Kontrak Dagang



PERJANJIAN JUAL BELI BARANG[1]
Pada hari ini selasa, tanggal 4 Oktober 2011 ditandatangani perjanjian jual-beli antara:

Nama                           : Maman Rahman
Umur                           : 41 Tahun
Pekerjaan/jabatan        : Wiraswasta/Ketua CV. Anugerah Cabang Cianjur
Alamat                         : Jalan Suryalaya No. 16 Cianjur

Dalam hal ini bertindak berdasarkan surat kuasa khusus bermaterai cukup, bertindak untuk dan atas nama Andi selaku Direktur CV. Anugerah, alamat di Jalan Senopati No. 75 Jakarta.
Selanjutnya disebut Pihak Pertama.

DAN

Nama                           : Hengki Rahmala Damanik
Jabatan                         : Ketua Koperasi Usaha Bersama Tani Makmur Cianjur
Alamat                          : Jalan HOS Cokroaminoto 209 Cianjur

Dalam hal ini bertindak dalam jabatannya, dari dank arena itu untuk dan atas nama Koperasi Usaha Bersama Tani Makur. Selanjutnya disebut sebagai Pihak Kedua.

Para pihak terlebih dahulu menerangkan:
1.      Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah cakap melakukan perbuatan hukum dan terikat dala perjanjian jual-beli ini;

2.      Pihak Pertama bermaksud untuk menjual 5 (lima) unit traktor dan 3 (tiga) unit alat penggiling beras;
3.      Pihak Kedua bermaksud untuk membeli 5 (lima) unit traktor dan 3 (unit) alat penggiling beras tersebut;
4.      Harga yang telah disepakati antara Pihak Pertaa dan Pihak Kedua untuk traktor tersebut adalah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk setiap unit traktor;

5.      Harga yang telah disepakati antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua untuk alat penggiling beras tersebut sebesar Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah);

6.      Harga keseluruhan untuk 5 (unit) traktor tersebut sebesar Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
7.      Harga keseluruhan untuk 3 (tiga) unit alat penggiling beras tersebut sebesar Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah);

8.      Pihak Pertama dan Pihak Kedua telah sepakat melakukan jual-beli, dengan kedudukan pihak pertama sebagai Penjual dan Pihak Kedua sebagai Pembeli;

9.      Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat untuk meniangkan kesepakatan jual-beli tersebut kedalam sebuah akta perjanjian jual-beli.

Berdasarkan  hal-hal tersebut di atas, para pihak tersebut sepakat untuk mengadakan perjanjian jual-beli dengan ketentuan sebagai berikut:
Pasal 1
KETENTUAN UMUM
Dalam perjanjian ini yang dimaksud dengan:
1.      Barang, adalah objek dari perjanjian jual-beli ini berupa 5 (lima) unit traktor dan 3 (tiga) unit alat penggiling beras:
2.      Traktor, adalah kendaraan yang dijalankan dengan bensin atau motor diesel, dipakai untuk menarik benda yang berat atau membajak (merattakan) tanah;
3.      Alat penggiling beras, adalah alat untuk menggiling (meluatkan, mengupas) padi menjadi beras;
4.      Harga, adalah nilai barang dalam satuan rupiah;
5.      Penyerahan barang, penyerahan barang dalam perjanjian jual-beli ini adalah penyerahan secara nyata dan ditujukan untuk memindahkan hak milik.

Pasal 2
JENIS BARANG
1.      Barang yang enjadi objek dalam perjanjian jual-beli ini adalah 5 (unit)
traktor. Dengan spesifikasi:
a.       Jenis barang                       : Mini Traktor KRT 140
b.      Penggerak                                     : Mesin Diesel KUBOTA KRT 140
c.       Berat Traktor                     : 635 kg (dengan mesin)
d.      Tahun Pembuatan             : 2010
2.      Barang yang enjadi objek dalam perjanjian jual-beli ini adalah 3 (unit) alat penggiling beras. Dengan ketentuan barang:
a.       Jenis barang                       : Mesin penggiling
b.      Merek barang                    : Yanmar
c.       Tahun pebuatan                 : 2010

Pasal 3
HARGA BARANG
Harga barang yang telah disepakati oleh kedua belah pihak adalah sebagai berikut:
a.       1 (satu) unit traktor, harga Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah)/ unit;
b.      Total harga 5 (lima) unit traktor adalah Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah);
c.       1 (satu) unit alat penggiling beras, harga Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)/unit;
d.      Total harga 3 (tiga) unit alat penggiling beras adalah Rp.150.000.000,- (seratus lima puluh juta rupiah).

Pasal 4
TATA CARA PEMBAYARAN
Kedua belah pihak telah sepakat bahwa pembayaran barang dalam perjanjian jual-beli ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
a.       Tahap pertama pembayaran dilakukan pada saat penandatanganan perjanjian jual-beli, sebesar 50% dari total harga keseluruhan, sehingga pembayaran tahap pertama sebesar Rp.325.000.000,- (tiga ratus dua puluh lima juta rupiah);
b.      Tahap kedua pembayaran dilakukan saat penyerahan barang. Pembayaran tahap kedua berjulah Rp.325.000.000,- (tiga ratus dua puluh lima juta rupiah).

Pasal 5
ALAT PEMBAYARAN
Pembayaran dalam perjanjian jual-beli ini sebagaiana dimaksud di dalam pasal 4 dilakukan dengan cara transfer ke Bank BNI 46 cabang Cianjur dengan Nomor Rekening 08-17986-183175 atas nama Maman Rahman.


Pasal 6
PENGIRIMAN DAN PENYERAHAN BARANG
Pengiriman dan penyerahan barang oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
1.      Tahap pertama pengiriman dan penyerahan barang dilakukan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua pada tanggal ditandatanganinya perjanjian jual-beli ini. Sebanyak 3 (tiga) unit traktor dan 1 (satu) unit alat penggiling beras;
2.      Tahap kedua pengiriman dan penyerahan barang dilakukan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua pada tanggal dilunasinya pembayaran tahap kedua. Sebanyak 2 (dua) unit traktor dan 2 (dua) unit alat penggiling beras;
3.      Biaya pengirian barang dari tempat Pihak Pertama ke Tempat Pihak Kedua ditanggung oleh Pihak Kedua, dengan kata lain harga barang yang dimaksudkan  dalam perjanjian ini belu termasuk biaya pengiriman di dalamnya;
4.      Penyerahan barang dilakukan di tempat Pihak Kedua, yaitu di Jalan HOS Cokroaminoto No.209 Cianjur.

Pasal 7
HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK
1.      Pihak Pertama  memiliki hak sebagai berikut:
a.       Menerima pembayaran dari Pihak Kedua sesuai dengan harga yang telah disepakati;
b.      Menerima pembayaran dari Pihak Kedua pada waktu dan tempat sesuai yang telah diperjanjikan.
2.      Pihak Pertama memilliki kewajiban sebagai:
a.       Melakukan pengiriman dan penyerahan barang kepada Pihak Kedua sesuai yang diperjanjikan;
b.      Melakukan pengiriman dan penyerahan barang kepada Pihak Kedua pada waktu dan tempat sesuai yang sesuai diperjanjikan.
3.      Pihak Kedua memilika hak sebagai berikut:
a.       Menerima barang sesuai dengan yang diperjanjikan;
b.      Menerima barang pada waktu dan tempat sesuai dengan yang diperjanjikan.
4.      Pihak Kedua memiliki kewajiban sebagai berikut:
a.       Elakukan pembayaran atas harga barang kepada Pihak Pertama sesuai dengan harga barang yang telah disepakati;
b.      Melakukan pembayaran atas harga barang kepad Pihak Pertama pada waktu dan tempat sesuai yang diperjanjikan.

Pasal 8
RISIKO
Selama barang belum diserahkan oleh Pihak Pertama kepada Pihak Kedua, maka segala risiko atas rusak, hilang dan musnahnya barang menjadi tanggung jawab penuh dari Pihak Pertama.

Pasal 9
WANPRESTASI
1.      Apabila Pihak Pertama tidak atau kurang menyerahkan barang yang diperjanjikan dengan Pihak Kedua, atau menyerahkan barang yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, maka Pihak Kedua berhak membatalkan perjanjian ini dan menuntut ganti rugi atas pembatalan perjanjian dan segala biaya yang telah dikeluarkan oleh Pihak Kedua.
2.      Apabila Pihak Kedua tidak membayar atau kurang bayar atas barang yang telah diserahkan oleh Pihak Pertama atau lewat waktu dari waktu yang telah diperjanjikan, aka Pihak Pertama berhak membatalkan perjanjian ini dan menuntut ganti rugi atas pembatalan perjanjian dan segala biaya yang telah dikeluarkan oleh Pihak Pertama.

Pasal 10
PENYELESAIAN SENGKETA
Apabila terjadi sengketa antara Pihak Pertama dan Pihak Kedua yang berkaitan dengan isi perjanjian ini, maupun pelaksanaan dari perjanjian ini maka Para Pihak berusaha terlebih dahulu semaksimal mungkin untuk menyelesaikan sengketa dengan jalur musyawarah secara kekeluargaan, dan apabila tidak mencapai kata mufakat antara kedua belah pihak dalam musyawarah, aka kedua belah pihak sepakat untuk menyelesaikan sengketa tersebut melalui jalur Litigasi di Pengadilan Negeri Cianjur.
Demikianlah perjanjian ini dibuat rangkap 2 dan bermaterai cukup yang berkekuatan hukum yang sama untuk masing-masing pihak, serta berlaku sejak perjanjian ini ditandatangani oleh para pihak dan saksi-saksi.



Cianjur, 4 Oktober 2011
PIHAK PERTAMA                                                                                       PIHAK KEDUA


Maman Rahman                                                                                  Hengki Rahmala Damanik
Saksi-saksi


Mahendra                                                                                                                                Mario

ANALISIS
Seperti pada umumnya, yakni aktivitas perjanjian atau perikatan ditetapkan pada buku III BW,  perikatan adalah terjadinya sebuah kesepakatan untuk mengikat antara yang satu dengan yang lain dalam bidang harta kekayaan, yang tentu saja menimbulkan hubungan hukum secara timbal balik secara hak dan kewajiban antara pihak-pihak yang terkait dalam perikatan tersebut.

Asas-asas yang terkandung dalam surat perjanjian diatas adalah sebagai berikut.
1.      Asas Kebebasan Berkontrak
Berdasarkan asa ini, para pihak berhak menentukan apa saja yang ingin mereka sepakati, sekaligus untuk menentukan apa yang tidak ingin dicantumkan di dalam isi perjanjian, tetapi bukan berarti tanpa batas. Dalam KUHPerdata, asas kebebasan berkontrak ini diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang dirumuskan sebagai:
(a)    Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya;
(b)   Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu;
(c)    Persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan iktikad baik.

2.      Asas Konsensualitas.
Suatu perjanjian timbul apabila telah ada konsensus atau persesuaian kehendak antara para pihak. Dengan kata lain, sebelum tercapainya kata sepakat, perjanjian tidak mengikat. Konsensus tersebut tidak perlu ditaati apabila salah satu pihak menggunakan paksaan, penipuan ataupun terdapat kekeliruan akan objek kontrak.

3.      Asas Kebiasaan.
Suatu perjanjian tidak mengikat hanya untuk hal-hal yang diatur secara tegas saja dalam peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan sebagainya, tetapi juga hal-hal yang menjadi kebiasaan yang diikuti masyarakat umum. Jadi, sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan. Dengan kata lain, hal-hal yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam dimasukan dalam persetujuan meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. (Pasal 1339 BW).[2]



4.      Asas Peralihan Resiko.
Dalam sistem hukum Indonesia, beralihnya suatu resiko atas kerugian yang timbul merupakan suatu prinsip yang berlaku untuk jenis-jenis perjanjian tertentu seperti pada persetujuan jual beli, tukar menukar, pinjam pakai, sewa menyewa, pemborongan pekerjaan, dan lain sebagainya, walaupun tidak perlu dicantumkan dalam perjanjian yang bersangkutan. Meskipun demikian, para pihak boleh mengaturnya sendiri mengenai peralihan resiko itu, sepanjang tidak bertentangan dengan undang undang, kesusilaan, dan ketertiban umum.

5.      Asas Ganti kerugian.
Penentuan ganti kerugian merupakan tugas para pembuat perjanjian untuk memberikan maknanya serta batasan ganti kerugian tersebut karena prinsip ganti rugi dalam sistem hukum Indonesia mungkin berbeda dengan prinsip ganti kerugian menurut sistem hukum asing. Dalam KUHPerdata Indonesia, prinsip ganti kerugian ini diatur dalam pasal 1365, yang menentukan; “Setiap perbuatan melanggar hukum yang menmbawa kerugian kepada seorang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian tersebut.” Dengan demikian, untuk setiap perbuatan yang melawan hukum karena kesalahan mengakibatkan orang lain dirugikan, maka ia harus mengganti kerugian yang diderita orang lain, tetapi harus dibuktikan adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian dimaksud sebab tidak akan ada kerugian jika tidak terdapat hubungan antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh si pelaku dengan timbulnya kerugian tersebut.

6.      Asas Kepatutan (Equity Principle).
Prinsip kepatutan ini menghendaki bahwa apa saja yang akan dituangkan di dalam naskah suatu perjanjian harus memperhatikan prinsip kepatutan  (kelayakan/ seimbang), sebab melalui tolak ukur kelayakan ini hubungan hukum yang ditimbulkan oleh suatu persetujuan itu ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat (KUH-Perdata: pasal 1339). Dengan begitu, setiap persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara tegas dimuat dalam naskah perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat persetujuan diharuskan oleh “kepatutan”, kebiasaan atau undang undang.

7.      Asas Ketepatan Waktu.
Setiap kontrak, apapun bentuknya harus memiliki batas waktu berakhirnya, yang sekaligus merupakan unsur kepastian pelaksanaan suatu prestasi (obyek kontrak). Prinsip ini sangatlah penting dalam kontrak-kontrak tertentu, misalnya kontrak-kontrak yang berhubungan dengan proyek konstruksi dan proyek keuangan, di mana setiap kegiatan yang telah disepakati harus diselesaikan tepat waktu. Prinsip ini penting untuk menetapkan batas waktu berakhirnya suatu kontrak. Dalam setiap naskah kontrak harus dimuat secara tegas batas waktu pelaksanaan kontrak. Jika prestasi tidak dilaksanakan sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati, salah satu pihak telah wanprestasi atau telah melakukan cidera janji yang menjadikan pihak lainnya berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi ataupun ganti kerugian.



8.      Asas Keadaan darurat (Force Majeure).
Force majeure principle ini merupakan salah satu prinsip yang sangat penting dicantumkan dalam setiap naskah kontrak, baik yang berskala nasional, regional, maupun kontrak internasional. Hal ini penting untuk mengantisipasi situasi dan kondisi yang melingkupi objek kontrak. Jika tidak dimuat dalam naskah suatu kontrak, maka bila terjadi hal-hal yang berada di luar kemampuan manusia, misalnya gempa bumi, banjir, angin topan, gunung meletus, dan lain sebagainya, siapa yang bertanggung jawab atas semua kerugian yang ditimbulkan oleh bencana alam tersebut.
Didalam asas-asas diatas mengaitkan hak dan kewajiban yang harus dipenuhi antara pihak pertama dan pihak kedua dalam melakukan perikatan tersebut, karena dalam konteks ini perjanjian dilakukan antara Pihak Pertama sebagai penjual dan Pihak Kedua sebagai Pembeli, mulai dari teknis pembelian, harga yang telah disepakati, teknis pembayaran, sampai kemungkinan-kemungkinan yang akan dijumpai dalam perjanjian tersebut. Diadakannya surat perjanjian seperti ini yakni, untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan adanya sifat keterbukaan diantara kedua belah pihak dalam melakukan perjanjian atau perikatan.
Dan yang perlu digaris bawahi disini adalah semua hal diatas diatur oleh Undang-Undang dan berlaku sampai perikatan diantara pihak-pihak yang terkait tersebut selesai.


[2] Sudargo Gautama, Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional, PT. Alumni, Bandung, 1985;

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki