Penelitian Hadist


A.Latar belakang

Hadist merupakan sebuah ketetapan, perkataan, dan perbuatan dari rosulullah saw yang sudah ada di jaman sahabat nabi. Hadist adalah dasar dari hukum-hukum islam yang sudah diterapkan sejak dulu selain hadist alqur’an juga salah satu dari hukum islam di agama ini. Di dalam hadist mempunyai metode-metode dan cabang-cabangnya yang telah di jabarkan oleh parowi hadist terdahulu dan sampai sekarang banyak parowi-parowi hadist yang ada bahkan banyak karya-karya hadist yang telah di karang oleh parowi terdahulu salah satunya imam bukhori, beliau merupakan pakar hadist yang memiliki karya hadist yang terbanyak bahkan hadistnya telah di di kutip dari 289 ahli hadist.

Dari semua hadist yang telah di kutip oleh para pakarnya, hadist mempunyai faedah dari mempelajari hadist itu untuk kita sebagai umat islam dan sebagai pelajar mahasiswa yaitu Mengetahui istilah – istilah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring (filterisasi) dan mengklasifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadits yang diterima dan mana yang bukan hadits, Mengetahi kaidah – kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring (filterasisasi) dan mengklasifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi kuantitas maupun kualiltas sanda dan matan hadits, sehingga dapat menyimpulkan mana hadits yang diterima dan mana yang ditolak, Mengetahui usaha – usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama dalam menerima dan menyampaikan periwayatan hadits, kemudian menghimpun dan mengkodifikasikannya ke dalam berbagai kitab hadits, Mengenal tokoh – tokoh ilmu hadits baik riwayah ataupun dirayah yang mempunyai peran penting dalam perkembangan pemeliharaan hadits sebagai sumber syari’ah islamiyah sehingga hadits terpelihara dari pemalsuan tangan – tangan kotor yang tidak bertanggung jawab, Mengetahui hadits yang shahih, hasan, dha’if, muttashil, mursal, munqthi’, mu’dhal, muqhib, masyhur, gharib, ‘aziz, mutawatir, dan lain – lain.
B. Rumusan masalah
1.      Apa saja cabang-cabang ilmu hadist ?
2.      Apa saja metode yang digunakan dalam penilitan hadist ?
3.      Siapa parowi hadist yang mempunyai hadist yang paling soheh ?


C. Tujuan
1.      Untuk mengetahui cabang-cabang dari ilmu hadist
2.      Untuk mengetahui metode-metode yang digunakan dalam penilitian hadist
3.      Mencari tahu parowi hadist yang paling shoheh

Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Di antara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah, Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000 perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hafal kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat di antaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut bersambung dan apakah perawi (periwayat/pembawa) hadits itu tepercaya dan tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam karya monumentalnya Al Jami'al-Shahil yang dikenal sebagai Shahih Bukhari.
Banyak para ahli hadits yang berguru kepadanya seperti Syekh Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.
Karya
Karya Imam Bukhari antara lain:
  • Al-Jami' ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari
  • Al-Adab al-Mufrad
  • Adh-Dhu'afa ash-Shaghir
  • At-Tarikh ash-Shaghir
  • At-Tarikh al-Ausath
  • At-Tarikh al-Kabir
  • At-Tafsir al-Kabir
  • Al-Musnad al-Kabir
  • Kazaya Shahabah wa Tabi'in
  • Kitab al-Ilal
  • Raf'ul Yadain fi ash-Shalah
  • Birr al-Walidain
  • Kitab ad-Du'afa
  • Asami ash-Shahabah
  • Al-Hibah
  • Khalq Af'al al-Ibad
  • Al-Kuna
  • Al-Qira'ah Khalf al-Imam
Di antara guru-guru beliau dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain Ali ibn Al Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma'in, Muhammad ibn Yusuf Al Faryabi, Maki ibn Ibrahim Al Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al Baykandi dan ibn Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip dalam kitab Shahih-nya.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para perawi. Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada Perawi yang sudah jelas kebohongannya ia berkata, "perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam diri dari hal itu" sementara kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan "Haditsnya diingkari". Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya. Dia berkata "Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan".
Banyak para ulama atau perawi yang ditemui sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits, mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah, Mesir, Syam, Hijaz seperti yang dikatakan beliau "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali; ke Basrah empat kali, menetap di Hijaz selama enam tahun, dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits."
Di sela-sela kesibukannya sebagai ulama, pakar hadits, ia juga dikenal sebagai ulama dan ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir. Bahkan menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua kali.
Di Naisabur, Bukhara, Samarkand, dan Wafatnya Beliau
Kebesaran akan keilmuan beliau diakui dan dikagumi sampai ke seantero dunia Islam. Di Naisabur, tempat asal imam Muslim seorang Ahli hadits yang juga murid Imam Bukhari dan yang menerbitkan kitab Shahih Muslim, kedatangan beliau pada tahun 250 H disambut meriah, juga oleh guru Imam Bukhari Sendiri Muhammad bin Yahya Az-Zihli. Dalam kitab Shahih Muslim, Imam Muslim menulis. "Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, saya tidak melihat kepala daerah, para ulama dan warga kota memberikan sambutan luar biasa seperti yang mereka berikan kepada Imam Bukhari". Namun kemudian terjadi fitnah yang menyebabkan Imam Bukhari meninggalkan kota itu dan pergi ke kampung halamannya di Bukhara.
Seperti halnya di Naisabur, di Bukhara beliau disambut secara meriah. Namun ternyata fitnah kembali melanda, kali ini datang dari Gubernur Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad Az-Zihli yang akhirnya Gubernur ini menerima hukuman dari Sultan Uzbekistan Ibn Tahir.
Tak lama kemudian, atas permintaan warga Samarkand sebuah negeri tetangga Uzbekistan, Imam Bukhari akhirnya menetap di Samarkand,. Tiba di Khartand, sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi beberapa familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada Idul Fitri dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Ia dimakamkan selepas Salat Dzuhur pada Hari Raya Idul Fitri.
Metode Penelitian hadis
  • Metode Penelitian hadis
  • Takhrij al-Hadis adalah penelusuran / pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.
  • Pentingnya takhrij al-hadis:
  1. untuk mengetahui asal usul riwayat hadis
  2. untuk mengetahui seluruh riwayat hadis
  3. untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid dan mutabi’ pada sanad yang diteliti.
  • Metode takhrij ada 2 macam:
  1. bil lafz (kata)
  2. bil maudhu’ (tema/topik masalah)
  • kamus hadis untuk M.T. bil lafz: المعجم المفهرس الالفاظ الحديث النبوى (kar. Dr.A.J. Wensick) memuat 9 kitab hadis (sahih al-Bukhori, sunan Abi Daud, sunan at-Turmudzi, sunan an-Nasa’i. sunan Ibnu Majah, sunan ad-Darimi, Mutawatta’, dan musnad Ahmad bin Hambali.
  • Rujukan untuk M.T. bil maudhu’ : مفتاح كنوز السنة Kar.Dr.A.J. Wensinck, dkk. Memuat 14 kitab hadis (9+5) musnad zaid bin Ali, musnad Abi daud at-Tayalisi, Thabaqat in Sa’ad, sirah ibn Hisyam, dan Maghazi al-Waqidi.
  • منتخب كنزالعمل karya Ali bin Hisyam ad-Din al-Mutqi, memuat 20 kitab hadis.
Menurut istilah ilmu hadis, al-I’tibar berarti menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seseorang periwayat saja; dan dengan menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada periwayat yang lain ataukah tidak ada untu bagian sanad dari sanad hadis dimaksud.
Untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan al-I’tibar, diperlukan pembuatan skema untuk seluruh sanad bagi hadis yang akan diteliti. Dalam pembuatan skema, ada tiga hal penting yang perlu mendapat perhatian yakni 1 jalur seluruh sanad; 2. nama-nama periwayat untuk seluruh sanad; 3. metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat.
Berangkat dari definisi itu dapatlah dikemukakan bahwa unsur-unsur kaidah kesahihan hadis adalah sebagai berikut:
  1. Sanad hadis yang bersangkutan harus bersambung mulai dari mukhorj-nya sampai pada nabi
  2. seluruh periwayat dalam hadis itu harus bersifat adil dan dabit
  3. hadis itu, jadi sanad dan matn-nya, harus terhinar dari kejanggalan (syuzuz) dan cacat (‘illat).
Ulama hadis sependapat bahwa ada dua hal yang harus diteliti pada diri pribadi periwayat hadis untuk dapt diketahui apakah riwayat hadis yan dikemukakannya dapat diterima sebagai hujah ataukah harus ditolak. Kedua hal itu adalah keadilan dan ke-dabit-annya. Keadilan berhubungan dengan kualitas pribadi, sedang kennya berhubungan dengan kapasitas intelektual. Apabila kedua hal itu dimiliki oleh periwayat hadis, maka periwayat tersebut dinyatakan sebagai bersifat siqah. Istilah siqah merupakan gabungan dari sifat adil dan dabit. Untuk sifat adil dan sifat dabit. Masing-masing memiliki kriteria tersendiri.
Keempat butir sebagai kriteria untuk sifat adil itu adalah: 1. beragama islam; 2. mukalaf (mukallaf0; 3. melaksanakan ketentuan agama; dan 4. memelihara muru’ah.
Adapun memelihara muru’ah, seluruh ulama sependapat untuk menjadikannya sebagai salah satu kriteria sifat adil. Arti muru’ah ialah kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri manusia pada tegaknya kebajikan moral dan kebiasaan-kebiasaan. Hal itu dapat diketahui melalui adat istiadat yang berlaku di masing-masing tempat. Contoh-contoh yang dikemukakan oleh ulama tentang perilaku yang merusak atau mengurangi muru’ah antara lain ialah; makan di jalanan, buang air kecil di jalanan, makan di pasar yang dilihat oleh orang banyak, memarahi istri atau anggota keluarga dengan ucapan kotor, dan bergaul dengan orang yang berperilaku buruk. Bila periwayat hadis tidak memelihara muru’ah, maka dia tidak tergolong sebagai periwayat yang adil dan karenanya, riwayatnya tidak diterima sebagai hujah.
Berdasarkan kriteria sifat adil yang telah dikemukakan di atas, maka hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang suka berdusta, suka berbuat mungkar atau sejenisnya, tidak dapat diterima sebagai hujah. Bila riwayatnya dinyatakan juga sebagai hadis, maka hadisnya adalah hadis yang berkualitas sangat lemah (daif), yang oleh sebagian ulama dinyatakan sebagai hadis palsu (hadis maudu’)
    1. periwayat yang bersifat dabit adalah periwayat yang a). hafal dengan sempurna hadis yang diterimanya, dan b). mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu kepada orang lain.
    2. periwayat yang bersifat dabit ialah periwayat yang selain disebutkan dalam butir pertama di atas, juga dia mampu memahami dengan baik hadis yang dihafalnya itu.


Cabang-cabang Ilmu Hadits.
Cabang-cabang ilmu hadits yang terpenting baik dilihat dari segi sanad atau matan dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
  1. Ilmu Rijal Al-Hadits,  ilmu yang memperlajari"Ilmu Tawarikhy Ar-Ruwah  waktu yang membatasi keadaan kelahiran, wafat, peristiwa / kejadian, dll.
  2.  ilmu yang membahas tentang"Ilmu Al-Jaryh wa At-Ta’dil  para perawi dari segi apa yang daatang dari keadaan mereka, dari apa yang mencela merekia/yang memuji mereka dengan menggunakan kata-kata khusus.
  3. Ilmu ‘Ilal Al-Hadits, Adalah ilmu yang membahas suatu sebab yang tersembunyi yang membuat cacat pada hadits sementara lahirnya tidak nampak adanya cacat tersebut.
  4. Ilmu Gharib Al-Hadits, Adalah ilmu yang mempelajari makna matan hadits dari lafal yang sulit dan aing bagi kebanyakan manusia, karena tidak umum dipakai ornag arab.
  5. Ilmu Mukhtalif Al-Hadits, Hadits makbul kontradiksi dengan sesamanya serta memungkinkan dikompromikan antara keduanya.
  6. Ilmu Nasikh wa mansukh, Ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang menasakh dan yang dinasakh. Atau yang mrmbahas hadits-hadits yang kontradiktif yang tida mungkin dikompromikan, yang datang belakangan sebagai nasikh dan yang datang duluan sebagai mansukh.
  7. Ilmu fohn Al-mubhamat, Ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan/sanad.
  8. Ilmu Asbab Wurud Al-hadits, Ilmu yang menberangkan sebab-sebab datangnya hadits dan beberapa munasabahnya (latar belakang)
  9. Ilmu Tashif wa tahrif, Ilmu yang membahas hadits-hadits yang diubah titiknya (mushannaf) atau dirubah bentuknya (muharraj)
  10. Ilmu Musthalah Al-hadits, Ilmu yang membahas tentang pengertian istilah-istilah hadits dab yang dikenal antara mereka.
Pendekatan dalam Penelitian Hadits
Ada beberapa metode dan pendekatan yang digunakan para penelitik dalam bidang hadits, adalah:
  1. Metode perbandingan
  2. Metode kualitatif dekriptif
  3. Metode normatif
  4. Metode historis
Faedah mempelajari ilmu hadits
  1. Mengetahui istilah – istilah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring (filterisasi) dan mengklasifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadits yang diterima dan mana yang bukan hadits
  2. Mengetahi kaidah – kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring (filterasisasi) dan mengklasifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi kuantitas maupun kualiltas sanda dan matan hadits, sehingga dapat menyimpulkan mana hadits yang diterima dan mana yang ditolak
  3. Mengetahui usaha – usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama dalam menerima dan menyampaikan periwayatan hadits, kemudian menghimpun dan mengkodifikasikannya ke dalam berbagai kitab hadits
  4. Mengenal tokoh – tokoh ilmu hadits baik riwayah ataupun dirayah yang mempunyai peran penting dalam perkembangan pemeliharaan hadits sebagai sumber syari’ah islamiyah sehingga hadits terpelihara dari pemalsuan tangan – tangan kotor yang tidak bertanggung jawab
  5. Mengetahui hadits yang shahih, hasan, dha’if, muttashil, mursal, munqthi’, mu’dhal, muqhib, masyhur, gharib, ‘aziz, mutawatir, dan lain – lain.

Para Perawi Hadits: Imam Muslim, Murid Sekaligus Penerus Bukhari
Nama lengkapnya Imam Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz Al-Qusyairi An-Naisaburi. Ia adalah penulis kitab As-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Ia salah seorang ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga kini.

Imam Muslim dilahirkan di Naisabur pada 206 H. Ia belajar hadits sejak masih dalam usia dini, sejak usia 12 tahun. Ia mengembara ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara negara lainnya

Dalam perjalannanya Imam Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk belajar hadits kepada mereka. Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih. Di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu Ansan. Di Irak ia belajar hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah. Di Hijaz belajar kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas’Abuzar. Di Mesir ia berguru kepada Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadits yang lain.

Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits, dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H. Pada waktu Imam Bukhari datang ke Naisabur, Muslim sering datang kepadanya untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya.

Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung dengan Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Sahihnya maupun dalam kitab lainnya, tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az-Zihli padahal ia adalah gurunya.

Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari. Padahal ia pun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke dalam Sahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan tetap mengakui mereka sebagai guru.

Selain yang telah disebutkan di atas, Muslim masih mempunyai banyak ulama yang menjadi gurunya. Di antaranya Usman dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an-Naqid, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin Yassar, Harun bin Sa’id Al-Ayli, Qutaibah bin Sa’id dan lain sebagainya.

Jika Imam Bukhari merupakan ulama terkemuka di bidang hadits sahih, berpengetahuan luas mengenai ilat-ilat dan seluk beluk hadits, serta tajam kritiknya, maka Imam Muslim adalah orang kedua setelah Imam Bukhari, baik dalam ilmu dan pengetahuannya maupun dalam keutamaan dan kedudukannya.

Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib Al-Baghdadi berkata, "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memerhatikan ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya."
Pernyataan ini tidak berarti bahwa Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab ia mempunyai cirri khas dan karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta metode baru yang belum pernah diperkenalkan orang sebelumnya.

Abu Quraisy Al-Hafiz menyatakan bahwa di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Muslim. Maksud perkataan tersebut adalah ahli ahli hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy, sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.

Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya, di antaranya Al-Jami’ As-Sahih (Sahih Muslim), Al-Musnad Al-Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadits), Kitab Al-Asma’ wa Al-Kuna, Kitab Al-’Ilal, Kitab Al-Aqran, Kitabu Su’alatihi Ahmad bin Hambal, Kitab Al-Intifa’ bi Uhub As-Siba’, dan lainnya.

Di antara kitab-kitab di atas, yang paling agung dan sangat bermanfat luas serta masih tetap beredar hingga kini ialah Al-Jami’ As-Sahih atau Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.

Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafadz-lafadz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafadz-lafdaz itu. Dengan usaha yang sedemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahih-nya.

Bukti konkret mengenai keagungan kitab itu adalah fakta bahwa Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah didengarnya. Ia pernah berujar, "Aku susun kitab Sahih ini yang disaring dari 300.000 hadits."

Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : “Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.”

Ibnu Salah menyebutkan dari Abi Quraisy Al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah hadits. "Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahwa perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang berulang-ulang penyebutannya, sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang tidak disebutkan berulang," kata Ibnu salah.
Di dalam Sahih-nya, Imam Muslim menulis, "Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini. Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama hadits."

Ia juga pernah berkata, sebagai ungkapan gembira atas karunia Allah yang diterimanya, "Apabila penduduk bumi ini menulis hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar kitab musnad ini."

Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap hadits yang diriwayatkan dalam Sahih-nya dapat dilihat dari perkataannya sebagai berikut: "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku ini, melainkan dengan alasan. Juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits daripadanya melainkan dengan alasan pula."

Dalam penulisan Sahih-nya, Muslim, tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.

Imam Muslim wafat pada Ahad sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad—salah satu daerah di luar Naisabur—pada hari Senin 25 Rajab 261 H. Ia wafat dalam usia 55 tahun.



KESIMPULAN

Penelitian hadis Nabi adalah merupakan kegiatan yang sangat penting untuk mengetahui kualitas hadis yang diteliti, baik matan maupun sanadnya. Dengan penelitian hadis, jika ditinjau dari jumlah periwayat, dapat diketahui apakah suatu hadis berstatus mutawâtir atau ahad. Atau jika ditinjau dari kualitas sanad dan matannya, apakah suatu hadis tersebut berstatus shahih, hasan atau dha’if.
Untuk mengetahui kualitas suatu hadis, perlu diteliti keadaan hadis tersebut. Baik yang berhubungan dengan sanad maupun yang berhubungan dengan matannya. Di mana pun dan sampai kapan pun, penelitian hadis tidak akan terlepas dari kedua objek kajian ini (sanad dan matan).
Dalam rangka memahami hadis secara utuh, diperlukan juga berbagai pendekatan seperti pendekatan bahasa, pendekatan historis, pendekatan sosiologi, pendekatan sosio-historis, pendekatan antropologi serta pendekatan psikologi. Dengan bantuan berbagai pendekatan itu, pemahaman atas suatu hadis akan menjadi lebih utuh dan sempurna.






DAFTAR PUSTAKA

http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/08/01/lp92b1-para-perawi-hadits-imam-muslim-murid-sekaligus-penerus-bukhari


Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki