Sejarah Peradaban Islam di Spanyol
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Allah SWT. mengatur alam ini dengan sebuah
aturan hokum yang sangat canggih. Orang biasa menyebutnya hokum alam. Tetapi
kalau melihat kepada Al-qur’an hokum itu disebut dengan sunatullah, karena
dalam ajaran Islam alam tidak membuat hokum untuk dirinya, tapi Dzat Yang
menciptakan, mengatur, dan memelihara alamlah yang membuat aturannya.
Banyak orang mengatakan bahwa sejarah
mengulang dirinya. Sebenarnya bukan sejarah yang mengulang dirinya, tetapi
Allahlah memutarnya kembali pada saat orang-orang pada zaman tertentu melakukan
perbuatan yang sama atau mendekati perbuatan yang dilakukan oleh orang yang
tersebut dalam sejarah.
Di sini terdapat rahasia besar, hubungan
antara sunnah pergiliran di antara manusia, bangsa, dan masyarakat dengan
perubahan nafs [jiwa] pada suatu umat. Kehancuran suatu peradaban dan
kebangkitannya, sangat terkait dengan perubahan nafs.[1]
Kajian tentang peradaban Islam sekarang ini
memang sudah menganut pendapat bahwa kebudayaan Islam tidak lagi satu, tetapi
sudah terdapat beberapa peradaban Islam.
Hal tersebut tampaknya sangat ditentukan oleh
perkembangan politik Islam sampai Periode Pertengahan. Kalau pada Periode
Klasik, peran Arab sangat menonjol karena memang Islam hadir di sana, maka
Periode Pertengahan muncul muncul tiga kerajaan besar Islam yang mewakili tiga
kawasan budaya, yaitu kerajaan Usmani di Turki, kerajaan Safawi di Persia, dan
kerajaan Mughal di India.
Secara politik Eropa mempunyai kenangan
tentang penaklukan Islam dalam abad-abad pertama setelah Islam muncul. Spanyol
dan Sisilia berada di bawah dominasi Muslim selama berabad-abad.[2]
Jika kita mendefinisikan suatu masyarakat
yang beradab sebagai masyarakat yang mendorong toleransi agama dan etnis, bebas
berdiskusi, perpustakaan-perpustakaan dan universitas, kamar mandi umum dam
taman, puisi dan arsitektur, maka Spanyol Muslim adalah suatu contoh yang baik.[3]
B. Tujuan
Eropa pada akhir millennium ini makin
terlibat untuk menemukan suatu model bagi masyarakat mereka. Banyak masalah
perlu dibicarakan. Kita perlu menguraikan Spanyol Muslim dalam perspektif Eropa
abad pertengahan.
Pembahasan sejarah perkembangan peradaban Islam
yang sangat panjang dan luas itu tidak bisa dilepaskan dari pembahasan sejarah
perkembangan politik dan imu pengetahuannya. System politik dan pemerintahan
itu sendiri merupakan salah satu aspek penting dari peradaban.
Dalam kitabullah dan Hadits Rasul kita
memahami hakikat sejarah, dan mengetahui faktor-faktor pembangunan, keamanan,
kemapanan dan kemajuan di satu sisi, dan faktor-faktor kehancuran, ketakutan,
dan keterbelakangan.
Peradaban-peradaban Islam yang dilihat dalam
kajian-kajian sampai waktu belum lama ini hanya terbatas pada empat peradaban
Islam yang dominan. Semuanya sangat berkaitan dengan empat kawasan, tetapi
dalam makalah ini hanya dibahas satu kawasan Islam di Negara bagian benua
Eropa, yaitu Spanyol Islam.
Islam sesungguhnya merupakan bagian tak
terpisahkan dari Eropa. Eropa dan dunia Islam telah saling berhubungan dekat
selama berabad-abad. Pertama, Negara Andalusia/Spanyol (756-1492) di
Semenanjung Iberia, kemudian interaksi selama masa Perang Salib (1095-1291),
serta penguasaan wilayah Balkan oleh kekhalifahan Utsmaniyyah (1389). Faktor
inilah yang kemudian memungkinkan terjadinya hubungan timbal balik antara kedua
masyarakat itu dan akan kita bahas dalam makalah ini untuk mengetahui
sejarahnya, khususnya di Andalusia yang sekarang bernama Spanyol.
C. Metode
Penelitian
Dalam penulisan makalah sejarah peradaban
Islam di Spanyol ini penulis menggunakan metode kepustakaan yang semua
sumbernya mengacu pada buku-buku yang relevan dan menjelaskan tentang sejarah
peradaban Islam di Spanyol.
BAB II
PEMBAHASAN
Peradaban Islam di Spanyol
A. Masuknya
Islam ke Spanyol
Spanyol diduduki umat Islam pada zaman
khalifah Al-Walid (705-715 M), salah seorang khalifah dari Bani Umayah yang
berpusat di Damaskus. Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Tanah Spanyol
hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam telah memainkan peranan
yang sangat besar. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad lamanya.
Banyak prestasi yang telah ditorehkan, bahkan pengaruhnya membawa Eropa, dan
kemudian dunia kepada kemajuan peradaban secara signifikan. Orang-orang muslim
Spanyol yang merupakan bagian dari ummah memiliki rentang hidup selama 903
tahun. Di negeri ini peradaban Islam tumbuh dengan subur dan merupakan pusat
pendidikan Islam yang cemerlang dan radiusnya menjangkau Eropa.[4]
Sebelum penaklukan Spanyol, umat Islam telah
menguasai Afrika Utara dan menjadikannya sebagai salah satu propinsi dari
dinasti Bani Umayah. Pada masa Khalifah Al-Walid, Hasan ibn Nu’man sudah
digantikan oleh Musa ibn Nushair yang berhasil menduduki Aljazair dan Marokko.
Setelah kawasan itu benar-benar dapat dikuasai, umat Islam mulai memusatkan
perhatiannya untuk menaklukan Spanyol. Afrika Utara menjadi batu loncatan bagi
kaum Muslimin dalam penaklukan Spanyol.
Dalam penaklukan Spanyol terdapat tiga
pahlawan Islam yang paling berjasa, yaitu Tharif ibn Malik, Thariq ibn Ziyad,
dan Musa ibn Nushair. Awalnya Tharif menyeberangi selat yang berada di antara
Maroko dan benua Eropa itu dengan satu pasukan perang, lima ratus orang di
antaranya adalah tentara berkuda, mereka menaiki empat buah kapal yang
disediakan oleh Julian. Dalam penyerbuan itu Tharif menang karena tidak mendapat perlawanan. Pada
masa itu terjadi kemelut di dalam kerajaan Visigothic
yang saat itu berkuasa di Spanyol, kemudian Musa ibn Nushair pada tahun 711 M
mengirim pasukan ke Spanyol sebanyak 7000 orang di bawah pimpinan Thariq ibn
Ziyad.
Sejarah mencatat bahwa
panglima Thariq setelah seluruh pasukan selesai mendarat di wilayah tersebut,
membakar seluruh penyeberangan. Ia pun mengucapkan pidato singkat yang
bersejarah : Al-Aduwwu amamakum wal bahru wara’kum fakhtar ayyuma syi’tum (
Musuh di depan kamu, lautan di belakang kamu, silakan pilih mana yang kamu
kehendaki).[5]
Pasukannya sebagian besar suku Barbar yang
didukung Musa ibn Nushair dan sebagian lagi orang Arab yang dikirim Khalifah
Al-Walid. Pasukan itu kemudian menyeberangi Selat dan pertama kali mendarat di
gunung yang dikenal dengan nama Gibraltar (Jabal Thariq). Dengan demikian, maka
terbukalah pintu secara luas untuk memasuki Spanyol. Dalam pertempuran di suatu
tempat bernama Bakkah, Raja Roderick dapat dikalahkan. Di situ Thariq dan
pasukannya terus menaklukkan kota-kota penting, Cordova, Granada, dan Toledo
(ibu kota kerajaan Goth saat itu). Sebelum menaklukkan kota Toledo, Musa ibn
Nushair mengirim pasukan tambahan pada Thariq sebanyak 5000 personel, sehingga
pasukannya menjadi 12.000 orang, tapi belum sebanding dengan pasukan Gothik
yang berjumlah 100.000 orang. Untuk itu, Musa kemudian ikut membantu Thariq.
Musa berhasil menaklukkan Sidonia, Karmona, Seville, dan Merida serta
mengalahkan pengusa kerajaan Ghotic, Theodomir di Orihuela. Selanjutnya
keduanya berhasil menguasai seluruh kota penting di Spanyol, termasuk Saragosa
sampai Navarre.[6]
Penyerbuan terbesar yang dilakukan kaum Muslimin pada abad ke-8 M, telah
menjangkau seluruh Spanyol.
Pada masa penaklukkan Spanyol oleh
orang-orang Islam, kondisi social, politik, dan ekonomi negeri dalam keadaan
menyedihkan. Di saat itu penguasa Ghotic bersikap tidak toleran pada aliran
agama yang dianut penguasa, yaitu aliran Monofisit dan Yahudi yang merupakan
bagian terbesar dari penduduk Spanyol yang dibaptis agama Kristen. Rakyat
dibagi-bagi dalam system kelas.
Perpecahan dalam negeri Spanyol banyak
membantu keberhasilan campur tangan Islam di tahun 711 M. Ketika Spanyol
dikuasai Romawi, ekonomi negerinya sangat baik, tapi sejak dikuasai kerajaan
Goth, perekonomiannya lumpuh. Kondisi terburuk terjadi pada masa pemerintahan
Raja Roderick, Raja Goth terakhir yang dikalahkan Islam. Keadaan social Spanyol
merupakan suatu pembuka jalan penaklukkan Spanyol oleh orang Islam.[7]
Sikap toleransi agama dan persaudaraan yang terdapat dalam pribadi kaum
Muslimin menyebabkan penduduk Spanyol menyambut kehadiran Islam.
B. Perkembangan
Islam di Spanyol
Di Spanyol Islam memainkan peranan yang
sangat besar. Sejarah yang dilalui umat Islam di Spanyol dapat dibagi menjadi
enam periode, yaitu:
1. Periode
Pertama (711-755 M)
Pada periode ini, Spanyol di bawah
pemerintahan para wali yang diangkat Khalifah Bani Umayah yang berpusat di
Damaskus. Pada masa ini stabilitas politik di Spanyol belum stabil. Oleh karena
itu, terjadi dua puluh kali pergantian gubernur Spanyol dan sering terjadi
perang karena perbedaan politik.
Karena seringnya terjadi konflik internal dan
berperang menghadapi musuh dari luar, maka dalam periode ini Islam Spanyol
belum memasuki kegiatan pembangunan di bidang peradaban dan kebudayaan. Periode
ini berakhir dengan datangnya Abd Al-Rahman Al-Dakhil ke Spanyol pada tahun 138
H/755 M.
2. Periode
Kedua (755-912 M)
Pada periode ini, Spanyol berada di bawah
pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima/gubernur) tapi tidak tunduk
pada pusat pemerintahan Islam yang saat itu dipegang oleh Khalifah Abbasiyah di
Baghdad. Amir pertama adalah Abdurrahman I (138 H/755 M) yang diberi gelar
Al-Dakhil. Penguasa-penguasa Spanyol pada masa ini adalah Abd al-Rahman
Al-Dakhil, Hisyam I, Hakam I, Abd Al Rahman Al-Ausath, Muhammad ibn Abd
Al-Rahman, Munzir ibn Muhammad, dan Abdullah ibn Muhammad.
Pada periode ini, umat Islam di Spanyol mulai
memperoleh kemajuan di bidang politik maupun peradaban. Abd Al-Rahman Al-Dakhil
membangun masjid Cordova dan sekolah di kota-kota di Spanyol. Hisyam berjasa
dalam menegakkan hokum Islam. Hakam dikenal sebagai pembaharu dalam bidang
kemiliteran dan memprakarsai tentara bayaran di Spanyol. Sedangkan Abd
Al-Rahman Al-Ausath dikenal sebagai penguasa yang cinta ilmu.
3. Periode
Ketiga (912-1013 M)
Periode ini berlangsung mulai dari
pemerintahan Abd Al Rahman III yang bergelar An-Nasir sampai munculnya raja
yang dikenal dengan sebutan Muluk al-Thawaif. Khalifah besar pada masa ini
adalah Abd Al-Rahman Al-Nasir (912-961 M), Hakam II (961-976 M), dan Hisyam II
(976-1009 M).
Pada periode ini, umat Islam mencapai puncak
kemajuan dan kejayaan. Abd Al-Rahman Al-Nashir mendirikan Universitas Cordova.
Hakam II juga seorang kolektor buku dan pendiri perpustakaan.
Awal kehancuran khilafah Bani Umayah di
Spanyol adalah ketika Hisyam naik tahta dalam usia sebelas tahun.[8]
Pada tahun 981 M, Khilafah menunjuk Ibn Abi’
Amir sebagai pemegang kekuasaan secara mutlak. Dia seorang yang ambisius dengan
menyingkirkan rekan-rekan saingannya untuk memperluas wilayah Islam. Atas
keberhasilannya, ia mendapat gelar Al-Manshur Billah. Ia wafat tahun 1002 M dan
diganti anaknya Al-Muzaffar yang masih dapat mempertahankan kajayaannya.
Tetapi, setelah ia wafat tahun 1008 M, ia diganti adiknya yang tidak memiliki
kualitas pemimpin. Pada masa ini, pembangunan kota berlangsung cepat.
4. Periode
Keempat (1013-1086 M)
Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi
lebih dari tiga puluh Negara kecil di bawah pemerintahan raja golongan atau
Al-Mulukuth-Thawaif, yang berpusat di Abbadiyah di Seville, Cordova, Toledo,
dsb. Pada masa itu umat Islam kembali memasuki masa pertikaian intern.
5. Periode
Kelima (1086-1248 M)
Pada periode ini terdapat satu kekuatan yang
dominan, yaitu kekuasaan dinasti Murabithun (1086-1143 M) dan dinasti
Muwahhidun (1146-1235 M). Dinasti Murabithun pertama kali masuk Spanyol telah
mengalahkan pasukan Castilia. Dinasti Muwahhidun masuk Spanyol di bawah
pimpinan Abd Al- Mun’im dan telah menguasai Cordova, Almeria, Dan Granada.
Dinasti ini mengalami banyak kemajuan. Pada tahun 1212 M mengalami kamunduran
karena Kristen memperoleh kemenangan besar di Las Navas de Tolesa dan Cordova.
Seluruh Spanyol kecuali Granada lepas dari kekuasaan Islam.
6. Periode
Keenam (1248-1492 M)
Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di
Granada di bawah dinasti Bani Ahmar (1232-1492 M). Peradaban kembali mengalami
kemajuan. Kekuasaan Islam di Spanyol berakhir karena orang istana memperebutkan
kekuasaan. Abu Abdullah Muhammad tidak senang karena ayahnya menunjuk
saudaranya sebagai penggantinya menjadi raja, kemudian dia memberontak.
Dalam pemberontakan itu ayahnya terbunuh dan
digantikan oleh Muhammad ibn Sa’ad. Abu Abdullah kemudian minta bantuan
Ferdenand dan Isabella untuk menjatuhkannya. Para penguasa Kristen ini menang
dan Abu Abdullah naik tahta. Kemudian kedua penguasa Kristen itu balik
menyerang dan ingin merebut kekuasaan Islam di Spanyol. Abu Abdullah menyerah
dan menyerahkan kekuasaan kepada Ferdenand dan Isabella. Dengan berakhirlah
kekuasaan Islam di Spanyol tahun 1492 M. umat Islam setelah itu dihadapkan dua
pilihan, masuk Kristen atau pergi dari Spanyol. Pada tahun 1609 M, tidak ada
lagi umat Islam di daerah ini.
C. Kemegahan
Pembangunan Fisik di Andalus (SPANYOL)
Di Spanyol banyak kota-kota Islam yang
masyhur dan menjadi pusat peradaban Islam, seperti Cordova, Granada, Murcia,
dan Toledo. Yang terpenting adalah Cordova dan Granada. Banyak pembangunan
fisik yang megah, diantaranya adalah masjid Cordova, kota Al-Zahra, Istana
Ja’fariyah di Saragosa, tembok Toledo, istana Al-Makmun, masjid Seville, dan
istana Al-Hamra di Granada.[9]
1.
Cordova
Kota ini terletak di sebelah lereng gunung
Sierra de Cordova dan di tepi sungai Guadalquivir. Sebelum Islam dating,
Cordova adalah ibu kota kerajaan Kristen Visigoth, sebelum pindah ke Toledo. Di
bawah pimpinan Visigoth, Cordova yang dulunya makmur menjadi mundur dan bangkit
kembali di masa Islam. Pada tahun 756 M, kota ini menjadi ibu kota dan pusat
pemerintahan Bani Umayah di Spanyol, setelah yang di Damaskus jatuh ke tangan
Bani Abbas tahun 750 M.
Pada pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol,
Cordova menjadi pusat ilmu pengetahuan. Di kota itu juga terdapat sebuah
perpustakaan besar yang mempunyai koleksi bku hingga 400.000 judul. Kamajuan
ilmu pengetahuan di sana tidak lepas dari dua orang khalifah pecinta ilmu. Abd
al-Rahman al-Nashir dan anaknya al-Hakam. Pada masanyalah tercapai apa yang
dinamakan masa keemasan ilmu pengetahuan dan sastra Spanyol.
Pada masa jayanya, di Cordova terdapat 491
masjid dan 900 pemandian umum. Penguasa muslim juga mendirikan saluran air dari
pegunungan yang panjangnya 80 km.[10]
2.
Granada
Kota ini adalah tempat pertahanan terakhir
umat Islam di Spanyol yang terletak di tepi sungai Genil di kaki gunung Sierra
Nevada. Granada semula adalah tempat tinggal orang Iberia, kemudian menjadi
kota orang Romawi, dan baru terkenal setelah berada di tangan orang-orang
Islam. Pada masa pemerintahan Bani Umayyah di Spanyol, kota ini disebut
Andalusia Atas.
Pada abad ke-12, Granada menjadi kota
terbesar kelima di Spanyol. Struktur penduduknya terdiri dari campuran berbagai
bangsa, terutama Arab, Barbar, dan Spanyol yang menganut tiga agama besar
Islam, Kristen, dan Yahudi. Pada masa itu dibangun istana megah yang terkenal
dengan nama al-Hambra (merah), Al-Zahra, Al-Gazar, dan menara Girilda. Istana
ini terletak di sebelah timur al-Kazaba (benteng tentara Islam). Granada
terkenal dengan tembok dan 20 menara yang mengitarinya.
D. Keadaan
Umat Islam di Spanyol
Saat ini Kaum muslim Spanyol yang merupakan
bagian dari masyarakat muslim Eropa Tengah, terdiri dari tiga unsure, yaitu:
a.
Kaum
muslim yang sejak decade terakhir mengklaim sebagai keturunan kaum muslim yang
diusir dalam peristiwa Reconquista (1492).
b.
Para
imigran yang mencari kerja dan tinggal untuk sementara. Jumlah mereka terus
bertambah sekitar tahun 1960-an.
c.
Para
imigran yang menetap dan bekerja di Catalonia wilayah dengan tingkat
industrialisasi paling tinggi di Spanyol.
Ketiga unsure masyarakat muslim tersebut
terdiri dari komposisi yang berasal dari berbagai wilayah dan Negara, yaitu:
Maroko, Afrika sub-Shahara, Timur Tengah, India Selatan, dan Asia Tenggara.
Sementara itu, organisasi yang paling eksis di kalangan kaum muslim Spanyol
adalah yang diprakarsai kaum muslimin asal Maroko dengan nama Jama’ah Tabligh. Pada November 1992
pemerintah Spanyol member pengakuan pada status Islam yang ditandai dengan
kesepakatan antara pemerintah dan Commision
Islamica Espana (Komisi Islam Spanyol). Kesepakatan itu antara lain member
izin kepada kaum muslimin untuk memberi pengajaran agama, baik di sekolah
negeri maupun swasta, mengembangkan sekolah Islam yang dikelola sendiri,
menjalankan ibadah di tempat umum dan juga memperoleh keringanan dalam membayar
pajak, merayakan hari keagamaan, serta failitas mendapatkan makanan halal.[11]
Bercampur-baurnya ras dan agama di Spanyol
Muslim menghasilkan suatu budaya yang kaya dan dinamis. Perkawinan lintas agama
antara orang Yahudi, Kristen, dan Islam menghasilkan banyak penguasa-penguasa
Muslim yang berambut pirang dan bermata biru.[12]
E. Kemajuan
Peradaban Islam di Spanyol
Umat Islam banyak meraih prestasi dan
kejayaan di Spanyol, dan pengaruhnya membawa Eropa pada kemajuan yang lebih
kompleks. Diantaranya:
1.
Masjid
Cordova
Masjid ini adalah salah satu bangunan yang
paling indah di dunia. Abdur Rahman I mulai membangun masjid tersebut tahun 785
M, pada tahun 1236 masjid itu direbut dan diubah menjadi gereja.
Dekorasi-dekorasi dan kaligrafi-kaligrafi Arab diganti. 16 gereja dibangun di
tengah-tengah masjid itu.
Ketika Charles V, Raja Spanyol melihat apa
yang dilakukan pendeta-pendetanya, dia terkejut. ‘Kalian telah membangun apa
yang dapat kalian atau siapapun bangun di tempat lain, tapi kalian telah
menghancurkan apa yang unik di dunia ini,’ dia berkata dengan sedih.[13]
Masjid Cordova itu masih dikenal sebagai La Mezquita dan sampai masa kini
masjid tersebut masih sebagai pusat pemujaan terbesar di Eropa selain gereja
St. Peter di Roma.
2.
Kemajuan
Intelektual
Masyarakat Spanyol Islam merupakan masyarakat
mejemuk yang terdiri dari komunitas-komunitas Arab, al-Muwalladun (orang-orang
Spanyol yang masuk Islam), Barbar (umat Islam dari Afrika Utara), al-Shaqalibah
(penduduk antara Konstatinopel dan Bulgaria yang menjadi tawanan Jepang dan
dijual pada penguasa Islam untuk dijadikan tentara bayaran), Yahudi, Kristen
Muzareb yang berbudaya Arab. Semua komunitas itu memberikan saham intelektual
untuk terbentuknya budaya Andalus yang melahirkan kebangkitan ilmiah, sastra,
dan pembangunan fisik di Spanyol.
3.
Filsafat
Minat terhadap filsafat dan ilmu pengetahuan
mulai dikembangkan pada abad ke-9 M, selama pemerintahan penguasa Bani Umayah
oleh Muhammad ibn Abd Al- Rahman (832-886 M).
Atas inisiatif Al-Hakam (961-976 M),
karya-karya ilmiah dan dan filosofis diimpor dari Timur, sehingga Cordova
dengan perpustakaan dan universitas-universitasnya mampu menyaingi Baghdad
sebagai pusat ilmu pengetahuan di dunia Islam.
Tokoh pertama dalam sejarah filsafat
Arab-Spanyol adalah Abu Bakr Muhammad ibn Al-Sayigh yang dikenal dengan Ibn
Bajjah. Masalah yang dikemukakannya bersifat etis dan eskatologis. Magnum
opusnya adalah Tadbir al-Mutawahhid. Tokoh kedua adalah Abu Bakr ibn Thufail.
Ia banyak menulis masalah kedokteran, astronomi, dan filsafatnya yang sangat
terkenal Hay ibn Yaqzham.
Bagian akhir abad ke-20 M muncul seorang
pengikut Aristoteles di gelanggang filsafat dalam Islam, yaitu Ibn Rusyd dari
Cordova. Ia sangat hati-hati dalam mempelajari masalah tentang keserasian
filsafat dan agama.
4.
Sains
Imu-ilmu kedokteran, music, matematika,
astronomi, kimia dan lain-lain juga berkembang dengan baik. Abbas ibn Farnas
terkenal dalam ilmu kimia dan astronomi. Ibrahim ibn Yahya Al-Naqqash terkenal
dalam ilmu astronomi, yang menentukan waktunya terjadi gerhana matahari dan
lamanya. Ia juga berhasil membuat teropong modern yang dapat menentukan jarak
antara tata surya dan bintang. Ahmad ibn Ibas ahli dalam bidang obat-obatan.
Umm Al-Hasan bint Abi Ja’far dan saudara perempuan Al-Hafidz adalah dua orang
ahli kedokteran di kalangan wanita.
5.
Fiqih
Dalam bidang fiqih, Spanyol Islam dikenal
sebagai penganut mazhab Maliki dan yang memperkenalkanya adalah Ziyad ibn Abd
Al- Rahman. Selanjutnya Ibn Yahya menjadi qadhi pada masa Hisyam ibn Abd Al-
Rahman. Ahli fiqih lainnya adalah Abu Bakr ibn Al-Quthiyah, Munzir ibn Sa’id
Al-Baluthi, dan Ibn Hazm yang terkenal.
6.
Music
dan Kesenian
Spanyol Islam mencapai kecemerlangan di
bidang music dan suara dengan tokohnya Al-Hasan ibn Nafi yang dijuluki Zaryab.
Ilmu yang dimilikinya itu diturunkan kepada anak-anaknya, dan juga pada
budak-budak, sehingga kemasyhurannya tersebar luas.
7.
Bahasa
dan Sastra
Bahasa Arab telah menjadi bahasa administrasi
dalam pemerintahan Islam di Spanyol. Bahkan, penduduk Spanyol menomorduakan
bahasa asli mereka. Banyak yang mahir dalam bahasa Arab, baik dalam berbicara
maupun tata bahasanya. Mereka antara lain, Ibn Sayyidih, Ibn Malik pengarang
Alfiyah, Ibn Khuruf, dan banyak lagi yang lainnya.
Karya-karya sastra juga banyak bermunculan,
seperti Al-‘Iqd al-Farid karya Ibn Abd Rabbih, Kitab al-Qalaid karya Al-Fath
ibn Khaqan, dan banyak lagi.[14]
Kesusastraan Spanyol yang kaya dan
pengaruhnya yang luas telah diakui oleh para ilmuan. Banyak orang Afrika Utara
masa kini menganggap Al-Andalus sebagai Taman Eden yang hilang.
Beberapa contoh puisi Muslim di Spanyol
berikut akan menggambarkan beberapa pokok: keduniawian dari kesusastraan; gaya
hidup hedonistic dari elite, mabuk-mabukan dan perzinahan, keduanya dilarang
dalam Islam, terkenal dalam syair-syair; kesadaran terhadap waktu yang berlalu,
tentang kesedihan yang mendekat, dan terakhir, teme-tema Sufi tentang
universalisme dan mistisisme.
Puisi Andalusi dibuat dalam rasa kekayaan dan
kemewahan; puisi ini merefleksikan hedonism kaum elite. Zunniyah karangan Ibn
Zaydun menyatakan tentang geles-gelas anggur yang penuh gelembung bercampur dengan
air, tapi anggur di sini disebut sebagai suatu arti yang tak berguna dan
kebingungan.[15]
8.
Perpustakaan
Al-Hakam di Andalus (Spanyol)
Ketika Spanyol di bawah pimpinan khalifah Abd
Al-Rahman Al-Nashir, ia mendirikan universitas Cordova, serta perpustakaan yang
memiliki koleksi ratusan ribu buku. Perpustakaan ini sangat besar dan luas.
Buku yang ada di situ mencapai 400.000 buah. Perpustakaan ini memiliki
katalog-katalog yang sangat teliti dan teratur sehingga sebuah catalog khusus
diwan-diwan syi’ir yang ada mencapai 44 bagian.
Di perpustakaan itu terdapat pula para
penyalin dan penjilid buku yang cakap dan mahir. Pada masa Al-Hakam terkumpul
khazanah-khazanah buku yang belum pernah dimiliki seorang pun, baik sebelum
maupun sesudahnya.[16]
F. Faktor-faktor
Pendukung Kemajuan
Spanyol Islam, kemajuannya sangat ditentukan
oleh adanya penguasa-penguasa yang kuat dan berwibawa, yang mampu mempersatukan
kekuatan-kekuatan umat Islam, seperti Abd Al-Rahman Al-Dakhil. Abd Al-Rahman
Al-Wasith dan Abd Al-Rahman Al-Nashir.
Toleransi beragama ditegakkan oleh para
penguasa terhadap penganut agama Kristen dan Yahudi, sehingga mereka ikut
berpartisipasi mewujudkan peradaban Islam di Spanyol. Untuk orang Kristen dan
Yahudi disediakan hakim khusus yang menangani masalah sesuai dengan ajaran
agama mereka masing-masing. Masyarakat Spanyol Islam adalah masyarakat majemuk,
terdiri dari berbagai komunitas. Dengan ditegakkannya toleransi beragama,
komunitas-komunitas itu dapat bekerja sama dan menyumbangkan kelebihannya
masing-masing.
Perpecahan politik pada masa Muluk
Al-Thawa’if tidak menyebabkan mundurnya peradaban. Bahkan, masa itu merupakan
puncak kemajuan ilmu pengetahuan, kesenian, dan kebudayaan Spanyol Islam.
Setiap dinasti (raja) di Malaga, Toledo, Sevilla, Granada, dan lain-lain
berusaha menyaingi Cordova. Muluk Al-Thawa’if berhasil mendirikan pusat-pusat
peradaban baru yang diantaranya justru lebih maju.[17]
G. Penyebab
Kemunduran dan Kehancuran Spanyol Muslim
1.
Konflik
Islam dengan Kristen
Kehidupan Negara Islam di Spanyol tidak
pernah berhenti dari pertentangan antara Islam dan Kristen. Abad ke-11 M
Kristen mengalami kemajuan dan Islam mengalami kemunduran dan tidak ada
kekuatan lain yang membantu.
2.
Tidak
Adanya Ideologi Pemersatu
Di Spanyol, orang-orang Arab tidak pernah
menerima orang-orang pribumi, mereka masih memberi istilah ‘ibad dan muwalladun sebutan yang dinilai merendahkan. Hal ini
menunjukkan tidak adanya ideology yang dapat memberi makna persatuan. Terjadi
perebutan kekuasaan di kalangan pejabat kerajaan.
3.
Kesulitan
Ekonomi
Di paruh kedua masa Islam di Spanyol, para
penguasa membangun kota dan mengembangkan ilmu pengetahuan dengan sangat
serius, sehingga lalai membina perekonomian. Akibatnya timbul kesulitan ekonomi
yang mempengaruhi kondisi politik dan militer.[18]
H. Kebangkitan
kembali Andalusia
Andalusia tetap terkubur dalam jiwa
bangsa Spanyol. Sampai masa Fraco, Islam secara resmi dilarang. Sekarang,
setelah lima abad kejatuhan Granada, media dunia telah membantu mengusir
kenangan pahit itu. Ada penemuan yang banyak sekali dari masa lalu. Tiba-tiba
orang-orang Andalusia bangga dengan peninggalan Moornya dan menerima sejarah
mereka sendiri. Sebenarnya ada banyak orang Spanyol pindah agama menjadi Islam.
Spanyol sekarang dapat menghadapi masa lalunya untuk bergerak ke masa yang akan
dating.
Spanyol Muslim menantang beberapa
stereotype zaman kita sekarang. Di sini bangsa Arab sebagai suatu peradaban
yang sangat berkembang dan bangsa Eropa masih harus menempuh beberapa abad lagi
sebelum mereka dapat mengimbangio Spanyol Muslim sebagai suatu peradaban besar.
Di sini terjadi kerukunan meskipun ada perbedaan ras dan agama.[19]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kemajuan-kemajuan di Spanyol tidak dapat
dipisahkan dari pemerintahan Islam. Spanyol diduduki umat Islam pada zaman
khalifah Al-Walid (705-715 M). Sejak pertama kali menginjakkan kaki di Tanah
Spanyol hingga jatuhnya kerajaan Islam terakhir di sana, Islam telah memainkan peranan
yang sangat besar.
Pada masa itu, Spanyol merupakan pusat
peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi Baghdad di Timur dan pusat
pendidikan Islam yang cemerlang yang radiusnya menjangkau Eropa. Kehadiran Islam
di Spanyol telah memberikan pencerahan terhadap perkembangan peradaban di
Eropa. Masa itu berlangsung lebih dari tujuh setengah abad lamanya. Banyak
prestasi yang ditorehkan. Orang-orang muslim di Spanyol memiliki rentan hidup
selama 903 tahun.
Spanyol merupakan tempat utama bagi Eropa
untuk menyerap peradaban Islam, baik dalam bentuk hubungan politik, social,
budaya, pendidikan, maupun perekonomian, dan peradaban antarnegara. Orang-orang
Eropa menyaksikan kenyataan bahwa kekuasaan Islam jauh meninggalkan
Negara-negara tetangganya di Eropa, terutama dalam bidang pemikiran sains di
samping bangunan fisik.
Walaupun pada akhirnya Islam terusir dari
negeri Spanyol dan Tanah Eropa karena tidak dapat megimbangi kakuatan Kristen
dan terjadi berbagai sebab kemunduran Islam yang berasal dari masalah intern
maupun eksternal, namun keberadaanya telah membidangi gerakan-gerakan penting
di Eropa. Gerakan-gerakan tersebut adalah Renaissance
(kebangkitan kembali kebudayaan Yunani Klasik) pada abad ke-14 M di Itali, Reformasi pada abad ke-16 M, Rasionalisme pada abad ke-17 M, Aufklarung (pencerahan) pada abad ke-18
M.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed,
Akbar S. 2003. Rekonstruksi Sejarah Islam.
Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru.
Amin, Samsul Munir. 2010. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: Amza.
As-siba’I,
Musthafa Husni. 2002. Khazanah Peradaban
Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.
Ilahi,
Wahyu dan Harjani Hefni. 2007. Pengantar
Sejarah Dakwah. Jakarta: Kencana.
Suji,
M. Taqwim. 2008. Sejarah Dakwah.
Surabaya: Dakwah Digital Press.
Yatim,
Badri. 1998. Sejarah Peradaban Islam I.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Yatim,
Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam II.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[1]
Wahyu Ilahi, Harjani Hefni, Pengantar
Sejarah Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2007), hlm. viii-xiii.
[2]
Akbar S. Ahmed, Rekonstruksi Sejarah
Islam, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2003), hlm. 3.
[3]
Akbar S. Ahmed, Op. cit., hlm. 101.
[4]
Wahyu Ilahi, Harjani Hefni, Op. cit., hlm. 224.
[5]
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam,
(Jakarta: Amza, 2010), hlm. 162.
[6]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam II, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 88-91.
[7]
M. Taqwim Suji, Sejarah Dakwah,
(Surabaya: Dakwah Digital Press,2008), hlm. 62.
[8]
Badri Yatim II, Op. cit., hlm. 93-100.
[9]
Ibid., hlm. 104-105.
[10]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam I,
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 291-295.
[11]
Wahyu Ilahi, Harjani Hafni, Op. cit., hlm. 225-226.
[12]
Akbar S. Ahmed, Op. cit., hlm. 102.
[13]
Ibid., hlm. 108-109
[14]
Badri Yatim II, Op. cit., hlm. 82-88.
[15]
Akbar S. Ahmed, Op. cit., hlm. 104-106.
[16]
Musthafa Husni As-siba’I, Khazanah
Peradaban Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002), hlm. 207.
[17]
Badri Yatim II, Op. cit., hlm. 105-107.
[18]
Badri Yatim II, Op. cit., hlm. 107-108.
[19]
Akbar S. Ahmed, Op. cit., hlm. 114-116.
Comments