Sentuhan Penghijauan untuk Penyelamatan Air di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro
( Pendampingan dan Pengorganisasian Masyarakat oleh Tim KKN
IAIN Sunan Ampel Surabaya)
Laporan Executive Summary
Kuliah Kerja Nyata Transformatif
IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2013
Desa Kolong, Kec. Ngasem
Kabupaten Bojonegoro
Abstrak : Bojonegoro
City is an area with natural hot conditions. Such conditions affect the pattern
of people's lives, including agricultural patterns. As in the village which is
located in District Kolong Ngasem. The farmers in this village irrigation
depend on rain. In addition, agriculture is the main economic resources of
society. The existence of the river can not support irrigation because Sunga
will only flow when there is rain. When the dry season comes, people have no
other job alternatives. Therefore, the trees of the forest become instant
target. Illegal logging is taking place without any precautions. More and more
trees are cut down, the faster the water shortage Kolong.
Kota Bojonegoro merupakan sebuah daerah dengan kondisi salam yang panas.
Kondisi seperti ini mempengaruhi pada pola kehidupan masyarakat, termasuk pola
pertaniannya. Seperti di Desa Kolong yang terletak di Kecamatan Ngasem.
Masyarakat petani di desa ini menggantungkan pengirigasiannya pada hujan.
Selain itu, pertanian menjadi sumber ekonomi utama masyarakat. Adanya sungai
tidak dapat mendukung pengirigasian karena sunga hanya akan mengalir saat ada
hujan. Saat musim kemarau tiba, masyarakat tidak memiliki alternatif pekerjaan
lain. Oleh karena itu, pohon-pohonan di hutan yang menjaadi sasaran instant.
Penebangan liar mulai terjadi tanpa adanya pencegahan. Semakin banyak pohon
yang ditebang, semakin cepat masyarakat Kolong kekurangan air.
Kata Kunci : Pemberdayaan, penebangan liar, dan rendahnya kesadaran.
A.
Pendahuluan
Tidak ada
tempat yang di dalamnya tidak terdapat masalah. Sepertinya pernyataan itu
berlaku di semua tempat tak terkecuali di desa Kolong. Sesuatu hal yang nampak
biasa dan baik-baik saja jika dilihat dari kacamata social order
ternyata akan memperlihatkan realitas tersembunyi di dalamnya. Realitas yang
membelenggu mereka hanya bisa membuat harapan yang kecil untuk berubah. Bahkan
hanya bisa memasrahkan saja pada ketentuan takdir. Hal inilah yang membuat
masyarakat Kolong hanya bisa diam saja dan beradu nasib dengan alam yang mulai
tidak bersahabat. Tidak bersahabatnya alam juga memicu timbulnya beragam
masalah. Semakin lama masalah-masalah itu semakin menyeruak ke permukaan. Tak terkecuali di desa Kolong.
Desa Kolong adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Ngasem Kabupaten
Bojonegoro. Di desa ini sebagian besar adalah area
persawahan. Sumber ekonomi masyarakat Kolong juga bertumpu pada hasil sawah
yang mereka tanami. Jenis tumbuhan yang ditanami juga bersifat musiman. Hasil sawah ini mereka
jual ke tengkulak atau pasar sebagai sumber ekonomi mereka.
Permasalahan inti yang
sedang dialami sangat berhubungan dengan masalah pertanian yang notabene
menjadi sumber ekonomi terbesar seluruh masyarakat Kolong. Masalah-masalah itu
yang menjadikan masyarakat Kolong kurang berdaya dalam pengambilan manfaat atas
aset yang mereka miliki. Hasil sawah kurang maksimal dan kurang baik terutama
padi. Hal yang menjadi pusat masalah adalah produksi padi yang rendah. Terdapat tiga penyebab masalah yang
mengakibatkan produksi padi rendah. Baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Pengirigasian sawah-sawah di desa ini tidak berjalan maksimal. Hal
ini juga berkaitan dengan kondisi alam daerah ini yang termasuk daerah panas.
Cuaca yang panas dan kering ini menjadi tidak mendukung untuk dilakukan
irigasi. Sawah-sawah desa Kolong masih sangat bergantung pada hujan. Air yang
tersedia tidak dapat mencukupi kebutuhan irigasi sawah warga. Meski terdapat
sungai, namun tidak dapat menjadi penopang proses pengirigasian. Hal ini
dikarenakan keadaan sungai pun masih tergolong sungai tadah hujan. Sungai bisa
dialiri air saat musim hujan tiba namun tetap saja tidak dapat mencukupi
kebutuhan irigasi karena aliran airnya hanya sedikit dan cepat kering.
B.
Pemberdayaan menurut Sumodiningrat
Sumodiningrat (1996) mengemukakan bahwa pemberdayaan
masyarakat merupakan suatu proses perubahan dari ketergantungan menuju pada
kemandirian. berbagai pandangan yang berkembang dalam teori pembangunan, baik
dibidang ekonomi maupun administrasi, menempatkan masyarakat sebagai pusat
perhatian dan sasaran sekaligus pelaku utama pembangunan, atau dengan kata lain
masyarakat tidak hanya merupakan obyek, tetapi sebagai subyek pembangunan.
pandangan ini muncul sebagai tanggapan atas terjadinya kesenjangan seiring
dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat.
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu usaha yang
memungkinkan suatu kelompok (baca : masyarakat) mampu bertahan (survive) dan
dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dalam rangka mencapai tujuan
bersama. dalam kerangka pemikiran ini, upaya memberdayakan masyarakat dapat
dilakukan melalui 3 (tiga) dimensi, yakni :
1.
Menciptakan
suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. titik tolak
dari pemikiran ini adalah pemahaman bahwa setiap manusia dan masyarakat
memiliki potensi yang dapat dikembangkan. pemberdayaan dalam konteks ini
diartikan sebagai upaya untuk membangun potensi itu dengan mendorong,
memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh
masyarakat serta berupaya untuk mengembangkannya.
2.
Memperkuat
potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering), sehingga diperlukan
langkah-langkah yang lebih positif dan nyata, penyesiaan berbagai masukkan
serta pembukaan berbagai akses kepada berbagai peluang yang akan membuat
masyarakat menjadi makin berdaya dalam memanfaatkan peluang.
3. Melindungi, yakni dalam proses pemberdayaan harus
dapat dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.
Dimensi diatas sejalan dengan pemikiran pranarka dan
moeljarto (1996) yang menempatkan manusia atau masyarakat sebagai subyek
(pelaku) sehingga memunculkan makna,
Pertama,
proses pemberdayaan menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian
kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi
lebih berdaya. Proses ini dapat pula dilengkapi dengan upaya membangun aset
material guna mendukung pembangunan kemandirian masyarakat melalui organisasi.
Kecenderungan dalam proses itu dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari
makna pemberdayaan.
Kedua,
Proses pemberdayaan menekankan pada upaya untuk menstimulasi, mendorong atau
memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menemukan
apa yang menjadi pilihan hidupnya, melalui proses dialog, sehingga
kecenderungan ini dapat dipahami sebagai kecenderungan yang bersifat sekunder.
Seiring dengan itu, Friedmann (1992; 32-33) mengemukakan
bahwa masyarakat menempatkan (3) tiga kekuatan sebagai sumber utama
pemberdayaan, yakni sosial, politik dan psikologis. kekuatan sosial menyangkut
akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu suatu masyarakat, misalnya
informasi, pengetahuan dan keterampilan, partisipasi dalam organisasi sosial,
dan sumber-sumber keuangan. apabila ekonomi masyarakat tersebut meningkat
aksesnya pada dasar-dasar produksi diatas, maka kemampuannya dalam menentukan
dan mencapai tujuannya juga meningkat.
Peningkatan kekuatan sosial dapat dimengerti sebagai
suatu peningkatan akses masyarakat terhadap dasar-dasar kekayaan produktif
mereka. Kekuatan politik meliputi akses setiap anggota keluarga terhadap proses
pembuatan keputusan, terutama keputusan yang mempengaruhi masa depan mereka
sendiri. kekuatan politik bukan hanya kekuatan untuk memberikan suara, tetapi
juga kekuatan untuk menjadi vokal dan bertindak secara kolektif. pengaruh
politik pada yang efektif akan tampak tidak hanya pada waktu suara-suara
individu “meninggi” sebagai pengaruh dari partisipasi individu terhadap basis
lokal maupun personal, melainkan juga pada saat suara tersebut didengungkan
bersama-sama dengan suara-suara asosiasi-asosiasi politik yang lebih luas,
misalnya partai, gerakan sosial, atau kelompok yang berkepentingan.
Selain kedua kekuatan yang dikemukakan diatas,
masyarakat juga mengandalkan eksistensinya dengan kekuatan psikologis. kekuatan
psikologis digambarkan sebagai rasa potensi individu (individual sense of
potency) yang menunjukkan perilaku percaya diri. pemberdayaan psikologis
seringkali tampak sebagai suatu keberhasilan dalam komponen sosial politik.
rasa potensi pribadi yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh positif dan
kursif terhadap perjuangan masyarakat yang secara terus menerus berusaha untuk
meningkatkan kekuatan sosial politiknya.[1]
C.
Sawah Terhambat Irigasi (Penebangan Liar sebagai Alternatif Sumber Ekonomi)
Irigasi
di Desa Kolong ini tidak bisa mencakup seluruh sawah yang ada, terutama pada
daerah dataran tinggi. Pada daerah dataran tinggi, air tidak dapat tersebar ke
seluruh sawah. Para petani yang memiliki sawah di daerah dataran tinggi ini hanya
dapat mengandalkan hujan, daerah ini sangat kesulitan untuk mendapatkan air
untuk irigasi.
Sedangkan pada area sawah yang terletak di
dataran rendah cenderung lebih mudah dalam mendapatkan air. Pasalnya, terdapat
sungai kecil yang mengalir di daerah itu. Sehingga pada musim kemarau, air itu
sedikit mencukupi kebutuhan air untuk irigasi ketimbang sawah di dataran
tinggi.
Gambar 1. Thematic transect
Awalnya sumber-sumber air yang dahulu dibuat pengirigasian sawah masih bisa
mencukupi. Namun dari tahun ke tahun kekeringan sumber air dirasa semakin
cepat. Hal ini disebabkan karena pohon-pohonan besar dan hutan sudah mulai
berkurang karena banyak ditebangi oleh masyarakat sekitar. Keadaan inilah yang
mengakibatkan berkurangnya jumlah debit air di hutan. Sehingga sawah-sawah
mereka pun menjadi sangat bergantung pada hujan.
Selain permasalahan berkurangnya pohon-pohonan, di Desa Kolong
sendiri memang minim sumber air. Hal ini dapat dirasakan saat ada pembangunan
WSLC pada tahun 2004. Penandonan air ini hanya bisa berjalan selama 1 tahun.
Setelah itu sumber air tiba-tiba menghilang. Padahal, bantuan ini diberikan
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air
masyarakat Kolong. Kini, sumur-sumur warga hanya bisa mencukupi kebutuhan rumah
tangga saja. Sedangkan pemanfaatan air sumur untuk irigasi sawah tidak bisa
mencukupi.
Selain itu, yang menjadi
penyebab produksi padi rendah adalah angin yang semakin tidak terkendali.
Hembusan angin ini seringkali menghantam padi-padi warga sehingga padi tersebut
cepat. Kondisi ini akhirnya juga menjadi penyebab produksi padi kurang
maksimal. Kualitas padi yang dihasilkan menjadi rendah. Menurut informan,
pohon-pohon yang menjadi penahan angin di hutan sudah banyak ditebangi
masyarakat. Dahulu, selama hutan masih masih lebat, hembusan angin tidak
langsung mengenai padi. Keberadaan pohon-pohon besar itu menjadi penahan angin
yang kuat.
Banyak pohon-pohon yang ditebangi secara liar oleh masyarakat.
Jenis pohon yang banyak ditebang adalah pohon jati. Pohon-pohon ini ditebang
dengan alasan ekonomi. Keadaan seperti membuat sebagian mereka tidak dapat
menggantungkan perekonomian mereka pada hasil sawah. Sehingga sebagai jalan
pintas, mereka menebang pohon dan mengambil hasilnya untuk pemenuhan kebutuhan
hidup mereka sehari-hari.
Keadaan seperti ini tetap saja eksis. Menurut pak Yasman, tidak ada
tindakan khusus yang dilakukan perangkat desa untuk pencegahan penebangan liar.
Koordinasi antara perangkat desa dan masyarakat sendii masih tidak ada. Jika
keadaan ini tetap dibiarkan maka dalam jangka panjang dapat memuat kondisi alam
desa Kolong semakin tidak bersahabat. Jika keadaan alam semakin tidak
bersahabat maka hal itu juga akan semakin merusak pertanian mereka.
Penebangan
kayu secara liar (illegal logging) tanpa mengindahkan kaidah-kaidah manajemen
hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan berbagai
dampak negatif dalam berbagai aspek, Kerugian akibat penebangan liar memiliki
dimensi yang luas tidak saja terhadap masalah ekonomi, tetapi juga terhadap
masalah sosial, budaya, politik dan lingkungan.
Dari
perspektif ekonomi, kegiatan illegal logging telah mengurangi penerimaan devisa
negara dan pendapatan negara. Berbagai sumber menyatakan bahwa kerugian negara
yang diakibatkan oleh illegal logging , mencapai Rp.30 trilyun per tahun.
Permasalahan ekonomi yang muncul akibat penebangan liar bukan saja kerugian
finansial akibat hilangnya pohon, tidak terpungutnya DR dan PSDH akan tetapi
lebih berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti hilangnya kesempatan
untuk memanfaatkan keragaman produk di masa depan (opprotunity cost).
Sebenarnya pendapatan yang diperoleh masyarakat (penebang, penyarad) dari
kegiatan penebangan liar adalah sangat kecil karena porsi pendapatan terbesar
dipetik oleh para penyandang dana (cukong). Tak hanya itu, illegal logging juga
mengakibatkan timbulnya berbagai anomali di sektor kehutanan. Salah satu
anomali terburuk sebagai akibat maraknya illegal logging adalah ancaman proses
deindustrialisasi sektor kehutanan. Artinya, sektor kehutanan nasional yang
secara konseptual bersifat berkelanjutan karena ditopang oleh sumber daya alam
yang bersifat terbaharui yang ditulang punggungi oleh aktivitas pengusahaan
hutan disektor hulu dan industrialisasi kehutanan di sektor hilir kini tengah
berada di ambang kehancuran.
Dari
segi sosial budaya, dapat dilihat munculnya sikap kurang bertanggung jawab yang
dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada umumnya sulit untuk
membedakan antara yang benar dan salah serta antara baik dan buruk. Hal
tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak ditegakkan ataupun kalau
ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang salah. Perubahan nilai ini
bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikembalikan tanpa pengorbanan yang besar.
Kerugian
dari segi lingkungan, yang paling utama adalah hilangnya sejumlah tertentu
pohon sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya
lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya produktivitas lahan, erosi dan
banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati. Kerusakan habitat dan
terfragmentasinya hutan dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies termasuk
fauna langka. Kemampuan tegakan(pohon) pada saat masih hidup dalam menyerap
karbondioksida sehingga dapat menghasilkan oksigen yang sangat bermanfaat bagi
mahluk hidup lainnya menjadi hilang akibat makin minimnya tegakan yang tersisa
karena adanya penebangan liar. Berubahnya struktur dan komposisi vegetasi yang
berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tadinya mempunyai
fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa
beserta ekosistemnya dan juga sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga
kehidupan telah berubah peruntukanya yang berakibat pada berubahnya fungsi
kawasan tersebut sehingga kehidupan satwa liar dan tanaman langka lain yang
sangat bernilai serta unik sehingga harus jaga kelestariannya menjadi tidak
berfungsi lagi. Dampak yang lebih parah lagi adalah kerusakan sumber daya hutan
akibat penebangan liar tanpa mengindahkan kaidah manajemen hutan dapat mencapai
titik dimana upaya mengembalikannya ke keadaan semula menjadi tidak mungkin
lagi (irreversible).[2]
D.
Dinamika Perubahan Masyarakat
Di Indonesia, laju kerusakan hutan mencapai 2,8
juta hektar per tahun dari total luas hutan yaitu seluas 120 juta hektaryang
tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Dari total luas hutan tersebut, sekitar
57 sampai 60 juta hektar sudah mengalami degradasi dan kerusakan sehingga sekarang
ini Indonesia hanya memiliki hutan yang dalam keadaan baik kira-kira seluas 50%
dari total luas ada. Kondisi semacam ini apabila tidak disikapi dengan arif dan
segera dilakukan upaya-upaya penyelamatan oleh pemerintah dan seluruh warga
Indonesia maka dalam jangka waktu dua dasawarsa Indonesia akan sudah tidak
memiliki hutan lagi.[3]
Upaya untuk pengembalian pohon-pohon tersebut adalah dengan
penghijauan bersama-sama dengan masyarakat. Sebelum dilakuknnya penghijauan
maka perlu dilakukan sosialisasi kepada mereka mengenai tujuan diadakannya
penghijauan. Mereka perlu menuju tahap “kesadaran”. Penyadaran ini perlu
dilakukan agar pohon yang sudah ditanami
tidak lagi ditebang.
Hal pertama yang dilakukan dalam merealisasikan penghijauan ini
adalah dengan bermusyawarah dengan kepala desa mengenai hasil FGD tersebut.
Kepala desa mengapresiasi adanya penghijauan tersebut karena dia pernah
memiliki keinginan sama hanya kesulitan dalam mengorganisir masyarakat.
Setelah berdiskusi dengan kepala desa, mahasiswa KKN juga
berdiskusi mengenai perencanaan penghijauan ini dengan pengurus Posdaya.
Mulanya, pengurus Posdaya keberatan jika akan dilakukan program penghijauan
karena waktu pelaksanaanya bersamaan dengan pembenahan kandang dan peresmian
kampung kelinci. Pak Puji, mempertimbangkan bahwa jika ada dua program yang
akan dikerjakan maka dikhawatirkan fokus masyarakat dan Posdaya pada khususnya
akan terpecah. Sebagai jalan tengah, dia tetap mendukung adanya program
tersebut namun harus menunggu peresmian Kampung Kelinci selesai.
Pada minggu kedua, mahasiswa KKN didampingi Mas Yudi selaku Kordesa
KKN 2012 kembali berdiskusi dengan Pak Samirin (kepala desa Kolong). Pak
Samirin mengusulkan agar bibit yang didapatkan adalah bibit buah, bukan mahoni
dan jati seperti yang telah direncanakan. Dia kahwatir jika menanam bibit jati
atau mahoni akan dicuri orang. Pak Samirin mempertimbangkan bahwa bibit buah
akan lebih bermanfaat bagi masyarakat dan memiliki nilai jual ekonomi.
Setelah itu mahasiswa KKN menuju ke Kantor Kecamatan. Setelah
sampai di Kantor Kecamatan, Mas Ali (Kordes KKN 2013) dan Mas Yudi menemui Pak
Kasdam, selaku Kepala Kecamatan Ngasem. Setelah itu, dia menyuruh mahasiswa KKN
untuk menuju Dinas Perhutani untuk mencari tahu persyaratan dalam pengajuan
bantuan bibit.
Sesampai di Dinas Perhutani, mereka ditemui dengan Pak Heru yang
beetugas di bagian pembibitan. Awalnya, mahasiswa menanyakan mengenai prosedur
pengajuan. Namun, Pak Heru langsung menanyakan berapa jumlah bibit yang
diminta. Saat mahasiswa meminta 100 bibit, Pak Heru mengatakan bahwa itu
terlalu sedikit. Pak Heru memberikan 500 bibit. 400 untuk bibit buah sirsak dan
100 untuk bibit jati. Dia menyuruh untuk menjemput bibit tersebut pada hari
Kamis, 7 Februari 2013.
Alur Aksi Penghijauan
Pengambilan bibit tersebut dilaksanakan sejak pagi hari dengan
menggunakan mobil Pick Up Pak Samirin. Sesuai dengan jumlah yang diminta, 500
bibit sudah diterima.
Setelah pengambilan bibit, mahasiswa kembali berdiskusi dengan
seluruh elemen masyarakat. Mahasiswa melibatkan perangkat desa, Karang Taruna
dan Posdaya untuk merencanakan teknis dan waktu pelaksanaan. Bu Yun, selaku
salah satu anggota pengurus Posdaya dan Kepala TK desa Kolong mengusulkan untuk
turut melibatkan anak-anak TK. Hal ini ditujukan agar anak-anak mulai
menyayangi dan empedulikan kelestarian lingkungannya sejak dini.
Akhirnya, gagasan tersebut dikembangkan dengan turut melibatkan
murid-murid SDN Kolong 1 dan SDN Kolong 2. Setelah disepakati oleh berbagai
pihak, maka mahasiswa KKN segera membicarakan dengan masing-masing sekolah.
Untuk SDN Kolong 1, Pak Pri (Kepala Sekolah) menyarankan agar hanya
murid-murid kelas IV dan V saja yang ikut. Sedangakan untuk SDN Kolong 2 semua
dilibatkan karena jumlah muridnya lebih sedikit dibandingkan SDN Kolong 1.
Setelah merencanakan tentang siapa saja yang dilibatkan, maka
diperlukan untuk menyepakati waktu pelaksanaan. Mulanya pengurus Posdaya
menyuruh agar penghijauan ini dilakukan setelah peresmian Kampung Kelinci
selesai. Mereka beralasan agar kedua kegiatan tersebut tidak berbenturan. Jika
penghijauan dilaksanakan setelah persemian Kampung Kelinci, maka hal ini agak
memberatkan mahasiswa KKN karena tidak memungkinkan dalam melakukan penghijauan
dalam waktu yang relatif singkat. Akhirnya dengan segala pertimbangan bersama
masyarakat dan pengurus Posdaya, penghijauan akan dilakukan pada tanggal 16
Februari 2013, 3 hari sebelum peresmian Kampung Kelinci dilaksanakan.
Sedangkan untuk persiapan lainnya, mahasiswa KKN juga menyiapkan
media penyampai pesan aksi penghijauan berupa sticker. Sticker ini akan dibagikan kepada murid-murid SD dan
TK. Hal ini dilakukan dalam rangka sosialisasi dalam bentuk tulisan, sedangkan
untuk sosialisasi secara lisan akan dilaksanakan pada Minggu malam. Sosialisasi
ini akan dilaksanakan di balai desa dengan para perangkat, masyarakat dan
pengurus Posdaya. Bukan hanya penghijauan yang akan disosialisasikan kepada
masyarakat, namun juga sosialisasi mengenai peresmian Kampung Kelinci.
Gambar 2. Sticker:
sebagai media sosialisasi penghijauan
E.
Sentuhan Penghijauan untuk Penyelamatan Air
Penebangan hutan secara berlebihan tidak hanya
mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air, abrasi, dan bencana alam seperti
erosi dan banjir tetapi juga mengakibatkan hilangnya pusat sirkulasi dan
pembentukan gas karbon dioksida serta oksigen yang diperlukan untuk
kelangsungan hidupnya.
Dalam upaya melestarikan lingkungan hidup,
program yang dilakukan oleh KKN PAR 2013 di Desa Kolong adalah dengan melakukan
penghijauan di beberapa lokasi. Lokasi tersebut antara lain lapangan Desa
Kolong, TK, SDN Kolong I (Dusun Kedungingas), SDN Kolong II (Dusun Kolong).
Setelah segala
persiapan mengenai penghijauan matang, aksi penghijauan dimulai pada hari
Sabtu, 18 Februari 2013. Penghijauan dimulai pada jam 8.00 WIB. Aksi pembukaan
penghijauan ini dihadiri oleh murid-murid kelas IV dan V SDN Kolong 1, Pak
Lahir (ketua Karang Taruna), Pak Budi (guru SDN Kolong 1), Polsek Ngasem,dan
Bhabinkabtimas Kolong. Sedangkan mahasiswa mempersiapkan bibit yang akan
dibawa. Bibit-bibit itu diletakkan di gledek. Untuk TK, bibit sudah
diberikan sejak pagi karena kepala TK menganjurkan untuk penghijauan dilakukan
sebelum pukul 09.00 WIB. Mereka harus pulang ke rumah pukul 09.30 WIB.
Gambar
3. Penghijauan untu penyelamatan air
Acara pembukaan
diisi dengan sambutan dari mahasiswa KKN dan Pak Heru selaku guru SDN Kolong 1.
Mereka menjelaskan tujuan dilakukannya penghijauan. Sebelum pemberangkatan,
seluruh undangan dan murid-murid menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai simbol
bahwa mereka mencintai bumi Indonesia. Sambil menyanyikan lagu kebangsaan,
mahasiswa KKN membagigan sticker pengijauan yang telah dibuat.
Setelah acara
pembukaan selesai, pemberangkatan dimulai pada pukul 8.30 WIB. Pemberangkatan
pertama menuju lapangan di Dusun Kedungingas. Lokasi ini menjadi lokasi pilihan
utama masyarakat karena lapangan merupakan lokasi yang minim pohon-pohonan. Pak
Budi (guru SDN Kolong 1), Mas Lahir (Ketua Karang Taruna Kolong), Polsek
Ngasem, dan Bhabinkabtimas juga turut serta.
Sesampai di
lapangan, mahasiswa KKN langsung mengkondisikan murid-murid agar tidak
berebutan. 1 bibit diperuntukkan 3 murid secara bergantian. Sedangkan untuk
pencangkulan tanah dilakukan oleh Karang Taruna dan mahasiswa KKN. Proses
penghijauan pertama ini berlangsung sekitar 45 menit. Setelah selesai, mereka
langsung menuju TK.
Lokasi lapangan
dan TK tidak berjauhan, hanya berkisar 100 meter. Sesampai di TK ternyata
penghijauan sudah dilakukan tanpa menunggu mahasiswa KKN. Bibit-bibit yang
telah diberikan ditanam di halaman sekitar TK. Bibit yang diberikan ke TK
sebanyak 50 buah. Pencangkulan dilakukan oleh guru-guru TK dan para wali murid,
sedangkan anak-anak hanya bertugas meletakkan bibit ke dalam tanah saja.
Kemudian,
penghijauan selanjutnya dilakukan di SDN Kolong 2. Penghijauan ini dilakukan di
halaman sekolah. Penanaman juga melibatkan para murid. Bedanya, di SDN Kolong 2
semua murid dilibatkan karena jumlahnya yang lebih sedikit daripada murid di
SDN Kolong 1. Selain itu, SDN Kolong 1 juga tidak melakukan penanaman bibit itu
di halam sekolah karena memang SDN Kolong 1 tidak memiliki halaman yang luas.
Terlebih halaman mereka sudah dipaving dan tidak memiliki area tanah. Tanaman
yang ditanami di daerah SDN Kolong 1 hanyalah tanaman di pot.
F.
Refleksi Teoritik
Banyak orang yang telah mengenal ataupun mengerti dengan benar, apa
yang dimaksud dengan kata reboisasi. Sebuah kata yang bermakna penghijauan
kembali hutan ataupun ladang
kosong yang gundul. Namun pada kenyataannya orang hanya cukup tau tentang arti
dari kata reboisasi. Padahal jika kita ungkap banyak sekali manfaat dari kata
reboisasi.
Reboisasi dalam bahasa inggris adalah reforestation yang
artinya penanaman hutan yang telah ditebang (tandus, gundul). Reboisasi berguna
untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dengan menyerap polusi dan debu
dari udara, membangun kembali habitat dan ekosistem alam, mencegah pemanasan
global dengan menangkap karbon dioksida dari
udara, serta dimanfaatkan hasilnya terutama kayu.
Sedangkan penghijauan adalah upaya memulihkan
atau memperbaiki kembali keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan agar dapat
berfungsi sebagai media produksi dan pengatur tata air yang baik serta mempertahankan
dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya.[4]
Dengan diadakannya
penghijauan, diharapkan suber daya air bisa terselaatkan. Nmau, sebelum itu
perlu dilakukan pengorganisasian masyarakat agar tidak lagi menebang secara
liar. Adanya penghijauan ini diharapkan dapat menstimulus warga untuk tetap
menyayangi lingkungannya. Jika air terselamatkan maka akan dapat membuat
kualitas hidup di bidang lain dapat meningkat dan lebih baik.
G.
Simpulan
Dari berbagai permasalahan yang ada, dapat disimpulkan bahwa Desa Kolong adalah desa yang
sangat potensial apabila didukung oleh SDM yang memadai. Di antaranya, potensi di bidang pertanian yang selama ini menjadi roda
penggerak perekonomian masyarakat Desa Kolong. Selain itu, potensi
lain meliputi bidang peternakan dan home
industri, ditambah lagi dengan berbagai potensi sosial keagamaan yang selalu
berputar mengiringi jalannya roda kehidupan.
Desa Kolong adalah salah satu desa dengan masalah yang kompleks.
Segala permasalahan yang terjadi sangat berhubungan dengan bidang-bidang lain
di sekitarnya. Permasalahan
tersebut berakibat kronis terhadap kehidupan masyarakat Kolong yang pada
akhirnya menimbulkan masalah-masalah baru yang tanpa disadari dapat
mangakibatkan kualitas kehidupan yang masih tergolong rendah. Keadaan ekonomi yang rendah ini dapat dilihat
dari hasil survei rumah tangga yang mayoritas masih bertumpu pada hasil sawah
yang hasilnya tidak menentu. Hal ini
terjadi karena warga Kolong hanya bertumpu pada hasil sawah dan memiliki
keterampilan rendah. Sumber ekonomi
masyarakat Kolong juga bertumpu pada hasil sawah yang mereka tanami.
Salah satu aksi yang dapat dilakukan di Desa Kolong untuk menuju
perubahan yang cerah adalah mengadakan penghijauan Sesuai dengan pohon harapan maka hal yang perlu dilakukan untuk
kelancaran irigasi adalah dengan dikembalikannya pohon-pohon yang sudah
ditebang. Upaya untuk pengembalian pohon-pohon tersebut adalah dengan
penghijauan bersama-sama dengan masyarakat. Sebelum dilakuknnya penghijauan
maka perlu dilakukan sosialisasi kepada mereka mengenai tujuan diadakannya
penghijauan. Mereka perlu menuju tahap “kesadaran”. Penyadaran ini perlu
dilakukan agar pohon yang sudah ditanami
tidak lagi ditebang.
Sesuai dengan permintaan Kepala Desa
bahwasanya bibit pohon yang akan ditanam hendaknya jenis pohon yang berbuah.
Oleh karena itu pihak mahasiswa KKN 2013 mendatangi Dinas Perhutani untuk meminta bibit pohon yang akan ditanam di Desa Kolong yakni
sebanyak 500 bibit yang terdiri dari 400 untuk bibit buah sirsak dan 100 untuk bibit jati.
H. Penutup
Kolong, sebuah desa yang konon
berfilosofi sebagai desa yang kokoh dan saling menolong, merupakan salah satu
desa pedalaman yang terletak di Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro. Desa ini
merupakan desa lanjutan bagi Tim KKN 2013. Keadaan masyarakat di desa ini masih
tergolong awan dan rendah kesadaran.
Oleh karena itu, Tim KKN 2013 berusaha melakukan Participatory Action
Research (PAR) denga tujuan mengenali permasalahan yang membelenggu
masyarakat untuk bersama-sama dipecahkan.
Seperti halnya di desa-desa lain di
Bojonegoro, desa ini bergantung pada hasil sawah yang menjadi sumber ekonomi
mereka. Hasil sawah juga ditentukan oleh faktor alam. Terkadang, kelalaian
manusia sendiri yang membuat kondisi alam menjadi tidak bersahabat. Masalah
irigasi sawah sangat bergantung pada hujan. Jika hujan turun, sawah-sawah
mereka akan dialiri air. Jika tidak, mereka hanya bisa pasrah. Keadaan ini
membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya dengan menebag hutan secara liar.
Oleh karena itu, Tim KKN 2013
bersama masyarakat Kolong melakukan upaya penghijauan untuk menyelamatkan air
di desa Kolong. Namun, karena Kolong masih digeluti kesadaran naif, sebagian
kecil bantuan bibit mereka ambil tanpa sepengatahuan Tim KKN 2013. Hal ini
sangat disayangkan karena kesadaran mereka masih belum terpupuk. Selama ini
pola pembangunan yang mereka terima masih bersifat top down, sehingga
paradigma masyarakat masih terpaku pada bantuan pemerintah tanpa bisa
memanfaatkan potensi yang mereka miliki.
Meski penghjauan desa Kolong sudah
dilaksanakan namun proses pendampingan diharapkan tidak berhenti sampai disini.
Posdaya, sebagai local leader rintisan Tim KKN 2012 diharapkan dapat
terus melakukan keberlanjutan program-program yang ada. Semoga kolaborasi aksi antara masyarakat
dan Tim KKN 2012 dan 2013 dapat membawa transformasi sosial yang dapat
mengangkat martabat hidup masyarakat Kolong.
DAFTAR PUSTAKA
http://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/pemberdayaan-usaha-suatu-tinjauan-teoritis/html
http://www.anakunhas.com/2011/03/dampak-dan-kerugian-penebangan-hutan-secara-liar.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Reboisasi.html
http://2frameit.blogspot.com/2011/10/landasan-teori-pemberdayaan-masyarakat.html
Comments