Retorika
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Apabila
ada seseorang yang mengatakan retorika. Maka, dipikiran kita akan muncul orang
yang berdiri di atas podium sambil berbicara lantang. Ada juga orang yang
dipikirannya menggambarkan seseorang yang mencoba mempengaruhi lawan bicaranya
dengan jurus-jurus kata yang ia miliki. Namun, tidak semua orang memiliki
kemampuan retorika yang baik sehingga ia tidak bisa mengungkapkan keinginannya.
Sering
orang mengatakan. “Dia tahu banyak, hanya tidak dapat mengungkapkan dengan
baik. Dia tidak dapat mengungkapkan pikirannya secara meyakinkan,”. Sangatlah
menyedihkan apabila orang yang berguna tetapi tidak dapat mengkomunikasikannya
secara mengesankan dan meyakinkan kepada orang lain.
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimana
pengertian retorika?
2. Apakah
retorika dapat dipelajari?
3. Ada
berapa pembagian retorika?
4. Apa
alasan mempelajari retorika?
5. Bagaimana
sejarah retorika?
6. Apa
fungsi retorika?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk
mengetahui pengertian retorika.
2. Untuk
mengetahui mengapa retorika dapat dipelajari.
3. Untuk
mengetahui pembagian retorika
4. Untuk
mengetahui pembagian retorika
5. Untuk
mengetahui sejarah retorika
6. Untuk
Mengetahui fungsi Retorika.
A. Pengertian Retorika
Titik tolak retorika adalah
berbicara. Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat, kepada seseorang
atau seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Berbicara adalah satu kemampuan khusus
pada manusia. Oleh karena itu berbicara itu setua umur bangsa manusia. bahasa
dan pembicaraan itu muncul, ketika manusia mengungkapkan dan menyampaikan
pikirannya kepada manusia lain.
Retorika
berarti kesenian untuk berbicara baik, yang dicapai berdasarkan bakat alam dan
keterampilan teknis. Dewasa ini retorika diartikan sebagai kesenian untuk
berbicara baik, yang dipergunakan untuk berkomunikasi antar manusia. Kesenian
berbicara ini bukan hanya berbicara lancar tanpa jalan pikiran yang jelas dan
tanpa isi, melainkan suatu kemampuan untuk berpidato dan berbicara secara
singkat, jelas padat dan mengesankan.
Retorika modern mencakup daya ingatan yang
kuat, daya kreasi dan fantasi yang tinggi, teknik pengungkapan yang tepat dan
daya pembuktian serta penilaian yang tepat. Retorika modern adalah gabungan
yang serasi antara pengetahuan, pikiran, kesenian dan kesanggupan berbicara.
Dalam bahasa percakapan atau bahasa popular, retorika berarti pada tempat yang
tepat, pada waktu yang tepat, atas cara yang lebih efektif, mengucapkan
kata-kata yang tepat, benar dan mengesankan. Itu berarti orang harus dapat
berbicara jelas, singkat dan efektif. Jelas supaya mudah dimengerti; singkat
untuk menghemat waktu, dan sebagai tanda kepintaran; dan efektif karena apa
gunanya berbicara jika tidak membawa efek?. Dalam konteks ini pepatah cina
mengatakan, “orang yang menembak banyak, belum tentu seorang penembak yang
baik. Orang yang berbicara banyak, belum tentu seseorang yang pandai berbicara”.
Keterampilan
dan kesanggupan menguasai seni berbicara ini dapat dicapai dengan menonton para
retor terkenal, dengan mempelajari hukum-hukum retorika dan dengan melakukan
latihan yang teratur. Dalam seni berbicara dituntut juga penguasaan bahan, dan
pengungkapan yang tepat melalui bahasa.
B. Apakah retorika dapat dipelajari?
Sebuah pepatah berbahasa latin
berbunyi: “poeta nascitur, orator fit.”Artinya, “Seorang penyair dilahirkan,
tetapi seorang ahli pidato dibina”. Sejak dua ribu tahun terbukti banyak orang
menjadi ahli pidato, karena mereka mempelajari teknik berbicara. Mereka pernah
berani memulai berpidato di depan orang banyak, sesudah itu mempelajari teknik
berbicara,lalu melakukan latihan secara
tekun sampai menguasai teknik berbicara dan pidato. Satu contoh dalam sejarah:
1. Demosthenes
(384-322)
Demosthenes menceritakan bahwa,
sejak lahir ia mempunyai kekurangan dalam berbicra. Untuk mengatasi ini, dia
pergi ke pantai laut, menaruh kerikil dalam mulutnya, dan berusaha berbicara
dengan ucapan yang jelas, dan dengan suara sekuat mungkin untuk mengatasi
gemuruh hempasan ombak. Dan usaha ini ahirnya berhasil. Demosthenes ahirnya
menjadi seorang ahli pidato termashur di kerajaan Yunani kuno.[1]
2. Winston
Churchill (1874-1965)
Untuk dapat berpidato di depan
parlemen inggris, Winston Churchill mempersiapkan diri secara intensif. Berhari-hari
dia mencoba dan membuat latihan membaca dan berpidato. Beberapa penting dari
bagian pidatonya malah dihafalkan usaha yang tekun ini akhirnya menjadikan Winston
Churchill seorang ahli pidato terkenal dalam abad dua puluh.
Orang-orang yang bersifat introvert dapat mengalami
kesulitan untuk mengungkapkan diri lewat bahasa. Demikian juga dalam
mempelajari ilmu retorika. Sebaliknya, memepelajari retorika lebih mudah bagi
mereka yang bersifat ekstrovert. Tetapi kepada setiap orang dianugrahkan
kemampuan yang cukup untuk bisa berkomunikasi. Justru keberhasilan dalam proses
komunikasi dan dalam menguasai teknik dan seni berbicara tergantung dari usaha
untuk mengembangkan kemampuan itu dan berusaha secara optimal untuk melatih
diri. Oleh karena itu, seni berbicara dapat dikuasai, retorika dapat dipelajari
.[2]
C.
Pembagian Retorika
Retorika
merupakan bagian dari ilmu bahasa (linguistik), khususnya ilmu bina bicara
(sprecherziehung). Retorika sebagai bagian dari ilmu bina bicara ini mencakup:
1.
Monologika
Monologika adalah ilmu tentang seni
berbicara secara monolog, dimana hanya seorang yang berbicara. Bentuk-bentuk
yang tergolong dalam monologika adalah, pidato, kata sambutan, kuliah, makalah,
ceramah dan deklamasi.
2.
Dialogika
Dialogika adalah tentang ilmu seni
berbicara secara dialog, dimana dua orang atau lebih mengambil bagian dalam
satu proses pembicaraan. Bentuk dialogika yang penting adalah diskusi, tanya
jawab, perundingan, percakapan dan debat.
3.
Pembinaan
Teknik Bicara
Evektivitas monologika dan dialogika
tergantung juga pada teknik bicara. Teknik bicara merupakan syarat bagi
retorika. Oleh karena pembinaan teknik bicara merupakan bagian yang penting
dalam retorika. Dalam pebagian ini perhatian lebih diarahkan dalam pembinaan
teknik bernafas, teknik mengucap, bina
suara, teknik membaca dan bercerita.
D.
Alasan Mempelajari Retorika
Mengapa
orang belajar retorika? Mengapa orang mau menguasai ilmu pandai bicara?
Mengenai dua pertanyaan ini pasti banyak jawaban yang bermacam-macam.
Tergantung dari pribadi masing-masing. Dan yang pasti inti dari semua jawaban
yang berbeda-beda ingin pandai berbicara di depan publik atau di depan satu
orang. Karena sampai kapanpun berbicara merupakan salah satu cara jitu dalam
menaklukan orang.
Almarhum
Kiai Zainuddin Mz. Tidak akan kondang dan namanya tidak akan dikenal sampai ke
pelosok negeri jika tidak pandai dalam beretorika. Begitu pula Aagym, Ustad
Yusuf Mansyur dan ustad-ustad lainnya. Dalam dunia kepahlawanan Bung Tomo tidak
akan bisa membakar semangat arek suroboyo dalam mempertahankan kemerdekaan jika
tidak pandai dalam beretorika. Begitu juga presiden pertama Indonesia Soekarno
tidak akan menyatakan kemerdekaan Indonesia jika tidak pandai beretorika.
Maka
dari itu, tak heran di dalam masyarakat umum dicari para pemimpin atau
orang-orang yang berpengaruh, yang memiliki kepandaian dalam hal berbicara.
Juga di bidang-bidang lain seperti perindustrian, perekonomian dan
bidang-bidang sosial, kepandaian berbicara atau keterampilan menggunakan bahasa
secara efektif sangat diandalkan. Menguasai kesanggupan berbahasa dan
keterampilan berbicara menjadi alasan utama keberhasilan orang-orang terkenal
di dalam sejarah dunia seperti: Demosthenes, Socrates, J. Caesar, St.
Agustinus, St. Ambrosius, Martin Lhuter, Martin Luther King, J.F, Kennedy ,
Soekarno (seperti yang kami sebutkan di atas) dan lain-lain.
Dalam
sejarah dunia justru kepandaian berbicara atau berpidato merupakan instrument
utama untuk mempengaruhi massa. Bahasa dipergunakan untuk meyakinkan orang
lain. Ketidakmampuan mempergunakan bahasa, sehingga tidak jelas mengungkapkan
masalah atau pikiran akan membawa dampak negative dalam hidup dan karya seorang
pemimpin. Oleh karena itu, pengetahuan tentang retorika dan ilmu komunikasi
yang memadai akan membawa keuntungan bagi pribadi bersangkutan dalam
bidang-bidang di bawah ini:
1. Kemampuan
Pribadi
Menguasai ilmu retorika dan
keterampilan dalam menggunakan bahasa secara tepat, dapat meningkatkan
kemampuan pribadi orang yang bersangkutan.
2. Keberhasilan
pribadi
Orang yang menguasai ilmu retorika
dan terampil dalam mempergunakan bahasa, dapat mengalami banyak sukses dalam
hidup dan karyanya.
3. Tugas
dan Jabatan
Dalam mengemban suatu tugas atau
jabatan, penguasaan ilmu retorika dapat memberi keuntungan seperti dapat
mengemukakan pikiran secara singkat, jelas tetapi padat, sehingga mudah
meyakinkan orang lain dan lain-lain.
4. Kehidupan pada umumnya
Secara umum penguasaan ilmu retorika dapat
mendatangkan keuntungan-keuntungan seperti memberi kesempatan dan kemungkinan
untuk mengontrol diri. Dalam proses komunikasi orang semakin terbuka terhadap
diri sendiri dan orang lain. Dan lain-lain.[3]
E.Sejarah
Retorika
Sebagai cikal bakal ilmu komunikasi
, retorika mempunyai sejarah yang panjang. Para ahli berpendapat bahwa retorika
sudah ada sejak manusia ada. Akan tetapi, retorika sebagai seni bicara yang
dipelajari dimulai pada abad kelima sebelum Masehi ketika kaum Sofis di Yunani
mengembara dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk mengajarkan
pengetahuan mengenai politik dan pemerintahan dengan penekanan terutama pada
kemampuan berpidato. Pemerintah, menurut kaum Sofis, harus berdasarkan suara terbanyak atau demokrasi sehingga perlu
adanya usaha untuk membujuk rakyat demi kemenangan dalam pemilihan-pemilihan.
Maka berkembanglah seni pidato yang membenarkan pemutarbalikan kenyataan demi
tercapainya tujuan. Yang penting,khalayak bisa tertarik perhatiannya.
Kaum Sofis berpendapat bahwa
manusia adalah “ makhluk yang berpengetahuan dan berkemauan”. Manusia mempunyai penilaian sendiri mengenai
baik buruknya sesuatu, mempunyai nilai-nilai etikanya sendiri, karena itu
kebenaran suatu pendapat hanya dicapai apabila seseorang dapat memenangkan
pendapatnya terhadap pendapat-pendapat orang-orang lain yang berbeda dengan norma-normanya.
Tidak mengherankan bila pada masa itu orang-orang melatih diri untuk memperoleh
kemahiran dalam berbicara sehingga inti pembicaraan beralih dari mencari
kebenaran kepada mencari kemenangan.
Tokoh aliran Sofisme ini adalah
Georgias(480-370) yang dianggap sebagai guru retorika yang pertama dalam
sejarah manusia. Filsafat mazhab Sofisme ini diceminkan oleh Georgias yang
menyatakan bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan jika tercapai
kemenangan dalam pembicaraan.
Pendapat Georgias ini berlawanan
dengan pendapat Protagoras (500-432) dan Socrates (469-399). Protagoras
mengatakan bahwa kemahiran berbicara bukan demi kemenangan, melainkan demi
keindahan bahasa. Sedangkan bagi Socrates, retorika adalah demi kebenaran
dengan dialog sebagai tekniknya karena dengan dialog kebenaran akan timbul
dengan sendirinya.
Seseorang yang sangat dipengaruhi
Socrates dan Georgias adalah Isocrates yang pada tahun 392 SM mendirikan
sekolah retorika dengan meitikberatkan pendidikannya pada pidato-pidato politik.
Filsafat Isocrates ialah bahwa hakikat pendidikan adalah kemampuan membentuk
pendapat-pendapat yang tepat mengenai masyarakat. Dengan sekolahnya itu,
Isocrates selama 50 tahun berhasil mendidik murid-muridnya menjadi pemimpin
yang baik.
Yang sama pendapatnya dengan
Isocrates, yaitu bahwa retorika memegang peranan penting bagi persiapan
seseorang untuk menjadi pemimpin, adalah Plato. Plato adalah murid Socrates
yang sangat terkenal. Menurut Plato, retorika sangat penting sebagai metode
pendidikan, sebagai sarana untuk mencapai kedudukan dalam pemerintahan dan
sebagai sarana untuk mempengaruhi rakyat. Plato mengatakan bahwa retorika
bertujuan memberikan kemampuan menggunakan bahasa yang sempurna dan merupakan
jalan bagi seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang luas dan dalam, terutama
dalam bidang politik.
Betapa pentingnya retorika dapat
dilihat dari peranan retoriak dalam demokrasi. Dalam hubungan ini terkenal
seorang orator bernama Demosthenes (384-322) yang pada zaman Yunani sangat
termasyhur karena kegigihannya mempertahankan kemerdekaan Athena dari ancaman
Raja Philipus dari Macedonia. Pada waktu itu telah menjadi anggapan umum bahwa
dimana terdapat sistem pemerintahan yang berkedaulatan rakyat, disitu harus ada
pemilihan berkala dari rakyat dan oleh rakyat untuk memilih
pemimpin-pemimpinnya. Dimana demokrasi menjadi sistem pemerintahan, disitu
dengan sendirinya masyarakat memerlukan orang-orang yang mahir berbicara di
depan umum.
Demosthenes pada masa jayanya itu
meningkatka kebiasaan retorika yang berlaku pada zamannya, dan lebih menekankan
pada:
a.
Semangat yang berkobar-kobar
b. Kecerdasan
pikiran
c.
Kelainan dari yang lain.
Ada 61 naskah pidato Demosthenes
yang sampai sekarang masih tersimpan, diantaranya yang terindah ialah naskah
pidato yang bila diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia berjudul “ Tentang
Karangan Bunga ”, sebuah sambutan terhadap pemujaan rakyat kepadanya ketika ia
berhasil menyingkirkan lawannya, Aischines.
Tokoh retorika lainnya pada zaman
Yunani adalah Aristoteles yang sampai kini pendapatnya banayk dikutip.
Berlainan dengan tokoh-tokoh lainnya yang memandang retorika sebagai suatu
seni, Aristoteles memasukkannya sebagai bagian dari filsafat. Dalam bukunya, Retorika, dia mengtakan “ Anda, para
penulis retorika, terutama menggelorakan emosi. Ini memang baik, tetapi
ucapan-ucapan Anda lalu tidak dapat dipertanggungjwabkan. Tujuan retorika yang
sebenarnya adalah membuktikan maksud pembicaraan atau menampakkan
pembuktiannya. Ini terdapat pada logika. Retorika hanya menimbulkan perasaan
pada suatu ketika kendatipun lebih efektif daripada silogisme. Pernyataan yang
menjadi pokok bagi logika dan juga bagi retorika akan benar bila telah diuji
oleh dasar-dasar logika.” Demikian Aristoteles. Selanjutnya dia berkata bahwa
keindahan bahsa hanya digunakan untuk empat hal yaitu yang bersifat:
1)
Membenarkan (corrective),
2) Memerintah
(instructive),
3) Mendorong
(sugestive),
4)
Mempertahankan (defensive).
Dalam membedakan bagian-bagian
struktur pidato, Aristoteles hanya membaginya menjai tiga bagian, yaitu:
a.
Pendahuluan,
b. Badan,
c.
Kesimpulan.
Bagi Aristoteles,retorika adalah the art of persuasion. Lalu ia
mengajarkan dalam retorika, suatu uraian harus:
1) Singkat,
2) Jelas,
3)
Meyakinkan.
Demikian perkembangan retorika di
Yunani.
Di Romawi yang mengembangkan
retorika adalah Marcus Tulius Cicero (106-43 SM) yang menjadi masyhur karena
suaranya dan bukunya yang berjudul antara lain de Oratore. Sebagai seorang orator ulung, Cicero mempunyai suara
yang berat mengalun,paada suatu saat menggema,apa waktu lain halus merayu,
bahkan kadang-kadang pidatonya itu disertai cucuran airmata.
Buku de Oratore yang telah ditulisnya terdiri atas tiga jilid. Jilid I
menguraikan pelajaran yang diperlukan oleh seorang orator, jilid II menjelaskan
hal pengaruh, dan jilid III menerangkan bentuk-bentuk pidatonya.
Sebagai seorang tokoh retorika
Cicero meningkatkan kecakapan retorika menjadi suatu ilmu. Berkenaan dengan
sistematika dalam retorika, Cicero berpendapat bahwa retorika mempunyai dua
tujuan pokok yang bersifat:
1)
Suasio
(anjuran),
2)
Dissuasio
(penolakan).
Paduan dari kedua sifat itu
dijumpai terutama dalam pidato-pidato peradilan di muka Senat Roma. Pada saat
itu tujuan pidato di muka pengadilan adalah untuk menyadarkan publik tentang
hal-hal yang menyangkut kepentingan rakyat, perundang-undangan negara, dan
keputusan yang akan diambil. Hal ini, menurut Cicero, hanya dapat dicapai
dengan menggunakan teknik dissuasio
apabila terdapat kekeliruan atau pelanggaran dalam hubungannya dengan
undang-undang, atau suasio jika akan
mengajak masyarakat untuk mematuhi
undang-undang dan keadilan.
Cicero mengajarkan bahwa dalam mempengaruhi
pendengar-pendengarnya, seorang retor harus meyakinkan mereka dengan
mencerminkan kebenaran dan kesusilaan. Dalam pelaksanaannya, retorika meliputi:
a)
Investio
Ini berarti mencari bahan dan tema
yang akan dibahas. Pada tahap ini bahan-bahan dan bukti-bukti harus dibahas
secara singkat dengan memperhatikan keharusan pembicara:
1.
Mendidik,
2. Membangkitkan
kepercayaan,
3. Menggerakkkan
hati.
b)
Ordo
collocatio
Ini mengandung arti menyusun pidato
yang meminta kecakapan si pembicara dalam memilih mana yang lebih penting, mana
yang kurang penting. Penyusun pidato juga meminta perhatian terhadap:
1. Exordium
(pendahuluan),
2. Narratio (pemaparan),
3. Confirmatio
(pembuktian),
4. Reputatio
(pertimbangan),
5. Peroratio
(penutup).
Demikian
retorika di Romawi yang banyak persamaannya dengan retorika di Yunani.[4]
F.
Retorika Sebagai Proses Komunikasi
Sebuah
contoh: sebuah mobil bekas akan dijual. Pemilik mobil tentu ingin menjuaknya
dengan harga yang memuaskan (tujuan).
Dalam pembicaraan dengan calon pembeli, penjual tentu tidak hanya menjelaskan
tentang merk, tipe, tahun keluaran dan ciri khas mobil, tetapi dia juga pasti
akan memuji-muji mobil tersebut. Misalnya: terpelihara baik, bentuknya sangat
cocok dengan keadaan jalan dan tidak pernah terjadi kecelaakaan. Sigkatnya:
mobil bekas yang paling ideal, yang apabila dibandingkan dengan harga,
sebenarnya masih terlalu murah.
Di
lain pihak calon pembeli juga ingin supaya dapat membeli mobil itu dengan harga yang murah (tujuan). Oleh karena itu
terjadi tawar menawar dalam perdagangan, dimana penjual dan pembeli saling
memberi argumentasi untuk mencapai tujuan masing-masing.
Dari contoh diatas,
dapat dilihat aspek-aspek komunikasi retoris sebagai berikut:
·
Seorang pembicara, menyampaikan kepada;
·
Seorang pendengar sebagai kawan bicara
atau pelanggan
·
Sesuatu
·
Dengan maksud dan tujuan tertentu
(menjual mobil)
·
Memberikan argumen-argumen terhadap isi
pembicaraan
·
Sambil mendengar dan mempertimbangkan
argumen-argumen balik dari pendengar.[5]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Titik tolak retorika adalah berbicara.
Berbicara berarti mengucapkan kata atau kalimat, kepada seseorang atau
seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Berbicara adalah satu kemampuan husus
pada manusia. Oleh karena itu berbicara itu setua umur bangsa manusia. bahasa
dan pembicaraan itu muncul, ketika manuia mengungkapkan dan menyampaikan
pikirannya kepada manusia lain.
·
Sebuah pepatah berbahasa latin berbunyi:
“poeta nascitur, orator fit.”Artinya, “Seorang penyair dilahirkan, tetapi
seorang ahli pidato dibina”. Sejak dua ribu tahun terbukti banyak orang menjadi
ahli pidato, karena mereka mempelajari teknik berbicara. Mereka pernah berani
memulai berpidato di depan orang banyak, sesudah itu mempelajari teknik
berbicara,lalu melakukan latihan secara
tekun sampai menguasai teknik berbicara dan pidato.
·
Retorika sebagai bagian dari ilmu bina
bicara ini mencakup1. Monologika 2.Dialogika 3. Pembinaan Teknik Bicara.
·
Dalam sejarah dunia justru kepandaian
berbicara atau berpidato merupakan instrument utama untuk mempengaruhi massa.
Bahasa dipergunakan untuk meyakinkan orang lain. Ketidakmampuan mempergunakan
bahasa, sehingga tidak jelas mengungkapkan masalah atau pikiran akan membawa
dampak negative dalam hidup dan karya seorang pemimpin. Oleh karena itu,
pengetahuan tentang retorika dan ilmu komunikasi yang memadai akan membawa
keuntungan bagi pribadi bersangkutan.
·
Sebagai cikal bakal ilmu komunikasi ,
retorika mempunyai sejarah yang panjang. Para ahli berpendapat bahwa retorika
sudah ada sejak manusia ada. Akan tetapi, retorika sebagai sni bicara yang
dipelajari dimulai pada abad kelima sebelum Masehi ketika kaum Sofis di Yunani
mengembara dari tempat yang satu ke tempat yang lain untuk mengajarkan
pengetahuan mengenai politik dan pemerintahan dengan penekanan terutama pada
kemampuan berpidato. Pemerintah, menurut kaum Sofis, harus berdasarkan suara terbanyak atau demokrasi sehingga perlu
adanya usaha untuk membujuk rakyat demi kemenangan dalam pemilihan-pemilihan.
Maka berkembanglah seni pidato yang membenarkan pemutarbalikan kenyataan demi
tercapainya tujuan. Yang penting,khalayak bisa tertarik perhatiannya.
·
Sebuah contoh: sebuah mobil bekas akan
dijual. Pemilik mobil tentu ingin menjuaknya dengan harga yang memuaskan (tujuan). Dalam pembicaraan dengan calon
pembeli, penjual tentu tidak hanya menjelaskan tentang merk, tipe, tahun
keluaran dan ciri khas mobil, tetapi dia juga pasti akan memuji-muji mobil
tersebut. Misalnya: terpelihara baik, bentuknya sangat cocok dengan keadaan
jalan dan tidak pernah terjadi kecelaakaan. Sigkatnya: mobil bekas yang paling
ideal, yang apabila dibandingkan dengan harga, sebenarnya masih terlalu murah.
Daftar Pustaka
ü Hendrikus
Dori Wuwur, RETORIKA, Terampil berpidato,
berdiskusi, berargumentasi, bernegosiai. (Yogyakarta, KANISIUS (anggota
Ikapi) 1991).
ü Uchyana
Effendy, , Onong Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung, PT REMAJA ROSDAKARYA ,
2009).
[1]http://books.google.co.id/books?id=DTR9JHvRGbIC&pg=PA14&lpg=PA14&dq=pengertian+retorika&source=bl&ots=mx4qYFn_ej&sig=tkCbdaz-2uXhIEp14v9cAe6gEtg&hl=id&sa=X&ei=HPNdT7G4Fc-mrAf8-bidDA&ved=0CDoQ6AEwAw#v=onepage&q=pengertian%20retorika&f=falseWaktu: Monday, March 12, 2012
8:00:46 PM
[2]
Dori Wuwur Hendrikus, RETORIKA, Terampil
berpidato, berdiskusi, berargumentasi, bernegosiai. (Yogyakarta, KANISIUS
(anggota Ikapi) 1991) hal 16-17
[3]
Ibid hal 17-20
[4]
,
Onong Uchyana Effendy, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, (Bandung, PT REMAJA
ROSDAKARYA , 2009) hal 53-56
[5]
Ibid, Hendrikus hal 42
Comments