Penelitian Hadist
A.Latar belakang
Hadist merupakan sebuah ketetapan, perkataan, dan
perbuatan dari rosulullah saw yang sudah ada di jaman sahabat nabi. Hadist
adalah dasar dari hukum-hukum islam yang sudah diterapkan sejak dulu selain
hadist alqur’an juga salah satu dari hukum islam di agama ini. Di dalam hadist
mempunyai metode-metode dan cabang-cabangnya yang telah di jabarkan oleh parowi
hadist terdahulu dan sampai sekarang banyak parowi-parowi hadist yang ada
bahkan banyak karya-karya hadist yang telah di karang oleh parowi terdahulu
salah satunya imam bukhori, beliau merupakan pakar hadist yang memiliki karya
hadist yang terbanyak bahkan hadistnya telah di di kutip dari 289 ahli hadist.
Dari semua hadist yang telah di kutip oleh para
pakarnya, hadist mempunyai faedah dari mempelajari hadist itu untuk kita
sebagai umat islam dan sebagai pelajar mahasiswa yaitu Mengetahui istilah –
istilah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring (filterisasi) dan
mengklasifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi kuantitas maupun
kualitas sanad dan matan hadits yang diterima dan mana yang bukan hadits, Mengetahi
kaidah – kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring
(filterasisasi) dan mengklasifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi
kuantitas maupun kualiltas sanda dan matan hadits, sehingga dapat menyimpulkan
mana hadits yang diterima dan mana yang ditolak, Mengetahui usaha – usaha dan
jerih payah yang ditempuh para ulama dalam menerima dan menyampaikan
periwayatan hadits, kemudian menghimpun dan mengkodifikasikannya ke dalam
berbagai kitab hadits, Mengenal tokoh – tokoh ilmu hadits baik riwayah ataupun
dirayah yang mempunyai peran penting dalam perkembangan pemeliharaan hadits
sebagai sumber syari’ah islamiyah sehingga hadits terpelihara dari pemalsuan
tangan – tangan kotor yang tidak bertanggung jawab, Mengetahui hadits yang
shahih, hasan, dha’if, muttashil, mursal, munqthi’, mu’dhal, muqhib, masyhur,
gharib, ‘aziz, mutawatir, dan lain – lain.
B. Rumusan masalah
1.
Apa
saja cabang-cabang ilmu hadist ?
2.
Apa
saja metode yang digunakan dalam penilitan hadist ?
3.
Siapa
parowi hadist yang mempunyai hadist yang paling soheh ?
C. Tujuan
1.
Untuk
mengetahui cabang-cabang dari ilmu hadist
2.
Untuk
mengetahui metode-metode yang digunakan dalam penilitian hadist
3.
Mencari
tahu parowi hadist yang paling shoheh
Penelitian Hadits
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits
shahih, Bukhari menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai
kota guna menemui para perawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Di
antara kota-kota yang disinggahinya antara lain Bashrah, Mesir,
Hijaz (Mekkah, Madinah), Kufah,
Baghdad sampai ke Asia Barat. Di Baghdad, Bukhari sering
bertemu dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin
Hanbali. Dari sejumlah kota-kota itu, ia bertemu dengan 80.000
perawi. Dari merekalah beliau mengumpulkan dan menghafal satu juta hadits.
Namun tidak semua hadits yang ia hafal
kemudian diriwayatkan, melainkan terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang
sangat ketat di antaranya apakah sanad (riwayat) dari hadits tersebut
bersambung dan apakah perawi (periwayat/pembawa) hadits itu tepercaya dan
tsiqqah (kuat). Menurut Ibnu Hajar Al
Asqalani, akhirnya Bukhari menuliskan sebanyak 9082 hadis dalam
karya monumentalnya Al Jami'al-Shahil yang dikenal sebagai Shahih
Bukhari.
Banyak para ahli hadits yang berguru
kepadanya seperti Syekh
Abu Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad
Ibn Nasr dan Imam Muslim.
Karya
Karya Imam Bukhari
antara lain:
- Al-Jami' ash-Shahih yang dikenal sebagai Shahih Bukhari
- Al-Adab al-Mufrad
- Adh-Dhu'afa ash-Shaghir
- At-Tarikh ash-Shaghir
- At-Tarikh al-Ausath
- At-Tarikh al-Kabir
- At-Tafsir al-Kabir
- Al-Musnad al-Kabir
- Kazaya Shahabah wa Tabi'in
- Kitab al-Ilal
- Raf'ul Yadain fi ash-Shalah
- Birr al-Walidain
- Kitab ad-Du'afa
- Asami ash-Shahabah
- Al-Hibah
- Khalq Af'al al-Ibad
- Al-Kuna
- Al-Qira'ah Khalf al-Imam
Di antara guru-guru beliau dalam
memperoleh hadits dan ilmu hadits antara lain Ali
ibn Al Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya
bin Ma'in, Muhammad ibn Yusuf Al Faryabi, Maki ibn Ibrahim Al Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al Baykandi dan ibn
Rahwahih. Selain itu ada 289 ahli hadits yang haditsnya dikutip
dalam kitab Shahih-nya.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan
diskusi dengan para perawi. Imam Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang ia
lontarkan kepada para perawi juga cukup halus namun tajam. Kepada Perawi yang
sudah jelas kebohongannya ia berkata, "perlu dipertimbangkan, para ulama
meninggalkannya atau para ulama berdiam diri dari hal itu" sementara
kepada para perawi yang haditsnya tidak jelas ia menyatakan "Haditsnya
diingkari". Bahkan banyak meninggalkan perawi yang diragukan kejujurannya.
Dia berkata "Saya meninggalkan 10.000 hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu
dipertimbangkan dan meninggalkan hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang
diriwayatan oleh perawi yang dalam pandanganku perlu dipertimbangkan".
Banyak para ulama atau perawi yang ditemui
sehingga Bukhari banyak mencatat jati diri dan sikap mereka secara teliti dan
akurat. Untuk mendapatkan keterangan yang lengkap mengenai sebuah hadits,
mencek keakuratan sebuah hadits ia berkali-kali mendatangi ulama atau perawi
meskipun berada di kota-kota atau negeri yang jauh seperti Baghdad, Kufah,
Mesir, Syam,
Hijaz seperti yang dikatakan beliau
"Saya telah mengunjungi Syam, Mesir,
dan Jazirah masing-masing dua kali; ke Basrah empat kali, menetap di Hijaz
selama enam tahun, dan tidak dapat dihitung berapa kali saya mengunjungi Kufah
dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadits."
Di sela-sela kesibukannya sebagai ulama,
pakar hadits, ia juga dikenal sebagai ulama dan
ahli fiqih, bahkan tidak lupa dengan kegiatan
kegiatan olahraga dan rekreatif seperti belajar memanah sampai mahir. Bahkan
menurut suatu riwayat, Imam Bukhari tidak pernah luput memanah kecuali dua
kali.
Di Naisabur, Bukhara, Samarkand, dan
Wafatnya Beliau
Kebesaran akan keilmuan beliau diakui dan
dikagumi sampai ke seantero dunia Islam. Di Naisabur,
tempat asal imam Muslim seorang Ahli hadits yang juga murid Imam Bukhari dan
yang menerbitkan kitab Shahih Muslim, kedatangan beliau pada tahun 250 H
disambut meriah, juga oleh guru Imam Bukhari Sendiri Muhammad bin Yahya Az-Zihli. Dalam kitab
Shahih Muslim, Imam Muslim menulis. "Ketika Imam Bukhari datang ke
Naisabur, saya tidak melihat kepala daerah, para ulama dan warga kota
memberikan sambutan luar biasa seperti yang mereka berikan kepada Imam
Bukhari". Namun kemudian terjadi fitnah yang menyebabkan Imam Bukhari
meninggalkan kota itu dan pergi ke kampung halamannya di Bukhara.
Seperti halnya di Naisabur, di Bukhara
beliau disambut secara meriah. Namun ternyata fitnah kembali melanda, kali ini
datang dari Gubernur Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad Az-Zihli yang akhirnya
Gubernur ini menerima hukuman dari Sultan Uzbekistan Ibn
Tahir.
Tak lama kemudian, atas permintaan warga Samarkand sebuah negeri tetangga
Uzbekistan, Imam Bukhari akhirnya menetap di Samarkand,. Tiba di Khartand,
sebuah desa kecil sebelum Samarkand, ia singgah untuk mengunjungi beberapa
familinya. Namun disana beliau jatuh sakit selama beberapa hari. Dan Akhirnya
meninggal pada tanggal 31 Agustus 870 M (256 H) pada Idul Fitri dalam usia 62
tahun kurang 13 hari. Ia dimakamkan selepas Salat Dzuhur pada Hari Raya Idul
Fitri.
Metode
Penelitian hadis
- Metode Penelitian hadis
- Takhrij al-Hadis adalah penelusuran / pencarian hadis pada berbagai kitab sebagai sumber asli dari hadis yang bersangkutan, yang di dalam sumber itu dikemukakan secara lengkap matan dan sanad hadis yang bersangkutan.
- Pentingnya takhrij al-hadis:
- untuk mengetahui asal usul riwayat hadis
- untuk mengetahui seluruh riwayat hadis
- untuk mengetahui ada atau tidaknya syahid dan mutabi’ pada sanad yang diteliti.
- Metode takhrij ada 2 macam:
- bil lafz (kata)
- bil maudhu’ (tema/topik masalah)
- kamus hadis untuk M.T. bil lafz: المعجم المفهرس الالفاظ الحديث النبوى (kar. Dr.A.J. Wensick) memuat 9 kitab hadis (sahih al-Bukhori, sunan Abi Daud, sunan at-Turmudzi, sunan an-Nasa’i. sunan Ibnu Majah, sunan ad-Darimi, Mutawatta’, dan musnad Ahmad bin Hambali.
- Rujukan untuk M.T. bil maudhu’ : مفتاح كنوز السنة Kar.Dr.A.J. Wensinck, dkk. Memuat 14 kitab hadis (9+5) musnad zaid bin Ali, musnad Abi daud at-Tayalisi, Thabaqat in Sa’ad, sirah ibn Hisyam, dan Maghazi al-Waqidi.
- منتخب كنزالعمل karya Ali bin Hisyam ad-Din al-Mutqi, memuat 20 kitab hadis.
Menurut istilah ilmu hadis, al-I’tibar berarti
menyertakan sanad-sanad yang lain untuk suatu hadis tertentu, yang hadis itu
pada bagian sanadnya tampak hanya terdapat seseorang periwayat saja; dan dengan
menyertakan sanad-sanad yang lain tersebut akan dapat diketahui apakah ada
periwayat yang lain ataukah tidak ada untu bagian sanad dari sanad hadis
dimaksud.
Untuk memperjelas dan mempermudah proses kegiatan
al-I’tibar, diperlukan pembuatan skema untuk seluruh sanad bagi hadis yang akan
diteliti. Dalam pembuatan skema, ada tiga hal penting yang perlu mendapat
perhatian yakni 1 jalur seluruh sanad; 2. nama-nama periwayat untuk seluruh
sanad; 3. metode periwayatan yang digunakan oleh masing-masing periwayat.
Berangkat dari definisi itu dapatlah dikemukakan
bahwa unsur-unsur kaidah kesahihan hadis adalah sebagai berikut:
- Sanad hadis yang bersangkutan harus bersambung mulai dari mukhorj-nya sampai pada nabi
- seluruh periwayat dalam hadis itu harus bersifat adil dan dabit
- hadis itu, jadi sanad dan matn-nya, harus terhinar dari kejanggalan (syuzuz) dan cacat (‘illat).
Ulama hadis sependapat bahwa ada dua hal yang harus diteliti
pada diri pribadi periwayat hadis untuk dapt diketahui apakah riwayat hadis yan
dikemukakannya dapat diterima sebagai hujah ataukah harus ditolak. Kedua hal
itu adalah keadilan dan ke-dabit-annya. Keadilan berhubungan dengan kualitas
pribadi, sedang kennya berhubungan dengan kapasitas intelektual. Apabila kedua
hal itu dimiliki oleh periwayat hadis, maka periwayat tersebut dinyatakan
sebagai bersifat siqah. Istilah siqah merupakan gabungan dari sifat adil dan
dabit. Untuk sifat adil dan sifat dabit. Masing-masing memiliki kriteria
tersendiri.
Keempat butir sebagai kriteria untuk sifat adil itu adalah:
1. beragama islam; 2. mukalaf (mukallaf0; 3. melaksanakan ketentuan agama; dan
4. memelihara muru’ah.
Adapun memelihara muru’ah, seluruh ulama sependapat untuk
menjadikannya sebagai salah satu kriteria sifat adil. Arti muru’ah ialah
kesopanan pribadi yang membawa pemeliharaan diri manusia pada tegaknya kebajikan
moral dan kebiasaan-kebiasaan. Hal itu dapat diketahui melalui adat istiadat
yang berlaku di masing-masing tempat. Contoh-contoh yang dikemukakan oleh ulama
tentang perilaku yang merusak atau mengurangi muru’ah antara lain ialah; makan
di jalanan, buang air kecil di jalanan, makan di pasar yang dilihat oleh orang
banyak, memarahi istri atau anggota keluarga dengan ucapan kotor, dan bergaul
dengan orang yang berperilaku buruk. Bila periwayat hadis tidak memelihara
muru’ah, maka dia tidak tergolong sebagai periwayat yang adil dan karenanya,
riwayatnya tidak diterima sebagai hujah.
Berdasarkan kriteria sifat adil yang telah dikemukakan di
atas, maka hadis yang diriwayatkan oleh orang-orang yang suka berdusta, suka
berbuat mungkar atau sejenisnya, tidak dapat diterima sebagai hujah. Bila
riwayatnya dinyatakan juga sebagai hadis, maka hadisnya adalah hadis yang
berkualitas sangat lemah (daif), yang oleh sebagian ulama dinyatakan sebagai
hadis palsu (hadis maudu’)
- periwayat yang bersifat dabit adalah periwayat yang a). hafal dengan sempurna hadis yang diterimanya, dan b). mampu menyampaikan dengan baik hadis yang dihafalnya itu kepada orang lain.
- periwayat yang bersifat dabit ialah periwayat yang selain disebutkan dalam butir pertama di atas, juga dia mampu memahami dengan baik hadis yang dihafalnya itu.
Cabang-cabang Ilmu Hadits.
Cabang-cabang ilmu hadits yang terpenting baik dilihat dari segi sanad atau matan dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
Cabang-cabang ilmu hadits yang terpenting baik dilihat dari segi sanad atau matan dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu:
- Ilmu Rijal Al-Hadits, ilmu yang memperlajari"Ilmu Tawarikhy Ar-Ruwah waktu yang membatasi keadaan kelahiran, wafat, peristiwa / kejadian, dll.
- ilmu yang membahas tentang"Ilmu Al-Jaryh wa At-Ta’dil para perawi dari segi apa yang daatang dari keadaan mereka, dari apa yang mencela merekia/yang memuji mereka dengan menggunakan kata-kata khusus.
- Ilmu ‘Ilal Al-Hadits, Adalah ilmu yang membahas suatu sebab yang tersembunyi yang membuat cacat pada hadits sementara lahirnya tidak nampak adanya cacat tersebut.
- Ilmu Gharib Al-Hadits, Adalah ilmu yang mempelajari makna matan hadits dari lafal yang sulit dan aing bagi kebanyakan manusia, karena tidak umum dipakai ornag arab.
- Ilmu Mukhtalif Al-Hadits, Hadits makbul kontradiksi dengan sesamanya serta memungkinkan dikompromikan antara keduanya.
- Ilmu Nasikh wa mansukh, Ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang menasakh dan yang dinasakh. Atau yang mrmbahas hadits-hadits yang kontradiktif yang tida mungkin dikompromikan, yang datang belakangan sebagai nasikh dan yang datang duluan sebagai mansukh.
- Ilmu fohn Al-mubhamat, Ilmu yang membicarakan tentang seseorang yang samar namanya dalam matan/sanad.
- Ilmu Asbab Wurud Al-hadits, Ilmu yang menberangkan sebab-sebab datangnya hadits dan beberapa munasabahnya (latar belakang)
- Ilmu Tashif wa tahrif, Ilmu yang membahas hadits-hadits yang diubah titiknya (mushannaf) atau dirubah bentuknya (muharraj)
- Ilmu Musthalah Al-hadits, Ilmu yang membahas tentang pengertian istilah-istilah hadits dab yang dikenal antara mereka.
Pendekatan dalam Penelitian Hadits
Ada beberapa
metode dan pendekatan yang digunakan para penelitik dalam bidang hadits,
adalah:
- Metode perbandingan
- Metode kualitatif dekriptif
- Metode normatif
- Metode historis
Faedah mempelajari ilmu hadits
- Mengetahui istilah – istilah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring (filterisasi) dan mengklasifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi kuantitas maupun kualitas sanad dan matan hadits yang diterima dan mana yang bukan hadits
- Mengetahi kaidah – kaidah yang disepakati para ulama dalam menilai, menyaring (filterasisasi) dan mengklasifikasikan ke dalam beberapa macam, baik dari segi kuantitas maupun kualiltas sanda dan matan hadits, sehingga dapat menyimpulkan mana hadits yang diterima dan mana yang ditolak
- Mengetahui usaha – usaha dan jerih payah yang ditempuh para ulama dalam menerima dan menyampaikan periwayatan hadits, kemudian menghimpun dan mengkodifikasikannya ke dalam berbagai kitab hadits
- Mengenal tokoh – tokoh ilmu hadits baik riwayah ataupun dirayah yang mempunyai peran penting dalam perkembangan pemeliharaan hadits sebagai sumber syari’ah islamiyah sehingga hadits terpelihara dari pemalsuan tangan – tangan kotor yang tidak bertanggung jawab
- Mengetahui hadits yang shahih, hasan, dha’if, muttashil, mursal, munqthi’, mu’dhal, muqhib, masyhur, gharib, ‘aziz, mutawatir, dan lain – lain.
Para Perawi Hadits: Imam Muslim, Murid
Sekaligus Penerus Bukhari
Nama lengkapnya Imam Abul
Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz Al-Qusyairi An-Naisaburi. Ia
adalah penulis kitab As-Sahih, terkenal dengan Sahih Muslim. Ia salah seorang
ulama terkemuka yang namanya tetap dikenal hingga kini.
Imam Muslim dilahirkan di
Naisabur pada 206 H. Ia belajar hadits sejak masih dalam usia dini, sejak usia
12 tahun. Ia mengembara ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara negara lainnya
Dalam perjalannanya Imam
Muslim banyak mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk belajar hadits kepada
mereka. Di Khurasan, ia berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih.
Di Ray ia berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu Ansan. Di Irak ia belajar
hadits kepada Ahmad bin Hambal dan Abdullah bin Maslamah. Di Hijaz belajar
kepada Sa’id bin Mansur dan Abu Mas’Abuzar. Di Mesir ia berguru kepada Amr bin
Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan kepada ulama ahli hadits yang lain.
Muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk
belajar kepada ulama-ulama ahli hadits, dan kunjungannya yang terakhir pada 259
H. Pada waktu Imam Bukhari datang ke Naisabur, Muslim sering datang kepadanya
untuk berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya.
Dan ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara
Bukhari dan Az-Zihli, ia bergabung dengan Bukhari, sehingga hal ini menjadi
sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli. Muslim dalam Sahihnya maupun dalam
kitab lainnya, tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az-Zihli
padahal ia adalah gurunya.
Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari. Padahal ia pun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke dalam Sahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan tetap mengakui mereka sebagai guru.
Hal serupa ia lakukan terhadap Bukhari. Ia tidak meriwayatkan hadits dalam Sahihnya, yang diterimanya dari Bukhari. Padahal ia pun sebagai gurunya. Nampaknya pada hemat Muslim, yang lebih baik adalah tidak memasukkan ke dalam Sahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu, dengan tetap mengakui mereka sebagai guru.
Selain yang telah disebutkan
di atas, Muslim masih mempunyai banyak ulama yang menjadi gurunya. Di antaranya
Usman dan Abu Bakar, keduanya putra Abu Syaibah; Syaiban bin Farwakh, Abu Kamil
al-Juri, Zuhair bin Harb, Amr an-Naqid, Muhammad bin al-Musanna, Muhammad bin
Yassar, Harun bin Sa’id Al-Ayli, Qutaibah bin Sa’id dan lain sebagainya.
Jika Imam Bukhari merupakan ulama terkemuka di bidang
hadits sahih, berpengetahuan luas mengenai ilat-ilat dan seluk beluk hadits,
serta tajam kritiknya, maka Imam Muslim adalah orang kedua setelah Imam
Bukhari, baik dalam ilmu dan pengetahuannya maupun dalam keutamaan dan
kedudukannya.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib Al-Baghdadi berkata, "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memerhatikan ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya."
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib Al-Baghdadi berkata, "Muslim telah mengikuti jejak Bukhari, memerhatikan ilmunya dan menempuh jalan yang dilaluinya."
Pernyataan ini tidak berarti
bahwa Muslim hanyalah seorang pengekor. Sebab ia mempunyai cirri khas dan
karakteristik tersendiri dalam menyusun kitab, serta metode baru yang belum
pernah diperkenalkan orang sebelumnya.
Abu Quraisy Al-Hafiz
menyatakan bahwa di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits
hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Muslim. Maksud perkataan
tersebut adalah ahli ahli hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy,
sebab ahli hadits itu cukup banyak jumlahnya.
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak
sedikit jumlahnya, di antaranya Al-Jami’ As-Sahih (Sahih Muslim), Al-Musnad
Al-Kabir (kitab yang menerangkan nama-nama para perawi hadits), Kitab Al-Asma’
wa Al-Kuna, Kitab Al-’Ilal, Kitab Al-Aqran, Kitabu Su’alatihi Ahmad bin Hambal,
Kitab Al-Intifa’ bi Uhub As-Siba’, dan lainnya.
Di antara kitab-kitab di atas,
yang paling agung dan sangat bermanfat luas serta masih tetap beredar hingga
kini ialah Al-Jami’ As-Sahih atau Sahih Muslim. Kitab ini merupakan salah satu
dari dua kitab yang paling sahih dan murni sesudah Kitabullah. Kedua kitab
Sahih ini diterima baik oleh segenap umat Islam.
Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafadz-lafadz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafadz-lafdaz itu. Dengan usaha yang sedemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahih-nya.
Imam Muslim telah mengerahkan seluruh kemampuannya untuk meneliti dan mempelajari keadaan para perawi, menyaring hadits-hadits yang diriwayatkan, membandingkan riwayat riwayat itu satu sama lain. Muslim sangat teliti dan hati-hati dalam menggunakan lafadz-lafadz, dan selalu memberikan isyarat akan adanya perbedaan antara lafadz-lafdaz itu. Dengan usaha yang sedemikian rupa, maka lahirlah kitab Sahih-nya.
Bukti konkret mengenai keagungan kitab itu adalah
fakta bahwa Muslim menyaring isi kitabnya dari ribuan riwayat yang pernah
didengarnya. Ia pernah berujar, "Aku susun kitab Sahih ini yang
disaring dari 300.000 hadits."
Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : “Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.”
Diriwayatkan dari Ahmad bin Salamah, yang berkata : “Aku menulis bersama Muslim untuk menyusun kitab Sahihnya itu selama 15 tahun. Kitab itu berisi 12.000 buah hadits.”
Ibnu Salah menyebutkan dari
Abi Quraisy Al-Hafiz, bahwa jumlah hadits Sahih Muslim itu sebanyak 4.000 buah
hadits. "Kedua pendapat tersebut dapat kita kompromikan, yaitu bahwa
perhitungan pertama memasukkan hadits-hadits yang berulang-ulang penyebutannya,
sedangkan perhitungan kedua hanya menghitung hadits-hadits yang tidak
disebutkan berulang," kata Ibnu salah.
Di dalam Sahih-nya, Imam Muslim
menulis, "Tidak setiap hadits yang sahih menurutku, aku cantumkan di sini.
Aku hanya mencantumkan hadits-hadits yang telah disepakati oleh para ulama
hadits."
Ia juga pernah berkata, sebagai ungkapan gembira
atas karunia Allah yang diterimanya, "Apabila penduduk bumi ini menulis
hadits selama 200 tahun, maka usaha mereka hanya akan berputar-putar di sekitar
kitab musnad ini."
Ketelitian dan kehati-hatian Muslim terhadap
hadits yang diriwayatkan dalam Sahih-nya dapat dilihat dari perkataannya
sebagai berikut: "Tidaklah aku mencantumkan sesuatu hadits dalam kitabku
ini, melainkan dengan alasan. Juga tiada aku menggugurkan sesuatu hadits
daripadanya melainkan dengan alasan pula."
Dalam penulisan Sahih-nya, Muslim, tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.
Imam Muslim wafat pada Ahad sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad—salah satu daerah di luar Naisabur—pada hari Senin 25 Rajab 261 H. Ia wafat dalam usia 55 tahun.
Dalam penulisan Sahih-nya, Muslim, tidak membuat judul setiap bab secara terperinci. Adapun judul-judul kitab dan bab yang kita dapati pada sebagian naskah Sahih Muslim yang sudah dicetak, sebenarnya dibuat oleh para pengulas yang datang kemudian. Di antara pengulas yang paling baik membuatkan judul-judul bab dan sistematika babnya adalah Imam Nawawi dalam Syarahnya.
Imam Muslim wafat pada Ahad sore, dan dikebumikan di kampung Nasr Abad—salah satu daerah di luar Naisabur—pada hari Senin 25 Rajab 261 H. Ia wafat dalam usia 55 tahun.
KESIMPULAN
Penelitian hadis Nabi adalah merupakan kegiatan
yang sangat penting untuk mengetahui kualitas hadis yang diteliti, baik matan
maupun sanadnya. Dengan penelitian hadis, jika ditinjau dari jumlah periwayat,
dapat diketahui apakah suatu hadis berstatus mutawâtir atau ahad. Atau jika
ditinjau dari kualitas sanad dan matannya, apakah suatu hadis tersebut
berstatus shahih, hasan atau dha’if.
Untuk mengetahui kualitas suatu hadis, perlu diteliti keadaan hadis tersebut. Baik yang berhubungan dengan sanad maupun yang berhubungan dengan matannya. Di mana pun dan sampai kapan pun, penelitian hadis tidak akan terlepas dari kedua objek kajian ini (sanad dan matan).
Dalam rangka memahami hadis secara utuh, diperlukan juga berbagai pendekatan seperti pendekatan bahasa, pendekatan historis, pendekatan sosiologi, pendekatan sosio-historis, pendekatan antropologi serta pendekatan psikologi. Dengan bantuan berbagai pendekatan itu, pemahaman atas suatu hadis akan menjadi lebih utuh dan sempurna.
Untuk mengetahui kualitas suatu hadis, perlu diteliti keadaan hadis tersebut. Baik yang berhubungan dengan sanad maupun yang berhubungan dengan matannya. Di mana pun dan sampai kapan pun, penelitian hadis tidak akan terlepas dari kedua objek kajian ini (sanad dan matan).
Dalam rangka memahami hadis secara utuh, diperlukan juga berbagai pendekatan seperti pendekatan bahasa, pendekatan historis, pendekatan sosiologi, pendekatan sosio-historis, pendekatan antropologi serta pendekatan psikologi. Dengan bantuan berbagai pendekatan itu, pemahaman atas suatu hadis akan menjadi lebih utuh dan sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/khazanah/11/08/01/lp92b1-para-perawi-hadits-imam-muslim-murid-sekaligus-penerus-bukhari
Comments