Psikoanalisa


Teori psikoanalisa
            Para teoritisi psikoanalisa mempunyai anggapan bahwa perkembangan pada dasarnya tidak disadari, yakni di luar kesadaran dan sangat diwarnai oleh emosi. Mereka juga yakin bahwa perilaku hanyalah suatu karakteristik permukaan dan untuk bisa memahami perkembangan individu kita harus menganalisis symbolic meanings of behavior (makna simbolis perilaku) dan kerja inner working of the mind (kerja pikiran yang paling dalam). Selain itu, mereka juga menekankan bahwa pengalaman-pengalaman bersama orangtua secara ekstensif akan membentuk perkembangan individu. Karakteristik ini digarisbawahi dalam teori psikoanalisa dengan tokohnya yang utama bernama Sigmund Freud.

Sigmund Freud (1856-1939)
            Sigmund Freud dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg (Austria), pada masa bangkitnya Hitler dan wafat di London pada tanggal 23 September 1939. Ia adalah seorang Jerman keturunan Yahudi. Pada usia 4 tahun ia dan keluarga pindah ke Viena, di mana ia menghabiskan sebagian besar masa hidupnya. Meskipun keluarganya Yahudi namun Freud menganggap bahwa dirinya adalah atheist.
            Pada tahun 1900, Freud menerbitkan sebuah buku yang menjadi tonggak lahirnya aliran psikoanalisa. Buku tersebut berjudul Interpretation of Dreams yang masih dikenal hingga saat ini. Dalam buku ini Freud memperkenalkan konsep yang disebut “unconsciousness mind” (alam ketidaksadaran). Selama periode 1901-1905 dia menerbitkan beberapa buku, tiga di antaranya adalah The Psychopathology of Everyday Life (1901), Three Essays on Sexuality (1905), dan Jokes and Their Relation to the Unconscious (1905). Menurut Freud definisi psikoanalisa yaitu : sebagai sebuah teori kepribadian dan psikopatologi, sebuah metode terapi untuk gangguan-gangguan kepribadian, suatu teknik untuk menginvestigasi pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan individu yang tidak disadari oleh individu itu sendiri.
            Pada 1917, Freud meyakini bahwa kepribadian memiliki 3 struktur, yaitu id, ego dan superego. Id adalah struktur kepribadian yang terdiri atas naluri (instinc), yang merupakan gudang energi psikis individu, bersifat tidak sadar secara total dan tidak memiliki kontak terhadap realitas. Ketika id terhambat maka akan muncul suatu struktur kepribadian yang baru yaitu ego, struktur kepribadian yang berkaitan dengan tuntutan realitas. Ego membuat keputusan-keputusan rasional, oleh karena itu disebut juga executive branch (badan pelaksana) kepribadian. Id dan ego tidak memiliki moralitas sehingga tidak bisa memperhitungkan apakah sesuatu benar atau salah. Kemudian siapakah yang berperan sebagai moralitas diri, dialah superego, struktur kepribadian yang terakhir ini dikatakan Freud sebagai badan moral kepribadian yang benar – benar memperhitungkan nilai benar dan salah. Superego juga bisa dianggap sebagai conscience (hati nurani) karena yang mencegah individu untuk berbuat tidak baik dan membuat individu berbuat sesuai aturan. Selain itu, Freud juga melihat kepribadian seperti suatu gunung es, dimana kebanyakan kepribadian terdapat di bawah tingkat kesadaran individu dan hal tersebut layaknya gunung es yang bagian terbesarnya terdapat di bawah permukaan air.
            Freud mengatakan bahwa ego mengatasi konflik antara tuntutan realitas, keinginan id, dan hambatan superego melalui defense mechanisms (mekanisme pertahanan) yang menurut istilah psikoanalitik bagi metode ketidaksadaran, ego membelokkan atau mendistorsi realitas, dengan demikian melindunginya dari kecemasan karena menurut Freud, tuntutan-tuntutan struktur kepribadian yang saling bertentangan akan menimbulkan kecemasan, contohnya ketika ego menghambat atau menghalang id untuk menuju ke kenikmatan maka kecemasan yang lebih dalam (inner anxiety) dirasakan dan keadaan yang tertekan berkembang ketika ego merasa bahwa id sedang membahayakan. Ketika itulah kecemasan akan mengingatkan dengan cara mengirim sinyal kepada ego untuk mengatasi konflik melalui alat mekanisme pertahanan yang terdiri dari:
v  Level I : Dalam level ini mayoritas bersifat patologis, yang mencakup:
(1) Denial (penyangkalan): melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tidak menyenangkan, dengan menolak menghadapi hal itu.
(2) Distortion: penyamaran / pengubahan impuls yang tidak bisa diterima oleh individu sehingga semuanya bisa lolos dari sensor impian
(3) Delusional Projection: suatu perasaan keyakinan atau kepercayaan yang keliru, yang tidak bisa diubah lewat penalaran atau penyajian fakta
v  Level II : Dalam level ini sering terdapat pada orang dewasa, namun pada umumnya terjadi pada remaja, yang mencakup:
(1)   Fantasy: memuaskan keinginan yang terhalang, dengan prestasi dalam khayalan
(2)   Projection: menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak baik
(3)   Hypocondriasis: satu perhatian penuh kerisauan yang dibesar-besarkan atau dilebih-lebihkan pada kesehatan pribadi
(4)   Passive aggression: tindakan permusuhan ditunjukkan pada seseorang atau benda yang diekspresikan secara tidak langsung (pasif).
(5)   Acting out (pemeranan): mengurangi kecemasan yang dibangkitkan oleh keinginan yang terlarang dengan membiarkan ekspresinya.
v  Level III : Dalam level ini mekanismenya bersifat neurotik, umumnya terjadi pada orang dewasa, bersifat short-term yang mencakup:
(1)   Displacement: melepaskan perasaan yang terkekang pada objek yang tidak begitu berbahaya seperti objek yang memicu emosi tersebut.
(2)   Dissociation: pemisahan satu pola proses-proses psikologis yang kompleks sebagai suatu kesatuan dari struktur kepribadian, yang kemudian bisa berfungsi bebas otonom dari sisa kepribadian lainnya.
(3)   Intellectualization (isolasi): memutuskan pelepasan afektif karena keadaan yang menyakitkan atau memisahkan sikap-sikap yang bertentangan dengan tembok-tembok yang tahan logika.
(4)   Reaction Formation: mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang berlawanan dan menggunakannya sebagai ”rintangan”.
(5)   Repression: mencegah pikiran yang menyakitkan atau berbahaya masuk ke alam sadar.
v  Level IV: Dalam level ini mekanismenya secara emosional terjadi pada orang dewasa yang sehat, yang mencakup:
(1)   Altruism: mementingkan kepentingan orang lain.
(2)   Anticipation: kesiapan mental untuk menerima suatu rangsangan.
(3)   Humour: ekspresi ide dan perasaan yang tampak (mengenai sesuatu yang tidak menyenangkan untuk dibicarakan) yang akan menyenangkan orang lain.
(4)   Identification: menambah rasa harga diri dengan menyamakan dirinya dengan orang lain.
(5)   Introjection: mengidentifikasikan diri dengan beberapa ide atau objek begitu dalam sehingga menjadi bagian dari dirinya.
(6)   Sublimation: satu proses yang tidak disadari di mana libido atau naluri seks ditunjukkan kepada atau diubah ke dalam bentuk penyaluran yang lebih bisa diterima.
(7)   Suppression: penghambatan yang disadari terhadap impuls-impuls atau ide-ide yang dianggap tidak cocok dengan penilaian seseorang mengenai diri sendiri, dikaitkan dengan ego ideal.

Di antara sekian banyak mekanisme pertahanan di atas, menurut Freud mekanisme pertahanan yang paling kuat dan paling meresap (the most powerful and pervasive) adalah represi (repression). Represi bekerja menolak dorongan-dorongan id yang tidak diinginkan di luar kesadaran dan kembali ke ketidaksadaran. Represi juga menjadi landasan bekerjanya mekanisme pertahanan yang lain, karena tujuan setiap mekanisme pertahanan ialah menekan (repress), atau menolak keinginan-keinginan yang mengancam di luar kesadaran. Freud mengatakan bahwa pengalaman masa awal anak-anak, sebagian besar di antaranya ia yakini sarat secara seksual (sexually laden), cukup mengancam dan menekan individu untuk mengatasinya secara sadar. Dan individu mengurangi kecemasan akibat konflik melalui represi. Freud yakin bahwa individu melampaui lima tahap perkembangan psikoseksual dan bahwa setiap tahap perkembangan tersebut individu mengalami kenikmatan pada satu bagian tubuh lebih daripada bagian tubuh yang lain yang disebut dengan Erogeneous zones.
Freud meyakini bahwa corak kepribadian orang dewasa telah dibangun pada awal – awal kehidupan dan hampir terbentuk secara komplit pada umur 5 tahun, oleh karena itulah menurutnya seorang individu melalui tahapan – tahapan perkembangan psikoseksual pada masa kanak – kanak. Lima tahap perkembangan psikoseksual yang dimaksud Freud tersebut  adalah:
1.                 Tahap mulut (oral stage) yaitu tahap pertama kepribadian Freud, yang berlangsung selama 18 bulan pertama kehidupan, di mana kenikmatan bayi berpusat di sekitar mulut. Kegiatan seperti mengunyah, mengisap dan menggigit merupakan sumber utama kenikmatan sehingga akan mengurangi tekanan atau ketegangan pada bayi. Dalam tahapan ini akan menyebabkan terjadinya kepribadian oral, karena individu merasakn kenikmata di bagian ini, sehingga seseorang akan terbiasa atau bahkan merasa senang dengan aktivitas mulut, seperti merokok, mencium, dan makan.
2.                 Tahap anal (anal stage) yaitu tahap kedua yang berlangsung antara usia 1 dan 3 tahun, di mana kenikmatan terbesar anak meliputi lubang anus atau fungsi pengeluaran yang diasosiasikan dengannya, seperti buang air, eksplorasi proses tubuh, atau bahkan memainkan feces. Menurut Freud latihan otot-otot lubang dubur akan mengurangi ketegangan. Dalam tahapan ini perlu diperkenalkan toilet training, karena respon dan pendidikan orang tua pada masa ini dapat mempengaruhi kepribadian anak, namun orang tua juga tidak boleh  terlalu keras dalam memberikan toilet training, karena akan menyebabkan konflik yang dapat menjadi  penyebab terganggunya kepribadian salah satunya adalah kepribadian yang analretactive yakni bersifat bersih yang terlalu berlebihan dan kurang percaya diri, dapat juga terjadi kepribadian yang sebaliknya yakni bersifat jorok.
3.                 Tahap phalic (phallic stage) yaitu tahap ketiga yang berlangsung antara usia 3 dan 6 tahun. Phallic berasal dari kata phallus yang berarti alat kelamin laki-laki (penis). Selama tahap ini kenikmatan berfokus pada alat kelamin, kepuasan bisa dilakukan dengan cara mengusap atau memperlihatkan alat kelamin dan fantasi seksual, ketika anak menemukan bahwa manipulasi diri (self manipulation) dapat memberi kenikmatan. Dalam pandangan Freud tahap ini memiliki kepentingan khusus dalam perkembangan kepribadian, karena selama periode inilah Oedipus Complex muncul. Istilah ini berasal dari mitologi Yunani, yang menurut Freud artinya adalah anak kecil mengembangkan suatu keinginan yang mendalam untuk menggantikan orangtua yang sama jenis kelamin dengannya dan menikmati afeksi dari orangtua dari yang berbeda jenis dengannya. Cara mengatasi Oedipus Complex yaitu ketika usia kira-kira 5 hingga 6 tahun, anak-anak menyadari bahwa orangtua yang sama jenis kelamin dengannya dapat menghukum mereka atas keinginan incest mereka (incestuous wishes). Untuk mengurangi konflik ini, anak mengidentifikasikan diri dengan orangtua yang sama jenis kelamin dengannya, dengan berusaha keras menjadi seperti orangtua yang sama dengan kelaminnya itu. Namun, bila konflik ini tidak teratasi individu dapat terfiksasi pada tahapan ini.
4.                 Tahap laten / tersembunyi (Latency stage) yaitu tahap keempat yang berlangsung kira – kira antara usia 6 tahun dan masa pubertas. Pada tahapan ini anak menekan semua minat terhadap seks dan lebih memilih untuk mengembangkan keterampilan sosial dan intelektualnya. Dengan adanya kegiatan tersebut maka energi anak menjadi lebih tersalurkan ke arah yang aman secara emosional sehingga membantu anak untuk melupakan konflik pada tahap phallic yang sangat menekan.
5.                 Tahap kemaluan (genital stage) yaitu tahap terakhir yang berawal dari masa pubertas dan seterusnya. Pada tahapan ini terjadi kebangkitan seksual, dan sumber kenikmatan seksual tidak lagi berasal dari dalam keluarga melainkan berada di luar keluarga.
Freud juga menyatakan bahwa kepribadian individu dewasa ditentukan oleh cara – caranya dalam mengatasi konflik yang terjadi dalam lima tahapan psikoseksual tersebut di atas dengan tuntutan – tuntutan sosial. Apabila konflik tidak mampu teratasi maka dapat terjadi fiksasi yaitu individu dapat mengalami perasaan yang begitu mendalam pada tahapan perkembangan tertentu. Misalnya, orang tua yang menyapih anaknya terlalu dini, terlalu keras dalam toilet training, menghukum anak karena melakukan masturbasi, atau melimpahi anak dengan kehangatan yang berlebihan. Selain itu Freud juga yakin bila konflik yang tidak teratasi dengan orang tua akan terjadi kembali pada masa remaja, namun jika konflik mampu teratasi dengan baik maka individu akan mampu mengembangkan suatu hubungan yang harmonis dan penuh cinta kasih dengan orang tuanya serta orang lain di sekitarnya, sehingga ia menjadi individu dewasa yang mandiri dan penuh cinta kasih.

Metode Psikoanalisa
1.      Hipnosis = dipelajari oleh Freud saat belajar ke Prancis bersama Josef Breuer kepada Mesmer dan Charcot. Namun metode ini tak lagi dipakai oleh Freud karena tidak semua orang bisa dihipnosis. Beberapa pasien menolak hal-hal yang mereka nyatakan pada keadaan tidak sadar. Dan  ketika 1 simptom telah berkurang karena pengaruh hipnosis, muncul set gangguan lainnya
2.      Asosiasi Bebas = Merupakan dasar metode katarsis. Memberikan klien untuk mengungkapkan apapun rekoleksi pengalamannya, secara sadar. Namun masih muncul transference. Freud melihat transference dapat digunakan sebagai dukungan proses mengurangi kecemasan. Asosiasi bebas tak lagi “bebas” karena terapis cenderung “menyetir” klien untuk menemukan “sasarannya”.
3.      Transference = Relasi lama ditimbulkan kembali oleh klien dalam relasinya dengan terapis.
4.      Analisa Mimpi = Manifestasi pengalaman yang selama ini direpres dalam ketidaksadaran akan muncul melalui “status subconscious” yaitu dalam bentuk mimpi.

Kritik Terhadap Psikoanalisa
·               Terlalu menekankan pengaruh ketidaksadaran dan seksualitas, karena dalam pandangan Freud peran id sangatlah dominan, dan kepribadian manusia tidak hanya diatur oleh insting seksual.
·               Kritik dari para feminis yang tidak menyetujui teori andocentris yaitu terjadinya penis envy dimana anak perempuan merasa iri karena dirinya tidak mempunyai penis seperti anak lelaki atau ayahnya.
·               Terlalu menekankan pada masa lalu, karena Freud melihat gejala permasalahan pada kepribadian berdasarkan pengalaman masa lalu, salah satu contohnya adalah fiksasi pada salah satu tahapan perkembangan psikoseksual individu.
·               Freud tidak memiliki dasar empiris karena dia membangun teori dari laporan kasus klinis yang hanya ia tangani.
·               Teori Freud dan perkiraan terhadap tingkah laku manusia memyebabkan terjadinya kebingungan dalam pendefinisian id, ego, dan superego sehingga sulit untuk diketahui secara pasti makna yang sebenarnya.

Kontribusi Psikoanalisa
·               Aplikasi luas dalam bidang klinis (bukan akademik), karena hingga saat ini pendekatan psikopatologi masih banyak digunakan.
·               Ajaran Freud berpengaruh pada seni, literature, sastra, filosofi.





















DAFTAR PUSTAKA


Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi Edisi ke Enam. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada.
Chaplin, J.F. 1993. Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta : PT. Rajagrafindo Persada.
Echols, John M. dan Hassan Shadily. 1988. Kamus Inggris – Indonesia. Jakarta : PT. Gramedia.
http://wikipedia.com (sitasi 17 Maret 2008).
John W. Santrock, penerjemah Achmad Chusairi S.Psi dan Drs. Juda Damanik, M.S.W. 2002. Life-span Development : Perkembangan Masa Hidup Edisi Kelima. Jakarta : Erlangga.
Maramis, W.F. 1990. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya : Airlangga University Press.
Schultz, Duane. 1981. A History of Modern Psychology. New York : A Subsidiary of Hartcourt Brace Jovanovitch Publishers.


Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki