Konsep Ilmu Sosial



BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Manusia menurut Prof. Jacob, adalah  amakhluk biokultural, ia adalah produk interaksi antara factor-faktor biologis dan budaya. Sulit disangkal bahwa setiap perbuatan manusia yang kalau ditelususri dengan hati-hati, akan segera terlihat ada sesuatau yang terasa menghubungkan satu fenomena dengan fenomena yang lainnya. Sesuatu yang berkesinambungan  dan terus berulang , yang dapat dijadikan sebagai ciri-ciri manusia. Dilihat dari cara menempatkan dan menampilkan dirinya , bisa didlihat  bahwa manusia sebagai individu.
Selama seorang individu masih mempunyai hari esok, maka untuk dapat mengantiisipasikan sikap dan pilihan-pilihan tindakannya, dipandang perlu sekali menelusuri posisi yang diambil dalam usahanya memahami dirinya, orang lain, waktu, tempat dan dalam mengambil alternative untuk hari esoknya. Dalam hal ini kita bisa melihat manusia sebagai individu yang menyadari dirinya berada dalam keluarganya, yang sekaligus merupakan jembatan timbang untuk mampu tampil dalam lingkungan yang lebih  besar dan lebih kompleks, yakni masyarakat.
Kehidupan manusia sebagai makhluk social selalu dihadapkan kepada masalah social   yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Masalah social ini timbul sebagai akibat dari hubungannya dengan manusia lainnya dan akibat tingkah lakunya. Masalah social ini tidaklah sama antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lainnya karena adanya perbedaan dalam tingkat perkembangan kebudayaan, sifat kependudukan-nya, dan keadaan lingkungan alamnya. Oleh karena itu perlu kejelasan tentang pelapisan social, agar diketahiu dimana letak kewajaran fungsi dan rekontruksi masyarakat, atau generasi-generasi mendatang selamat. Terhindar dari bencana konflik.
Makalah ini ditujukan untuk mendapatkan suatu pemahaman mengenai manusia sebagai individu. Individu tidak akan jelas identitasnya tanpa adanya suatau masyarakat yang menjadi latar keberadaannya. Peran keluarga dalam pembentukan karakter setiap individu supaya mampu terjun dalam masyarakat.serta mengetahui adanya pelapisan social atau staratifikasi social dalam suatu masyarakat.
           
B.   Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian Individu ?
2.      Apa pengertian  keluarga?
3.      Apa pengertian masyarakat ?
4.      Apa pengertian Stratifikasi social ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Individu
Kata “ individu “ berasal dari kata latin yakni “ individuum “. Berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan terbatas. Dalam ilmu social paham individu menyangkut tabiatnya dengan kehidupan jiwanya yang majemuk, memegang peranan dalam pergaulan hidup manusia. Dalam ilmu social, individu menekankan penyelidikan kepada kenyataan-kenyataan hidup yang istimewa, yang tak seberapa mempengaruhi kehidupan manusia.  Individu bukan berarti manusia sebagai suatu keseluruhan yang tak dapat dibagi, melainkan sebagai suatu kesatuan yang terbatas, yaitu sebagai manusia perseorangan . dengan demikian sering di gunakan sebutan “ orang- seorang” atau “ manusia perseorangan”. Sifat dan fungsi orang-orang disekitar kita adalah makhluk- makhluk yang agak berdiri-sendiri, dalam berbagai hal bersama-sama satu sama lain, tetapi dalam banyak hal banyak pula perbedaannya, sejenis tapi tak sama, semakin tua semakin maju dan semakin banyak pula perbedaannya. Pada setiap anggota suatu bangsa yang bermacam-macam tingkat peradabannya, terjadi diferensiasi dengan corak sifat dan tabiat beraneka macam.
Timbulnya diferensiasi social bukan hanya pembawaan, tetapi melalui kaitan dengan dunia yang telah mempunyai sejarah dengan peradabannya. Hal ini memberikan keuntungan rohani bagi individu seperti bahasa, agama, adat –istiadat dan kebiasaan, paham-paham hukum, ilmu pengetahuan, dan sebagainya. Semuanya telah ditata dan dipakai oleh generasi sebelumnya. Akan tetapi, betapapun besarnya pengaruh lingkungan social terhadap individu, manusia tetap mempunyai watak dan sifat tertentu yang aktif di tengah-tengah sesama manusia lainnya. Insyaf akan “ aku “ nya dan sadar, serta mengumpulkan kekutan rohani untuk bertindak sendiri. Bahkan individu yang mempunyai aktivitas sadar  lebih dari ukuran rata-rata kebanyakan orang, disebut orang yang mempunyai kepribadian istimewa.
Dari uraian diatas dapatlah disimpulkan, bahwa individu adalah seorang manusia yang  tidak hanya memiliki peranan-peranan yang khas di dalam lingkungan sosialnya, melainkan juga mempunyai kepribadian serta pola tingkah laku spesifik tentang dirinya. Persepsi terhadap individu atau hasil pengamatan manusia dengan segala maknanya  merupakan suatu keutuhan ciptaan Tuhan yang mempunyai tiga aspek melekat pada dirinya, yaitu aspek psikis rohaniah, dan aspek social kebersamaan. Ketiga aspek tersebut saling mempengaruhi, kegoncangan pada satu aspek akan membawa akibat pada aspek lainnya.
Individu dalam bertingkah laku menurut pola pribadinya ada tiga kemungkinan : menyimpang dari norma kolektif kehilangan individualitasnya atau takluk terhadap kolektif, dan mempengaruhi masyarakat seperti adanya tokoh pahlawan atau pengacau. Mencari titik optimum antara dua pola tingkah laku ( sebagai individu dan sebagai anggota masyarakat ) dalam situasi yang senantiasa berubah, memberi konotasi “ matang “ atau ‘’ dewasa “ dalam konteks social. Sebelum “ baik “ atau “ tidak baik “ pengaruh individu terhadap masyarakat adalah relatif.
Manusia dikatakan menjadi individu apabila pola tingkah lakunya sudah bersifat spesifik didalam dirinya dan bukan lagi menuruti pola tingkah laku umum. Didalam sebuah massa, manusia cenderung menyingkirkan individu alitasnya karena tingkah lakunya adalah hampir identik dengan tingkah laku massa yang bersangkutan. Dalam hubungan ini dapat dicirikan, apabila manusia dalam tindakan-tindakannya menjurus kepada kepentingan pribadi maka disebut manusia sebagai makhluk individu sebaliknya, apabila tindakan-tindakannya merupakan hubungan dengan manusia lainnya, maka manusia itu dikatakan makhluk social. Pengalaman menunjukkan bahwa jika seseorang pengabdiannya kepada diri sendiri besar, maka pengabdian kepada masyarakat kecil. Sebaliknya, jika sesorang pengabdiannya terhadap diri sendiri kecil, maka pengabdiannya kepada masyarakt besar. Dengan demikian dapatlah dikatakan  bahwa proses yang meningkatkan ciri-ciri individualitas pada seseorang sampai ia adalah dirinya sendiri, disebut sebagai proses individualitas, atau kadang-kadang juga diberi nama proses aktualisasi diri.

B.     Pengertian Keluarga
Keluarga adalah unit satuan masyarakat yang terkecil yang sekaligus merupakan sauatu kelompok kecil dalam masyarakat. Kelompok ini , dalam hubungannya dengan perkembangan individu, sering dikenal dengan sebutan primary group. Kelompok inilah yang melahirkan individu dengan berbagai macam bentuk kepribadiannya dalam masyarakat. Tidaklah dapat dipungkiri, bahwa sebenarnya keluarga mempunyai fungsi yang tidak hanya terbatas selaku penerus keturunan saja.
Banyak hal-hal yang mengenai kepribadian yang dapat dirunut dari keluarga, yang pada saat-saat sekarang ini sering dilupakan orang. Perkembangan intelektual akan kesadaran lingkungan seorang individu seringkali dilepaskan dan bahkan dipisahkan  dengan masalah keluarga. Hal-hal semacam inilah yang sering menimbulkan masalah-masalah social, karena kehilangan pijakan. Keluarga sudah seringkali terlihat kehilangan peranannya. Oleh karena itu adalah bijaksana kalau dilihat dan dikembalikan peranan keluarga dan proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas. Keluarga, pada umumnya, diketahui terdiri dari seorang individu ( suami ) individu lainnya (istri) yang selalu berusaha menjaga rasa aman dan ketentraman ketika menghadapi segala suka duka hidup dalam eratnya arti ikatan luhur hidup bersama.
Keluarga biasanya terdiri dari suami, istri dan anak-anak nya. Anak-anak inilah yang nantinya berkembang dan mulai bisa melihat dan mengenal arti diri sendiri, dan kemudian belajar melalui pengenalan itu. Apa yang dilihatnya, pada akhir nya akan memberinya suatu pengalaman individual. Dari sinilah ia mulai dikenal sebagai individu. Individu ini pada tahap selanjutnya mulai merasakan bahwa telah ada individu-individu lainnya yang berhubungan secara fungsional. Individu – individu tersebut adalah keluarganya yang memelihara cara pandang dan cara menghadapi masalh-masalahnya, membinanya dengan cara menelusuri dan meramalkan hari esoknya, mempersiapkan pendidikan, keterampilan dan budi pekertinya. Akhirnya keluarga menjadi semacam model untuk mengidentifikasi sebagai keluarga yang broken home, moderate dan keluarga sukses.
Ada beberapa pandangan atau anggapan mengenai keluarga. Menurut Sigmund Freud keluarga itu terbentuk karena adanya perkawinan pria dan wanita. Bahwa perkawinan itu menurut beliau adalah berdasarkan pada libido seksualis. Dengan demikian keluarga merupakan manifestasi daripada seksual sehingga landasan keluarga itu adalah kehidupan seksual suami istri.
Durkheim berpendapat bahwa keluarga adalah lembaga social sebagai hasil factor-faktor politik, ekonomi dan lingkungan.
Ki Hajar Dewantara sebagai tokoh pendidikan berpendapat bahwa keluarga adalah kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri  sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya.
Keluarga sebagai kelompok pertama yang dikenal individu sangat berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan individu sebelum maupun sesudah terjun langsung secara individual di masyarakat.
1.      Keluarga hendaknya selalu  menjaga dan memperhatikan cara pandang individu terhadap kebutuhan-kebutuhan pokoknya baik itu yang bersifat organic maupun yang bersifat psikologis. Sehingga cara pemenuhan kebutuhan itu bisa berjalan dalam  batas-batas yang sesuai dengan porsinya. Pertumbuhan psikologisnya tidak menimbulkan kesan yang kurang wajar. Misalnya, kualitas maupun kuantitas makanan yang diperlukan, pakaian yang terlampau menyolok yang biasa nya diikuti oleh pemilihan teman  yang semata-mata berdasarkan kepentingan sepihak saja. Individu tersebut memilih orang yang menerima diri dan segala perintahnya tanpa pernah orang lain boleh mempertanyakan. Inilah yang akhirnya mengarah pada sifat individualistis.
2.      Mempersiapkan segala sesuatau yang ada hubungan langsung maupun tidak langsung dengan pendidikannya. Artinya keluargalah yang mempunyai tanggung-jawab moral pada usaha mengupayakan pendidikan dan menjadi orang terdidik.
3.      Membina individu dengan cara mengamati garis kecenderungan individu ( trait ). Hasil dari kegiatan tersebut diharapkan dapat dijadikan bahan pengembangan potensi yang ada. Pada tahap inilah keluarga membina kearah cita-cita dan menanamkan kebiasaan yang baik dan benar untuk mencapai cita-cita tersebut.
4.      Keluarga adalah model dalam masyarakat yang menjadi acuan yang baik untuk ditiru yang juga menjadi kebanggaan masyarakat setempat. Melalui tahap inilah individu benar-benar mulai dilepas di masyarakat secara penuh dan mengalami segala sesuatunya secara individual.[5]
a.    Pengertian Fungsi Keluarga.
Dalam kehidupan keluarga sering kita jumpai adanya pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan. Suatu pekerjaan atau tugas yang harus dilakukan itu biasa disebut fungsi. Fungsi keluarga adalah suatu pekerjaan-pekerjaan atau tugas- tugas yang harus dilaksanakan didalam atau keluarga itu.
b.   Macam-macam Fungsi keluarga.
Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh keluarga itu dapat digolongkan dirinci kedalam beberapa fungsi, yaitu :
Fungsi Biologis
Dengan fungsi ini diharapkan agar keluarga dapat menyelenggarakan persiapan-persiapan perkawinan bagi anak-anak nya. Karena dengan perkawinan akan terjadi proses kelangsungan keturunan. Dan setiap manusia pada hakikatnya terdapat semacam kelangsungan hidupmketurunannya, melalui perkawinan.
Persiapan perkawinan yang perlu dilakukan oleh orang-orang tua bagi anak-anaknya dapat berbentuk antara lain pengetahuan tentang kehidupan sex bagi suami isteri, pengetahuan untuk mengatur rumah tangga bagi sang istri, tugas dan kewajiban bagi suami, memelihara pendidikan bagi anak-anak dan lain-lain. Persiapan ini dilakukan sejak anak menginjak kedewasaan. Sehingga tepat pada waktunya ia sudah matang menerima keadaan baru dalm mengarungi hidup rumah tangganya.
Dengan persiapan yang cukup matang ini dapat mewujudkan suatu bentuk kehidupan rumah tangga yang baik dan harmonis. Kebaikan rumah tangga ini dapat membawa pengaruh yang baik pula bagi kehidupan bermasyarakat.
Fungsi Pemeliharaan
Keluarga diwajibkan untuk berusaha agar setiap anggota nya dapat terlindung dari gangguan-gangguan sebagai berikut :
1.      gangguan udara dengan berusaha menyediakan rumah
2.      Gangguan penyakit dengan berusaha menyediakan obat-obatan
3.      Gangguan bahaya dengan berusaha menyediakan senjata, pagar tembok dan lain-lain.
Bila dalam keluarga fungsi ini telah dijalankan dengan sebaik-baiknya sudah barang tentu akan membantu terpeliharanya keamanan dalam masyarakat pula. Sehingga terwujud suatau masyarakat yang terlepas atau terhindar dari segala gangguan apapun yang terjadi.
Fungsi Ekonomi
Keluarga berusaha menyelenggarakan kebutuhan manusia yang pokok yaitu :
1.      Kebutuhan Makan Dan Minum
2.      Kebutuhan Pakaian untuk menutup tubuhnya
3.      kebutuhan tempat tinggal
Berhubung dengan fungsi penyelenggaraan kebutuhan pokok ini maka orang tua diwajibkan untuk berusaha keras agar supaya setiap anggota keluarga dapat cukup makan dan minum, cukup pakian serta tempat tinggal.
Sehubungan dengan fungsi ini keluarga juga berusaha melengkapi kebutuhan jasmani dimana keluarga ( orang tua ) diwajibkan berusaha agar anggotanya mendapat perlengkapan hidup yang bersifat jasmaniah baik yang bersifat umum maupun yang bersifat individual. Perlengkapan jasmaniah keluarga yang bersifat umum misalnya meja kursi, tempat tidur, lampu dan lain-lain.
Juga dapat termasuk kedalam golongan perlengkapan jasmani adalah permainan anak. Permainan anak ini memiliki nilai bagi anak-anak untuk mengembangkan daya cipta disamping sebagai alat-alat rekreasi anak.
Fungsi Keagamaan
Di Negara Indonesia yang berideologi pancasila berkewajiban pada setiap warganya ( rakyatnya ) untuk menghayati, mendalami dan mengamalkan pancasila didalam perilaku kehidupan keluarganya sehingga benar-benar dapat diamalkan P4 ini dalam kehidupan keluarga yang pancasila.
Dengan dasar pedoman ini keluarga diwajibkan untuk menjalani dan mendalami serta mengamalkan ajaran-ajaran agama dalam pelakunya sebagai manusia yang bertaqwa kepada Tuhan yang  Maha Esa. Dengan demikian akan tercermin bentuk masyarakat yang pancasila apabila semua keluarga melakasanakan P4 dan fungsi keluarga ini.
Fungsi Sosial
Dengan fungsi ini keluarga berusaha untuk mempersiapkan anak-anaknya bekal-bekal selengkapnya dengan memperkenalkan nilai-nilai dan sikap-sikap yang dianut oleh masyarakat serta mempelajari peranan-peranan yang diharapkan akan mereka jalankan kelak bila sudah dewasa. Dengan demikian terjadi apa yang disebut dengan istilah sosialisasi.
Dengan fungsi ini diharapkan  agar didalam keluarga selalu terjadi pewaris kebudayaan atau nilai-nilai kebudayaan. Kebudayaan yang diwariskan itu adalah kebudayaan yang telah dimiliki oleh generasi tua yaitu ayah dan ibu, diwariskan kepada anak-anaknya dalam bentuk antara lain sopan santun, bahasa, cara bertingkah laku, ukuran tentang baik buruknya perbuatan dan lain-lain.
Dengan melalui nasihat dan larangan, orang tua menyampaikan norma-norma hidup tertentu dalam bertingkah laku.
Dalam buku ilmu social dasar karangan Drs. Soewaryo Wangsanegara dikatakan bahwa fungsi-fungsi keluarga meliputi beberapa hal sebagai berikut:
1.      Pembentukan kepribadian, dalam lingkungan keluarga, para orang tua meletakkan dasar-dasar kepribadian kepada anak-anaknya, dengan tujuan untuk memproduksi serta melestarikan kepribadian mereka dengan anak cucu dan keturunannya. Mulai sejak anak-anak berlatih belajar berjalan sampai dengan usia sekolah dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab, lingkungan keluarga yang bertitik sentral pada ayah dan ibu secara intensif mambentuk sikap dan kepribadian anak-anaknya. Contoh pada keluarga suku Jawa atau suku Sunda, seorang anak yang menerima sesuatu pemberian dari orang tua atau kerabat-kerabat keluarga, harus menerima dengan tangan kanan. Bila anak menerima dengan tangan kiri, pemberian itu ditarik surut, dan baru setelah anak menerima dengan tangan kanan pemberian itu benar-benar diberikan. Tindakan semacam itu merupakan suatu proses mendidik dan membentuk kepribadian dengan penuh kesadaran dan berencana.secara bertahap anak-anak juga diajari dan diberi pengertian mendasar mengenai sopan santun, bertingkah laku serta bertutur kata yang baik dan tepat terhadap teman-teman sebaya, orang tua, dan kepada mereka yang patut dihormati. Apabila terjadi penyimpangan-penyimpangan yang telah digariskan, orang tua akan langsung menegur dan spontan memberitahu anaknya bahwa hal-hal yang menyimpang dari tata cara yang telah digariskan adalah tidak benar, tidak sopan.
Demikianlah lingkungan keluarga, khususnya orang tua membentuk kepribadian anak-anaknya secara sadar dan terencana sesuai dengan kepribadian suku Jawa atau suku Sunda khususnya. Dan sesuai dengan kepribidian bangsa Indonesia pada umumnya. Pengalaman –pengalaman dalam interaksi social dalam lingkungan keluarga adalah suatu modal dasar dalam membentuk kepribadian seseorang, dan turut menentukan pula tingkah laku seseorang terhadap orang lain, dalam pergaulan diluar lingkungan keluarganya.
2.      Erat kaitannya dengan butiran keluarga juga berfungsi sebagai alat produksi kepribadian-kepridian yang berkaitan yang berakar dari etika, estetika, moral keagamaan, dan kebudayaan yang berkolerasi fungsional dengan sebuah struktur masyarakat tertentu. Contoh : dari keluarga seniman tari Bali, diwariskan ketrampilan seni patung atau seni tari Bali kepada anak keturunannya, trampil pula sebagai seniman patung atau sebagai seniman tari Bali, sebagai hasil reproduksi seni patung dan seni tari dalam lingkup keluarga tersebut. Akan berlaku serupa proses reproduksi dari materi-materi kebudayaan dari keluarga lain dari suku bangsa di RepublikIndonesia khususnya, dan masyarakat pada umumnya.
3.      Keluarga merupakan eksponen dari kebudayaan masyarakat, karena menempati posisi kunci. Keluarga adalah sebagai jenjang dan perantara pertama dalam transmisi kebudayaan. Pada kelompok masyarakat primitive, peranan keluarga adalah maha penting sebagai transmisi kebudayaan, sekalipun sudah ada pula perantara-perantara lain. Namun demikian, pada masyarakat primitive, peranan keluarga sebagai penyaluran transmisi kebudayaan sudah tidak memadai lagi. Lembaga-lembaga nonformal dan formal seperti sekolah-sekolah adalah perantara dalam bentuk lain dalam transmisi kebudayaan. Semakin maju dan dinamis suatu kelompok masyarakat makin banyak memerlukan sekolah-sekolah. Sejalan dengan itu semakin besar pula fungsi sekolah sebagai perantara  dalam transmisi kebudayaan. Sebaliknya fungsi keluarga sebagai lembaga transmisi kebudayaan seacara relative semakin mundur. Contoh : televise sebagai produk teknologi modern sudah demikian besar berperan sebagai transmisi kebudayaan. Bahkan menurut Margared Mead ( antropolog dari Amerika Serikat ) menyatakan bahwa peranan televise sebagai transmisi kebudayaan sudah melebuhi peranan transmisi kebudayaan lain ( Mayor Polak, 1979 : 108 ).
4.      Keluarga berfungsi sebagai lemabaga perkumpulan perekonomian dalam masyarakat primitif biasanya terdapat system kekeluargaan yang sangat luas. Akan  tetapi kehidupan perekonomian masih belum berkembang. Pada kelompok-kelompok masyarakat yang lebih kompleks tetapi belum masuk pada era masyarakat industri, perekonomian mereka sudah mulai berkembang. Namun begitu ikatan-ikatan kekeluargaan masih terjalin kuat dan sering mempengaruhi atau menguasai bidang perekonomian mereka. Contoh : dalam lingkungan “ keluarga besar “ SUKU Batak Karo maupun Simalungun di Sumatra Utara, huta atau kuta yang memegang hak ulayat atas penguasaan tanah pertanian, baik berupa sawah atau lading. Tanah-tanah pertanian yang dikuasai huta atau kuta dapat diolah anggota-anggota keluarga laki-laki. Mereka dapat menggrap tanah pertanian itu seperti tanah milik sendiri. Akan tetapi tidak dapat menjual tanpa persetujuan dari huta yang diputuskan dengan musyawarah adapt. Dalam lingkungan suku Batak Karo dan Simalungun, ada perbedaan antara golongan keturunan dari para pendiri huta atau kuta dengan penduduk pendatang kemudian. Para pendiri huta atau kuta disebut marga tanah memiliki tanah paling luas. Sedangkan golongan lainnya memiliki tanah hanya cukup untuk hidup. ( Koentjaraningrat,1979 : 101 )

C.    Pengertian  Masy4arakat
Dalam bahasa inggrismasyarakat adalah society yang berasal dari kata socius yang artinya kawan sedangkan kata masyarakat dari bahasa Arab syirk yang artinya bergaul. Manusia mulai dari lahir sampai mati mereka bergaul  dan saling berinteraksi karna mempunyai nilai – nilai dan norma – norma serta prosedur dalam hidup bermanyarakat. Selanjutnya dengan terciptanya sistem adat – istiadat atau sistem bergaul kemudian diciptakan kaidah – kaidah atau norma – norma pergaulan yang akhirnya menciptakan suatu kebudayaan.
Banyak pula definisi tentang masyarakat yang juga tidak sedikit. Diantaranya ada beberapa definisi menurut para tokoh, sebagai berikut:
1.      Ralph Linton : seorang ahli antropologi mengemukakan, bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan dirinya dan berfikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan social dengan batas-batas.
2.      Prof. M.M. Djojodiguno tentang masyarakat adalah kebulatan daripada segala perkembangan dalam hidup bersama antara manusia.
3.      Hasan Sadzily berpendapat bahwa masyarakat adalah golongan besar atau kecil dari beberapa manusia, dengan atau karena sendirinya, bertalian secara golongan dan mempunyai pengaruh kebatinan satu sama lain.
4.      Koentjaraningrat berpendapat bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk hidup yaitu manusia yang terikat dalam suatu sistem adat istiadat tertentu.
5.      Selo sumardjan menyatakan bahwa masyarakat adalah orang – orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan.
Jelasnya masyarakat adalah suatu kelompok manusia yang telah memiliki tatanan kehidupan, norma-norma, adat istiadat yang sama-sama ditaati dalam lingkungannya. Tatanan kehidupan, norma-norma yang mereka miliki itulah yang menjadi dasar kehidupan social dalam lingkungan  mereka, sehingga dapat membentuk suatu kelompok manusia yang memiliki cirri-ciri kehidupan yang khas. Dengan demikian bahwa hidup dalam masyarakat  berarti  adanya interaksi  sosial dengan  orang-orang sekitar dan demikian pula menngalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain.
Tugas seseorang sebagai anggota masyarakat;
1.      Saling tolong menolong dan bantu membantu dalam kebajikan
2.      Ikut meringankan beban kesengsaraan orang lain
3.      Menjaga dan memelihara keamanan, ketentraman dan ketertiban lingkungan dan masyarakat
4.      Menghindari perkataan dan tindakan yang menyakitkan orang lain sehingga tercipta ketergantungan yang saling menguntungkan.

D.    Stratifikasi Sosial
Stratifikasi atau stratifikasi social (social stratification) adalah perbedaan penduduk dalam suatu masyarakat ke dalam sejumlah tingkatan atau lapisan (stratum) secara hierarkis,dari lapisan yang tertinggi sampai lapisan yang terbawah.inti dari adanya pelapisan dalam masyarakat adalah tidak adanya pemerataan atau keseimbangan dalam pembagian hak-hak, kewajiban dan tanggung jawab di antara para anggota masyarakat, yang selanjutnya mempunyai pengaruh pada pembagian kesejahteraan di antara para warga masyarakat tersebut.[6]
Secara sekilas stratifikasi social dapat diartikan sebagai struktur social atau susunan masyarakat yang dibedakan ke dalam  lapisan-lapisan secara bertingkat. Perwujudan stratifikasi social didalam masyarakat dikenal dengan istilah kelas-kelas sosia. Kelas-kelas social tersebut, terdiri dari kelas social atas ( upper Class ), kelas social menengah ( middle class ), dan kelas social rendah ( lower class ).
Dalam hampir semua masyarakat di dunia , baik yang amat sederhana maupun yang kompleks sifatnya, dalam pergaulan antar-individu slalu terdapat perbedaan bertingkat dalam hal kedudukan dan derajat. Dalam masyarakat sederhana dan kecil-kecil biasanya pembedaan derajat dan kedudukan itu bersifat minimum, karena warganya sedikit jumlahnya dan individu-individu yang di anggap tingkat tinggi juga tidak banyak macam dan jumlahnya. Sebaliknya, dalam masyarakat yang kompleks biasanya perbedaan kedudukan dan derajat menjadi nyata dan besar mereka untuk mengkonsentrasikan pada dirinya berbagai hal yang di hargai dan di inginkan masyarakat: kekuasaan, harta dan modal fisik, pendidikan dan kesehatan atau modal nonfisik/ manusiawi, penghargaan masyarakat,harga diri, dan lain-lain.Semua itu terjadi sambil meninggalkan lapisan terbawah yang berupa mayoritas, di sebut “massa”, tidak memperoleh secara berarti sisanya, kecuali kejelataan, kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan, kurang terhormat, rendah diri, dan lain-lain.
Situasi yang demikian berlawanan dengan prakondisi yang di tuntut untuk terciptanya demokrasi yang membuka peluang luas bagi rakyat banyak untuk perbaikan hidup. Jadi bertentangan atau menghambat terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera.
Sebab asasi mengapa ada pelapisan social dalam masyarakat bukan saja karena ada perbedaan, tetapi karena kemempuan manusia memiliki perbedaan itu dengan menerapkan berbagai kriteria. Artinya menganggap ada sesuatu yang di hargai- maka sesuatu itu (dihargai) menjadi bibit yang menumbuhkan adanya system berlapis-lapisan dalam masyarakat. Sesuatu yang di hargai dapat berupa uang atau benda-benda bernilai ekonomis, kekuasaan, ilmu pengetahuan, kesolehan dalam agama, atau keturunan warga yang terhormat.
Tingkat kemampuan memiliki sesuatu yang di hargai tersebut, akan melahirkan lapisan social yang mempunyai kedudukan atas dan kedudukan rendah.
Proses terjadinya system berlapis-lapisan dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya, atau sengaja di susun untuk mengejar suatu tujuan bersama. Sistem lapisan social yang sengaja di susun biasanya mengacu kepada pembagian kekuasaan dan wewenang yang resmi dalam dalal organisasi formal. Agar dalam masyarakat manusia hidup dengan teratur, maka kekuasaan dan wewenang yang ada harus dibagi-bagi dengan teratur dalam suatu organisasi vertical atau horizontal. Bila tidak, kemungkinan besar terjadi pertentangan yang dapat membahayakan keutuhan masyarakat.
Sifat dari system berlapis-lapisan dalam masyarakat ada yang tertutup dan ada yang terbuka yang bersifat tertutup tidak memungkinkan pindahnya orang seorang dan suatu lapisan ke lapisan yang lain, baik pindahnya keatas maupun kebawah. Keanggotaan dari suatu lapisan tertutup, diperoleh melalui kelahiran. System lapisan tertutup dapat dilihat pada masyarakat yang berkasta, dalam suatu masyarakat yang feudal, atau pada masyarakat yang system berlapis-lapisannya ditentukan oleh perbedaan rasial. Pada masyarakat yang system berlapis-lapisannya bersifat terbuka,setiap anggota mempunyai kesempatan buat berusaha dengan kecakapannya sendiri untuk naik lapisan social, atau kalau tidak beruntung, dapat jatuh kelapisan bawahnya.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Amandemen diambil dari bahasa inggris yaitu “Amandement”. Amend yang artinya merubah, Jadi amandement itu memiliki arti perubahan yang tertulis atau bertambah detailnya penjelasan. Amandement UUD 45 bertujuan untuk memeberi payung hukum bagi reformasi dan berbagi pemudahan yang terjadi dan yang akan terjadi. Amandement ini sebgai upaya peminjaman kembali tanpa merubah bentuk kesepakatan Nasional.
Setelah melalui tingkat-tingkat pembicaraan sesuai dengan ketentuan pasal 92 peraturan tata tertib MPR, Dalam beberapakali sidang MPR telah mengambil putusan empat kali perubahan UUD Negara RI tahun 1945 Dengan rincian ;
1.      Perubahan pertama UUD RI 1945, hasil sidang umum MPR tahun 1999 (tanggal 19 – 21 oktober 1999)
2.      Perubahan ke-2 UUD RI 1945, hasil sidang tahun 2000 (tanggal 7 – 18 Agustus 2000)
3.      Perubahan ke-3 UUD RI 1945, hasil sidang 2001 (tanggal 1 – 9 November 2001)
4.      Perubahan ke-4 UUD RI 1945, hasil sidang tahun 2002 (tanggal  1 – 11 Agustus 2002)
Perubahan UUD RI 45 yang dilakukan mencakup 21 bab, 73 pasal, 170 ayat, 3 pasal aturan peralihan dan dua pasal aturan pasal.
Ditinjau dari jumlah bab, pasal, ayat UUD RI 1945 sebelum diubah terdiri atas 16 bab, 37 pasal, 49 ayat, 4 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan. Setelah perubahan pada tahun 2002, UUD RI 1945 terdiri atas 21 bab, 73 pasal, dan 170 ayat, 3 pasal aturan peralihan dan 2 pasal aturan tambahan.


B.     Saran
Dalam pembahasan ini penulis belum spesifik membahas tentang Amandement UUD 1945, maka dari itu disarankan pada penulis yang lain lebih bisa membahasnya secara detail terkait dengan hal itu.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, Mawardi Ir Nur. IAD/ABD/ISD, ( Bandung : CV. Pustaka Setia, cet. VI, 2009 ).
Solaeman, Munandar. Ilmu sosial Dasar teori dan Konsep Ilmu Sosial, (Bandung : PT. Refika Aditima, cet, 13, 2008).
Gunasa, Singgih D. Psikologi untuk Keluarga (Jakarta : Bapak Gunung Mulya, 1981).
Tim Penyusun MKD IAIN Sunan Ampel Surabaya. Ilmu Alamiah Dasar, Ilmu Sosial Dasar, Ilmu Budaya Dasar, (Rurabay : IAIN Sunan Ampel Press, cet : 2, 2012).

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Sejarah logika di indonesia