajamkan Pola dan Arah Gerakan Mahasiswa
Dalam catatan sejarah pemuda khususnya mahasiswa telah berhasil menorehkan catatan dengan tinta emas. Mahasiswa selalu berada digarda terdepan dalam proses perubahan sosial yang terjadi di Indonesia, meskipun masih terjadi Pro Kontra karena masih banyak yang menyangsikan arah gerakan mahasiswa tersebut.
Di zaman Pra-kemerdekaan, ditengah-tengah isu kedaerahan kental mewarnai pola perjuangan bangsa Indonesia demi merebut kemerdekaan dari tangan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Mahasiswa telah berhasil mentransformasikan isu kedaerahan tersebut menjadi isu nasional. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya organisasi kepemudaan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dipelopori oleh Para Mahasiswa. Budi Utomo menjadi tonggak dasar dalam menyatukan visi misi perjuangan yang semula masih bersifat kedaerahan menuju kepentingan nasional.
Gerakan mahasiswa tidak hanya berhenti dengan lahirnya Budi Utomo. Untuk lebih menajamkan pola gerakan demi mencapai kemerdekaan, maka lahirlah Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang lagi-lagi dipelopori oleh para mahasiswa. Dengan lahirnya Sumpah Pemuda perjuangan merebut kemerdekaan semakin terarah. Mereka sadar bahwa nusantara dengan kemajemukannya bukan menjadi alasan untuk terurai berai. Rasa senasib dan sepenanggungan akibat penjajahan menjadi isu sentral yang dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa. Kemerdekaan adalah harga mati karena merupakan hak segala bangsa yang hanya dapat diwujudkan secara bersama-sama.
Pasca kemerdekaan khususnya pada saat pemerintah Orde Lama, peran mahasiswa dalam mengawal proses perubahan sosial juga tetap eksis. Di era tahun 60-an tokoh-tokoh mahasiswa seperti Mahbub Junaidi dan sahabat-sahabat lain membentuk organisasi kemahasiswaan yang bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia(PMII) tepatnya pada tanggal 17 April 1960. Organisasi ini merupakan wadah bagi para aktivis mahasiswa untuk memperjuangkan kepentingan rakyat yang termarginalkan dan juga tetap aktif mengkritisi kebijakan0kebijakan pemerintah Orde Lama yang tidak Pro Rakyat.
Di era Orde Baru, ternyata tidak sedikit kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak pro rakyat. Dalam bidang politik, hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) ternyata juga masih banyak terjadi diskriminatif. Realita yang seperti ini makin menuntut eksistensi mahasiswa dalam memperjuangkan keadilan bagi rakyat. Puncaknya adalah pada tahun 1998, Mahasiswa kembali berada digarda terdepan dalam mengawal proses perubahan sosial yakni dengan jatuhnya rezim Orde Baru.
Pergantian kepemimpinan dari era Orde Baru ke Orde Reformasi memberikan secercah harapan bagi masyarakat. Pada era Reformasi ini Pemerintah mendengung-dengungkan jargon yang memikat hati rakyat. Pemerintah yang benar-benar bersih dan bebas dari praktek Korupsi. Kolusi dan Nepotisme (KKN) benar-benar telah menghipnotis rakyat Indonesia. Mereka dibawa kedalam halusinasi untuk dapat hidup sejahtera, aman tentram dan bebas, karena pemerintah bersih dan bebas dari praktek KKN sehingga kesejahteraan rakyat yang selama ini dicita-citakan akan dapat terealisasi.
“Jauh panggang dari api”, kata pepatah tersebut sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia pada saat ini. Jargon hanya tinggal rangkaian kata-kata indah yang sulit untuk direalisasikan. Bukannya bersih dan bebas dari praktek KKN. Justru birokrasi pemerintah menjadi Sarang para koruptor. Kondisi ini setali tiga uang dengan saat pemerintah Orde Baru, bahkan bisa dibilang lebih parah karena masih ditambah dengan banyaknya mafia Peradilan dan juga perilaku-perilaku diskriminatif terhadap hak asasi manusia.
Dengan kondisi seperti ini mahasiswa kembali dituntut ke-eksistensiannya dalam memperjuangkan kepentingan rakyat kecil. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, totalitas mahasiswa sebagai agent of social change yang selalu mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak Pro rakyat sudah mulai luntur. Mereka sekarang sudah sering berfikir pragmatis dan telah terjebak ke dalam segmen-segmen yang justru berafiliasi dengan kelompok dan kepentingan tertentu.
Realita yang serupa juga terjadi di dunia Pergerakan Mahasiswa. Tidak sedikit aktifis kampus yang saat ini sudah terjebak dan masuk ke dalam kepentingan-kepentingan kelompok. Kita patut prihatin dengan kondisi yang seperti ini. Ditengah-tengah kondisi bangsa yang masih carut-marut dan terpuruk di berbagai aspek kehidupan, seharusnya lahir kader-kader yang berkompeten, tangguh dan gigih berjuang membela kepentingan rakyat kecil tanpa tendensi dan pamrih apapun.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Dakwah melihat hal yang seperti ini merasa terpanggil dan ikut berperan aktif untuk menetralisir. PMII Rayon Dakwah memang bagian terkecil dari struktur organisasi. Akan tetapi justru disinilah proses pengkaderan dimulai. Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) merupakan gerbong awal bagi mahasiswa untuk masuk ke dunia pergerakan. Disini nanti dapat dijadikan fondasi awal dalam menggembleng kader sehingga akan lahir kader yang berkompetensi, tangguh dan gigih dalam memperjuangkan hak rakyat.
Dalam kegiatan MAPABA ini tema yang dipilih adalah “Rekontruksi Nilai-Nilai Dasar Pergerakan Sebagai Upaya Menajamkan Pola dan Arah Gerakan Mahasiswa” maksudnya adalah dalam kegiatan ini nilai-nilai dasar dalam dunia pergerakan mahasiswa akan ditransformasikan secara menyeluruh kepada calon anggota. Harapannya adalah dapat melahirkan anggota atau calon kader yang benar-benar menguasai teori atau nilai-nilai dasar dunia pergerakan mahasiswa secara menyeluruh. Dengan penguasaan yang menyeluruh maka dalam pengejawantahan nilai-nilai dasar tersebut akan lebih terarah, sehingga sesuai dengan harapan kita bersama untuk mempunyai kader-kader yang berkompeten dan tangguh dalam berjuang, seperti yang telah ditorehkan oleh para pendahulu kita.
Harapan ini tentunya tidak akan mudah untuk dicapai. Tantangan dan hambatan pasti akan selalu mengiringi langkah kita. Namun kita harus yakin dengan sepenuh hati, bahwa dengan semangat kebersamaan dan niat yang tulus semua tantangan dan hambatan tersebut akan dapat kita lewati. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan petunjuk dan kekuatan sehingga kita mampu untuk merealisasikan cita-cita yang mulia ini. Amin
Di zaman Pra-kemerdekaan, ditengah-tengah isu kedaerahan kental mewarnai pola perjuangan bangsa Indonesia demi merebut kemerdekaan dari tangan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Mahasiswa telah berhasil mentransformasikan isu kedaerahan tersebut menjadi isu nasional. Hal ini dibuktikan dengan lahirnya organisasi kepemudaan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang dipelopori oleh Para Mahasiswa. Budi Utomo menjadi tonggak dasar dalam menyatukan visi misi perjuangan yang semula masih bersifat kedaerahan menuju kepentingan nasional.
Gerakan mahasiswa tidak hanya berhenti dengan lahirnya Budi Utomo. Untuk lebih menajamkan pola gerakan demi mencapai kemerdekaan, maka lahirlah Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang lagi-lagi dipelopori oleh para mahasiswa. Dengan lahirnya Sumpah Pemuda perjuangan merebut kemerdekaan semakin terarah. Mereka sadar bahwa nusantara dengan kemajemukannya bukan menjadi alasan untuk terurai berai. Rasa senasib dan sepenanggungan akibat penjajahan menjadi isu sentral yang dijadikan sebagai alat pemersatu bangsa. Kemerdekaan adalah harga mati karena merupakan hak segala bangsa yang hanya dapat diwujudkan secara bersama-sama.
Pasca kemerdekaan khususnya pada saat pemerintah Orde Lama, peran mahasiswa dalam mengawal proses perubahan sosial juga tetap eksis. Di era tahun 60-an tokoh-tokoh mahasiswa seperti Mahbub Junaidi dan sahabat-sahabat lain membentuk organisasi kemahasiswaan yang bernama Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia(PMII) tepatnya pada tanggal 17 April 1960. Organisasi ini merupakan wadah bagi para aktivis mahasiswa untuk memperjuangkan kepentingan rakyat yang termarginalkan dan juga tetap aktif mengkritisi kebijakan0kebijakan pemerintah Orde Lama yang tidak Pro Rakyat.
Di era Orde Baru, ternyata tidak sedikit kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak pro rakyat. Dalam bidang politik, hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) ternyata juga masih banyak terjadi diskriminatif. Realita yang seperti ini makin menuntut eksistensi mahasiswa dalam memperjuangkan keadilan bagi rakyat. Puncaknya adalah pada tahun 1998, Mahasiswa kembali berada digarda terdepan dalam mengawal proses perubahan sosial yakni dengan jatuhnya rezim Orde Baru.
Pergantian kepemimpinan dari era Orde Baru ke Orde Reformasi memberikan secercah harapan bagi masyarakat. Pada era Reformasi ini Pemerintah mendengung-dengungkan jargon yang memikat hati rakyat. Pemerintah yang benar-benar bersih dan bebas dari praktek Korupsi. Kolusi dan Nepotisme (KKN) benar-benar telah menghipnotis rakyat Indonesia. Mereka dibawa kedalam halusinasi untuk dapat hidup sejahtera, aman tentram dan bebas, karena pemerintah bersih dan bebas dari praktek KKN sehingga kesejahteraan rakyat yang selama ini dicita-citakan akan dapat terealisasi.
“Jauh panggang dari api”, kata pepatah tersebut sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia pada saat ini. Jargon hanya tinggal rangkaian kata-kata indah yang sulit untuk direalisasikan. Bukannya bersih dan bebas dari praktek KKN. Justru birokrasi pemerintah menjadi Sarang para koruptor. Kondisi ini setali tiga uang dengan saat pemerintah Orde Baru, bahkan bisa dibilang lebih parah karena masih ditambah dengan banyaknya mafia Peradilan dan juga perilaku-perilaku diskriminatif terhadap hak asasi manusia.
Dengan kondisi seperti ini mahasiswa kembali dituntut ke-eksistensiannya dalam memperjuangkan kepentingan rakyat kecil. Akan tetapi seiring dengan perkembangan zaman, totalitas mahasiswa sebagai agent of social change yang selalu mengkritisi kebijakan pemerintah yang tidak Pro rakyat sudah mulai luntur. Mereka sekarang sudah sering berfikir pragmatis dan telah terjebak ke dalam segmen-segmen yang justru berafiliasi dengan kelompok dan kepentingan tertentu.
Realita yang serupa juga terjadi di dunia Pergerakan Mahasiswa. Tidak sedikit aktifis kampus yang saat ini sudah terjebak dan masuk ke dalam kepentingan-kepentingan kelompok. Kita patut prihatin dengan kondisi yang seperti ini. Ditengah-tengah kondisi bangsa yang masih carut-marut dan terpuruk di berbagai aspek kehidupan, seharusnya lahir kader-kader yang berkompeten, tangguh dan gigih berjuang membela kepentingan rakyat kecil tanpa tendensi dan pamrih apapun.
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Dakwah melihat hal yang seperti ini merasa terpanggil dan ikut berperan aktif untuk menetralisir. PMII Rayon Dakwah memang bagian terkecil dari struktur organisasi. Akan tetapi justru disinilah proses pengkaderan dimulai. Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) merupakan gerbong awal bagi mahasiswa untuk masuk ke dunia pergerakan. Disini nanti dapat dijadikan fondasi awal dalam menggembleng kader sehingga akan lahir kader yang berkompetensi, tangguh dan gigih dalam memperjuangkan hak rakyat.
Dalam kegiatan MAPABA ini tema yang dipilih adalah “Rekontruksi Nilai-Nilai Dasar Pergerakan Sebagai Upaya Menajamkan Pola dan Arah Gerakan Mahasiswa” maksudnya adalah dalam kegiatan ini nilai-nilai dasar dalam dunia pergerakan mahasiswa akan ditransformasikan secara menyeluruh kepada calon anggota. Harapannya adalah dapat melahirkan anggota atau calon kader yang benar-benar menguasai teori atau nilai-nilai dasar dunia pergerakan mahasiswa secara menyeluruh. Dengan penguasaan yang menyeluruh maka dalam pengejawantahan nilai-nilai dasar tersebut akan lebih terarah, sehingga sesuai dengan harapan kita bersama untuk mempunyai kader-kader yang berkompeten dan tangguh dalam berjuang, seperti yang telah ditorehkan oleh para pendahulu kita.
Harapan ini tentunya tidak akan mudah untuk dicapai. Tantangan dan hambatan pasti akan selalu mengiringi langkah kita. Namun kita harus yakin dengan sepenuh hati, bahwa dengan semangat kebersamaan dan niat yang tulus semua tantangan dan hambatan tersebut akan dapat kita lewati. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa memberikan petunjuk dan kekuatan sehingga kita mampu untuk merealisasikan cita-cita yang mulia ini. Amin
Comments