Berdakwah dengan cara hikmah

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengertian dakwah secara bahasa berarti mengajak. Sedangkan secara istilah pengertian dakwah islam diartikan sebagai upaya atau usaha mengajak seseorang kepada ketaatan terhadap perintah dan ajaran agama islam. Pada masa Rasulullah dakwah merupakan salah satu upaya yang dilakukan Rasulullah untuk mengenalkan agama Allah yang pada awalnya menitik beratkan pada pemurnian aspek akidah seseorang.[1]

Rasulullah dituntut oleh Allah S.W.T untuk menggunakan tiga macam cara atau tiga tingkat cara dalam melakukan dakwah kepada umatrnya. Pertama Hikmah (kebijaksanaan) yaitu dengan secara bijaksana,akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih menarik perhatian orang kepada agama atau kepada kepercayaan terhadap Tuhan.

Yang kedua ialah Al-Mau’izhatul Hasanah,yang kita artikan pengajaran yang baik,atau pesan –pesan yang baik yang disampaikan sebagai nasehat.

Yang ketiga ialah “Jadilhum billati hiya ahsan”,Bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik maksudnya bantahlah dengan jalan yang sebaik-baiknya disadarkan dan diajak kepada jalan fikiran yang benar hingga mereka dapat menerimanya.

1.2. Rumusan Masalah

Adapun dari pembahasan di atas kami pemakalah dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut:

a) Bagaimana ayat yang menyeru untuk berdakwah dengan cara hikmah dalam Al-Qur’an?

b) Bagaimana penerjemahan ayat tersebut?


BAB II

PEMBAHASAN

Dalam Surat An-nahl ayat 125 menjelaskan bahwa ayat ini mengandung ajaran kepada Rasul S.A.W tentang cara melancarkan dakwah atau seruan terhadap manusia agar mereka berjalan diatas Jalan Allah (Sabilillah).Sabilillah atau shirathal Mustaqim , atau Ad Dinul Haqqu, agama yang benar Nabi s.a.w memegang tampuk pimpinan dalam melakukan Dakwah itu.

2.1. Ayat Al-Qur’an Yang Menyeru Untuk Berdakwah Dengan Cara Hikmah

-  Qs. An-Nahl: 125

-  Qs. Al-Baqarah: 269


2.2. Terjemahan Ayat Secara Global

Arti dari QS. An-Nahl ayat 125 secara global: “Serulah (manusia) kepada jalan (agama) Tuhan-mu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. An-Nahl : 125)[3]


Arti dari Qs. Al-Baqarah Ayat 269 secara global: “Allah menganugerahkan Al Hikmah (kefahaman yang dalam tentang Al Quran dan As Sunnah) kepada siapa yang dikehendaki-Nya. dan Barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (Qs. Al-Baqarah: 269)[4]

2.2.4. Munasabah Ayat

Munasabah ayat ini adalah dengan ayat berikutnya yaitu surat An-Nahl ayat 126:

“Dan jika kamu memberikan balasan, Maka balaslah dengan Balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu akan tetapi jika kamu bersabar, Sesungguhnya Itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.”(QS. An-Nahl: 126)

Di dalam ayat 125 menjelaskan bagaimana cara-cara berdakwah dan cara menghadapi sasaran dakwah yang diduga dapat menerima ajakan tanpa membantah atau bersikeras menolak serta dapat menerima ajakan setelah jidal (bermujadalah),sedangkan di dalam ayat 126 memberi pengajaran bagaimana seharusnya membalas jika kondisi telah mencapai tingkat pembalasan.[5]

2.2.5. Terjemahan Tafsir Ayat

Tafsir surat An-Nahl ayat 125 :

Allah berfirman menyuruh Rasul-Nya berseru kepada manusia mengajak mereka kejalan Allah dengan hikmah kebijaksanaan dan nasihat serta anjuran yang baik. Dan jika orang-orang itu mengajak berdebat, maka bantahlah mereka dengan cara yang baik. Allah lebih mengetahui siapa yang durhaka tersesat dari jalan-Nyadan siapa yang bahagia berada di dalam jalan yang lurus yang ditunjukkan oleh Allah. Maka janganlah menjadi kecil hatimu, hai Muhammad, bila ada orang-orang yang tidak mau mengikutimu dan tetap berada dalam jalan yang sesat. Tugasmu hanyalah menyampaikan apa yang diwahyukan oleh Allah kepadamu dan memberi peringatan kepada mereka, sedang Allah-lah yang akan menentukan dan memberi petunjuk, serta Dia-lah yang akan meminta pertanggung jawaban hamba-hamba-Nya kelak dihari kiamat.[6]

Nabi Muhammad s.a.w yang diperintahkan untuk mengikuti Nabi Ibrahim a.s untuk mengajak siapapun agar mengikuti pula prinsip-prinsip ajaran bapak para nabi dan Pengumandang Tauhid itu. Ayat 125 surat An-Nahl menyatakan: Wahai Nabi Muhammad, serulah, yakni lanjutan usahamu untuk menyeru semua orang yang engkau sanggup seru, kepada jalan yang ditunjukkan tuhanmu, yakni ajaran islam, dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan bantahlah mereka, yakni siapapun yang menolak atau meragukan ajaran islam, dengan cara yang terbaik.

Kata ( حكمه ) hikmah antara lain berarti yang paling utama dari segala sesuatu baik pengetahuan maupun perbuatan. Hikmah juga diartikan sebagai sesuatu yang bila digunakan/diperhatikan akan mendatangkan kemaslahatan dan kemudahan yang besar atau lebih besar serta menghalangi terjadinya mudharat atau kesulitan yang besar atau lebih besar. Memilih perbuatan yang terbaik dari dua hal yang buruk pun dinamai hikmah, dan pelakunya dinamai hakim (bijaksana).

Pakar tafsir al- Biqa’i menggaris bawahi bahwa Al-Hakim, yakni yang memiliki hikmah, harus yakin sepenuhnya tentang pengetahuan dan tindakan yang diambilnya sehingga dia tampil dengan penuh percaya diri, tidak berbicara dengan ragu atau kira-kira, dan tidak pula melakukan sesuatu dengan coba-coba.

Kata “hikmah” itu kadang-kadang diartikan orang dengan filsafat. Padahal dia adalah inti yabg lebih halus dari filsafat. Filsafat hanya dapat difahamkan oleh orang-orang yang terlatih fikirannya dan tinggi pendapat logikanya. Tetapi hikmah dapat menarik oerang yang belum maju kecerdasannya dan tidak dapat dibantah oleh orang yang lebih pintar. Kebijaksanaan itu tidak hanya diucapkan dengan mulut, melainkan termasuk juga dengan tindakan dan sikap hidup. Kadang-kadang lebih berhikmat “diam” daripada “berkata”.[7]

Kata ( الموعظة ) Al-Mau’izhah terambila dari kata ( وعظ ) wa’azha yang berarti nasihat. Al-Mau’izhah adalah uraian yang menyentuh hati yang mengantar kepada kebaikan. Demikian banyak dikatakan para ulama.[8]

Kata ( جادلهم ) jadilhum terambil dari kata ( جدال ) jidal yang bermakna diskusi atau bukti-bukti yang mematahkan alasan atau Dalih mitra diskusi dan menjdikannya tidak dapat bertahan, baik yang dipaparkan itu diterima oleh semua orang maupun hanya oleh mitra bicara.

Di atas bahwa Mau’izhah hendaknya disampaikan dengan ( حسنه ) hasanah/baik, sedang perintah berjidal disifati dengan kata (أحسن ) ahsan/yang terbaik, bukan sekedar yang baik. Keduanya berbeda dengan hikmah yang tidak disifati oleh satu sifat pun. Ini berarti Mau’izhah ada yang baik dan ada yang tidak baik, sedang jidal ada tiga macam, yang baik, yang terbaik, dan yang buruk.

Adapun Mau’izhah, ia baru dapat mengena hati sasaran bila ucapan yang disampaikan itu disertai dengan pengamalan dan keteladanan dari yang menyampaikannya. Inilah yang bersifat hasanah. Kalau tidak, ia adalah yang buruk yang seharusnya dihindari.

Sedang jidal terdiri dari tiga macam, yang buruk adalah yang disampaikan dengan kasar, yang mengundan kemarahan laawan, serta menggunakan dali-dalih yang tidak benar. Yang baik adalah yang disampaikan dengan sopan, serta menggunakan dalil-dalil atau dalih walau hanya yang diakui oleh lawan, tetapi yang terbaik adalah yang disampaikan dengan baik dan dengan argumen yang benar lagi membungkam lawan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Al-Qur’an, demikian juga cara berdakwah Nabi Muhammad saw., mengandung ketiga metode di atas. Ia diterapkan kepada siapa pun sesuai dengan kondisi sasaran . [9]

Demikianlah ayat ini telah dijadikan salah satu pedoman perjuangan, menegakkan Iman dan Islam di tengah-tengah berbagai ragamnya masyarakat pada masa itu, yang dengan kedatangan islam adalah buat menarik dan membawa, bukan mengusir dan mengenyahkan orang. Dan sampai sekarang, ketiga pokok ini masih tetap terpakai, menurut perkembangan-perkembangan yang modern.[10]

Penafsiran Al qur’an surat AL-Baqarah ayat 269

Makna dari penafsiran surat tersebut ialah”Allah memberi ilmu hikmah yaitu pemahaman terhadap Al-Qur’an,nasikh mansuknya,muhkam dan mustasyabihnya,halal dan haramnya serta perumpamaannya.”Demikian keterangan Ibnu Abbas r.a.[11]


Al hikmah itu sendiri dapat diartikan sebagai “ilmu atau pemahaman terhadap Al-Qur’an yang dapat bermanfaat dan membekas didalam diri orang yang mempelajarinya.Sehingga,orang tersebut harus menggamalkan ilmu yang telah dipelajarinya yang kelak dapat membawa kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.

Menurut Abu malik al-hikmah ialah sunah rosul.Malik berkata,”Al hikmah ialah pengertian dalam agama atau bisa pula diartikan sebagai intisari ilmu agama dan akhlak yang baik.Rasulullah saw bersabda “Barangsiapa yang hafal dan mengerti Al-Qur’an maka seakan-akan kenabian itu tealh menjalar diantara kedua bahunya,hanya saja tidak diturunkan wahyu kepadanya.”

Sarana yang dapat menampung hikmah tersebut adalah akal yang mampu memberi keputusan dalam menelusuri segala sesuatu dengan berbagai argumentasi,disamping menyelidiki hakikatnya secara bebas.

Ayat yang mulia ini sangat menjunjung tinggi pengertian hikmah dengan pengertian yang sangat luas.Bahkan ayat ini juga memberi petunjuk agar mengunakan akal,yang merupakan perangkat manusia yang paling mulia.[12]Siapa saja yang telah diberikan taufik (pertolongan Allah)akan mengerti ilmu yang bermanfaat ini ia akan dituntun oleh allah untuk menggunakan akalnya secara sehat dan diarahkan kejalan yang benar.Dengan demikian,Ia tidak akan pantang menyerah dengan godaan setan yang membujuknya.Bahkan jiwanya akan tetap kokoh mengahadapi rintangan.Sebab ia berkeyakina bahwa segala sesuatu itu terjadi atas kodrat ilahi dan kehendaknya.Orang yang seperti ini jiwanya akan merasa tenang,imannya tetap kokoh di dalam menghadapi segala kejadian dan peristiwa zaman.

3. Analisis Ayat Al-Qur’an

v Menurut bahasa, al-hikmah mempunyai beberapa arti, yakni:
Adil, ilmu, sabar, keilmuan, alqur’an, dan injil . kalimat وأحكمَ ألأمرَ “berarti memperbaiki (membuat jadi baik atau pas) masalah itu, dan terhindar dari kerusakan”.
Al hikmah, ungkapan untuk mengetahui sesuatu yang utama dengan ilmu yang utama. Orang yang melakukan dengan cermat disebut ‘hakim’.
Al hakim, juga bermakna orang yang mencegah kerusakan.
Al hikmah, yaitu objek kebenaran (al haq) yang didapat melalui ilmu dan akal.
Al hukmu, yaitu mencegah kezhaliman.[13]

Dari uraian diatas, jelaslah bahwa pengertian dasar al hikmah adalah ‘mencegah’. Lafazh dibawah ini digunakan untuk berbagai ungkapan yang mengandung arti ‘mencegah’, misalnya:

· Adil, artinya mencegah pelaku dar pebuatan zhalim.

· Hilm, artinya mencgah pelaku dari perbuatan marah.

· Ilm, artinya mencgah pelaku dari kebodohan.

· Kenabian, (tugas para nabi) mencegah umat dari beribadah kepada selain Allah; serta mencegah maksiat dari dosa.

· Al-qur’an, injil dan kitab-kitab samawi lainnya mencegah manusia dari perbuatan syirik, munkar, dan keburukan.

Al hikmah juga diartikan sebagai ‘pengetahuan’ (ma’rifah). Makna ini pun berkaitan ‘mencegah’ karena pengetahuan yang benar (shahih) mengandung arti: mencegah, membatasi, dan memisahkan berbagai hal. Sehubungan drngan ini syekhul islam ibnu taimiyah mengatakan, “al ihkam ialah memisahkan, membedakan, membatasi sesuatu, yang dapat mewujudkan kebaikan. Karena itu, makna ‘mecegah’ tersirat di dalamnya.[14]

v Definisi HIKMAH menurut syar’i.

Para ulama berbeda penafsiran mengenai kata Hikmah yang ada dalam Al Qur’an dan As Sunnah. Di antara mereka ada yang menafsirkan hikmah sebagai kenabian , ada pula Al-Qur’an dan pemahaman terhadapnya, nasikh-mansukh, muhkam-mutasyabih, muqaddam-muakhor, halal-haram,dan sebagainya. Hikmah juga ditafsirkan valid (tepat) dalam perkataan dan perbuatan. Selain itu, ada juga yang menafsirkan hikmah adalah ilmu dan pengamalannya. Seseorang tidak disebut hakim (bijak), kecuali ia tidak menggabungkan ilmu dan pengamalannya.

Dari sekian banyak definisi hikmah, dapat ditarik suatu definisi umum bahwa hikmah adalah “tepat dalam perkataan dan perbuatan serta meletakkan sesuatu pada tempatnya”. Semua definisi di atas tercakup dalam definisi umum ini, karena alhikmah diambil dari alhukmu, yang bermakna pemisah antara antara hak dan batil.[15]

v Hubungan definisi bahasa dan syar’i

Jika diamati secara cermat, keduanya menjadikan ilmu yang bermanfaat dan amal shaleh sebagai landasan hikmah. Atas dasar ini, definisi hikmah yang representatif adalah: ketepatan dalam perkataan, perbuatan, dan keyakinan, serta meletakkan sesuatu pada tempatnya. Wallahu a’lam.

Dari definisi tersebut dapat diketahui bahwa hikmah (kebijaksanaan) dalam mengajak manusia menuju jalan Allah tidak terbatas pada perkataan lembut, memberi semangat, sabar, ramah, dan lapang dada, tetapi juga tidak melakukan sesuatu melebihi ukurannya. Termasuk bermujadalah dengan orang-orang zhalim, sebagaimana firman Allah SWT:

Artinya: “Dan janganlah kamu berdebat denganAhli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka......"(Al-Ankabut: 46)

Kepada orang-orang zhalim kita memang dituntut agar bersikap keras, tegas, atau dengan kekuatan. Namun, ketegasan tersebut bukan berarti menafikkan unsur kebijakan. Jadi, tegas disini maksudnya tegas secara bijak atau sesuai dengan kondisinya. Itulah esensi hikmah.


BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Dakwah dalam Surat An-nahl ayat 125 menjelaskan ajaran kepada Rasul S.A.W tetang cara melancarkan dakwah atau seruan terhadap manusia dengan hikmah dan pengajaran yang baik agar mereka berjalan diatas jalan Allah (Sabilillah).

Adapun cara yang di gunakan ada tiga macam cara atau tiga tingkat :

-Pertama Hikmah (kebijaksanaan)

-Yang kedua ialah Al-Mau’izhatul Hasanah

-Yang ketiga ialah “Jadilhum billati hiya ahsan”,

Ketiga cara itu dilakukan agar dapat menghadapi sasaran dakwah yang diduga dapat menerima ajakan tanpa membantah atau bersikeras menolak serta dapat menerima ajakan setelah jidal (bermujadalah) dan apabila ada yang menolak atau meragukan ajaran islam bantahlah mereka dengan cara yang terbaik.



Daftar pustaka

Prof. Dr. Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar juzu’ 13 dan Juzu’ 14. Jakarta: Pustaka panjimas

M. Quraish shihab. 2002.Tafsir Al-Misbah. Jakarta: Lentera hati

Ibnu Katsir. 1988. Terjemahan singkat Ibnu Katsir jilid 4. Surabaya : PT. Bina Ilmu

Imam Nawawi. 2011. Alhidayah. Jakarta: Kalim

Said Bin Ali Al-Qathani. 1994. Dakwah Islam Dakwah Bijak. Jakarta: Gema Insani Perss

Qur’an in word



[1] www.anneahira.com/pengertian-dakwah-islam.htm


[2] Terjemahan Al-Qur’an perkata Al-Hidayah hal. 282


[3] Qur’an in word


[4] Ibid


[5] Al-misbah hal. 778


[6] Tafsir Ibn Katsir hal. 610


[7] Tafsir al-azhar hal.321


[8]Al-misbah hal. 775


[9] Ibid 777


[10] Tafsir al-azhar hal. 322


[11] .Terjemahan singkat tafsir Ibnu Katsir jilid ! hlm 528


[12] .Terjemahan Tafsir Al-Maraghi jilid 3 hlm 74


[13] Dakwah islam dakwah bijak hal. 21


[14] Ibid hal. 22


[15] Ibid hal. 23

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki