Sentuhan Penghijauan untuk Penyelamatan Air di Desa Kolong Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro


( Pendampingan dan Pengorganisasian Masyarakat oleh Tim KKN IAIN Sunan Ampel Surabaya)

Laporan Executive Summary
Kuliah Kerja Nyata Transformatif
IAIN Sunan Ampel Surabaya tahun 2013
Desa Kolong, Kec. Ngasem
Kabupaten Bojonegoro


Abstrak           : Bojonegoro City is an area with natural hot conditions. Such conditions affect the pattern of people's lives, including agricultural patterns. As in the village which is located in District Kolong Ngasem. The farmers in this village irrigation depend on rain. In addition, agriculture is the main economic resources of society. The existence of the river can not support irrigation because Sunga will only flow when there is rain. When the dry season comes, people have no other job alternatives. Therefore, the trees of the forest become instant target. Illegal logging is taking place without any precautions. More and more trees are cut down, the faster the water shortage Kolong.
Kota Bojonegoro merupakan sebuah daerah dengan kondisi salam yang panas. Kondisi seperti ini mempengaruhi pada pola kehidupan masyarakat, termasuk pola pertaniannya. Seperti di Desa Kolong yang terletak di Kecamatan Ngasem. Masyarakat petani di desa ini menggantungkan pengirigasiannya pada hujan. Selain itu, pertanian menjadi sumber ekonomi utama masyarakat. Adanya sungai tidak dapat mendukung pengirigasian karena sunga hanya akan mengalir saat ada hujan. Saat musim kemarau tiba, masyarakat tidak memiliki alternatif pekerjaan lain. Oleh karena itu, pohon-pohonan di hutan yang menjaadi sasaran instant. Penebangan liar mulai terjadi tanpa adanya pencegahan. Semakin banyak pohon yang ditebang, semakin cepat masyarakat Kolong kekurangan air.

Kata Kunci : Pemberdayaan, penebangan liar, dan rendahnya kesadaran.
A.    Pendahuluan
Tidak ada tempat yang di dalamnya tidak terdapat masalah. Sepertinya pernyataan itu berlaku di semua tempat tak terkecuali di desa Kolong. Sesuatu hal yang nampak biasa dan baik-baik saja jika dilihat dari kacamata social order ternyata akan memperlihatkan realitas tersembunyi di dalamnya. Realitas yang membelenggu mereka hanya bisa membuat harapan yang kecil untuk berubah. Bahkan hanya bisa memasrahkan saja pada ketentuan takdir. Hal inilah yang membuat masyarakat Kolong hanya bisa diam saja dan beradu nasib dengan alam yang mulai tidak bersahabat. Tidak bersahabatnya alam juga memicu timbulnya beragam masalah. Semakin lama masalah-masalah itu semakin menyeruak ke permukaan.  Tak terkecuali di desa Kolong.
Desa Kolong adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro. Di desa ini sebagian besar adalah area persawahan. Sumber ekonomi masyarakat Kolong juga bertumpu pada hasil sawah yang mereka tanami. Jenis tumbuhan yang ditanami juga bersifat musiman. Hasil sawah ini mereka jual ke tengkulak atau pasar sebagai sumber ekonomi mereka. 
 Permasalahan inti yang sedang dialami sangat berhubungan dengan masalah pertanian yang notabene menjadi sumber ekonomi terbesar seluruh masyarakat Kolong. Masalah-masalah itu yang menjadikan masyarakat Kolong kurang berdaya dalam pengambilan manfaat atas aset yang mereka miliki. Hasil sawah kurang maksimal dan kurang baik terutama padi. Hal yang menjadi pusat masalah adalah produksi padi yang rendah.  Terdapat tiga penyebab masalah yang mengakibatkan produksi padi rendah. Baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Pengirigasian sawah-sawah di desa ini tidak berjalan maksimal. Hal ini juga berkaitan dengan kondisi alam daerah ini yang termasuk daerah panas. Cuaca yang panas dan kering ini menjadi tidak mendukung untuk dilakukan irigasi. Sawah-sawah desa Kolong masih sangat bergantung pada hujan. Air yang tersedia tidak dapat mencukupi kebutuhan irigasi sawah warga. Meski terdapat sungai, namun tidak dapat menjadi penopang proses pengirigasian. Hal ini dikarenakan keadaan sungai pun masih tergolong sungai tadah hujan. Sungai bisa dialiri air saat musim hujan tiba namun tetap saja tidak dapat mencukupi kebutuhan irigasi karena aliran airnya hanya sedikit dan cepat kering.
B.     Pemberdayaan menurut Sumodiningrat
Sumodiningrat (1996) mengemukakan bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan suatu proses perubahan dari ketergantungan menuju pada kemandirian. berbagai pandangan yang berkembang dalam teori pembangunan, baik dibidang ekonomi maupun administrasi, menempatkan masyarakat sebagai pusat perhatian dan sasaran sekaligus pelaku utama pembangunan, atau dengan kata lain masyarakat tidak hanya merupakan obyek, tetapi sebagai subyek pembangunan. pandangan ini muncul sebagai tanggapan atas terjadinya kesenjangan seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat.
Pemberdayaan masyarakat merupakan suatu usaha yang memungkinkan suatu kelompok (baca : masyarakat) mampu bertahan (survive) dan dalam pengertian yang dinamis mengembangkan diri dalam rangka mencapai tujuan bersama. dalam kerangka pemikiran ini, upaya memberdayakan masyarakat dapat dilakukan melalui 3 (tiga) dimensi, yakni :
1.      Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang. titik tolak dari pemikiran ini adalah pemahaman bahwa setiap manusia dan masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan. pemberdayaan dalam konteks ini diartikan sebagai upaya untuk membangun potensi itu dengan mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki oleh masyarakat serta berupaya untuk mengembangkannya.
2.      Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering), sehingga diperlukan langkah-langkah yang lebih positif dan nyata, penyesiaan berbagai masukkan serta pembukaan berbagai akses kepada berbagai peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya dalam memanfaatkan peluang.
3.      Melindungi, yakni dalam proses pemberdayaan harus dapat dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah.
Dimensi diatas sejalan dengan pemikiran pranarka dan moeljarto (1996) yang menempatkan manusia atau masyarakat sebagai subyek (pelaku) sehingga memunculkan makna,
Pertama, proses pemberdayaan menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat pula dilengkapi dengan upaya membangun aset material guna mendukung pembangunan kemandirian masyarakat melalui organisasi. Kecenderungan dalam proses itu dapat disebut sebagai kecenderungan primer dari makna pemberdayaan.
Kedua, Proses pemberdayaan menekankan pada upaya untuk menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menemukan apa yang menjadi pilihan hidupnya, melalui proses dialog, sehingga kecenderungan ini dapat dipahami sebagai kecenderungan yang bersifat sekunder.
Seiring dengan itu, Friedmann (1992; 32-33) mengemukakan bahwa masyarakat menempatkan (3) tiga kekuatan sebagai sumber utama pemberdayaan, yakni sosial, politik dan psikologis. kekuatan sosial menyangkut akses terhadap dasar-dasar produksi tertentu suatu masyarakat, misalnya informasi, pengetahuan dan keterampilan, partisipasi dalam organisasi sosial, dan sumber-sumber keuangan. apabila ekonomi masyarakat tersebut meningkat aksesnya pada dasar-dasar produksi diatas, maka kemampuannya dalam menentukan dan mencapai tujuannya juga meningkat.
Peningkatan kekuatan sosial dapat dimengerti sebagai suatu peningkatan akses masyarakat terhadap dasar-dasar kekayaan produktif mereka. Kekuatan politik meliputi akses setiap anggota keluarga terhadap proses pembuatan keputusan, terutama keputusan yang mempengaruhi masa depan mereka sendiri. kekuatan politik bukan hanya kekuatan untuk memberikan suara, tetapi juga kekuatan untuk menjadi vokal dan bertindak secara kolektif. pengaruh politik pada yang efektif akan tampak tidak hanya pada waktu suara-suara individu “meninggi” sebagai pengaruh dari partisipasi individu terhadap basis lokal maupun personal, melainkan juga pada saat suara tersebut didengungkan bersama-sama dengan suara-suara asosiasi-asosiasi politik yang lebih luas, misalnya partai, gerakan sosial, atau kelompok yang berkepentingan.
Selain kedua kekuatan yang dikemukakan diatas, masyarakat juga mengandalkan eksistensinya dengan kekuatan psikologis. kekuatan psikologis digambarkan sebagai rasa potensi individu (individual sense of potency) yang menunjukkan perilaku percaya diri. pemberdayaan psikologis seringkali tampak sebagai suatu keberhasilan dalam komponen sosial politik. rasa potensi pribadi yang semakin tinggi akan memberikan pengaruh positif dan kursif terhadap perjuangan masyarakat yang secara terus menerus berusaha untuk meningkatkan kekuatan sosial politiknya.[1]
C.    Sawah Terhambat Irigasi (Penebangan Liar sebagai Alternatif Sumber Ekonomi)
Irigasi di Desa Kolong ini tidak bisa mencakup seluruh sawah yang ada, terutama pada daerah dataran tinggi. Pada daerah dataran tinggi, air tidak dapat tersebar ke seluruh sawah. Para petani yang memiliki sawah di daerah dataran tinggi ini hanya dapat mengandalkan hujan, daerah ini sangat kesulitan untuk mendapatkan air untuk irigasi.
Sedangkan pada area sawah yang terletak di dataran rendah cenderung lebih mudah dalam mendapatkan air. Pasalnya, terdapat sungai kecil yang mengalir di daerah itu. Sehingga pada musim kemarau, air itu sedikit mencukupi kebutuhan air untuk irigasi ketimbang sawah di dataran tinggi.


                    Gambar 1. Thematic transect

Awalnya sumber-sumber air yang dahulu dibuat pengirigasian sawah masih bisa mencukupi. Namun dari tahun ke tahun kekeringan sumber air dirasa semakin cepat. Hal ini disebabkan karena pohon-pohonan besar dan hutan sudah mulai berkurang karena banyak ditebangi oleh masyarakat sekitar. Keadaan inilah yang mengakibatkan berkurangnya jumlah debit air di hutan. Sehingga sawah-sawah mereka pun menjadi sangat bergantung pada hujan.
Selain permasalahan berkurangnya pohon-pohonan, di Desa Kolong sendiri memang minim sumber air. Hal ini dapat dirasakan saat ada pembangunan WSLC pada tahun 2004. Penandonan air ini hanya bisa berjalan selama 1 tahun. Setelah itu sumber air tiba-tiba menghilang. Padahal, bantuan ini diberikan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan  air masyarakat Kolong. Kini, sumur-sumur warga hanya bisa mencukupi kebutuhan rumah tangga saja. Sedangkan pemanfaatan air sumur untuk irigasi sawah tidak bisa mencukupi.
Selain itu, yang menjadi penyebab produksi padi rendah adalah angin yang semakin tidak terkendali. Hembusan angin ini seringkali menghantam padi-padi warga sehingga padi tersebut cepat. Kondisi ini akhirnya juga menjadi penyebab produksi padi kurang maksimal. Kualitas padi yang dihasilkan menjadi rendah. Menurut informan, pohon-pohon yang menjadi penahan angin di hutan sudah banyak ditebangi masyarakat. Dahulu, selama hutan masih masih lebat, hembusan angin tidak langsung mengenai padi. Keberadaan pohon-pohon besar itu menjadi penahan angin yang kuat.
Banyak pohon-pohon yang ditebangi secara liar oleh masyarakat. Jenis pohon yang banyak ditebang adalah pohon jati. Pohon-pohon ini ditebang dengan alasan ekonomi. Keadaan seperti membuat sebagian mereka tidak dapat menggantungkan perekonomian mereka pada hasil sawah. Sehingga sebagai jalan pintas, mereka menebang pohon dan mengambil hasilnya untuk pemenuhan kebutuhan hidup mereka sehari-hari.
Keadaan seperti ini tetap saja eksis. Menurut pak Yasman, tidak ada tindakan khusus yang dilakukan perangkat desa untuk pencegahan penebangan liar. Koordinasi antara perangkat desa dan masyarakat sendii masih tidak ada. Jika keadaan ini tetap dibiarkan maka dalam jangka panjang dapat memuat kondisi alam desa Kolong semakin tidak bersahabat. Jika keadaan alam semakin tidak bersahabat maka hal itu juga akan semakin merusak pertanian mereka.
Penebangan kayu secara liar (illegal logging) tanpa mengindahkan kaidah-kaidah manajemen hutan untuk menjamin kelestarian sumber daya hutan telah menyebabkan berbagai dampak negatif dalam berbagai aspek, Kerugian akibat penebangan liar memiliki dimensi yang luas tidak saja terhadap masalah ekonomi, tetapi juga terhadap masalah sosial, budaya, politik dan lingkungan.
Dari perspektif ekonomi, kegiatan illegal logging telah mengurangi penerimaan devisa negara dan pendapatan negara. Berbagai sumber menyatakan bahwa kerugian negara yang diakibatkan oleh illegal logging , mencapai Rp.30 trilyun per tahun. Permasalahan ekonomi yang muncul akibat penebangan liar bukan saja kerugian finansial akibat hilangnya pohon, tidak terpungutnya DR dan PSDH akan tetapi lebih berdampak pada ekonomi dalam arti luas, seperti hilangnya kesempatan untuk memanfaatkan keragaman produk di masa depan (opprotunity cost). Sebenarnya pendapatan yang diperoleh masyarakat (penebang, penyarad) dari kegiatan penebangan liar adalah sangat kecil karena porsi pendapatan terbesar dipetik oleh para penyandang dana (cukong). Tak hanya itu, illegal logging juga mengakibatkan timbulnya berbagai anomali di sektor kehutanan. Salah satu anomali terburuk sebagai akibat maraknya illegal logging adalah ancaman proses deindustrialisasi sektor kehutanan. Artinya, sektor kehutanan nasional yang secara konseptual bersifat berkelanjutan karena ditopang oleh sumber daya alam yang bersifat terbaharui yang ditulang punggungi oleh aktivitas pengusahaan hutan disektor hulu dan industrialisasi kehutanan di sektor hilir kini tengah berada di ambang kehancuran.
Dari segi sosial budaya, dapat dilihat munculnya sikap kurang bertanggung jawab yang dikarenakan adanya perubahan nilai dimana masyarakat pada umumnya sulit untuk membedakan antara yang benar dan salah serta antara baik dan buruk. Hal tersebut disebabkan telah lamanya hukum tidak ditegakkan ataupun kalau ditegakkan, sering hanya menyentuh sasaran yang salah. Perubahan nilai ini bukanlah sesuatu yang mudah untuk dikembalikan tanpa pengorbanan yang besar.
Kerugian dari segi lingkungan, yang paling utama adalah hilangnya sejumlah tertentu pohon sehingga tidak terjaminnya keberadaan hutan yang berakibat pada rusaknya lingkungan, berubahnya iklim mikro, menurunnya produktivitas lahan, erosi dan banjir serta hilangnya keanekaragaman hayati. Kerusakan habitat dan terfragmentasinya hutan dapat menyebabkan kepunahan suatu spesies termasuk fauna langka. Kemampuan tegakan(pohon) pada saat masih hidup dalam menyerap karbondioksida sehingga dapat menghasilkan oksigen yang sangat bermanfaat bagi mahluk hidup lainnya menjadi hilang akibat makin minimnya tegakan yang tersisa karena adanya penebangan liar. Berubahnya struktur dan komposisi vegetasi yang berakibat pada terjadinya perubahan penggunaan lahan yang tadinya mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya dan juga sebagai wilayah perlindungan sistem penyangga kehidupan telah berubah peruntukanya yang berakibat pada berubahnya fungsi kawasan tersebut sehingga kehidupan satwa liar dan tanaman langka lain yang sangat bernilai serta unik sehingga harus jaga kelestariannya menjadi tidak berfungsi lagi. Dampak yang lebih parah lagi adalah kerusakan sumber daya hutan akibat penebangan liar tanpa mengindahkan kaidah manajemen hutan dapat mencapai titik dimana upaya mengembalikannya ke keadaan semula menjadi tidak mungkin lagi (irreversible).[2]
D.    Dinamika Perubahan Masyarakat
Di Indonesia, laju kerusakan hutan mencapai 2,8 juta hektar per tahun dari total luas hutan yaitu seluas 120 juta hektaryang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Dari total luas hutan tersebut, sekitar 57 sampai 60 juta hektar sudah mengalami degradasi dan kerusakan sehingga sekarang ini Indonesia hanya memiliki hutan yang dalam keadaan baik kira-kira seluas 50% dari total luas ada. Kondisi semacam ini apabila tidak disikapi dengan arif dan segera dilakukan upaya-upaya penyelamatan oleh pemerintah dan seluruh warga Indonesia maka dalam jangka waktu dua dasawarsa Indonesia akan sudah tidak memiliki hutan lagi.[3]
Upaya untuk pengembalian pohon-pohon tersebut adalah dengan penghijauan bersama-sama dengan masyarakat. Sebelum dilakuknnya penghijauan maka perlu dilakukan sosialisasi kepada mereka mengenai tujuan diadakannya penghijauan. Mereka perlu menuju tahap “kesadaran”. Penyadaran ini perlu dilakukan  agar pohon yang sudah ditanami tidak lagi ditebang.
Hal pertama yang dilakukan dalam merealisasikan penghijauan ini adalah dengan bermusyawarah dengan kepala desa mengenai hasil FGD tersebut. Kepala desa mengapresiasi adanya penghijauan tersebut karena dia pernah memiliki keinginan sama hanya kesulitan dalam mengorganisir masyarakat.
Setelah berdiskusi dengan kepala desa, mahasiswa KKN juga berdiskusi mengenai perencanaan penghijauan ini dengan pengurus Posdaya. Mulanya, pengurus Posdaya keberatan jika akan dilakukan program penghijauan karena waktu pelaksanaanya bersamaan dengan pembenahan kandang dan peresmian kampung kelinci. Pak Puji, mempertimbangkan bahwa jika ada dua program yang akan dikerjakan maka dikhawatirkan fokus masyarakat dan Posdaya pada khususnya akan terpecah. Sebagai jalan tengah, dia tetap mendukung adanya program tersebut namun harus menunggu peresmian Kampung Kelinci selesai.
Pada minggu kedua, mahasiswa KKN didampingi Mas Yudi selaku Kordesa KKN 2012 kembali berdiskusi dengan Pak Samirin (kepala desa Kolong). Pak Samirin mengusulkan agar bibit yang didapatkan adalah bibit buah, bukan mahoni dan jati seperti yang telah direncanakan. Dia kahwatir jika menanam bibit jati atau mahoni akan dicuri orang. Pak Samirin mempertimbangkan bahwa bibit buah akan lebih bermanfaat bagi masyarakat dan memiliki nilai jual ekonomi.
Setelah itu mahasiswa KKN menuju ke Kantor Kecamatan. Setelah sampai di Kantor Kecamatan, Mas Ali (Kordes KKN 2013) dan Mas Yudi menemui Pak Kasdam, selaku Kepala Kecamatan Ngasem. Setelah itu, dia menyuruh mahasiswa KKN untuk menuju Dinas Perhutani untuk mencari tahu persyaratan dalam pengajuan bantuan bibit.
Sesampai di Dinas Perhutani, mereka ditemui dengan Pak Heru yang beetugas di bagian pembibitan. Awalnya, mahasiswa menanyakan mengenai prosedur pengajuan. Namun, Pak Heru langsung menanyakan berapa jumlah bibit yang diminta. Saat mahasiswa meminta 100 bibit, Pak Heru mengatakan bahwa itu terlalu sedikit. Pak Heru memberikan 500 bibit. 400 untuk bibit buah sirsak dan 100 untuk bibit jati. Dia menyuruh untuk menjemput bibit tersebut pada hari Kamis, 7 Februari 2013.
 
Alur Aksi Penghijauan
  


 
   
Pengambilan bibit tersebut dilaksanakan sejak pagi hari dengan menggunakan mobil Pick Up Pak Samirin. Sesuai dengan jumlah yang diminta, 500 bibit sudah diterima.
Setelah pengambilan bibit, mahasiswa kembali berdiskusi dengan seluruh elemen masyarakat. Mahasiswa melibatkan perangkat desa, Karang Taruna dan Posdaya untuk merencanakan teknis dan waktu pelaksanaan. Bu Yun, selaku salah satu anggota pengurus Posdaya dan Kepala TK desa Kolong mengusulkan untuk turut melibatkan anak-anak TK. Hal ini ditujukan agar anak-anak mulai menyayangi dan empedulikan kelestarian lingkungannya sejak dini.
Akhirnya, gagasan tersebut dikembangkan dengan turut melibatkan murid-murid SDN Kolong 1 dan SDN Kolong 2. Setelah disepakati oleh berbagai pihak, maka mahasiswa KKN segera membicarakan dengan masing-masing sekolah. Untuk SDN Kolong 1, Pak Pri (Kepala Sekolah) menyarankan agar hanya murid-murid kelas IV dan V saja yang ikut. Sedangakan untuk SDN Kolong 2 semua dilibatkan karena jumlah muridnya lebih sedikit dibandingkan SDN Kolong 1.
Setelah merencanakan tentang siapa saja yang dilibatkan, maka diperlukan untuk menyepakati waktu pelaksanaan. Mulanya pengurus Posdaya menyuruh agar penghijauan ini dilakukan setelah peresmian Kampung Kelinci selesai. Mereka beralasan agar kedua kegiatan tersebut tidak berbenturan. Jika penghijauan dilaksanakan setelah persemian Kampung Kelinci, maka hal ini agak memberatkan mahasiswa KKN karena tidak memungkinkan dalam melakukan penghijauan dalam waktu yang relatif singkat. Akhirnya dengan segala pertimbangan bersama masyarakat dan pengurus Posdaya, penghijauan akan dilakukan pada tanggal 16 Februari 2013, 3 hari sebelum peresmian Kampung Kelinci dilaksanakan.
Sedangkan untuk persiapan lainnya, mahasiswa KKN juga menyiapkan media penyampai pesan aksi penghijauan berupa sticker. Sticker  ini akan dibagikan kepada murid-murid SD dan TK. Hal ini dilakukan dalam rangka sosialisasi dalam bentuk tulisan, sedangkan untuk sosialisasi secara lisan akan dilaksanakan pada Minggu malam. Sosialisasi ini akan dilaksanakan di balai desa dengan para perangkat, masyarakat dan pengurus Posdaya. Bukan hanya penghijauan yang akan disosialisasikan kepada masyarakat, namun juga sosialisasi mengenai peresmian Kampung Kelinci.



                    Gambar 2. Sticker: sebagai media sosialisasi penghijauan

E.     Sentuhan Penghijauan untuk Penyelamatan Air
Penebangan hutan secara berlebihan tidak hanya mengakibatkan berkurangnya daerah resapan air, abrasi, dan bencana alam seperti erosi dan banjir tetapi juga mengakibatkan hilangnya pusat sirkulasi dan pembentukan gas karbon dioksida serta oksigen yang diperlukan untuk kelangsungan hidupnya.
Dalam upaya melestarikan lingkungan hidup, program yang dilakukan oleh KKN PAR 2013 di Desa Kolong adalah dengan melakukan penghijauan di beberapa lokasi. Lokasi tersebut antara lain lapangan Desa Kolong, TK, SDN Kolong I (Dusun Kedungingas), SDN Kolong II (Dusun Kolong).
Setelah segala persiapan mengenai penghijauan matang, aksi penghijauan dimulai pada hari Sabtu, 18 Februari 2013. Penghijauan dimulai pada jam 8.00 WIB. Aksi pembukaan penghijauan ini dihadiri oleh murid-murid kelas IV dan V SDN Kolong 1, Pak Lahir (ketua Karang Taruna), Pak Budi (guru SDN Kolong 1), Polsek Ngasem,dan Bhabinkabtimas Kolong. Sedangkan mahasiswa mempersiapkan bibit yang akan dibawa. Bibit-bibit itu diletakkan di gledek. Untuk TK, bibit sudah diberikan sejak pagi karena kepala TK menganjurkan untuk penghijauan dilakukan sebelum pukul 09.00 WIB. Mereka harus pulang ke rumah pukul 09.30 WIB.


                                            Gambar 3. Penghijauan untu penyelamatan air
Acara pembukaan diisi dengan sambutan dari mahasiswa KKN dan Pak Heru selaku guru SDN Kolong 1. Mereka menjelaskan tujuan dilakukannya penghijauan. Sebelum pemberangkatan, seluruh undangan dan murid-murid menyanyikan lagu Indonesia Raya sebagai simbol bahwa mereka mencintai bumi Indonesia. Sambil menyanyikan lagu kebangsaan, mahasiswa KKN membagigan sticker pengijauan yang telah dibuat.
Setelah acara pembukaan selesai, pemberangkatan dimulai pada pukul 8.30 WIB. Pemberangkatan pertama menuju lapangan di Dusun Kedungingas. Lokasi ini menjadi lokasi pilihan utama masyarakat karena lapangan merupakan lokasi yang minim pohon-pohonan. Pak Budi (guru SDN Kolong 1), Mas Lahir (Ketua Karang Taruna Kolong), Polsek Ngasem, dan Bhabinkabtimas juga turut serta.
Sesampai di lapangan, mahasiswa KKN langsung mengkondisikan murid-murid agar tidak berebutan. 1 bibit diperuntukkan 3 murid secara bergantian. Sedangkan untuk pencangkulan tanah dilakukan oleh Karang Taruna dan mahasiswa KKN. Proses penghijauan pertama ini berlangsung sekitar 45 menit. Setelah selesai, mereka langsung menuju TK.


Lokasi lapangan dan TK tidak berjauhan, hanya berkisar 100 meter. Sesampai di TK ternyata penghijauan sudah dilakukan tanpa menunggu mahasiswa KKN. Bibit-bibit yang telah diberikan ditanam di halaman sekitar TK. Bibit yang diberikan ke TK sebanyak 50 buah. Pencangkulan dilakukan oleh guru-guru TK dan para wali murid, sedangkan anak-anak hanya bertugas meletakkan bibit ke dalam tanah saja.
Kemudian, penghijauan selanjutnya dilakukan di SDN Kolong 2. Penghijauan ini dilakukan di halaman sekolah. Penanaman juga melibatkan para murid. Bedanya, di SDN Kolong 2 semua murid dilibatkan karena jumlahnya yang lebih sedikit daripada murid di SDN Kolong 1. Selain itu, SDN Kolong 1 juga tidak melakukan penanaman bibit itu di halam sekolah karena memang SDN Kolong 1 tidak memiliki halaman yang luas. Terlebih halaman mereka sudah dipaving dan tidak memiliki area tanah. Tanaman yang ditanami di daerah SDN Kolong 1 hanyalah tanaman di pot.

F.     Refleksi Teoritik
Banyak orang yang telah mengenal ataupun mengerti dengan benar, apa yang dimaksud dengan kata reboisasi. Sebuah kata yang bermakna penghijauan kembali hutan ataupun ladang kosong yang gundul. Namun pada kenyataannya orang hanya cukup tau tentang arti dari kata reboisasi. Padahal jika kita ungkap banyak sekali manfaat dari kata reboisasi.
Reboisasi dalam bahasa inggris adalah reforestation yang artinya penanaman hutan yang telah ditebang (tandus, gundul). Reboisasi berguna untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia dengan menyerap polusi dan debu dari udara, membangun kembali habitat dan ekosistem alam, mencegah pemanasan global dengan menangkap karbon dioksida  dari udara, serta dimanfaatkan hasilnya terutama kayu.
Sedangkan penghijauan adalah upaya memulihkan atau memperbaiki kembali keadaan lahan kritis di luar kawasan hutan agar dapat berfungsi sebagai media produksi dan pengatur tata air yang baik serta mempertahankan dan meningkatkan daya guna lahan sesuai dengan peruntukannya.[4]
Dengan diadakannya penghijauan, diharapkan suber daya air bisa terselaatkan. Nmau, sebelum itu perlu dilakukan pengorganisasian masyarakat agar tidak lagi menebang secara liar. Adanya penghijauan ini diharapkan dapat menstimulus warga untuk tetap menyayangi lingkungannya. Jika air terselamatkan maka akan dapat membuat kualitas hidup di bidang lain dapat meningkat dan lebih baik.

G.    Simpulan
Dari berbagai permasalahan yang ada, dapat disimpulkan bahwa Desa Kolong adalah desa yang sangat potensial apabila didukung oleh SDM yang memadai. Di antaranya, potensi di bidang pertanian yang selama ini menjadi roda penggerak perekonomian masyarakat Desa Kolong. Selain itu, potensi lain  meliputi bidang peternakan dan home industri, ditambah lagi dengan berbagai potensi sosial keagamaan yang selalu berputar mengiringi jalannya roda kehidupan.
Desa Kolong adalah salah satu desa dengan masalah yang kompleks. Segala permasalahan yang terjadi sangat berhubungan dengan bidang-bidang lain di sekitarnya. Permasalahan tersebut berakibat kronis terhadap kehidupan masyarakat Kolong yang pada akhirnya menimbulkan masalah-masalah baru yang tanpa disadari dapat mangakibatkan kualitas kehidupan yang masih tergolong rendah. Keadaan ekonomi yang rendah ini dapat dilihat dari hasil survei rumah tangga yang mayoritas masih bertumpu pada hasil sawah yang hasilnya tidak menentu. Hal ini terjadi karena warga Kolong hanya bertumpu pada hasil sawah dan memiliki keterampilan rendah. Sumber ekonomi masyarakat Kolong juga bertumpu pada hasil sawah yang mereka tanami.
Salah satu aksi yang dapat dilakukan di Desa Kolong untuk menuju perubahan yang cerah adalah mengadakan penghijauan Sesuai dengan pohon harapan maka hal yang perlu dilakukan untuk kelancaran irigasi adalah dengan dikembalikannya pohon-pohon yang sudah ditebang. Upaya untuk pengembalian pohon-pohon tersebut adalah dengan penghijauan bersama-sama dengan masyarakat. Sebelum dilakuknnya penghijauan maka perlu dilakukan sosialisasi kepada mereka mengenai tujuan diadakannya penghijauan. Mereka perlu menuju tahap “kesadaran”. Penyadaran ini perlu dilakukan  agar pohon yang sudah ditanami tidak lagi ditebang.
Sesuai dengan permintaan Kepala Desa bahwasanya bibit pohon yang akan ditanam hendaknya jenis pohon yang berbuah. Oleh karena itu pihak mahasiswa KKN 2013 mendatangi Dinas Perhutani untuk meminta bibit pohon yang akan ditanam di Desa Kolong yakni sebanyak 500 bibit yang terdiri dari 400 untuk bibit buah sirsak dan 100 untuk bibit jati.

H.    Penutup
Kolong, sebuah desa yang konon berfilosofi sebagai desa yang kokoh dan saling menolong, merupakan salah satu desa pedalaman yang terletak di Kecamatan Ngasem Kabupaten Bojonegoro. Desa ini merupakan desa lanjutan bagi Tim KKN 2013. Keadaan masyarakat di desa ini masih tergolong awan dan rendah kesadaran. Oleh karena itu, Tim KKN 2013 berusaha melakukan Participatory Action Research (PAR) denga tujuan mengenali permasalahan yang membelenggu masyarakat untuk bersama-sama dipecahkan.
Seperti halnya di desa-desa lain di Bojonegoro, desa ini bergantung pada hasil sawah yang menjadi sumber ekonomi mereka. Hasil sawah juga ditentukan oleh faktor alam. Terkadang, kelalaian manusia sendiri yang membuat kondisi alam menjadi tidak bersahabat. Masalah irigasi sawah sangat bergantung pada hujan. Jika hujan turun, sawah-sawah mereka akan dialiri air. Jika tidak, mereka hanya bisa pasrah. Keadaan ini membuat masyarakat mencari alternatif lain untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menebag hutan secara liar.
Oleh karena itu, Tim KKN 2013 bersama masyarakat Kolong melakukan upaya penghijauan untuk menyelamatkan air di desa Kolong. Namun, karena Kolong masih digeluti kesadaran naif, sebagian kecil bantuan bibit mereka ambil tanpa sepengatahuan Tim KKN 2013. Hal ini sangat disayangkan karena kesadaran mereka masih belum terpupuk. Selama ini pola pembangunan yang mereka terima masih bersifat top down, sehingga paradigma masyarakat masih terpaku pada bantuan pemerintah tanpa bisa memanfaatkan potensi yang mereka miliki.
Meski penghjauan desa Kolong sudah dilaksanakan namun proses pendampingan diharapkan tidak berhenti sampai disini. Posdaya, sebagai local leader rintisan Tim KKN 2012 diharapkan dapat terus melakukan keberlanjutan program-program yang  ada. Semoga kolaborasi aksi antara masyarakat dan Tim KKN 2012 dan 2013 dapat membawa transformasi sosial yang dapat mengangkat martabat hidup masyarakat Kolong. 

DAFTAR PUSTAKA
http://kertyawitaradya.wordpress.com/2010/01/26/pemberdayaan-usaha-suatu-tinjauan-teoritis/html
http://id.wikipedia.org/wiki/Reboisasi.html
http://2frameit.blogspot.com/2011/10/landasan-teori-pemberdayaan-masyarakat.html


[1] http://2frameit.blogspot.com/2011/10/landasan-teori-pemberdayaan-masyarakat.html
[2] http://www.anakunhas.com/2011/03/dampak-dan-kerugian-penebangan-hutan-secara-liar.html
[3] http://globalgreenview.blogspot.com/2007/11/reboisasi-hutan-mangrove-sebagai-salah.html
[4] http://id.wikipedia.org/wiki/Reboisasi

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki