Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Solidaritas Mekanik dan Solidaritas Organik
Emile
Durkheim (1859-1917), Profesor Sosiologi Pertama dari Universitas Paris,
mengambil pendekatan kolektivitis terhadap pemahaman mengenai masyarakat yang
melibatkan berbagai bentuk solidaritas.
Solidaritas
dalam berbagai lapisan masyarakat bekerja seperti "perekat sosial",
dalam hal ini dapat berupa, nilai, adat istiadat dan kepercayaan yang dianut bersama
oleh anggota masyarakat dalam ikatan kolektif.
Ada bentuk
yang disebut solidaritas mekanis, dimana individu yang diikat dalam suatu
bentuk solidaritas memiliki "kesadaran kolektif" yang sama dan kuat.
Karena itu individualitas tidak berkembang karena dilumpuhkan dengan tekanan
besar untuk menerima konformitas. Contoh masyarakat yang memiliki solidaritas
ini adalah masyarakat pra-industri dan masyarakat pedesaan.
Sementara
itu ketika masyarakat semakin kompleks melalui pembagian kerja, solidaritas mekanik
runtuh digantikan dengan solidaritas organik. Ketika terjadi pembagian kerja
maka akan timbul spesialisasi yang pada akhirnya menimbulkan ketergantungan
antar individu. Hal ini juga menggairahkan individu untuk meningkatkan
kemampuannya secara individual sehingga "kesadaran koletif" semakin
redup kekuatannya. Dan solidaritas ini ada pada masyarakat Industri.
Maka itu
Durkheim mengusulkan perlunya suatu konsensus intelektual dan moral untuk
keteraturan sosial yang bersifat harmonis dan integratif.
Istilah
fakta sosial pertama kali diperkenalkan oleh Emile Durkheim. Ia mengartikannya
sebagai suatu cara bertindak yang tetap atau sementara yang memiliki kendala
dari luar (constraint); atau suatu cara bertindak yang umum dalam suatu
masyarakat yang berwujud dengan sendirinya bebas dari manifestasi individual.
Berdasarkan
definisi ini, fakta sosial memiliki empat karakteristik penting diantaranya:
1. Sesuatu yang berwujud di luar individu;
2. Melakukan
hambatan atau membuat kendala terhadap individu;
3. Bersifat luas atau umum; dan
4. Bebas
dari manifestasi, atau melampaui manifestasi individu.
Salah
seorang sosiolog yang menaruh perhatian dan menjadikan fokus teoritis dalam
membaca masyarakat adalah Emile Durkheim. Bahkan, persoalan solidaritas sosial merupakan inti dari
seluruh teori yang dibangun Durkheim. Ada sejumlah istilah yang erat kaitannya
dengan konsep solidaritas sosial yang dibangun Sosiolog berkebangsaan Perancis
ini, diantarnya integrasi sosial (social integration) dan
kekompakan sosial. Secara sederhana, fenomena solidaritas menunjuk pada suatu
situasi keadaan hubungan antar individu atau kelompok yang didasarkan pada
perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama yang diperkuat oleh
pengalaman emosional bersama.
Dalam
analisis Durkheim, diskusi tentang solidaritas dikaitkan dengan persoalan
sanksi yang diberikan kepada warga yang melanggar peraturan dalam masyarakat.
Bagi Durkhem indikator yang paling jelas untuk solidaritas mekanik adalah ruang
lingkup dan kerasnya hukum-hukum dalam masyarakat yang bersifat menekan (represif).
Hukum-hukum ini mendefinisikan setiap perilaku penyimpangan sebagai sesuatu
yang jahat, yang mengancam kesadaran kolektif masyarakat. Hukuman represif
tersebut sekaligus bentuk pelanggaran moral oleh individu maupun kelompok
terhadap keteraturan sosial(social order). Sanksi dalam masyarakat
dengan solidaritas mekanik tidak dimaksudkan sebagi suatu proses yang rasional.
Hukuman tidak harus mempresentasikan pertimbangan rasional dalam masyarakat.
Hukum represif dalam masyarakat mekanik tidak merupakan petimbangan yang
diberikan yang sesuai dengan bentuk kejahatannya. Sanksi atau hukuman yang
dikenakan kepada orang yang menyimpang dari keteraturan, tidak lain merupakan
bentuk atau wujud kemarahan kolektif masyarakat terhadap tindakan individu
tersebut.
Pelanggaran
terhadap kesadaran kolektif merupakan bentuk penyimpangan dari homogenitas
dalam masyarakat. Karena dalam analisa Durkheim, ciri khas yang paling penting
dari solidaritas mekanik itu terletak pada tingkat homogenitas yang tinggi
dalam kepercayaan, sentimen, dan sebagainya. Homogenitas serupa itu hanya
mungkin kalau pembagian kerja(division of labor) bersifat terbatas.
Model
solidaritas seperti ini biasa ditemukan dalam masyarakat primitif atau
masyarakat tradisional yang masih sederhana. Dalam masyarakat seperti ini
pembagian kerja hampir tidak terjadi. Seluruh kehidupan dipusatkan pada sosok
kepala suku. Pengelolaan kepentingan kehidupan sosial bersifat personal.
Keterikatan sosial terjadi karena kepatuhan terhadap nilai-nilai tradisional
yang dianut oleh masyarakat. Demikian
juga sistem kepemimpinan yang dilaksanakan berjalan secara turun-temurun.
Potret
solidaritas sosial dalam konteks masyarakat dapat muncul dalam berbagai
kategori atas dasar karakteristik sifat atau unsur yang membentuk solidaritas
itu sendiri. Veeger, K.J. (1992) mengutip pendapat Durkheim yang membedakan
solidaritas sosial dalam dua kategori/tipe; pertama, solidaritas
mekanis, terjadi dalam masyarakat yang diciri-khaskan oleh keseragaman
pola-pola relasi sosial, yang dilatarbelakangi kesamaan pekerjaan dan kedudukan
semua anggota. Jika nilai-nilai budaya yang melandasi relasi mereka, menyatukan
mereka secara menyeluruh, maka akan memunculkan ikatan sosial diantara mereka
kuat sekali yang ditandai dengan munculnya identitas sosial yang demikian kuat.
Individu meleburkan diri dalam kebersamaan, hingga tidak ada bidang kehidupan
yang tidak diseragamkan oleh relasi-relasi sosial yang sama. Individu
melibatkan diri secara penuh dalam kebersamaan pada masyarakat hingga tidak
terbayang bahwa hidup mereka masih berarti atau dapat berlangsung, apabila
salah satu aspek kehidupan diceraikan dari kebersamaan.
Singkatnya,
solidaritas mekanik didasarkan pada suatu “kesadaran kolektif” (collective
consciousness) yang dipraktikkan masyarakat dalam bentuk kepercayaan
dan sentimen total diantara para warga masyarakat. Individu dalam masyarakat seperti ini cenderung homogen
dalam banyak hal. Keseragaman tersebut berlangsung terjadi dalam seluruh aspek
kehidupan, baik social, politik bahkan kepercayaan atau agama.
Doyle Paul
Johnson (1994), secara terperinci menegaskan indikator sifat kelompok
sosial/masyarakat yang didasarkan pada solidaritas mekanik, yakni;
1. Pembagian
kerja rendah;
2. Kesadaran
kolektif kuat;
3. Hukum
represif dominan;
4. Individualitas
rendah;
5. Konsensus
terhadap pola normatif penting;
6. Adanya
keterlibatan komunitas dalam menghukum orang yang menyimpang;
7. Secara
relatif sifat ketergantungan rendah;
8. Bersifat
primitif atau pedesaan.
Sementara
itu solidaritas organik terjadi dalam masyarakat yang relatif
kompleks kehidupan sosialnya namun terdapat kepentingan bersama
atas dasar tertentu. Dalam kelompok sosial terdapat pola antar-relasi
yang parsial dan fungsional, terdapat pembagian kerja yang spesifik, yang pada
gilirannya memunculkan perbedaan kepentingan, status, pemikiran dan sebagainya.
Perbedaan pola relasi-relasi, dapat membentuk ikatan sosial dan persatuan
melalui pemikiran perlunya kebutuhan kebersamaan yang diikat dengan kaidah
moral, norma, undang-undang, atau seperangkat nilai yang bersifat universal.
Oleh karena
itu ikatan solider tidak lagi menyeluruh, melainkan terbatas pada kepentingan
bersama yang bersifat parsial.
Solidaritas
organik muncul karena pembagian kerja bertambah besar. Solidaritas ini
didasarkan pada tingkat saling ketergantungan yang tinggi. Ketergantungan ini
diakibatakan karena spesialisasi yang tinggi diantara keahlian individu.
Spesialisasi ini juga sekaligus merombak kesadaran kolektif yang ada dalam
masyarakat mekanis. Akibatnya kesadaran dan homogenitas dalam kehiduan sosial
tergeser.
Karena
keahlian yang berbeda dan spesialisasi itu, munculah ketergantungan fungsional
yang bertambah antara individu-idividu yang memiliki spesialisasi dan secara
relatif lebih otonom sifatnya. Menurut Durkheim itulah pembagian kerja yang
mengambil alih peran yang semula disandang oleh kesadaran kolektif.
Sekali lagi
Durkheim mengaitkan persoalan solidaritas organik dengan fenomena pemberian
hukuman atau sanksi. Kuatnya solidaritas organik ditandai oleh munculnya hukum
yang bersifat memulihkan (restitutive) bukan yang bersifat
represif. Kedua model hukum pada praktiknya juga memiliki tujuan yang berbeda.
Jika hukum represif yang dijumpai dalam masyarakat mekanik merupakan ungkapan
dari kemarahan kolektif masyarakat. Sementara hukum restitutif berfungsi
mempertahankan atau melindungi pola saling ketergantungan yang kompleks antara
sejumlah individu yang memilki spesialisasi tersebut. Karena itu sifat sanksi
yang diberikan kepada individu yang melanggar keteraturan dalam dua tipologi
masyarakat ini juga berbeda. Tipe sanksi dalam masyarakat mekanik berwatak
restitutif sebagaimana dikemukan Durkheim: “bukan bersifat balas dendam,
melainkan sekedar memulihkan keadaan”.
Kemarahan
kolektif menjadi tidak mungkin terjadi dalam masyarakat dengan tipe organik,
karena masyarakat sudah hidup dengan kesadaran individual, bukan kesadaran
kolektif. Sebagai gantinya masyarakat dengan tipe solidaritas organik mengelola
kehidupan secara rasional. Karena itu, bentuk hukumannya pun bersifat rasional
disesuaikan dengan bentuk pelanggaran tersebut. Pelaksanaan sanksi tersebut
bertujuan untuk memulihkan atau melindungi hak-hak dari pihak yang dirugikan.
Dengan
demikian akan terpulihkan kondisi ketergantungan fungsional dalam masyarakat.
Durkheim memberi tamsil bentuk solidaritas tersebut terutama dalam masyarakat
moderen. Pola-pola restitutif ini nampak dalam hukum dan peraturan-peraturan
kepemilikan, hukum kontrak, perdagangan dan peraturan administratif atau
prosedur-prosedur dalam sebuah institusi masyarakat moderen.
Peralihan
dari hukum represif menuju hukum restitutif seiring sejalan dengan semakin
bertambahnya kompleksitas dalam masyarakat. Kompleksitas tersebut berdampak
pada pembagian kerja (divison of labor) yang kian beragam pula.
Perbedaan–perbedaan tersebut juga
berlangsung dalam banyak wilayah kehidupan sosial masyarakat. Maksudnya,
perubahan tersebut juga berlangsung pada bagaimana kepemimpinan dalam setiap
model masyarakat tersebut dipraktikkan. Misalnya dalam masyarakat mekanik,
proses perubahan kepemimpinan dilakukan secara turun temurun dari kepala suku
atau Ketua adat. Berbeda dengan masyarakat organik proses suksesi kepemimpinan
dilakukan dengan melibatkan partisipasi masyarakat atau individu.
Karl Manheim lebih
mencermati pandangan Durkheim, dimana dalam solidaritas organik diciptakan
pembagian kerja dalam kelompok sosial. Pembagian kerja sebenarnya membagi
aktivitas yang tadinya digabungkan ke dalam suatu proses kerja yang
dilaksanakan oleh seorang manusia menjadi sejumlah besar bagian-bagian yang
saling melengkapi satu sama lain. Pembagian kerja akan menimbulkan sebuah
integrasi sosial yang kuat, secara fungsional dibutuhkan untuk saling
melengkapi. Oleh karena
itu memunculkan sebuah solidaritas sosial dalam kelompok mereka atas dasar
kepentingan bersama yang sifatnya tertentu. Nampak bahwa pada solidaritas
organik menekankan tingkat saling ketergantungan yang tinggi, akibat dari
spesialisasi pembagian pekerjaan dan perbedaan di kalangan individu. Perbedaan
individu akan merombak kesadaran kolektif, yang tidak penting lagi sebagai
dasar untuk keteraturan sosial. Kuatnya solidaritas organik menurut Durkheim
ditandai eksistensi hukum yang bersifat restitutif/memulihkan, melindungi pola
ketergantungan yang kompleks antara pelbagai individu yang terspesialisasi atau
kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Doyle Paul
Johnson secara
terperinci menegaskan indikator sifat kelompok sosial/masyarakat yang
didasarkan pada solidaritas organik, yakni;
1. Pembagian kerja tinggi;
2. Kesadaran kolektif lemah;
3. Hukum
restitutif/memulihkan dominan;
4. Individualitas tinggi;
5. Konsensus pada nilai
abstrak dan umum penting;
6. Badan-badan
kontrol sosial menghukum orang yang menyimpang;
7. Saling ketergantungan tinggi; dan
8. Bersifat industrial perkotaan.
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa masyarakat bukanlah semata-mata merupakan
penjumlahan individu-individu belaka. Sistem yang dibentuk oleh asosiasinya
merupakan suatu realitas khusus dengan karakteristik tertentu. Adalah benar
bahwa sesuatu yang bersifat kolektif tidak akan mungkin timbul tanpa kesadaran
individual, namun syarat tersebut tidak akan mungkin timbul tanpa adanya
kesadaran individual, namun syarat itu tidaklah cukup. Kesadaran itu harus
dikombinasikan dengan cara tertentu, kehidupan sosial merupakan hasil kombinasi
itu dan dengan sendirinya dijelaskan olehnya. Jiwa-jiwa individual yang
membentuk kelompok, melahirkan sesuatu yang bersifat psikologis, namun
berisikan jiwa individualistis yang baru.
C. Apa perbedaan kelompok sosial
solidaritas mekanik dan solidaritas organik?
a) Solidaritas
Mekanik adalah solidaritas yang muncul pada masyarakat yang masih
sederhana dan diikat oleh kesadaran kolektif serta belum mengenal adanya
pembagian kerja diantara para anggota kelompok. (Masyarakat Pedesaan).
b) Solidaritas
Organik adalah solidaritas yang mengikat masyarakat yang sudah
kompleks dan telah mengenal pembagian kerja yang teratur sehingga disatukan
oleh saling ketergantungan antar anggota. (Masyarakat Perkotaan).
D. Ciri-ciri Solidaritas Mekanik
dan Solidaritas Organik.
Solidaritas Mekanik:
Merujuk
kepada ikatan sosial yang dibangun atas kesamaan, kepercayaan dan adat bersama. Disebut
mekanik, karena orang yang hidup dalam unit keluarga suku atau kota relatif
dapat berdiri sendiri dan juga memenuhi semua kebutuhan hidup tanpa tergantung
pada kelompok lain.
Solidaritas Organik:
Menguraikan
tatanan sosial berdasarkan perbedaan individual diantara rakyat.
Merupakan ciri dari masyarakat modern, khususnya kota. Bersandar pada pembagian kerja (division of labor) yang rumit dan didalamnya orang terspesialisasi dalam pekerjaan yang berbeda-beda. Seperti dalam organ tubuh, orang lebih banyak saling bergantung untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Merupakan ciri dari masyarakat modern, khususnya kota. Bersandar pada pembagian kerja (division of labor) yang rumit dan didalamnya orang terspesialisasi dalam pekerjaan yang berbeda-beda. Seperti dalam organ tubuh, orang lebih banyak saling bergantung untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Dalam
Division of labor yang rumit ini, Durkheim melihat adanya kebebasan yang lebih
besar untuk semua masyarakat: kemampuan untuk melakukan lebih banyak pilihan
dalam kehidupan mereka Meskipun Durkheim mengakui bahwa kota-kota dapat menciptakan
impersonality (sifat tidak mengenal orang lain), alienasi, disagreement dan
konflik, ia mengatakan bahwa solidaritas organik lebih baik dari pada
solidaritas mekanik
Beban yang kami berikan dalam masyarakat modern lebih ringan daripada masyarakat pedesaan dan memberikan lebih banyak ruang kepada kita untuk bergerak bebas.
Beban yang kami berikan dalam masyarakat modern lebih ringan daripada masyarakat pedesaan dan memberikan lebih banyak ruang kepada kita untuk bergerak bebas.
Perbedaan Solidaritas Mekanik
dan Solidaritas Organik
Solidaritas Mekanik
|
Solidaritas Organik
|
a.) Relatif
berdiri sendiri (tidak bergantung pada orang lain) dalam keefisienan kerja.
b.) Terjadi di Masyarakat Sederhana. c.) Ciri dari Masyarakat Tradisional (Pedesaan) d.) Kerja tidak terorganisir e.) Beban lebih berat f.) Tidak bergantung dengan orang lain |
a.) Saling Keterkaitan dan mempengaruhi dalam keefisienan kerja.
b.) Dilangsungkan oleh Masyarakat yang kompleks. c.) Ciri dari Masyarakat Modern (Perkotaan). d.) Kerja terorganisir dengan baik. e.) Beban ringan. f.) Banyak saling bergantungan dengan yang lain. |
Koeksistensi
yang selalu ada antara industri dan komunitas, menurutSchneider (1993:430-431),
timbul karena berbagai sebab.
Pertama adalah kebutuhan industri akan persediaan tenaga
kerja. Industri membutuhkan tenaga kerja yang dapat diandalkan yang dapat masuk
kerja setiap hari dan tepat waktu, yang segera dapat dipanggil kembali bekerja
setelah suatu periode pemberhentian dan tidak mempunyai mata pencaharian lain
selain industri tersebut. Untuk menciptakan dan mendapatkan persediaan tenaga
kerja seperti itu, industri harus memasuki komunitas yang ada atau menciptakan
komunitas kemana tenaga kerja dapat ditarik.
Kedua, komunitas menjadi pasar yang besar bagi produk industri
tersebut. Dengan menempatkannya dekat sebuah pasar kota, industri dapat
mengurangi biaya biaya transportasi, khususnya bila sebagaian besar pasar suatu
industri bertempat di pusat metropolitan yang besar.
Ketiga, industri membutuhkan komunitas sebagai sumber jasa
khusus. Salah satunya adalah transportasi untuk membawa bahan mentah ataupun
mengirimkan hasil produksinya. Selain itu juga membutuhkan perlindungan
keamanan, pendidikan para pekerjanya, persediaan air, penyediaan pemukiman dan
sebagainya
Seperti
halnya Schneider, Parker (1990:93) menyatakan bahwa “munculnya
industri baru dalam suatu wilayah akan memberikan pengaruh besar terhadap
jumlah tenaga kerja.” Kebutuhan industri terhadap tenaga kerja yang memadai,
tidak sepenuhnya dapat terpenuhi oleh komunitas yang sudah ada, karena industri
membutuhkan tenaga kerja yang memiliki karakteristik tertentu, seperti keterampilan
dan pendidikannya,termasuk juga perilaku kerja tertentu. Kebutuhan tenaga kerja
industri menjadi salah satu dari daya tarik industri, selain dari munculnya
kesempatan ekonomi lain akibat keberadaan industri yang bisa dijadikan sumber
penghasilan bagi masyarakat. Para tenaga kerja berdatangan ke wilayah tersebut
untuk mencoba memanfaatkan berbagai kesempatan yang ada, baik di sektor
industri maupun di sektor lainnya.
Kehadiran
para pekerja pendatang, secara relatif menyebabkan perubahan pola interaksi komunitas.
Interaksi antar anggota komunitas menjadi semakin luas, dan proses interaksi
dalam komunitas akan terpengaruh oleh adanya keragaman latar belakang sosial
budaya dari anggotanya. Pada proses interaksi, jaringan interaksi anggota
komunitas yang meluas menyebabkan intensitas interaksi antar-anggota berkurang,
terutama pada sebagian anggota komunitas, seperti pendatang yang memiliki
sosiabilitas yang rendah. Dalam interaksinya, penduduk pendatang dan pribumi
dituntut pula untuk mempertimbangkan latar belakang sosial budaya
masing-masing. Hal ini menyebabkan intensitas dan pola interaksi komunitas
mengalami perubahan orientasi, termasuk juga dialami oleh penduduk pribumi yang
terseret oleh dinamika industri. Dinamika pada komunitas di sekitar industri, dalam
jangka panjang akan mengembangkan komunitas tersebut menjadi berbeda dengan
bentuk komunitas sebelumnya.
Sebuah
komunitas yang mendapatkan pengaruh dari adanya industri akan berkembang ke
arah suatu komunitas perkotaan, yang memiliki karateristik yang berbeda
dibandingkan dengan sebelum industri didirikan.
Menurut Louis
Wirth (dalam Daldjuni, 1982:27): “kota ditentukan oleh ukurannya yang
cukup besar, kepadatan penduduknya, dan heterogenitas masyarakatnya.”
Gaya hidup
khas kekotaan disebut dengan urbanisme, dan ini ditentukan oleh ciri-ciri
spatial, sekularisasi, asosiasi sukarela, peranan sosial yang terpisah dan
norma-norma yang kabur.
Mengenai
pemikiran Wirth ini, Daldjuni (1982:28) berpendapat bahwa:
Pokok-pokok yang dibicarakan oleh Wirth meliputi “kedangkalan interaksi individu, anomi, serta perspektif penelaahan urbanisasi.Sebagai struktur sosial, urbanisasi menggantikan hubungan primer dengan sekunder. Akibatnya di kota ikatan kekerabatan lemah, gotong royong menipis, dan solidaritas goyah.Urbanisme melahirkan mentalitas kota dimana sikap, ide, dan keperibadian manusianya lain dengan yang terdapat di pedesaan” Urbanisme pada komunitas di sekitar industri sebagai sebuah gejala yang rasional, karena dorongan dari industrialisme dan juga sebagai hasil dari proses adaptasi masyarakat terhadap tuntutan aktivitas kerja dalam industri. Industrialisme membutuhkan tenaga kerja yang mobile. Sifat tenaga kerja yang demikian tidak dapat diperoleh dalam masyarakat yang memiliki ikatan sosial yang ketat, karena ikatan sosial yang ketat akan mengganggu mobilitas warga masyarakatnya. Ikatan sosial yang longgar demikian akan mempengaruhi bentuk solidaritas sosial masyarakatnya.
Pokok-pokok yang dibicarakan oleh Wirth meliputi “kedangkalan interaksi individu, anomi, serta perspektif penelaahan urbanisasi.Sebagai struktur sosial, urbanisasi menggantikan hubungan primer dengan sekunder. Akibatnya di kota ikatan kekerabatan lemah, gotong royong menipis, dan solidaritas goyah.Urbanisme melahirkan mentalitas kota dimana sikap, ide, dan keperibadian manusianya lain dengan yang terdapat di pedesaan” Urbanisme pada komunitas di sekitar industri sebagai sebuah gejala yang rasional, karena dorongan dari industrialisme dan juga sebagai hasil dari proses adaptasi masyarakat terhadap tuntutan aktivitas kerja dalam industri. Industrialisme membutuhkan tenaga kerja yang mobile. Sifat tenaga kerja yang demikian tidak dapat diperoleh dalam masyarakat yang memiliki ikatan sosial yang ketat, karena ikatan sosial yang ketat akan mengganggu mobilitas warga masyarakatnya. Ikatan sosial yang longgar demikian akan mempengaruhi bentuk solidaritas sosial masyarakatnya.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Bentuk
solidaritas sosial masyarakat industri-kota adalah solidaritas organik. Namun,
karena komunitas industri-kota masih berada dalam proses perkembangan,
karakteristik yang terdapat pada komunitas ini masih belum menunjukkan
karakteristik dari masyarakat organik penuh. Pada komunitas ini masih ditemui adanya
beberapa karakteristik dari masyarakat yang yang mekanik.
Perubahan
bentuk solidaritas sosial masyarakat industri-kota merupakan sebuah proses yang
alamiah dan dibutuhkan oleh masyarakat. Industrialisme tidak dapat berkembang
dalam masyarakat yang bentuk solidaritasnya adalah solidaritas mekanik.
Sumber Bacaan
IPS SMKN 1 DEPOK.blogspot.com
Comments