Observasi Siswa PAUD usia 2-3 tahun
Setelah
ulang tahun pertamanya, kebanyakan anak sudah mulai mengarah kepada kemandirian
pertama mereka - kemampuan berjalan. Tahun-tahun sebelum mereka masuk sekolah
adalah waktu untuk menambah tekanan pada pengetahuan diri sendiri, dan waktunya
untuk mulai perlahan-lahan memahami konsep interaksi sosial dan perbedaan
antara kelakuan pribadi dan di muka umum.
Bahkan
lebih banyak dari pada tahun pertama, seorang anak kecil harus dimengerti
sesuai tahap-tahap perkembangan tertentu. Usia kalender aktual mungkin tidak begitu penting, dan
kategori usia di bawah ini harus dianggap sebagai panduan kasar. Yang lebih
penting adalah kategori subyek, yang mewakili masalah spesifik dalam kemajuan
kearah kedewasaan.
Ø Menurut
Erickson (Calvin S. Hall dan Gardner Lindzey, 1993 :
Mengemukakan
bahwa “masa kanak-kanak merupakan gambaran manusia sebagai manusia. Prilaku
yang berkelainan pada masa dewasa dapat dideteksi pada masa kanak-kanak”.
Ø Eric
Fromm (1937)
Mengemukakan bahwa “orang yang
berkemungkinan menjadi neurotic adalah orang yang pernah mengalami
kesulitan-kesulitan dalam taraf yang serius, terutama disebabkan oleh
pengalaman pada masa kanak-kanak”.
Begitu
pentingnya masa usia dini ini, sampai-sampai Sigmund Freud berpendapat
bahwa “Child is Father Of Man” (anak adalah ayah dari manusia), artinya
masa anak sangat berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian masa dewasa
seseorang.
1.
Perkembangan (Development).
Perkembangan
adalah bertambahnya struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam
kemampuan gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan
kemandirian (Depkes RI, 2005).
Menurut
Harlimsyah (2007) perkembangan anak adalah segala perubahan yang terjadi pada
diri anak dilihat dari aspek antara lain aspek fisik (motorik), emosi, kognitif
dan personal sosial (bagaimana anak berinteraksi dengan lingkungan ). Aspek
yang diketahui oleh orang tua yaitu: perkembangan fisik, perkembangan emosi, perkembangan
kognitif dan fisik, perkembangan emosi, perkembangan kognitif dan perkembangan
personal sosial. Perkembangan personal sosial dimulai pada awal kehidupan bayi.
Tersenyum dapat dianggap sebagai respon sosial. Pertama kali senyum timbul
sebagai respon terhadap orang asing juga terhadap wajah yang dikenal.
Peningkatan pertukaran social terjadi secara cepat ketika anak mulai bicara
(Sacharin,1996,).
Umur
6 bulan senyuman menjadi lebih sedikit terutama terhadap ibu, ayah dan saudara
kandung . Anak akan malu terhadap orang asing antara usia 2-3 tahun. Anak
menunjukkan minat yang nyata untuk melihat anak lain dan berusaha mengadakan
kontak social (Hurlock, 1998). Peran orang tua adalah memberi stimulasi dengan
mengajarkan cara beradaptasi dengan lingkungan. Hambatan perkembangan sosial
membuat anak mengalami kecemasan, sulit berinteraksi dengan orang lain yang
baru dikenal, bisa juga jadi pemalu juga jadi pemalu (Harlimsyah, 2007).
Apabila
pada masa pre school ini anak mampu melakukan hubungan sosial ini dengan baik
maka akan memudahkan bagi anak dalam melakukan penyesuaian sosial dengan baik
dan anak akan mudah diterima sebagai anggota kelompok sosial di tempat mereka
mengembangkan diri. (Hurlock, 1998 ).
2.
Karakteristik Umum Anak Usia Dini
Mengenal
karakteristik peserta didik untuk kepentingan proses pembelajaran merupakan hal
yang penting. Adanya pemahaman yang jelas tentang karakteristik peserta didik
akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran secara
efektif. Berdasarkan pemahaman yang jelas tentang karakteristik peserta didik,
para guru dapat merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaransesuai
perkembangan anak. Pembahasan berikut ini tidak akan mengurangi secara rinci
teori-teori perkembangan anak usia ini karena hal itu perlu kajian tersendiri.
Namun dalam uraian ini akan diidentifikasi sejumlah karakteridtik anak usia TK
untuk kepentingan pembahasan pengelolaan kelas di TK.
Menurut
Mushtafa (2002) praktik pendidikan dan pengajaran anak usia dini selama
beberapa dasawarsa belakangan ini sangat dipengaruhi oleh teori perkembangan
Jean Piaget. Piaget mengkatagorikan empat tahapan perkembangan kognitif dan
afektif yang dilalui manusia. Menurut teori ini, anak-anak berkembang secara
kognitif melalui keterlibatan aktif dengan lingkungannya. Dikaitkan dengan
teori ini, perkembangan anak usia dini berada pada tahap berpikir
praoperasional (usia 2-7 tahun). Pada tahap ini perkembangan anak sudah
ditandai dengan per-kem-bangan bahasa dan berbagai bentuk representasi lainnya
serta perkem-bangan konseptual yang pesat. Proses berfikir anak berpusat pada
penguasaan simbol-simbol seperti kata-kata yang mampu mengung-kapkan pengalaman
masa lalu. Manipulasi symbol, termasuk kata-kata, merupakan karakteristik
penting dari tahap praoperasional. Hal ini tampak dalam meniru sesuatu yang
tertunda sehingga menghasilkan suatu tindakan yang telah dilihat di masa lalu
dan dalam imajinasi anak-anak atau pura-pura bermain (Piaget, 1951) yang
dikutip Mussen, Conger, Kagen dan Huston (1984). Nalar anak-anak pada tahap ini
belum tampak logis dan mereka cenderung sangat egosentris. Egosentris pada anak
usia prasekolah tidak berarti ia mementingkan diri sendiri, melainkan anak usia
prasekolah tidak dapat melihat sesuatu dari pandangan orang lain.
Secara
umum, masa ini memiliki karakteristik atau sifat-sifat sebagai berikut (M.
Solehuddin dan Ihat Hatimah dalam M. Ali (Ed.), 2007: 1097-1098).
a.
Unik. Artinya sifat anak itu berbeda
satu sama lainnya. Anak memiliki bawaan, minat, kapabilitas, dan latar belakang
kehidupan masing-masing. Meskipun terdapat pola urutan umum dalam perkembangan
anak yang dapat diprediksi, pola perkembangan dan belajarnya tetap memiliki
perbedaan satu sama lainnya.
b.
Egosentri. Anak lebih cenderung melihat
dan memahami sesuatu dari sudut pandang dan kepentingannya sendiri. Bagi anak,
sesuatu itu akan penting sepanjang hal tersebut terkait dengan dirinya.
c.
Aktif dan Energik. Anak lazimnya senang
melakukan berbagai aktivitas. Selama terjaga dari tidur, anak seolah-olah tidak
pernah lelah, tidak pernah bosan, dan tidak pernah berhenti dari aktivitas,
terlebih lagi kalau anak dihadapkan pada suatu kegiatan yang baru dan
menantang.
d.
Rasa ingin tahu yang kuat dan antusias
terhadap banyak hal. Anak cenderung banyak memerhatikan, membicarakan, dan
mempertanyakan berbagai hal yang sempat dilihat dan didengarnya, terutama
terhadap hal-hal yang baru.
e.
Eksploratif dan berjiwwa petualang.
Terdorong oleh rasa ingin yahu yang kuat, anak lazimnya senang menjajal,
mencoba, dan mempelajari hal-hal yang baru dibelinya. Kadang-kadang ia terlibat
secara intensif dalam kegiatan memerhatikan, memainkan, dan melakukan sesuatu
dengan benda-benda yang dimilikinya.
f.
Spontan. Prilaku yang ditampilkan anak
umumnya relative asli dan tidak ditutup-tutupi sehingga merefleksikan apa yang
ada dalam perasaan dan pikirannya. Ia akan marah kalau ada yang membuatnya
jengkel, ia akan menangis kalau ada yang membuatnya sedih dan ia pun akan
memperlihatkan wajah yang ceria kalau ada yang membuatnya bergembira, tidak
peduli dimana dan dengan siapa ia berada.
g.
Senang dan kaya dengan fantasi. Anak
senang dengan hah-hal yang imajinatif. Anak tidak saja senang terhadap
cerita-cerita hayal yang disampaikan oleh oprang lain, tetapi ia sendiri juga
senang bercerita kepada orang lain. Kadang-kadang ia juga dapat bercerita
melebihi pengalaman aktualnya atau kadang-kadang bertanya tentang hal-hal yang
gaib sekalipun.
h.
Masih mudah frustasi. Umumnya anak masih
mudah frustasi, atau kecewa bila menghadapi sesuatu yang tidak memuaskan. Ia
mudah menangis atau marah bila keinginannya tidak terpenuhi. Kecendrungan
prilaku anak seperti ini terkait dengan sifat egosentrisnya yang masih kuat,
sifat spontanitasnya yang masih tinggi, serta rasa empatinya yang masih
relative terbatas.
i.
Masih kurang pertimbangan dalam
melakukan sesuatu. Sesuai dengan perkembangan cara berpikirnya, anak lazimnya
belum memiliki rasa pertimbangan yang matang, termasuk berkenaan dengan hal-hal
yang membahayakan. Ia kadang-kadang melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya
dan orang lain.
j.
Daya perhatian yang pendek. Anak
lazimnya memiliki daya perhatian yang pendek, kecuali terhadap hal-hal yang
secara intrinsic menarik dan menyenangkan. Ia masih sangat sulit untuk duduk
dan memperhatikan sesuatu dalam jangka waktu yang lama.
k.
Bergairah untuk belajar dan banyak
belajar dari pengalaman. Anak senang melakukan berbagai aktivitas yang
menyebabkan terjadinya perubahan tingkah laku pada dirinya. Ia senang mencari
tahu tentang berbagai hal, mempraktekkan berbagai kemampuan dan keterampilan,
serta mengembangkan konsep dan keterampilan baru. Namun tidak seperti orang
dewasa cenderung banyak belajar dari pengalaman melalui interaksi dengan benda
atau orang lain daripada belajar dari simbol.
l.
Semakin menunjukkan minat terhadap
teman. Seiring dengan bertambahnya usia dan pengalaman sosial, anak semakin
berminat terhadap orang lain. Ia mulai menunjukkan kemampuan untuk bekerja sama
dan berhubungan dengan teman-temannya. Ia memiliki penguasaan perbendaharaan
kata yang cukup untuk berkomunikasi dengan orang lain.
3.
Aspek-Aspek Perkembangan
Anak usia 2 – 3 tahun
a.
Aspek Perkembangan Kognitif
Tahapan
Perkembangan Kognitif sesuai dengan teori Piaget adalah: Tahap sensorimotor,
usia 0 – 2 tahun. Pada masa ini kemampuan anak terbatas pada gerak-gerak
refleks, bahas awal, waktu sekarang dan ruang yang dekat saja;
b.
Aspek Perkembangan Fisik
Perkembangan
motorik merupakan perkembangan pengendalian gerakan jasmaniah melalui
kegiatan pusat syaraf, urat syaraf dan otot terkoordinasi (Hurlock: 1998).
Keterampilan motorik anak terdiri atas keterampilan motorik kasar dan
keterampilan motorik halus.
c.
Aspek Perkembangan Bahasa
Hart &
Risley (Morrow, 1993) mengatakan umur 2 tahun, anak-anak memproduksi rata-rata
dari 338 ucapan yang dapat dimengerti dalam setiap jam, cakupan lebih luas
adalah antara rentangan 42 sampai 672. 2 tahun lebih tua anak-anak dapat
mengunakan kira-kira 134 kata-kata pada jam yang berbeda, dengan rentangan 18
untuk 286.
Membaca dan
menulis merupakan bagian dari belajar bahasa. Untuk bisa membaca dan menulis,
anak perlu mengenal beberapa kata dan beranjak memahami kalimat. Dengan membaca
anak juga semakin banyak menambah kosakata. Anak dapat belajar bahasa melalaui
membaca buku cerita dengan nyaring. Hal ini dilakukan untuk mengajarkan anak
tentang bunyi bahasa.
d. Aspek Perkembangan Sosio-Emosional
Erik Erikson (1950) dalam Papalia dan Old, 2008:370 seorang ahli
psikoanalisis mengidentifikasi perkembangan sosial anak: Tahap 1: Basic Trust
vs Mistrust (percaya vs curiga), usia 0-2 tahun.Dalam tahap ini bila dalam
merespon rangsangan, anak mendapat pengalaman yang menyenamgkan akan tumbuh
rasa percaya diri, sebaliknya pengalaman yang kurang menyenangkan akan
menimbulkan rasa curiga; Tahap 2 : Autonomy vs Shame & Doubt (mandiri vs
ragu), usia 2-3 tahun. Anak sudah mampu menguasai kegiatan meregang atau
melemaskan seluruh otot-otot tubuhnya.
Anak pada masa ini bila sudah merasa mampu menguasai anggota
tubuhnya dapat meimbulkan rasa otonomi, sebaliknya bila lingkungan tidak
memberi kepercayaan atau terlalu
banyak bertindak untuk anak akan menimbulkan rasa malu dan ragu-ragu.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Menurut
Teori-teori yang telah dijelaskan diatas Perkembangan adalah bertambahnya
struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam kemampuan gerak kasar,
gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan kemandirian. Dalam
observasi yang sudah kami lakukan, ditemukan banyak kesamaan dengan teori-teori
yang ada.
Kemampuan
subjek baik gerak kasar, gerak halus, bicara dan bahasa serta sosialisasi dan
kemandirian Subjek yang kami teliti cukup bagus dan sesuai dengan perkembangan
yang seharusnya pada usia tersebut, meskipun masih dalam tahap latihan.
B.
Saran
1)
Subjek
Subjek
masih perlu banyak latihan untuk menyempurnakan kemampuan motorik halus,
motorik kasar, emosional, social, bahasa, dan kognitif. Agar subjek dapat
melewati masa-masa perkembangan pada tahap selanjutnya dengan baik.
2)
Orang Tua Subjek
Orang
tua subjek harus lebih sabar dan cermat dalam mengawasi perkembangan subjek,
serta melaksanakan tugas-tugas perkembangan pada usia tersebut. Dan juga harus
sabar dalam membimbing subjek dalam mengatasi hambatan-hambatan yang dihadapi
subjek.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock, Elizabeth B. 1998. Psikologi Perkembangan, terj.
Istiwidiyanti dan Soedjarwo. Jakarta: Erlangga
Anonym. 2007. Prinsip dan Praktek Pendidikan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat PAUD
Desmita.
2009. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Suyanto,
Slamet. 2005. Dasar-dasar Pendidikan Anak
Usia Dini. Yogyakarta: Hikayat
Comments