Komunikasi Dan Akulturasi
BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar
Belakang
Manusia
adalah makhluk sosio-budaya yang memperoleh perilakunya lewat belajar. Apa yang
kita pelajari pada umumnya dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan sosial dan
budaya. Dari semua aspek belajar manusia, komunikasi merupakan aspek yang
terpenting dan paling mendasar. Kita harus menyandi pesan dengan baik sehingga
pesan tersebut akan dikenali, diterima, dan direspons oleh individu yang
berinteraksi dengan kita. Komunikasi berfungsi sebagai alat untuk menafsirkan
lingkungan fisik dan sosial. Komunikasi juga merupakan alat utama untuk
memanfaatkan berbagai sumber daya lingkungan dalam pelayanan manusia. Lewat
komunikasi, kita menyesuaikan diri dan berhubungan dengan lingkungan, serta
mendapatkan keanggotaan dan rasa memiliki dalam berbagai kelompok sosial yang
mempengaruhi kita.
b. Rumusan
Masalah
·
Apakah hubungan
antara komunikasi dengan akulturasi?
·
Apa sajakah
variabel-variabel komunikasi dalam akulturasi?
·
Bagaimanakah
mempermudah akulturasi dalam komunikasi?
c. Tujuan
·
Mengetahui
hubungan antara komunikasi dengan akulturasi.
·
Mengetahui
variabel-variabel komunikasi dalam akulturasi.
·
Mengetahui cara
mempermudah akulturasi dalam komunikasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Komunikasi
Dan Akulturasi
Akulturasi merupakan suatu proses yang
dilakukan imigran untuk menyesuaikan diri dengan dan memperoleh budaya pribumi,
yang akhirnya mengarah kepada asimilasi. Asimilasi merupakan derajat tertinggi
akulturasi yang secara teoretis mungkin terjadi. Bagi kebanyakan imigran,
asimilasi mungkin merupakan tujuan sepanjang hidup.
Proses komunikasi mendasari proses
akulturasi seorang imigran. Akulturasi terjadi melalui identifikasi dan
internalisasi lambang-lambang masyarakat pribumi yang signifikan. Sebagaimana
orang-orang pribumi memperoleh pola-pola budaya pribumi lewat komunikasi.
Seorang imigran akan mengatur dirinya untuk mengetahui dan diketahui dalam
berhubungan dengan orang lain. Dan itu dilakukannya dengan komunikasi. Proses trital and error selama akulturasi
sering mengecewakan dan menyakitkan. Dalam banyak kasus, bahasa asli imigran
sangat berbeda dengan bahasa asli masyarakat pribumi. Masalah-masalah
komunikasi lainnya meliputi masalah komunikasi nonverbal, seperti perbedaan-perbedaan
dalam menggunakan dan menggatur ruang, jarak antar pribadi, ekspresi wajah,
gerak mata, gerakan tubuh lainnya, dan persepsi tentang penting tidaknya
perilaku nonverbal.
Bila kita memandang akulturasi sebagai
proses pengembangan kecakapan berkomunikasi dalam sistem sosio-budaya pribumi,
perlulah ditekankan fakta bahwa kecakapan dalam berkomunikasi sedemikian
diperoleh melalui pengalaman-pengalaman dalam berkomunikasi. Melalui pengalaman
berkomunikasi yang terus menerus dan beraneka ragam, seorang imigran secara
bertahap akan memperoleh mekanisme komunikasi yang ia butuhkan untuk menghadap
lingkungannya. Kecakapan berkomunikasi yang telah diperoleh imigran lebih
lanjut menentukan seluruh akulturasinya. Kecakapannya ini terutama terutama
treletak pada kemampuan imigran untuk mengontrol prilakunya dan lingkungan
pribumi. Kecakapan imigran dalam berkomunikasi akan berfungsi sebagai
seperangkat alat penyesuaian diri yang membantu imigran memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasarnya sepertikebutuhan akan kelangsungan hidup dan
kebutuhan akan rasa memiliki dan harga diri.
Oleh karena itu, proses akulturasi
adalah suatu proses yang interaktif dan berkesinambungan yang berkembang dalam
dan melalui komunikasi seorang imigran dengan lingkungan sosio-budaya yang
baru.
B. Variabel-variabel
Komunikasi Dalam Akulturasi
1) Komunikasi
Persona
Komumikasi
persona (interpersona) mengacu kepada proses-proses mental yang dilakukan orang
untuk mengatur dirinya sendiri dalam dan
dengan lingkungan sosio-budayanya, mengembangkan cara-cara melihat,
mendengar, memahami dan merespon lingkungannya. Salah satu variabel komunikasi
persona terpenting dalam akulturasi ialah kompleksitas sruktur kognitif imigran
dalam mempersepsi lingkungan pribumi. Selama fase-fase awal akulturasi,
persepsi seorang imigran atas lingkungan pribuminya relatif sederhana. Namun,
setelah imigran mengetahui budaya pribumi lebih jauh persepsinya menjadi lebih
luas dan kompleks, memungkinkannya menemukan banyak variasi dalam lingkingan
pribumi.
2) Komunikasi
Sosial
Komunikasi
sosial dapat dikategorikan lebik jauh kedalam komunikasi antarpersona dan
komunikasi massa. Komunikasi antar persona terjadi melalui antar
hubungan-hubungan antar persona, sedangkan komunikasi massa adalah suatu proses
komunikasi sosial yang lebih umum, yang dilakukan indivudu-individu yang
terinteraksi dengan lingkungan sosio-budayanya tanpa terlihat dalam hubungan-hubungan antarpersona
dengan individu-individu tertentu.
3) Lingkungan
Komunikasi
Suatu kondisi lingkungan yang sangat berpengaruh pada
komunikasi dan akulturasi imigran adalah adanya komunitas etniknya di daerah
setempat. Derajat pengaruh komunitas etnik atas perilaku imigran snagat
tergantung pada derajat “kelengkapan kelembagaan” komunitas tersebut dan
kekuatannya untuk memelihara budayanya yang khas bagi anggota-anggotanya
(Taylor, 1979). Lembaga-lembaga etnik yang ada dapat mengatasi tekanan-takanan
situasi antarbudaya dan memudahkan akulturasi. Namun keterlibatan imigran yang
ekstensif dalam komunitas etniknya tanpa kominikasi yang memadai dengan
anggota-anggota masyarakat pribumi mungkin akan mengurangi intensitas dan
kecepatan akulturasi imigran (Broom dan Kitsuse, 1976).
C.
Mempermudah Akulturasi Lewat Komunikasi
Potensi akulturasi ditentukan oleh faktor-faktor berikut:
1.
Kemiripan antara budaya asli (imigran) dan budaya
pribumi.
2.
Usia pada saat berimigrasi.
3.
Latar belakang pendidikan.
4.
Beberapa karakteristik kepribadian seperti suka
bersahabat dan toleransi.
5.
Pengetahuan tentang budaya pribumi sebelum imigrasi.
Begitu
seorang imigran memasuki budaya pribumi, proses skulturasi mulai berlangsung.
Proses akulturasi akan terus berlangsung selama imigran mengadakan kontak
langsung dengan sistem sosio-budaya pribumi. Semua kekuatan akulturatif
–komunikasi persona dan sosial, lingkungan komunikasi dan potensi akulturasi
sebelum berimigrasi- secara interaktif mempengaruhi jalannya perubahan pada
proses akulturasi imigran. Proses akulturasi mungkin tidak akan berjalan lurus
dan mulus, tapi bergerak maju menuju asimilasi yang secara hipotesis merupakan
asimilasi yang sempurna.
Jika
seorang imigran ingin memperingati kapasitas akulturatifnya dan secara sadar
berusaha mempermudah proses akulturasinya, maka ia harus menyadari pentingnya
komunikasi sebagai mekanisme penting untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Imigran harus mengembangkan kecakapan kognitif, afektif, dan perilaku dalam
berhubungan dengan lingkungan pribumi.
Dengan mempelajari pola-pola dan aturan-aturan komunikasi
pribumi dan dengan berpikiran terbuka, imigran menjadi toleran akan
perbedaan-perbedaan dan ketidakpastian situasi-situasi antarbudaya yang
dihadapinya. Imigran juga harus berusaha sebisa mungkin untuk memaksimalkan partisipasi
dalam sistem komunikasi antar-persona dan sistem komunikasi massa pribumi.
Namun, imigran tidak akan mencapai tujuan-tujuan akulturatifnya
sendirian. Proses akulturasi adalah suatu proses interaktif “mendorong dan
menarik” antara seorang imigran dan lingkungan pribumi. Anggota-anggota
masyarakat pribumi dapat mempermudah akulturasi imigran dengan menerima
pelaziman (conditioning) budaya asli
imigran, dengan memberikan situasi-situasi komuniksai yang mendukung kepada
imigran, dandengan menyediakan diri secara sabar untuk berkomunikasi secara
sabar untuk berkominikasi antarbudaya dengan imigran.
BAB III
KESIMPULAN
Akulturasi
merupakan suatu proses yang dilakukan imigran untuk menyesuaikan diri dengan
dan memperoleh budaya pribumi, yang akhirnya mengarah kepada asimilasi.
Asimilasi merupakan derajat tertinggi akulturasi yang secara teoretis mungkin terjadi.
Bagi kebanyakan imigran, asimilasi mungkin merupakan tujuan sepanjang hidup.
Variabel-variabel dalam komunikasi ada tiga, yaitu:
komunikasi persona, komunikasi sosial, dan lingkungan komunikasi.
Jika seorang imigran ingin memperingati kapasitas akulturatifnya
dan secara sadar berusaha mempermudah proses akulturasinya, maka ia harus
menyadari pentingnya komunikasi sebagai mekanisme penting untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut. Imigran harus mengembangkan kecakapan kognitif,
afektif, dan perilaku dalam berhubungan dengan lingkungan pribumi.
Namun, imigran tidak akan mencapai tujuan-tujuan
akulturatifnya sendirian. Proses akulturasi adalah suatu proses interaktif
“mendorong dan menarik” antara seorang imigran dan lingkungan pribumi.
Anggota-anggota masyarakat pribumi dapat mempermudah akulturasi imigran dengan
menerima pelaziman (conditioning)
budaya asli imigran, dengan memberikan situasi-situasi komuniksai yang
mendukung kepada imigran, dandengan menyediakan diri secara sabar untuk
berkomunikasi secara sabar untuk berkominikasi antarbudaya dengan imigran.
DAFTAR
PUSTAKA
Mulyana, Dedy. Jalaluddin Rakhmat. Komunikasi Antar Budaya. Bandung: Remaja Rosdakarya. 1996.
Widjaja, A. W. Komunikasi
Dan Hubungan Masyarakat. Jakarta: Bumi Aksara. 1993.
Astrit, Phil. Susanto, S. Komunikasi Massa. Bandung: Angkasa Offset. 1982.
Comments