Kasus Mudharabah Dan Analisisnya


Mudharabah   Muqayyadah   antara   PT. Bank  Syariah  Y  (BSY) dengan   Dana Pensiun X, Bank Syariah Y sendiri merupakan bank milik pemerintah pertama yang melandaskan operasionalnya pada prinsip syariah. Secara structural, Bank  Syariah Y berasal  dari  Bank  SB,  sebagai  salah  satu  anak  perusahaan  di lingkup  Bank Y yang  kemudian  dikonversikan  menjadi  bank  syariah secara penuh.
Putusan  Pengadilan  Agama  Jakarta  Pusat  berdasarkan  putusan  Majelis Arbiter  yang menghukum  Bank  Syariah Y dan PT. Z dihukum  untuk  membayar jumlah  pokok  pembiayaan  sebesar  Rp  10  miliar  kepada  Dana  Pensiun  X secara tenggung  renteng,  paling  lambat 30 hari  sejak  putusan  diucapkan. Keduanya terbukti   wanprestasi   terhadap Dana Pensiun X dalam   menunaikan   Akad Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah No. 108 tanggal 28 Januari 2004.
Namun  putusan  itu  mandul  dan  tidak  dijalankan,  sehingga  kasusnya  dilimpahkan  ke Pengadilan Agama Jakarta Pusat pada 19 Maret 2009.
Perkara ini bermula ketika   Bank   Syariah Y mengajukan   proposal penawaran   kerja   sama   pembiayaan Mudharabah  Muqayyadah   kepada Dana Pensiun  X, Desember  2003.  Dala proposal penawaran disebutkan, pembiayaan akan  digelontorkan  untuk  PT.  Z  sebagai  biaya  pengembangan  usaha  pembuatan karung.
Ketika itu, Dana Pensiun X berasumsi skema pembiayaan itu sama dengan penempatan deposito pada bank syariah. Karena itu Dana Pensiun X setuju untuk menempatkan dananya pada Bank Syariah Y. Pada 23 Januari 2004, Bank Syariah Y,  PT.  Z  dan  Dana  Pensiun  X  membuat  kesepakatan  bersama Mudharabah Muqayyadah  No.  006/MoU/DPX/I/2004,  No.103/0110/MoU-Z/I/2004,  dan  No. 05/1393/017. Saat yang sama, Dana Pensiun X mentransfer dana ke Bank Syariah Y dengan surat No. 045/DPX/KI/I/2004 tentang penerbitan deposito sebesar Rp 5 miliar.
Kesepakatan     itu     kemudian     dituangkan     dalam     akta     pembiayaan Mudharabah Muqayyadah sebesar Rp 10 miliar pada 28 Januari 2004 antara Dana Pensiun X, PT.  Z dan  Bank Syariah  Y.   Perjanjian itu berlaku selama tiga tahun hingga 23 Januari 2008, dengan ketentuan bagi hasil Dana Pensiun X sebesar 13,5 persen per annum  (tiap tahun). Sementara Bank Syariah  Y mendapat  fee sebesar satu  persen  per  tahun  terhitung  sejak  pembiayaan  Mudharabah  Muqayyadah masih   berjalan   (outstanding).   Sebulan   kemudian,   Dana   Pensiun X  kembali mentransfer   dana   ke   Bank   Syariah  Y  sebesar   Rp   5   miliar   melalui   surat No.115/DPX/KI/II/2004 tanggal 27 Februari 2004.
Enam  bulan  berselang,  Dana  Pensiun  X  tidak  mendapatkan  nisbah  bagi hasil  karena  PT.  Z dan Bank  Syariah  Y  tidak  membayarkan  angsuran,  baik kewajiban   pokok   maupun   margin   (selisih)   bagi   hasil.   Sejak   awal   proses pembiayaan,  Dana  Pensiun X menilai  Bank Syariah Y tidak  transparan. Hal  itu antara  lain  tercermin  dari  pembiayaan  yang  dilakukan  lebih  dulu  pada  PT. Z sebesar  Rp  6,5  miliar  pada  Oktober  2003  oleh  Bank  Syariah  Y,  sebelum  akad dibuat.  Sementara,  dalam  akad  pembiayaan  No.  108  disebutkan  bahwa  PT.  Z tidak dalam keadaan berutang pada pihak manapun.
Selain itu, Bank SyariahY juga dinilai tidak melaksanakan kewajibannya terhadap  pengikatan  barang  jaminan  dan  monitoring  penggunaan  dana  untuk kepentingan Dana   Pensiun X. Hal itu menimbulkan side streaming   yang dilakukan PT. Z. Salah satunya adalah dengan menggunakan dana Dana Pensiun X untuk membayar cicilan hutang pada Bank Syariah Y.
Untuk  menuntaskan  sengketa  itu,  Dana  Pensiun  X  telah  berusaha  untuk musyawarah hingga mengajukan somasi kepada Bank Syariah Y, namun hasilnya nihil. Dana  Pensiun X  kemudian   membawa  perkara  itu   ke  Badan   Arbitrase Syariah  Nasional  (Basyarnas).  Hal  itu  sesuai  dengan  Pasal 14 ayat (2) Akad Pembiayaan Mudharabah Muqayyadah yang mengatur apabila terjadi perselisihan maka   para   pihak   akan   menunjuk   Basyarnas   untuk   menyelesaikan   sengketa.
Setelah  enam  bulan  bersidang  di  Basyarnas,  para  pihak  tetap  tidak  menemukan titik   temu.   Karena   itu,   pada   21   Agustus   2008   majelis   arbiter   menjatuhkan 15 putusan.
Dari  posisi  kasus  diatas,  dapat  kita  lihat  bahwa  pihak  Bank  Syariah  Y tidak  memberikan  keterbukaan  informasi  mengenai  kondisi  sesungguhnya  dari pihak  PT. Z,  disamping  itu  pihak  bank  tidak  menerapkan  prudential  banking  principles  (prinsip   kehati-hatian   perbankan)   dalam   pelaksanaan   pembiayaan Mudharabah Muqayyadah.

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki