Franchise dan Multi Level Marketing Syariah


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam era globalisasi dewasa ini, pertumbuhan ekonomi terasa semakin meningkat dan kompleks, termasuk pula di dalamnya mengenai bentuk kerjasama bisnis internasional. Bentuk kerjasama bisnis ini ditandai dengan semakin meningkatnya usaha-usaha asing di Indonesia. Dalam bidang perdagangan dan jasa, salah satu usaha yang berkembang saat ini adalah usaha waralaba (franchise). Waralaba adalah suatu sistem usaha yang sudah khas atau memiliki ciri mengenai bisnis di bidang perdagangan atau jasa, berupa jenis produk dan bentuk yang diusahakan, identitas perusahaan (logo, desain, merek, bahkan termasuk pakaian dan penampilan karyawan perusahaan), rencana pemasaran dan bantuan operasional.
Kebanyakan orang apabila mendengar kata Franchise, biasanya yang pertama terbayang adalah McDonald dan Alfamart. McDonald sebagai brand dari luar negeri dan Alfamart yang sangat pesat pertumbuhannya di seantero Pulau Jawa (dan juga cepat merambah ke wilayah lain di Indonesia). Sebenarnya, Franchising adalah suatu cara kerja pemasaran produk dengan tujuan memperluas jaringan usaha dengan cepat. Sekarang ini banyak Bisnis Franchise ditemukan terutama dalam bisnis yang menawarkan produk dan jasa, misalnya usaha makanan modern.[1]
Di Indonesia franchise dikenal sejak tahun 70-an ketika masuknya Shakey Pisa, KFC, Swensen dan Burger King. Perkembangannya terlihat sangat pesat dimulai sekitar tahun 1995. Data Deperindag pada tahun 1997 mencatat sekitar 259 perusahaan penerima franchise di Indonesia. Setelah itu, usaha franchise mengalami kemerosotan karena terjadi krisis moneter. Para penerima franchise asing terpaksa menutup usahanya karena nilai rupiah yang terperosok sangat dalam. Hingga 2000, franchise asing masih menunggu untuk masuk ke Indonesia. Hal itu disebabkan kondisi ekonomi dan politik yang belum stabil ditandai dengan perseteruan para elit politik. Barulah pada tahun 2003, usaha franchise di tanah air mengalami perkembangan yang sangat pesat.
Franchise pertama kali dimulai di Amerika oleh Singer Sewing Machine Company, produsen mesin jahit Singer pada tahun 1851. Pola itu kemudian diikuti oleh perusahaan otomotif General Motor Industry yang melakukan penjualan kendaraan bermotor dengan menunjuk distributor franchise pada tahun 1898. Selanjutnya, diikuti pula oleh perusahaan-perusahaan soft drink di Amerika sebagai saluran distribusi di AS dan negara-negara lain. Sedangkan di Inggris franchise dirintis oleh J Lyons melalui usahanya Wimpy and Golden Egg pada dekade 60-an.[2]
Sedangkan MLM bisa juga disebut dengan franchise perorangan atau waralaba individu, tapi secara alamiah pastilah berbeda dengan istilah tersebut. Sebenarnya sangatlah luas dan akan mengacu pada contoh-contoh nyata yang berbeda jika disebutkan. Namun terdapat juga banyak persamaan, bahkan mungkin esensinya sebetulnya sama. MLM mungkin modal uangnya sedikit namun modal lainnya seperti mindset bisnis dan usaha haruslah sangat besar. Sedangkan dalam Franchise mungkin membayangkan modal uang besar untuk membelinya seperti membeli franchise Mc Dolald, sedangkan waralaba istilah yang sama untuk Franchise.
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Franchise dan MLM Syari’ah
Kata franchise sendiri berasal dari bahasa prancis yaitu “franchir”, yang berarti dibebaskan dari membayar upeti atau pajak yang berkuasa. David J.Kaufmann memberi definisi franchising sebagai sebuah sistem pemasaran dan distribusi yang dijalankan oleh institusi bisnis kecil (franchisee) yang digaransi dengan membayar sejumlah fee, hak terhadap akses pasar oleh franchisor dengan standar operasi yang mapan  dibawah asistensi franchisor. Menurut Reitzel, Lyden, Roberts & Severance, franchise definisikan sebagai sebuah kontrak atas barang yang intangible yang dimiliki oleh seseorang (franchisor) seperti merek yang diberikan kepada orang lain (franchisee) untuk menggunakan barang (merek) tersebut pada usahanya sesuai dengan teritori yang disepakati.
Menurut PP No.16/1997 franchise diartikan sebagai perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan pihak lain tersebut, dalam rangka penyediaan dan atau penjualan barang dan atau jasa. Definisi inilah yang berlaku baku secara yuridis formal di Indonesia.[3]
Adapun pengertian franchise menurut beberapa para pakar. Menurut Queen (1993:4-5) franchise adalah kegiatan pemberian lisensi dari pemegang usaha (franchisor) kepada pembeli merek usaha (franchisee) untuk berusaha dibawah nama dagang franchisor berdasarkan kon trak dan pembayaran royalti.European Code of Ethics for Franchising memberikan definisi franchise sebagai berikut: “Franchise adalah sistem pemasaran barang dan atau jasa dan atau teknologi, yang didasarkan pada kerjasama tertutup dan terus menerus antara pelaku-pelaku independent (maksudnya franchisor dan individual franchisee) dan terpisah baik secara legal (hukum) dan keuangan, dimana franchisor memberikan hak pada individual franchisee, dan membebankan kewajiban untuk melaksanakan bisnisnya sesuai dengan konsep dari franchisor”.
Menurut Winarto (1995, p.19) Waralaba atau franchise adalah hubungan kemitraan yang usahanya kuat dan sukses dengan usahawan yang relatif baru atau lemah dalam usaha tersebut dengan tujuan saling menguntungkan khususnya dalam bidang usaha penyediaan produk dan jasa langsung kepada konsumen. Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa franchise adalah hubungan kemitraan antara usahawan yang usahanya kuat dan sukses (mempunyai merek dagang ternama) dengan usahawan yang relative baru atau lemah dalam usaha tersebut dengan tujuan memperluas usahanya dan saling menguntungkan, khususnya dalam bidang usaha penyediaan produk dan jasa langsung kepada konsumen.
Sedangkan Multi Level Marketing (MLM) secara umum adalah model pemasaran yang menggunakan mata rantai Up Line-DownLine dengan memotong jalur distribusi. Menurut APLI (Asosiasi Pengusaha Langsung Indonesia) saat ini terdapat lebih 200-an perusahaan yang menggunakan sistem MLM dengan karakteristik, pola dan sistem tersendiri. Dalam mengkaji hukum halal-haramnya MLM dibutuhkan pendekatan yang lebih mendalam. Dimulai dari manajemen perusahaannya, sistem marketingnya, kegiatan operasionalnya serta produk yang dijualnya apakah sesuai dengan prinsip dalam syariah. Hal ini untuk menghindari kesalahan penilaian suatu bisnis yang menilai hanya berdasarkan satu sisi kegiatan operasionalnya saja tanpa menilai sistemnya secara keseluruhan.
Hal yang perlu diketahui dalam menilai suatu bisnis/ jual-beli yang sesuai dengan ketentuan Syariah (Standar 4+5):
Standar Moral dalam Berbisnis (Haedar Naqvi)
1.      Tauhid
2.      Kebebasan
3.      Keadilan
4.      Tanggung Jawab

Standar Operasional dalam Berbisnis
1.      Menghindari segala praktik Riba
2.      Menghindari Gharar (ketidakjelasan kontrak/ barang)
3.      Menghindari Tadlis (Penipuan)
4.      Menghindari perjudian (spekulasi/Maysir)
5.      Menghindari kezaliman dan eksploitatif
Dalam sebuah catatan kritis tentang MLM, Robert L.Fitzpatrick dan Joyce K.Reynolds menulis: Penjualan langsung secara eceran ke konsumen merupakan cara uno, bukan tren masa depan. Justru ini adalah sistem penjualan yang tidak produktif dan tidak praktis. Selain itu perlu diperhatikan lagi bahwa daya tarik paling menyolok dari Industri MLM sebagaimana yang disampaikan lewat iklan dan presentasi penarikan anggota baru adalah ciri materialismenya.
B.     Macam – Macam Franchise dan MLM Syari’ah
Franchise sangat membantu para pelaku usaha yang baru saja memulai ataupun terjun ke dalam bidang usaha tersebut karena didalamnya sudah terdapat system dan para franchise tinggal menjalankan usaha tersebut sesuai dengan system sehingga dapat memperoleh keuntungan. Dalam organisasi franchise (Waralaba) juga terdapat jenis-jenisnya, yaitu :
1.      Product Franchise, Suatu bentuk franchise dimana penerima franchise hanya bertindak mendistribusikan produk dari petnernya dengan pembatasan areal.
2.      Processing or Manufacturing Frinchise, Jenis franchise ini memberikan hak pada suatu badan usaha untuk membuat suatu produk dan menjualnya pada masyarakat, dengan menggunakan merek dagang dan merek franchisor. Jenis franchise ini seringkali ditemukan dalam industri makanan dan minuman.
3.      Bussiness Format atau System Franchise, Franchisor memiliki cara yang unik dalam menyajikan produk dalam satu paket, seperti yang dilakukan oleh Mc Donald’s dengan membuat variasi produknya dalam bentuk paket.
4.      Group Trading Franchise, Bentuk franchise yang menunjuk pada pemberian hak mengelola toko-toko grosir maupun pengecer yang dilakukan toko serba ada.[4]

C.    Sistem Kerja Franchise dan MLM Syari’ah
System kerja franchise tidak sekedar menjadi penyalur, namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya.Agar waralaba dapat berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor maupun franchisee.Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya ketentuan- ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis waralaba adalah sebagai berikut[13]: Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 259/ MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba. Peraturan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI No. 31/M- DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba Undang-undang No. 14 Tahun 2001 tentang Paten.Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek.Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.Banyak orang masih skeptis dengan kepastian hukum terutama dalam bidang waralaba di Indonesia.Namun saat ini kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997.Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis waralaba tersebut.Perkembangan waralaba di Indonesia, khususnya di bidang rumah makan siap saji sangat pesat. Hal ini ini dimungkinkan karena para pengusaha kita yang berkedudukan sebagai penerima waralaba (franchisee) diwajibkan mengembangkan bisnisnya melalui master franchise yang diterimanya dengan cara mencari atau menunjuk penerima waralaba lanjutan. Dengan mempergunakan sistem piramida atau sistem sel, suatu jaringan format bisnis waralaba akan terus berekspansi.[5]
Sedangkan system kerja MLM adalah cara kerja yang dalam dunia bisnis MLM, dan hanya disuruh untuk menawarkan suatu produk/usaha yang telah ikuti ke orang lain. setiap orang yang mendapatkan calon downliner (pelanggan online) akan mendapatkan bonus atau uang dari setiap downliner yang ada. Apabila berhasil mendapatkan downliner lagi,maka akan mendapatkan bonus secara tidak langsung. MLM merupakan suatu system pemasaran berjenjang yang dirancang untuk memberikan peluang besar bagi orang yang memiliki bisnis usaha sendiri dan setiap orang yang bergabung ke dalam system MLM dapat membangun bisnisnya sendiri dengan cara mengkonsumsi atau memasarkan produk dan mengajak orang lain untuk bergabung ke dalam kelompok ataupun jaringan.[6]

D.    Kelebihan dan Kekurangan
Franchise juga merupakan strategi perluasan dari suatu usaha yang telah berhasil dan ingin bermitra dengan pihak ketiga yang serasi, ingin berusaha, dan memiliki usaha sendiri. Dalam system franchise  ini juga terdapat keunggulan dan kekurangan, diantaranya adalah :
1.      Keunggulan Franchise
a.       Pihak franchisor memiliki akses pada permodalan dan berbagi biaya dengan franchisee dengan resiko yang relatif lebih rendah.
b.      Pihak franchisee mendapat kesempatan untuk memasuki sebuah bisnis dengan cara cepat dan biaya lebih rendah dengan produk atau jasa yang telah teruji dan terbukti kredibilitas mereknya.
c.       Lebih dari itu, franchisee secara berkala menerima bantuan manajerial dalam hal pemilihan lokasi bisnis, desain fasilitas, prosedur operasi, pembelian, dan pemasaran.
2.      Kekurangan Franchise
a.       Sistem franchise tidak memberikan kebebasan penuh kepada franchisee karena franchisee terikat perjanjian dan harus mengikuti sistem dan metode yang telah dibuat oleh franchisor.
b.      Sistem franchise bukan jaminan akan keberhasilan, menggunakan merek terkenal belum tentu akan sukses bila tidak diimbangi dengan kecermatan dan kehati-hatian franchisee dalam memilih usaha dan mempunyai komitmen dan harus bekerja keras serta tekun.
c.       Franchisee harus bisa bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik dalam hubungannya dengan franchisor.
d.      Tidak semua janji franchisor diterima oleh franchisee.
e.       Masih adanya ketidak amanan dalam suatu franchise, karena franchisor dapat memutuskan atau tidak dalam memperbaharui perjanjian.[7]


Daftar Pustaka
Hardjowidigdo, Rooseno. 1993. Perspektif Pengaturan Perjanjian Franchise. Jakarta: BPHN.
Bermalino. 2009. Accounting. Bandung: Guna Darma.
Basarah, Moch. dan M. Faiz Mufidin. 2008. Bisnis Franchise dan Aspek-Aspek Hukumnya. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Fatiha, Anni. 2010. Cara Kerja MLM. Yogyakarta: Qwasuper.
Lumoindong, Heri. 2009. Waralabadan Perkembangannya. http://www.paroki-teresa.tripod.com/Tonikum_WARALABA)



[1]Rooseno Hardjowidigdo, Perspektif Pengaturan Perjanjian Franchise,  (Jakarta: BPHN, 1993), hal. 5
[2]Bermalino, Accounting,  (Bandung: GunaDarma, 2009),  hal. 2
[4]H. Moch. Basarah & H.M. Faiz Mufidin, Bisnis Franchise dan Aspek-Aspek Hukumnya, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2008), hal. 34
[5]http://081366611229.xtgem.com/ARSIP/APRIL2011/SISTEMKERJAWARALABA
[6]Anni Fatiha, Cara Kerja MLM, (Yogyakarta;Qwasuper, 2010)
[7]Heri Lumoindong, Waralabadan Perkembangannya, (http://www.parokiteresa.tripod.com/Tonikum_WARALABA, 2009)

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Sejarah logika di indonesia