Penderitaan, Harapan, dan Kematian



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Manusia hidupnya selalu berada dalam masyarakat. Hidup bermasyarakat adalah rukun bagi manusia agar benar-benar dapat mengembangkan budayanya dan mencapai kebudayaannya, tanpa bermasyarakat hidup manusia tidak dapat menunjukkan sifat-sifat kemanusiaan. Masyarakat adalah kumpulan manusia yang hidup dalam suatu daerah tertentu yang sudah cukup lama, dan mempunyai aturan-aturan yang mengatur mereka.[1]
Dalam masyarakat tersebut manusia selalu memperoleh kecakapan, pengetahuan-pengetahuan baru, sehingga manusia mendapat wawasan baru yang kemudian dapat di kembangkan menjadi pemikiran yang bermanfaat bagi dirinya sendiri atau bahkan bagi kehidupan manusia lain yang berada di sekitarnya. Oleh karena itu kebudayaan tidak akan mungkin timbul tanpa adanya masyarakat, dan eksistensi masyarakat itu hanya dapat di mungkinkan oleh adanya kebudayaan.
Dalam kehidupan sehari-hari Ralph Linton mendefinisikan kebudayaan seperti berikut: “Kebudayaan adalah seluruh cara kehidupan dari masyarakat dan tidak  hanya mengenai sebagian tata cara hidup saja yang dianggap lebih tinggi dan lebih diinginkan”.[2]  Jadi, kebudayaan menunjuk pada berbagai aspek kehidupan dan setiap aspek tersebut memiliki nilai-nilai budaya. Dalam masalah kebudayaan manusia tidak hanya menjadi objek pengkajian. Pembahasaan berikutnya akan di jelaskan bagaimana hubungan manusia dengan alam, dengan sesamanya, dengan dirinya sendiri dan bagaimana pula hubungan manusia dengan Sang Pencipta-Nya. Namun, kami hanya akan memberikan penjelasan pada beberapa pokok bahasan saja, antara lain tentang adanya penderitaan, harapan, dan kematian. Adapun ketiga pokok bahasan tersebut adalah suatu hal yang akan dan pasti terjadi pada kehidupan yang di jalani oleh seluruh ummat manusia tanpa memandang golongan, suku, dan ras.


B.     Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dan segala keterkaitan dari Penderitaan, Harapan, dan Kematian dengan kehidupan manusia?
2.      Bagaimana Contoh dari Penderitaan, Harapan, dan Kematian?

C.     Tujuan
1.      Mengetahui definisi dan segala keterkaitan dari Penderitaan, Harapan, dan Kematian dengan kehidupan manusia
2.      Mengetahui contoh dari Penderitaan, Harapan, dan kematian


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Penderitaan
1.      Pengertian
Penderitaan berasal dari kata dasar derita. Kata derita berasal dari bahasa sansekerta yaitu “Dhara” yang berarti menahan atau menanggung. Derita artinya menanggung atau merasakan sesuatu yang tidak menyenangkan.[3]pengertian tersebut sama halnya dengan pengertian derita yang berasal dari kamus besar Bahasa Indonesia. Penderitaan erat kaitannya dengan kehidupan manusia sebagai makhluk biologis dan makhluk sosial. Penderitaan yang di alami manusia dapat dirasakan secara lahiriah dan batiniah. Secara lahiriah penderitaan itu terkait dengan keadaan fisik atau jasmaniah seperti, pada saat kita sakit dan lapar. Maka yang merasakan penderitaan itu adalah fisik kita. Sedangkan, secara lahiriah penderitaan itu terkait dengan perasaan seperti, rasa kecewa karena di bohongi dan sebagainya yang bersangkutan dengan perasaan manusia.
Baik di dalam Al-Qur’an maupun kitab suci agama lain banyak surat dan ayat yang menguraikan tentang penderitaan yang di alami manusia itu sebagai peringatan bagi manusia akan adanya penderitaan. Tetapi umumnya manusia itu kurang memperhatikan peringatan tersebut, sehingga manusia mengalami hal tersebut.[4]Di antara bentuk atau wujud dari penderitaan antara lain:
1.      Kesedihan
Setiap kesedihan membawa tantangan tersendiri utntuk dihadapi. Beberapa contoh musibah atau kesedihan yang dapat melahirkan reaksi berbeda-beda adalah:[5]
a.       Kehilangan orang tua
b.      Keguguran
c.       Kehilangan anak
2.      Siksaan
Apabila berbicara tentang siksaan, terbayang di benak kita sesuatu yang sangat mengerikan, bahkan mendirikan bulu kuduk kita. Di dalam benak kita, terbayang seseorang yang tinggi besar, kokoh kuat dan dengan muka yang seram sedang memegang cemeti yang siap mencambukkan tubuh orang yang akan disiksa, atau ia memegang tang dan siap mencopot kuku-kuku orang yang disiksa.[6]Namun, selain terbayang tentang orang yang menyeramkan, akan terbayangkan juga dibenak kita yang berkaitan dengan neraka dan dosa.
Umumnya siksaan biasa dirasakan oleh jasmaniah kita namun, tidak menutup keungkinan selain jasmaniah siksaan juga dapat dirasakan oleh jiwa (psikis). Adapun contoh dari siksaan yang dapat dirasakan oleh jiwa adalah seperti berikut ini:[7]
a.       Kebimbangan (perasaan hati yang sulit menentukan pilihan)
b.      Kesepian
c.       Rasa Takut
Dalam hal ini rasa takut dapat di bagi lagi menjadi 3 yaitu:[8]
·         Agorafobia (takut akan keramaian atau tempat terbuka)
·         Fobia Spesifik (cemas)
·         Fobia sosial (takut dalam pengaktualisasian diri)
3.      Kekalutan Mental
Secara sederhana, kekalutan mental dapat di rumuskan sebagai gangguan kejiwaan akibat ketidak mampuan seseorang dalam mengatasi persoalan hidup yang harus dijalaninya, sehingga yang bersangkutan bertingkah lau secara kurang wajar.[9]
4.      Rasa Sakit
rasa sakit adalah rasa yang tidak enak bagi penderita akibat menderita suatu penyakit. Rasa sakit yang diderita oleh penderita dapat mengakibatkan kegundahan hati dan perasaan.[10]
2.      contoh 
Contoh konkrit dari penderitaan yang terjadi pada diri individu adalah sebagai berikut:[11]
a.       Dalam riwayat Nabi Muhammad SAW pun, diceritakan bahwa beliau dilahirkan sebagai anak yatim dan kemudian yatim piatu, yang dibesarkan kakeknya kemudian pamannya. Beliau menggembala kambing, bekerja pada orang, dan sebagainya. Bahkan sebagian besar hidupnya mengalami penderitaan yang luar biasa.
b.      Dalam kisah Bung Hatta, yang beberapa kali menjalani pembuangan di tengah hutan Irian Jaya yang penuh belukar dan penyakit, namun Tuhan tetap melindunginya sehingga ia dapat menjadi pemimpin bangsanya.
c.       Hamka, mengalami penderitaan yang hebat pada masa kecilnya, hingga ia hanya sempat sekolah kelas II saja. Namun ia mampu menjadi orang terkenal, orang besar pada zamannya, berkat perjuangan hidupnya melawan penderitaan.
Jika membaca riwayat para tokoh diatas secara lebih detail, kita akan tahu seberat apa beban derita yang mereka tanggung selama ini dalam hidupnya sebelum mereka menjdi tokoh yang berhasil dan sukses menjalani kehidupannya. Sehingga dapat di simpulkan bahwa dibalik penderitaan yang dialami setiap individu akan membawa suatu hal yang membahagiakan disetiap akhir derita yang dialaminya seperti ungkapan berikut “akan selalu ada hikmah di balik suatu musibah”.
B.     Harapan
1.      Pengertian
Harapan berasal dari kata harap, artinya keinginan terjadinya sesuatu. Yang mempunyai harapan atau keinginan itu hati. Putus harapan putus pula hati manusia. Putus harapan berarti berputus asa.[12]
Harapan harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud, maka kita perlu berusa dengan sungguh-sungguh. Bila dibandingkan denagn cita-cita, harapan mengandung pengertian yang tidak jauh berbeda, sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi bintar. Antara harapan dan cita-cita terdapt persamaan, yaitu:[13]
a.       Keduanya menyangkut masa depan karena keduanya belum terwujud
b.      Pada umumnya dengan cita-cita maupun harapan orang menginginkan hal yang lebih baik atau meningkat.
Menurut kodratnya dalam diri manusia ada dorongan, yakni dorongan kodrat dan dorongan kebutuhan hidup. Dorongan kodrat itu ialah menangis, tertawa, berfikir, berkata, dan sebagainya. Adapun dorongan kebutuhan hidup adalah dorongan untuk mencapai kebutuhan jasmani dan rohani. Kebutuhan jasmani ialah pangan, sandang, dan papan, sedangkan kebutuhan rohani meliputi kebahagiaan, kesejahteraan, kepuasaan, hiburan, dan sebagainya.
Dalam mencukupi kebutuhan itu, baik kebutuhan kodrat maupun kebutuhan hidup manusia tak dapat mencapai sendiri, melainkan harus dengan bantuan orang lain. Abraham Maslow mengategorikan kebutuhan manusia menjadi lima macam yang merupakan lima harapan manusia, yaitu :
a.       Harapan untuk memperoleh kelangsungan hidup (Sulvival).
b.      Harapan untuk memperoleh keamanan (Safety).
c.       Harapan untuk memiliki hak dan kewajiban untuk mencintai dan dicintai (beloving and love).
d.      Harapan memperoleh status atau untuk diterima atau diakui lingkungan.
e.       Harapan untuk memperoleh perwujudan dan cita-cita (self actualization).
2.      Contoh
Contoh konkrit dari adanya harapan yang pasti di miliki oleh setiap individu adalah sebagai berikut:
a.       Budi, seorang mahasiswa Universitas Terbuka, selalu rajin selalu dengan harapan agar ia mendapat nilai A di dalam ujian Semester.
b.      Mang udin adalah seorang petani yang rajin. Ia mempunyai harapan agar hasil panennya lebih baik selain cukup untuk dimakan, juga dapat memperbaiki rumahnya. Ia yakni bila harapannya menjadi kenyataan. Karena itu ia menggarap sawahnya dengan baik mungkin, pupuk yang cukup sesuai dengan anjuran pancausaha tani.
Dari kedua contoh itu terlihat, apa yang diharapakan Budi dan Mang Udin ialah terjadinya buah keinginan, karena itu mereka bekerja keras. Budi belajar tanpa mengenal waktu, sedangkan Mang Udin juga bekerja tak mengenal lelah. Semua itu dengan suatu keyakinan bahwa akan terwujud apa yang diharapkan. Namun, harapan itu belum tentu terwujud. Budi belum pasti dapat nilai A, dan Mang Udin pun belum pasti sesuai dengan harapannya, Tuhanlah yang menentukan. Manusia sekedar berusaha.
Dari penjelasan diatas kita telah mengetahui bahwasanya harapan begitu penting dalam kehidupan kita untuk mengarungi samudra perjalanan hidup masa depan dengan sebuah kesuksesan yang kita akan capai. Namun, jika seorang individu tidak mempunyai harapan, maka itu berarti dalam hidupnya dia tidak mempunyai tujuan untuk dapat hidup menjdi yang lebih baik. Padahal telah di jelaskan dalam al-Qur’an bahwasanya Allah tidak akaan mengubah nasib seorang kaum, jika mereka sendiri tidak mau mengubahnya.
C.     Kematian
1.      Pengertian
kematian berasal dari kata dasar mati. Mati adalah suatu perkataan yang paling di takuti oleh hampir setiap manusia. Kematian adalah keniscayaan, tidak satu jiwa punya yang mampu menghindarinya. Semua berkata dalam hatinya seperti ucapan Khairil Anwar: ”Aku ingin hidup seribu tahun lagi”. Al-Qur’an pun menggunakan kalimat serupa, “Setiap seorang diantara mereka menginginkan seandainya dia diberi umur seribu tahun....,”(QS. Al-Baqarah:96).[14]
Semua orang takut akan kematian, tetapi ada yang berebihan sekali, ada pula yang takutnya itu sedikit saja, bahkan ada yang tidak takut akan datangnya kematian. Ketakutan terhadap kematian adalah karena dua hal, yaitu:[15]
a.       Karena kurang atau tidak adanya pengetahuan kita tentang kematian, keadaan mati dan keadaan sesudah mati adalah gelap. Semua orang takut menempuh tempat gelapdan tidak di ketahuinya.
b.      Karena dosa dan kesalahan yang sudah bertumpuk dan tidak bertaubat, sehingga mendengar kata mati sudah terbayang adzab dan siksa yang diperolehnyaakibat dosa dan kesalahan tadi.




[1] Joko Tri Prasetya,dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarata:PT Rineka cipta,1998), 36
[2] Tim Penyusun MKD IAIN SA Surabaya, IAD,IBD,ISD (Surabaya: IAIN SA press,2012), 151
[3] Tim penyusun MKD IAIN SA Surabaya, IAD,IBD,ISD, (Surabaya: IAIN SA Press, 2012), 172
[4] Joko Tri Prasetya,dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarata:PT Rineka cipta,1998), 107
[5] Tim Penyusun MKD IAIN SA Surabaya, IAD,IBD,ISD (Surabaya: IAIN SA press,2012), 151
[6] Joko Tri Prasetya,dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarata:PT Rineka cipta,1998), 112
[7] Tim Penyusun MKD IAIN SA Surabaya, IAD,IBD,ISD (Surabaya: IAIN SA press,2012), 151
[8] http//www.wikipedia.com
[9] Ibid, hal 184
[10] Ibid, hal 185
[11] Joko Tri Prasetya,dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarata:PT Rineka cipta,1998), 109-110
[12] Ibid, hal 229
[13] Tim Penyusun MKD IAIN SA Surabaya, IAD,IBD,ISD (Surabaya: IAIN SA press,2012), 202
[14] Komaruddin Hidayat, Psikologi Kematian, (Jakarta: Hikmah/ PT Mizan Publika,2005), hal pengantar
[15] Moh. Ali, 10induk akhlak terpuji, (Jakarta: Kalam Mulia,1997),112

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Sejarah logika di indonesia