News (Berita)



Berita, pers, dan jurnalistik adalah 3 terminologi yang memiliki pengertian sama. Ketiganya sering dipergunakan secara bersamaan. Secara garis besar, terdapat dua pandangan terkait dengan pengertian berita. Menurut pers timur, berita diartikan sebagai proses pelaporan peristiwa dengan tujuan tertentu,yang utama adalah untuk mewujudkan masyarakat informatif. Bagi pers timur, berita dipandang mampu memberikan perubahan bagi masyarakat untuk lebih cerdas, terdidik, dan berwawasan. Dengan begitu, secara tidak langsung mudah menciptakan Susana damai di tengah masyarakat.
Berbeda dengan pers timur. Pers barat justru memandang berita sebagai sebuah komoditi yang berpotensi menghasilkan keuntungan materi. Pers barat lebih condong ke arah kapitalisasi berita. Bagi pers barat, berita harus menghasilkan keuntungan materi bagi media mereka. Terkait dengan hal ini, ada adogium menarik yang dilontarkan oleh raja media di Inggris, Lord Northcliffe “News is anything out of ordinary”, dengan demikian menurut Northcliffe, “if a dog bites man, that’s not news; if a man bits a dog, that’s news”. Bahkan, seorang Jurnalis AS, George C. Bastian menggambarkan aritmatik berita sebagai berikut :
1 ordinary man + 1 ordinary life = 0
1 ordinary man + 1 extra ordinary adventure = 1
1 ordinary husband + 1 ordinary wife = 0
1 ordinary husband + 3 wifes = 1
1 bank cashier + 1 wife + 3 children = 0
1 bank cashier - $ 10.000 = 1

Bagi pers barat, hanya peristiwa yang menguntungkan bagi mereka saja yang dianggap sebagai berita. Tanpa disadari orientasi pers barat sedikit banyak berpengaruh pada model pemberitaan di Indonesia. Secara perlahan beberapa media di Indonesia mulai berkiblat pada media barat yang kapitalis. Walau masih menonjolkan sisi ketimuran, tetapi dominasi tersebut tidak dapat dipungkiri.
Unsur Layak Berita
Jika mengacu pada pasal 5 Kode Etik Jurnalistik yang berbunyi :
            “Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan kecermatan dan ketepatan, serta tidak mencampurkan fakta dan opini sendiri. Tulisan berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama jelas penulisnya”
Dari ketentuan yang ditetapkan oleh kode etik jrnalistik, menjadi jelas bahwa berita harus cermat dan cepat, atau dalam bahasa jurnalistik harus akurat. Selain itu berita harus lengkap (complete), adil (fair), dan berimbang (balanced). Kemudian, tidak diperkenankan berita yang bercampur aduk antara fakta dan opini pribadi jurnalis peliputnya, atau dalam bahasa jurnalistik berita harus objective. Dan yang terakhir, berita harus ringkas (concise), jelas (clear), dan hangat (current). Selanjutnya, bahasan detail dari masing-masing unsur adalah sebagai berikut :
1.    Akurat
Kerja media adalah kerja tim, yang membutuhkan kerjasama satu dengan yang lain. Akurasi sebuah berita, disamping ditentukan oleh jurnalis yang ada di lapangan, juga ditentukan oleh dewan redaksi yang berada di dapur redaksi. Akurasi sebuah berita meliputi akurasi akan nama, ejaan, gelar, alamat, lokasi, dan detail segala sesuatu yang terkait dengan berita.
Untuk mensiasati kesalahan yang terjadi (human error), maka seharusnya setiap komponen pembuat berita melakukan check and recheck, sehingga peluang kesalahan dapat diminimalkan.
Akurasi adalah kunci kredibilitas. Ketidak-akuratan biasanya disebabkan karena kecerobohan, kemalasan, penipuan atau ketidakpedulian reporter dalam menuliskan hasil reportasenya. Pengecekan ulang sebelum kita menulis, membaca kembali dengan hati-hati dan mengeceknya kembali setelah kita menulis adalah benteng terbaik terhadap ketidak-akuratan.
Penulis dan pembaca mempunyai keperluan yang berbeda, namun bisa bekerjasama. Penulis tak ada artinya tanpa pembaca, dan pembaca masuk dalam sebuah cerita dengan harapan besar bisa memahami semuanya. Tanggung jawab yang terbesar terletak pada penulis. Jika penulis mengkhianati harapan pembaca dengan membuat sejumlah kesalahan atau kekurang-tepatan, dia merusak kerjasama yang telah terbentuk.
MENGUJI AKURASI
Berikut ini adalah elemen-elemen utama dalam mencermati sebuah fakta atau detil :
a.                     Jangan menebak
Penulis harus memegang betul apa saja yang diketahui dan apa saja yang dimengerti. Jika kita tidak benar-benar memahami, cek kembali hal itu atau tinggalkan sama sekali. Jangan pernah mengira-kira.
b.                     Angka
Ceklah dua kali semua angka dan jumlah. Sebuah angka seringkali tak memiliki makna, kecuali diletakkan pada konteks yang mudah dipahami pembaca. Angka tentang omset penjualan misalnya, tak punya makna jika tak disertai omset penjualan tahun lalu, berapa prosentase kenaikan atau penurunan dari tahun-tahun sebelumnya. Angka juga seringkali lebih bermakna jika disertai penjelasan yang menyentuh pembaca:
-          Seberapa mahal dibanding APBN Indonesia tahun ini atau dibanding harga mobil Kijang yang rata-rata dimiliki pembaca?
-          Seberapa luas dibanding lapangan sepakbola?
-          Seberapa jauh melampaui standar pencemaran udara?
Dengan kata lain, angka yang ada sebaiknya disertai ekuivalennya yang mudah dicerap pembaca. Ukuran-ukuran juga sebaiknya dikonversikan ke ukuran yang lazim dipakai pembaca: km bukan mil, rupiah bukan dolar, meter bukan kaki, kg bukan pound. Jika Anda tak menghitung sendiri, sebutkan dari mana angka itu dikutip — dari sumber atau dari buku statistik, misalnya.
c.                 Nama, Tanggal dan Tempat
Tak ada orang yang suka namanya ditulis secara salah. Usahakan untuk meminta sumber berita mengeja sendiri nama sekaligus gelar dan nama panggilannya. Lihat di buku rujukan yang terpercaya, misalnya buku apa siapa atau ensiklopedi. Jangan percaya hanya pada leaflet atau selebaran atau omongan teman Anda.
Catatan penting tentang nama sumber: sebagian besar nama orang Indonesia terdiri atas dua kata (kecuali Soeharto misalnya). Cantumkan nama lengkap ketika pertama kali Anda menyebutnya dalam laporan. Pada saat kita menulis tentang tanggal, lihatlah kalender lebih dahulu. Ketika menulis tentang tempat, lihatlah kembali peta. Jika mungkin, milikilah sebuah buku pintar, infopedi, tabel konversi, kalender dan peta kecil. Letakkan pada tempat yang mudah dijangkau, sehingga tak enggan kita untuk mengecek sesuatu fakta.
d.                Kutipan
Apakah sesuatu kutipan benar-benar seperti yang dikatakan oleh sumber? Apakah catatan kita benar dan kita berani mempertahankan sampai di meja pengadilan? Jika tidak, sebaiknya dijelaskan dengan kata-kata kita sendiri saja.
e.                Terburu-buru
Kata-kata yang sering digunakan sebagai permintaan maaf atas beberapa kesalahan adalah: ”Saya tidak punya waktu untuk mengeceknya kembali”. Alasan yang tidak bisa diterima.
f.                  Cerita Bohong
Sangat jarang penerbitan yang tidak memasukkan hal ini ke dalam beritanya. Keragu-raguan adalah perlindungan yang terbaik. Jika sebuah cerita atau kenyataan seolah-olah sangat aneh atau menakjubkan untuk dipercaya, jangan percaya hal itu sebelum ada pembuktiannya.
g.                Kesalahan Teknis
Perhatian yang istimewa sangat dibutuhkan pada tulisan khusus seperti ilmu pengetahuan, hukum, kedokteran, teknik, keuangan dan sejenisnya. Sediakan waktu untuk menelitinya, dan kemudian ceklah kembali informasi yang kita peroleh melalui pakar yang dapat dipercaya pada bidang tersebut.
h.                Rekayasa
Manipulasi, perubahan konteks, distorsi, pemaparan yang salah, sindiran, kebencian, gosip, kabar angin dan melebih-lebihkan. Semua itu sangat tinggi ongkosnya.Antisipasi selanjutnya agar akurasi berita tetap terjaga, diupayakan setiap jurnalis yang berada di lapanga memiliki dan menggunakan alat dokumentasi atau perekam. Baik sekedar kertas atau perangkat elektronik, sebab ingatan manusia memiliki keterbatasan memori.
Dalam konteks akurasi berita, maka berita yang disajikan harus haqqul yaqin, tidak boleh yaqin, atau ainul yaqin. David Yarnold (dalam Kovach dan Rosenthiel, 2004: 109-110), redaktur eksekutif San Jose Mercury News, mengembangkan metode daftar pengecekan akurasi (accuracy checklist). Saat memeriksa tulisan, redaktur harus menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
1.       Apakah alinea pertama (lead) sudah cukup didukung oleh alinea-alinea sesudahnya?
2.       Adakah seseorang telah memeriksa ulang, mengkonfimasi, menelpon, atau menghubungi semua sumber, alamat rumah atau kantor, alamat situs web yang tercantum dalam berita? Bagaimana dengan penulisan nama dan gelar?
3.       Apakah materi latar belakang (background) diperlukan untuk memahami tulisan selengkapnya?
4.       Apakah semua pihak yang terlibat dalam tulisan sudah didentifikasi dan apakah wakil-wakil dari berbagai pihak tersebut sudah dihubungi dan diberi kesempatan bicara?
5.       Apakah tulisan memihak atau membuat penghaminan yang tidak kentara?
6.       Apakah ada sesuatu yang kurang?
7.       Apakah semua kutipan akurat dan sandangnya jelas, dan apakah kutipan-kutipan itu menangkap apa yang sesungguhnya dimaksudkan orang tersebut?

  1. Objektif
Salah satu hal sulit dalam melaporkan pemberitaan adalah melaporkan berita secara objektif. Seorang jurnalis akan mudah melaporkan sebuah pemberitaan secara objektif ketika tidak menyangkut hidup pribadi mereka, tetapi jika sudah menyangkut pribadi mereka, maka hanya sikap profesionalisme jurnalis yang menentukan.
  1. Lengkap, adil, dan berimbang
Salah satu nilai layak berita adalah objektif. Oleh sebab itu, berita yang disajikan harus lengkap, adil dan berimbang. Sehingga unsur objektifitas lebih mudah terpenuhi. Sebagai contoh dalam hal ini adalah kasus seteru antara cawali pasangan arif afandi-adis kadir dan Jawa Pos group. Pada pilwali tahun lalu, Jawa Pos dalam beberapa edisinya memberitakan profil pasangan cawali dan wawali. Seharusnya, Jawa Pos memberitakan profil dari 5 pasangan yang maju, secara berimbang tanpa berpihak pada  salah satu pasangan. Tetapi kenyataannya, Jawa Pos memberikan porsi pemberitaan lebih istimewa kepada pasangan Risma-Bambang. Sampai kemudian, arif afandi bersama kuasa hukumnya meminta pertanggungjawaban pada Jawa Pos, dan Jawa Pos mengakui ada kesalahan yang dilakukan, sebagai kompensasi, pada beberapa edisi Jawa Pos memberikan porsi ‘bonus’ pada arif afandi. Demikianlah seharusnya pers memebritakan, adil, lengkap, dan berimbang, atau dalam bahasa jurnalistik
  1. Ringkas dan Jelas
Walaupun penggunaan bahasa jurnalistik kadang terlalu berlebihan, tetapi penggunaan bahasanya harus tetap ringkas dan jelas. Terutama untuk media radio dan TV yang bersifat transitory (hanya berlalu sesaat), sehingga memudahkan untuk diingat.
  1. Hangat
Taruhan berita ada pada nilai kebaruan (hangat). Jika sebuah berita tidak lagi dirasa hangat dan bernilai baru, maka bias dipastikan berita tersebut tidak akan diminati oleh public.



Comments

Popular posts from this blog

Sejarah logika di indonesia

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Metode Dan Teknik Bimbingan Konseling Islam