Outline Concept Note Skripsi : Ayah Tiri dan Dinamika Penyesuaian Diri


1.      Latar Belakang
Perkawinan adalah suatu organisasi sosial yang sengaja dibentuk oleh manusia dengan tujuan yang bermacam-macam, umumnya manusia menyelenggarakan perkawinan agar memperoleh apa yang disebut dengan kepuasan perkawinan (Marital Satisfaction). Manusia melakukan perkawinan agar dapat memperoleh keturunan atau anak-anak sebagai suatu generasi penerus.
Dalam realitas kehidupan ternyata manusia tidak selalu sukses dalam membangun perkawinan, karena dapat saja terjadi kegagalan ditengah jalan seperti terjadinya kematian salah satu pihak, atau terjadi konflik sosial yang berakhir dengan perceraian. Jika seorang istri mengalami kegagalan umumnya perempuan mencari solusi dengan menikah kembali.
Kehadiran laki-laki baru yang menjadi suami dari seorang istri menimbulkan istilah dalam masyarakat Indonesia yang disebut dengan ”ayah tiri”. Ayah tiri ini sebenarnya mengacu pada anak sebagai sentra dalam suatu rumah tangga.
Banyak dalam cerita dan dongeng yang menyebutkan bahwa ibu tiri adalah seorang yang jahat, seperti di cerita Putri Salju, Cinderella dan Bawang Merah Bawang Putih tetapi pada kenyataannya lebih banyak kasus tentang kejahatan ayah tiri, seperti yang diberitakan oleh Tribunnews.com pada tanggal 4 September 2013 di Desa Balang-balang, Kelurahan Bontomanai, Kecamatan Bontomanai, Kabupaten Gowa, Sulsel seorang remaja putri berusia 15 tahun berinisial Ind melapor bahwa dia diperkosa oleh Daeng Nanggro yang tidak lain adalah ayah tirinya sendiri. Kasus yang sama juga terungkap pada tanggal 30 Agustus 2013 (Merdeka.com), RA warga Perumahan Munjul, Desa Solear, Kecamatan Solear, Kabupaten Tangerang. Perempuan berusia 17 tahun itu menjadi korban pemerkosaan ayah tiri dan tetangganya. RA baru melaporkan kejahatan ayah dan tetangganya karena dia merasa tidak kuasa lagi menahan derita hidupnya.
Peran sebagai ayah utama akan semakin sukses apabila ayah biologis anak kurang lebih keluar dari pikiran anak atau tidak pernah sama sekali berhubungan dengan anaknya itu. Anak-anak yang sangat muda seringkali merasa terhibur dan nyaman dengan ayah tiri yang memperhatikan dan menganggap anak sebagai anak kandungnya sendiri.
Peran yang harus dijalani oleh ayah tiri memang cukup berat, karena harus menyesuaikan bukan hanya dengan istrinya saja melainkan juga dengan keluarga barunya dan berproses terhadap peran yang dilakoninya sebagai ayah dari anak-anak istrinya. Berat ringannya menjadi ayah tiri memang sangat relatif, dalam arti ada yang berhasil dan ada pula yang kurang berhasil. Penerimaan anak-anak tiri terhadap peran sebagai ayah tiri sangat mempengaruhi dalam proses  menjadi ayah yang sesungguhnya di dalam keluarga.
Penelitian ini ingin mengeksplorasi kisah kehidupan laki-laki yang berkedudukan sebagai ayah tiri. Menjadi ayah tiri adalah suatu fenomena yang sangat luas dalam kehidupan manusia. Dalam fenomena ayah tiri akan dijumpai berbagai pola-pola kehidupan manusia yang sangat kompleks, seperti kepasrahan hidup, ketegangan psikologis mengarungi pernikahan, adanya jarak antara ayah tiri dengan anak-anak, konflik sosial dalam rumah tangga, kehendak untuk berintegrasi setelah terjadinya ketengangan dan konflik, kemungkinan diperolehnya kepuasan perkawinan yang lebih tinggi, atau munculnya sikap frustasi yang mendalam, serta kemugkinan adanya keinginan untuk bercerai.
2.      Batasan Masalah
Ayah tiri dan penyesuaian dirinya,
Pada masa awal pernikahan, umumnya pasangan masih berusaha mengenal satu sama lain. Banyak kebiasaan yang mungkin belum nampak saat belum menikah dan baru akan disadari setelah menikah. Penyesuaian dalam mencari kesamaan akan menjadi sulit, begitu juga dengan adanya dua bentuk keluarga yang akan menjadikan proses adaptasi hidup. Keadaan akan menjadi lebih kompleks jika pasangan baru orangtua turut membawa anak yang nantinya akan menjadi anak tiri. Kondisi seperti ini, pada seorang anak, biasanya akan menimbulkan perasaan tersaingi karena orang tua yang dulunya hanya memperhatikan dirinya saja, kini harus membagi perhatiannya. Menerima kehadiran keluarga tiri memang sebuah hal yang sulit.
Namun dalam penelitian kali ini, peneliti hanya akan membahas mengenai penyesuaian diri ayah tiri dengan keluarga tirinya.
3.      Signifikansi Penelitian:
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi dan gambaran mengenai proses penyesuaian diri ayah tiri terhadap perannya didalam keluarga. Berdasarkan teman peneliti yang memiliki ayah tiri yang baik, bahwa dia menyatakan jika ayah tirinya bertanggung jawab, memberikan nasehat ketika dia melakukan kesalahan, memberikan hadiah ketika nilai ujiannya bagus, tidak pernah mengeluh membiayai kuliahnya yang pindah-pindah. Hal inilah yang akhirnya diteliti, penyesuaian diri laki-laki terhadap peran dan statusnya sebagai ayah tiri. Oleh Karena itu, penelitian ini akan menghasilkan suatu kajian tentang proses penyesuaian diri seorang ayah tiri, sehingga penelitian ini akan membantu laki-laki yang akan menjadi ayah tiri untuk menyesuaikan dirinya dengan keluarga tiri agar tidak terjadi kegagalan dalam menyesuaikan dirinya dengan perannya sebagai ayah tiri.
4.       Kajian Riset Sebelumnya
  Pada penelitian kali ini, peneliti akan lebih focus pada dinamika penyesuaian diri seorang ayah tiri, peneliti tertarik pada penyesuaian diri ayah tiri karena pada kenyataanya banyak kasus ayah tiri yang menyia-nyiakan keluarga tirinya, menyiksa istri barunya (KDRT),  meyianyiakan anak tirinya bahkan tidak jarang ayah tiri yang memperkosa anak tirinya.
Untuk mendukung penelitian ini, peneliti menemukan beberapa kajian riset terdahulu mengenai variabel penyesuaian diri untuk dijadikan sebagai pedoman dalam penelitian ini. Di antaranya yaitu:
1.                  Penyesuaian diri pada menantu pria dewasa awal yang tinggal dengan mertua, oleh Lia Yuliana, peneliti ini berusaha melihat bagaimana penyesuaian diri pada menantu pria dewasa awal yang tinggal dengan mertua. Dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Menantu yang tinggal di rumah mertua memiliki penyesuaian diri secara umum baik. Secara khusus penyesuaian diri selama tinggal dengan mertua memiliki aspek – aspek yang terdiri dari sikap empati dan menghargai mertua, memperlakukan perasaan terhadap mertua, penerimaan yang baik terhadap mertua, adanya kebahagiaan, bersikap optimis, berkata jujur, bertanggung jawab dan adanya adaptasi yang baik.
2.                  Penyesuaian diri istri yang tinggal dirumah keluarga suami, oleh Nurul Hasanah, Rina Marianan dan Bayu Prastya Yudha, peneliti ini berusaha melihat bagaimana penyesuaian diri istri yang tinggal dirumah keluarga suami. Dan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa subjek kurang mampu dalam menyesuaikan diri dengan keluarga suaminya.
3.                  Attachment dan Penyesuaian diri dalam perkawinan, oleh Endang Sri Indrawati dan Nailul Fauziah, penelitian ini berusaha melihat bagimana hubungan antara attachment dan penyesuaian diri dalam perkawinan. Dan hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara attachment dan penyesuaian diri dalam perkawinan.
5.      Kerangka Teori
Perkawinan merupakan salah satu kejadian paling penting yang akan dihadapi oleh manusia dalam perjalanan kehidupannya yang sifatnya paling intim dan cenderung dipertahankan, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hirning dan Hirning (dalam Yustina, 2000) bahwa perkawinan adalah penggabungan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita untuk tujuan mencapai kebahagiaan bersama sama.
Menurut Undang-Undang (UU) Perkawinan No.01 tahun 1974, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia yang kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari UU ini dapat dilihat bahwa selain merupakan ikatan antara suami dan isteri, yang bertujuan membentuk keluarga yang kekal dan bahagia, perkawinan akan membentuk masyarakat dengan unit keluarga yang stabil, yang dapat mengabadikan norma-norma sosial karena melalui keluarga kepada anak-anak akan diwariskan aturan aturan dan harapan-harapan orangtua serta masyarakat.
Menurut Khoirudin Nasution, Hukum Perkawinan 1 (2005)  lima tujuan umum perkawinan, yakni: (1) memperoleh ketenangan hidup yang penuh cinta dan kasih sayang (sakinah, mawaddah, wa rahmah) sebagai tujuan pokok dan utama, yang kemudian dibantu dengan tujuan: (2) tujuan reproduksi (penerusan generasi), (3) pemenuhan kebutuhan biologis (seks), (4) menjaga kehormatan, dan (5) ibadah.
Menurut Domikus (1997), ada beberapa faktor yang mendorong seseorang untuk menikah, yang dapat dikategorikan ke dalam dua faktor utama, yaitu:
Push Factor
Push factor, yaitu faktor-faktor yang mendorong seseorang untuk segera memasuki pernikahan, meliputi:
1.                  Konformitas, orang memutuskan untuk menikah karena demikian pula yang dilakukan oleh sebagian besar orang. Agaknya kebanyakan struktur kebudayaan yang ada di muka bumi ini adalah sedemikian rupa sehingga konformitas merupakan hal yang utama.
2.                  Cinta, cinta merupakan komitmen emosional manusia yang perlu diterjemahkan ke dalam suatu bentuk yang lebih nyata dan permanen, yaitu pernikahan.
3.            Legitimasi sex dan anak, secara tradisional, masyarakat memberikan dukungan terhadap hubungan seksual hanya kepada mereka yang telah menyatakan komitmennya secara legal. Sedangkan lahirnya anak-anak yang tidak berasal dari pernikahan yang sah akan menimbulkan stigma sosial yang tidak dapat disepelekan.
Pull Factor
Pull factor, yaitu faktor-faktor daya tarik yang menetralisir kekawatiran seseorang untuk terikat dalam pernikahan yang akan mengurangi kebebasan. Yang termasuk dalam pull factors, antara lain:
1.                  Persahabatan, salah satu harapan terhadap pernikahan adalah terjadinya persahabatan yang terus menerus. Banyak pasangan dalam pernikahan sesungguhnya adalah terjalinnya suatu persahabatan.
2.                  Berbagi, berbagi dalam gaya hidup, pikiran-pikiran, dan juga penghasilan, dianggap sebagai daya tarik seseorang untuk memasuki pernikahan.
3.                  Komunikasi, pasangan suami istri perlu terlibat secara mendalam dalam komunikasi yang akrab dan bermakna. Pasangan yang bahagia adalah mereka yang terampil berkomunikasi baik secara verbal maupun nonverbal dan saling peka terhadap kebutuhan satu sama lain.
Ayah menurut Kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah orangtua kandung laki-laki. Sedangkan ayah tiri menurut kamus besar bahasa Indonesia laki-laki bukan ayah kandung yang menikah dengan ibu kandung anak Peran ayah (fathering) dapat dijelaskan sebagai suatu peran yang dimainkan seorang ayah dalam kaitannya dengan tugas untuk mengarahkan anak menjadi mandiri di masa dewasanya, baik secara fisik dan biologis. Peran ayah sama pentingnya dengan peran ibu dan memiliki pengaruh pada perkembangan anak walau pada umumnya menghabiskan waktu relatif lebih sedikit dengan anak dibandingan dengan ibu. Hal ini karena, menurut Fromm (seperti dikutip Salis, 2008) cinta ayah didasarkan pada syarat tertentu, berbeda dengan ibu yang tanpa syarat. Dengan demikian cinta ayah memberi motivasi anak untuk lebih menghargai nilai-nilai dan tanggung jawab.
Penyesuaian diri adalah usaha manusia untuk mencapai harmoni pada diri sendiri dan lingkungannya. Penyesuaian diri dalam bahasa aslinya dikenal dengan istilah adjustment atau personal adjustment. Membahas tentang penyesuaian diri, menurut Schneider (dalam Habsari, 2010) dapat ditinjau dari tiga sundut pandang, yaitu:
1) Penyesuaian diri sebagai adaptasi (adaptation), dimana adaptasi ini pada umumnya lebih mengarah pada penyesuaian diri dalam arti fisik, fisiologis atau biologis dengan kata lain penyesuaian diri cenderung diartikan sebagai usaha mempertahankan diri secara fisik (self-maintanance atau survival).
2) Penyesuaian diri sebagai bentuk konformitas (conformity), yaitu individu diarahkan kepada tuntutan konformitas dan terancam akan tertolak dirinya manakala perilakunya tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.  
3) Penyesuaian diri sebagai usaha penguasaan (mastery), yaitu kemampuan merencanakan dan mengorganisasikan respon dalam cara-cara tertentu sehingga konflik-konflik, kesulitan dan frustasi tidak terjadi.
Penyesuaian diri diartikan sebagai penyesuaian individu terhadap lingkungannya, yang dapat meliputi penyesuaian diri terhadap ketidak seimbangan secara fisiologis, psikologis dan sosial (Schneider dalam Septrio, 2009).  Penyesuaian diri merupakan interaksi yang dilakukan oleh seseorang secara kontinyu dengan dirinya sendiri, dengan orang lain dan dengan lingkungan disekitarnya (Calhoun dan Acocella dalam Annisa, 2012)
Schneiders (1999) menyatakan penyesuaian diri adalah usaha yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan kehar-monisan dengan diri atau lingkungannya. Konflik dan frustrasi muncul karena individu tidak dapat menyesuaikan diri dengan masalah yang timbul pada dirinya.
Chaplin (2002) berpendapat penyesuaian diri adalah variasi dalam kegiatan organisme untuk mengatasi suatu hambatan dan memuaskan kebutuhan-kebutuhan serta menegakkan hubungan yang harmonis dengan lingkungan fisik dan sosial. Misalnya kebutuhan untuk diterima orang lain maka individu berusaha menjalin relasi sesuai dengan norma masyarakat, mengurangi perilaku seperti mudah marah, agresif. Bila individu dapat menyelaraskan kebutuhannya dengan tuntutan lingkungan yaitu orang lain maka akan tercipta penyesuaian diri yang baik.
Dalam kehidupan sehari-hari, individu terus-menerus menyesuaikan diri dengan cara-cara tertentu sehingga penyesuaian tersebut merupakan suatu pola tingkah laku. Individu biasanya dapat memenuhi dan memuaskan kebutuhannya dengan cara-cara yang dapat diterima oleh masyarakat. Sejak kecil individu harus membentuk pola aktivitas dan sikap yang sesuai dengan perkembangan baru, yang disebut penyesuaian. Pola-pola yang dibentuk kemudian disebut mekanisme penyesuaian (Sobur, 2003).
Schneiders menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang mencakup respon mental dan tingkah laku individu, yaitu individu berusaha keras agar mampu mengatasi konflik dan frustrasi karena terhambatnya kebutuhan dalam dirinya, sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara diri sendiri dengan lingkungannya (Schneiders, 1964).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan penyesuaian diri adalah usaha membuat hubungan yang memuaskan antara individu dengan perubahan di lingkungannya agar mampu mengatasi konflik, frustrasi, perasaan tidak nyaman yang timbul sehingga tercapai keselarasan dan keharmonisan antara tuntutan dalam diri dan lingkungan
6.      Metode penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif, metode pemilihan  informan, sampling penelitian yang digunakan adalah snowball sampling adalah pengambilan subjek bertambah dalam dan selama proses penelitian berlangsung. Variabel yang diteliti penyesuaian diri laki-laki terhadap peran dan statusnya sebagai ayah tiri. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah tehnik in depth interview, dengan menggunakan tehnik wawancara secara mendalam dapat memungkinkan tentang asumsi, pengalaman, opini, perasaan dan pengetahuan informasi mengenai penyesuaian dirinya terhadap status dan perannya sebagai ayah tiri.
7.      Daftar Pustaka
Ernawati, S. dkk. Hubungan antara persepsi terhadap dukungan sosial dengan penyesuaian diri pada masa pension. Universitas Wangsa Manggala Yogyakarta
Handono, O.T. Hubungan antara penyesuaian diri dan dukungan sosial terhadap stress lingkungan pada santri baru. Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta
Hasanah, N.dkk. Penyesuaian diri istri yang tinggal dirumah keluarga suami. Universitas Putra Indonesia Padang
Hutapea, B. 2011. Dinamika penyesuaian suami istri dalam perkawinan berbeda agama. Jurnal penelitian & pengembangan kesejahteraan sosial. Vol.16.No.1
Indrawati, S,dkk. 2012. Attachment dan penyesuaian diri dalam perkawinan. Jurnal Psikologi Universitas Diponegoro.vol.11.no.1
Kumalasari, F. 2012. Hubungan antara dukungan sosial dengan penyesuaian diri remaja dipanti asuhan. Jurnal Psikologi Pitutur. Vol.1.No.1
Sunahwa,dkk. Penggunaan strategi self management untuk meningkatkan penyesuaian diri dilingkungan pesantren.
Yuliana, L. 2010. Penyesuaian diri pada menantu pria dewasa awal yang tinggal dengan mertua. Universitas Gunadarma
Yusuff, G.M. International student adjustment in higher education relation between social support, self efficacy and socio cultural adjustment. Universitas Sains Malaysia. Vol.1.No.1
Trimingga, D,A,Y. 2008. Penyesuaian diri pada pasangan suami istri usia remaja yang hamil sebelum menikah.
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2007. Edisi ketiga. Departemen pendidikan nasional. Balai Pustaka




Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki