Memahami Audiens Media 2
Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan Rahmat, Inayah, Taufik dan Hidayahnya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini dalam bentuk maupun
isinya yang sangat sederhana. Semoga makalah ini dapat dipergunakan sebagai
salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca dalam “Memahami Audiens
Sebagai Media”.
Harapan kami semoga
makalah ini membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca,
sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga
kedepannya dapat lebih baik.
Makalah ini kami akui
masih banyak kekurangan karena pengalaman yang kami miliki sangat kurang. Oleh
kerena itu kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.
Surabaya,
07 April 2012
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Audiens istilah yang familiar dan sering digunakan, tetapi
seringkali sebenarnya membicarakan hal yang berbeda.[1]
Pada awalnya,
sebelum media massa ada, audiens adalah sekumpulan penonton drama, permainan
dan tontonan. Setelah ada kegiatan komunikasi massa, audiens sering diartikan
sebagai penerima pesan-pesan media massa.[2]
McQuail mencoba untuk menetralisasi ungkapan istilah
audiens untuk menyebut kelompok yang menjadi ‘receivers’ di dalam
proses berantai di dalam model komunikasi. Meskipun sebenarnya ketika
membicarakan audiens, maka obyeknya sangatlah abstrak dan pro-kon. Audiens itu
berada dimana-mana dan tidak mempunyai tempat yang real, kecuali di dalam
analisis discourse yang terus mengamati perbedaan dan perubahan secara terus
menerus.
Audiens baik sebagai produk dalam konteks social maupun
sebagai sebuah pola respon media yang teratur, selalu mencerminkan suatu
kelompok kategoris social dan warga di suatu tempat, berkaitan dengan pola
penggunaan media (media use) yang sebenarnya mencerminkan pola penggunaan
waktu, ketersediaan media, gaya hidup dan kehidupannya (warga dan atau kelompok
masyarakat) yang rutin. Oleh karena itu audiens bisa dimaksudkan secara
berbeda-beda: by place (seperti media local), by people (ketika sebuah
media dicirikan oleh kategori kelompok usia, gender, aliran politik dan
pendapatan), dalam konteks keterkaitan dengan didasarkan atas medium dan
channel (kombinasi teknologi dan organisasi), dilihat dari aspek sebagai konten
pesannya (sesuatu hal dan gaya hidup), by time (ketika membicarakan masalah
waktu daytime dan primetime, atau perbandingan ketersediaan waktu dan
daya tahan mengikuti kerja media).
Konsep tentang audiens memang berkembang terus. Audiens ada
yang tercipta karena respon masyarakat terhadap isi media yang sampaikan.
Audiens juga tercipta karena ada kesengajaan media massa untuk melayani
sejumlah individu atau kelompok audiens yang tersebar di masyarakat. Dengan
pola terbentuknya audiens seperti itu, maka secara teoritis terjadi proses yang
menyatukan kelompok masyarakat menjadi suatu audience, ada juga yang di pecah
menjadi kelompok-kelompok yang mempunyai kecenderungan yang sama.[3]
Sehingga ada yang teridentifikasi menjadi audiens sebagai
grup atau publik, ketika media local bisa eksis menjadi saluran media bagi
masyarakat setempat, sehingga mempunyai identifikasi karakteristik yang serupa,
ada kesempatan interaksi antar audiens maupun dengan komunikatornya.
- Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
memahami audiens sebagai media pasar?
2.
Bagaimana
kandungan kelompok dalam audiens?
3.
Bagaimana
sejarah kelembagaan pasar dalam audiens media?
4.
Bagaimana
manajemen pasar?
5.
Bagaimana
memahami hal-hal yang diinginkan audiens?
- Tujuan
a.
Mengetahui
cara memahami audiens sebagai pasar
b.
Mengetahui
kandungan kelompok dalam audiens
c.
Mengetahui
sejarah kelembagaan audiens
d.
Mengetahui
manajemen pasar
e.
Mengetahui
hal-hal yang diinginkan audiens
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Audiens Sebagai Pasar
Meskipun
perkembangan kebudayaan menimbulkan audiens asli dan perkembangan politik menimbulkan
konsep tentang publik, yang menimbulkan konsep “Audiens sebagai pasar” adalah perkembangan ekonomi pada abad
terakhir. Produk media merupakan komoditi atau jasa yang ditawarkan untuk
dijual kepada sekumpulan konsumen tertentu yang potensial, yang bersaing dengan
produk media lainnya. Calon konsumen atau konsumen sebenarnya dapat diacu
sebagai pasar di Amerika Serikat, di mana media hampir seluruhnya komersial,
merupakan hal yang biasa, bahkan dalam konteks akademi, mengacu calon audiens
sebagai pasar, yang adakalanya menunjukkan bidang populasi spesifik, dan menunjukkan
sekumpulan populasi yang dicirikan dengan cara tertentu lainnya (misalnya
wanita muda, petani atau pegolf).
Audiens
dipandang memiliki signifikansi rangkap bagi media, sebagai perangkat calon
konsumen produk dan sebagai audiens jenis iklan tertentu, yang merupakan sumber
pendapatan media penting lainnya.
Dengan demikian,
pasar bagi produk media juga mungkin merupakan pasar bagi produk lainnya, untuk
mana media akan menjadi wahana iklan dan sarana pengantaraan calon pelanggan
produk lain. Meskipun media komersial perlu memandang audiensnya sebagai pasar
dalam kedua arti itu dan adakalanya mencirikan audiens tertentu dalam
hubungannya dengan gaya hidup dan pola konsumsi, ada sejumlah konsekuensi
pendekatan ini terhadap cara memandang audiens.[4]
Pertama,
pendekatan tersebut merinci hubungan antara media dengan audiensnya sebagai
hubungan konsumen-produsen. Kedua, pendekatan ini kurang menekankan hubungan
sosial audiens yang bersifat intern: yaitu sekumpulan individu dan konsumen
yang sederajat yang berbagai ciri demografi atau budaya tertentu.
Perkembangan
pendekatan hubungan sosial dengan studi audiens dan relevansi kepemimpinan
opini dengan keputusan konsumsi telah memodifikasi konsep pemikiran pasar ini,
tetapi sebagian konsep tersebut masih tetap dianut.
Ketiga,
karakteristik audiens yang paling relevan dengan cara berfikir ini adalah
social-ekonomi dan stratifikasi sosial audiens selamanya telah menuntut
perhatian yang tidak semestinya.
Keempat, dari
perspektif pasar, fakta penting tentang audiens adalah prilaku pemerhatian
mereka, yang terutama terungkap dalam tindakan pembelian atau pilihan pemirsa
atau pendengar.
Untuk
mengikhtisarkan, kita dapat mendefinisikan audiens sebagai pasar, sebagai sekumpulan
calon konsumen dengan profil sosial-ekonomi yang diketahui yang merupakan sasaran
suatu medium atau pesan. Ada keserupaannya
dengan konsep massa, karena pasar yang terbesar
(seluruh populasi) akan mengandung cirri massa,
tetapi pemikiran pasar jauh lebih memperhatikan diferensiasi di dalam
keseluruhan audiens yang tersedia dan menyangkut upaya mempertemukan produk
media dengan kebutuhan dan minat penerima.
Dalam pemikiran
pasar, ada juga perhatian terhadap selera dan proferensi budaya dan terhadap
jumlah atau criteria sosial budaya semata. Di antara semua konsep audiens
tersebut, kesenjangan paling luas terletak antara pasar dan publik, karena
keduanya sangat berbeda dalam hal asal audiens masing-masing, kadar dan jenis
jatidiri dan aktivitas audiens, serta tujuan dan fungsi komunikasi.
1. Tipologi
Formasi Audiens
Masyarakat sebagai
sumber
|
Media sebagai sumber
|
||
I. Publik atau keanggotaan kelompok social yang
ada (Kelompok atau Publik).
|
II. Kebutuhan atau tujuan individual
yang timbul dalam pengalaman sosial (Kelompok Kepuasan).
|
III. Isi (Kelompok Penggemar atau
Budaya Cita Rasa)
|
IV. Saluran atau Medium
(Audiens Medium)
|
Apa yang
disarankan dalam skema ini pada dasarnya adalah bahwa suatu audiens
pertama-tama akan termasuk pada salah satu subkategori ini, yang dapat
dikarakterisasikan lebih lanjut sebagai berikut:
I. Kelompok atau Publik
Sejalan dengan suatu
pengelompokan social yang ada (misalnya, komunitas, keanggotaan minoritas
politis, religius, atau etnis) dan dengan karakteristik sosial bersama dari
tempat, kelas sosial, politik, budaya, dan sebagainya.
I.
Kelompok Kepuasan
Terbentuk atas dasar tujuan
atau kebutuhan individu tertentu yang ada terlepas dari media, tetapi berkaitan
misalnya dengan issu politik atau sosial, jadi suatu kebutuhan umum akan
informasi atau akan kepuasan emosional dan afeksi tertentu.
II.
Kelompok
penggemar atau budaya cita rasa
Terbentuk atas dasar
minat pada jenis isi (atau gaya)
atau daya tarik tertentu akan kepribadian tertentu atau cita rasa
budaya/intelektual tertentu.
IV.
Audiens medium
Berasal dari dan
dipertahankan oleh kebiasaan atau loyalitas pada sumber media tertentu –
misalnya surat
kabar, majalah, saluran radio atau televisi.[5]
Tipe
pertama sangat cocok denagn konsep audiens sebagai public yang sudah
dijelaskan, mungkin sekali terdapat beberapa ikatan normative diantara audiens
dan sumber didalam audiens, mungin interaksi dan kesadaran identitas serta
tujuan tertentu. Audiens lebih stabil sepanjang waktu dari pada tipe audiens
yang lai. Para anggota bertahan lama, tanggap
terhadap, dan memiliki partisipasi tertentu dalam apa yang ditawarkan.
Tipe yang kedua,
yang didasarkan pada kebutuhan atau tujuan tertentu, juga homogen dilihat dari
segi komposisinya aktif dalam mengungkapkan permintaan yang membentuk
penawaran, dan juga selektif. Akan tetapi, audiens tipe ini bukanlah kelompok
social tetapi kumpulan individu-individu yang terwujud dalam perilaku konsumen.
Tipe yang
ketiga, terdiri dari kelopmpok penggemaratau pengikut pengarang, kepribadian, gaya, tetapi tidak
memiliki suatu definisi atau kategorisasi social yang jelas. Manipulasi cinta
dan jenis ini lazimdan sering secara aktif dikaitkan dengan perdagangan produk
yang berkaitan dengan citra, karakter, tema dan lain-lain dari media.
Ada
banyak contoh saluran atau audiens medium, dan loyalitas pada saluran juga
didorong oleh media karena alasan
komersial. Apakah terbentuk secara spontan atau oleh manipulasi, loyalitas
seperti itu dapat memberi bebrapa karkteristik public atau kelompok social pada
jenis audiens ini, stabilitas, batas-batas, kesadaran identitas. Anggotanya
umumnya adalah pelanggan produk media yang dibicarakan atau produk lain yang di
iklankan oleh media tersebut.
Audiens yang
berasal dari masyarakat mungkin membutuhkan metode yang lebih kualitatif dan
intensif dan studi konteks sosial politis yang lebih banyak. Hubungan yang
jelas ada diantara diferensiasi audiens dan pembedayaan yang dibuat sebelumnya
dalam buku ini diantara model-model komunikasi, karena audiens sebagai konsep
public (Tipe 1) cocok dengan model komunikasi, sedangkan tipe audiens yang
berasal dari media lebih sebagai penampilan kepuasan dan model
peraga-perhatian.
B. Kandungan Kelompok dalam Audiens
Dalam membahas
alternatif konsepsi audiens yang bergantung pada cara pandang kita tentang
audiens, apakah sebagai kumpulan atau kelompok sosial, dan sebagian bergantung
pada fakta kasusnya, sebagian audiens memang memiliki karakter kelompok dan
sebagian yang lain tidak lebih dari sekedar kumpulan.
Dalam praktik
terdapat kontinum dengan ‘massa’
pada ujung yang satu dan ‘kelompok kecil yang sangat erat’ pada ujung yang
lain, dan disekitar itu dapat ditempatkan audiens yang sesungguhnya. Akan
tetapi, masih ada yang perlu dikemukakan sebelum audiens dapat diidentifikasi
sedemikian rupa dan tujuan pembahasan berikut adalah mempertimbangkan beberapa
teori dan bukti yang dapat membantu menempatkan audiens menurut kadar sejauh
mana mereka memiliki kandungan seperti kelompok.
Banyak upaya
sosiologis yang telah dilakukan untuk mempelajari kandungan kelompok dan Ennis
(1961) menyediakan titik tolak yang berguna bagi studi audiens sebagai kelompok
dengan mengajukan criteria utama yang perlu diterapkan (berdasarkan Merton,
1957). Ennis membedakan kandungan ‘batas’ dari kandungan ‘struktur intern’.
Yang disebut kemudian itulah yang paling ditekankan disini, karena pertanyaan
tentang batas audiens biasanya dapat dijawab secara empiris dan persoalannya yang
utama telah dibahas. Apabila audiens kurang lebih berkaitan dengan kelompok
yang ada; publik, keanggotaan partai, kelompok minoritas, perhimpunan,
masyarakat, dan sebagainya. Ia mengandung karakteristik kolektifitas seperti
kelompok dalam pertanyaan tentang ’kualifikasi’ keanggotaan, ukuran, kadar
keterlibatan, stabiliatas, lokasi dn sebagainya. Ini juga mengingatkan kita
bahwa audiens media dapat memiliki kandungan batas yang dimiliki kelompok dan
mungkin dapat mendorong pembentukan kelompok.[6]
Adakalanya
audiens memang sesuai dengan batasan kelompok demografi (seperti kelompok usia)
dan dapat menunjukkan kandungan kelompok lain, seperti perasaan identitas
dengan budaya usia dengan teman sebaya.
Karena penggunaan
media local dikaitkan dengan keterkaitannya dengan suatu masyarakat, adakalanya
dikemukakan bahwa pengenalan media local baru dapat membantu penguatan
solidaritas kebertetanggaan dan memberikan identitas tertentu yang langgeng.
Juga jelas bahwa media seringkali menimbulkan subkumpulan ‘penggemar’ yang
mungkin cukup terorganisasi untuk mengenal dan berinteraksi satu sama lain. Hal
ini mendorong kita untuk mempertimbangkan perangkat kandungan kedua, yaituyang
berkaitan dengan struktur intern, dan disini secara khusus Ennis menyebutkan
tiga hal: kadar perbedaan sosial; kadar interaksi; dan eksistensi sistem
pengendalian normatif. Dengan sedikit ‘menguraikannya’, ketiga hal itu masih
dapat dimanfaatkan sebagai judul pembahasan karaktr sosial dalam audiens.
Sarana lain untuk mengaplikasikan kelompok kepada
komunikasi massa adalah melalui ‘segmentasi
audiensi’ (audience segmentation). Teknik ini aslinya dikembangkan oleh
pemasang iklan, yang menyebutnya sebagai ‘segmentasi
pasar’ (market segmentation).
Dengan melakukan segmentasi pasar, atau membaginya menjadi kelompok-kelompok,
pemasang iklan dapat merencanakan strategi komunikasi yang berbeda-beda untuk
masing-masing kelompok.
Kelompok-kelompok yang ditargetkan oleh pemasang
iklan sering kali adalah kelompok-kelompok yang diidentifikasi dengan gaya
hidup. Keputusan penentuan acara televisi juga sering dipengaruhi oleh gagasan
segmentasi audiensi. Apabila acara televisi tidak menarik audiensi yang
menyaksikan dengan demografi yang tepat, dan ini biasanya berarti audiensi
dengan pendapatan dan keinginan untuk membeli produk sponsor acara tersebut.[7]
Komunikasi massa ditujukan kepada masa (khalayak).
Karena banyaknya jumlah khalayak dan sangat penting bagi media untuk memberikan
apa yang diingini khalayak. Pesan dari komunikasi masa harus difokuskan pada
pemirsa atau khalayak rata-rata. Dengan cara ini, media dapat merangkul
khalayak sebanyak mungkin.
Tetapi, ini hanya tepat untuk produk-produk tertentu
yang digunakan secara luas dan karenanya hanya untuk program-program tertentu
juga. Media dan para pengiklanan ini makin banyak melakukan riset dan membagi
khalayak masa menjadi target-target tertentu yang lebih kecil dan didefinisikan
secara lebih jelas. Proses segmentasi suatu khalayak yang berjumlah besar (misalnya
khalayak pemirsa televisi) ke dalam kelompok-kelompok kecil secara lebih sempit
(misalnya anak berusia 6-10 tahun, remaja pria) dinamakan demasifikasi oleh kaum akademisi dan segmentasi khalayak oleh
kalangan industry ini (Williams, 1989). Melalui demasifikasi, pengiklanan dapat
mengarahkan imbauan mereka kepada kelompok tertentu yang menjadi target. [8]
C. Sejarah Kelembagaan Media
Salah satu dari
dua faktor utama yang memperhitungkan keseluruhan struktur audiens tertentu
adalah sejarah media, karena media telah tumbuh atas dasar keterkaitannya yang
berturut-turut pada sejumlah kelompok social terbatas dan secara
berangsur-angsur telah memperluas jangkauannya tanpa menutup ‘kesenjangan’
sejarah tertentu dan bahkan telah melembagakan sebagian darinya.
Dengan demikian,
surat kabar harian terutama dikembangkan sebagai
pria kelas menengah yang hidup di daerah perkotaan, yang bekerja di bidang
politik dan bisnis, dan surat
kabar itu masih dapat menarik perhatian kelompok social yang semula dituju. Sebaliknya,
televisi meninjau dari film dan radio serta memapankan dirinya sendiri sebagai
media keluarga dan hiburan yang terutama menarik bagi orang-orang yang paling sering berada di rumah; yaitu
kaum wanita, anak-anak, dan mereka yang berpenghasilan lebih kecil.
Faktor kedua,
adalah keberhasilan media tertentu, khususnya media cetak, dalam memapankan dan
mempertahankan identitas atau ‘daya tarik’ bagi kelompok audiens tertentu,
khususnya media cetak.
Teori ini
cenderung menarik bagi media itu sendiri dan jelas sekali merupakan
penjelasan’berorientasi pasok’. Sejarah memainkan peran disini, dalam arti
bahwa pada suatu waktu tertentu jajaran media akan berisi sejumlah judul atau
bentuk isi yang mempertahankan, atau secara berangsur-angsur kehilangan,
audiens yang terbentuk menurut spesifikasi orisinal tertentu. Loyalitas audiens
yang berbeda-beda dan keberuntungan ekonomi yang tidak sama menghablur ke dalam
uraian tentang pola audiens yang menyeluruh dan agak rumit.[9]
D. Manajemen
Pasar
Ini juga
merupakan teori ‘berorientasi pasok’, yang mengacu pada pengaruh iklan terhadap
lembaga media. Media komersial harus menyesuaikan produk mereka dengan pasar
atau konsumen tertentu bagi produk media itu sendiri dan bagi barang lain yang
memanfaatkan media sebagai wahana periklanan.
Dengan demikian,
‘profil’ dan ukuran kepembacaan sangat penting bagi keberhasilan dan kegagalan
dan manajemen pasar bertujuan untuk mengoptimumkan komposisi audiens. Kadar
sejauh mana hal ini telah mempengaruhi struktur pers nasional inggris diuraikan
dengan baik oleh Hirsch dan Gordon (1975)
dan kita lebih baik memandang banyaknya bentuk komposisi audiens sebagai
hasil dari upaya manajemen pasar media, apakah berhasil atau tidak.
E. Hal-Hal
Yang Diinginkan Audiens
Hal ini dapat
diacu sebagi teori ‘perbedaan individu’
dan merupakan salah satu pendekatan yang juga bersangkut paut dengan media itu
sendiri. Pada dasarnya teori ini hanya mengungkapkan bahwa pola komposisi
audiens yang diamati merupakan hasil dari tindakan pilihan individu dalam
jumlah besar, yang masing-masing berpedoman pada selera, minat, kemampuan
intelektual dan kesempatan yang berbeda-beda.
Dalam kondisi
yang persaingan, hukum penawaran dan permintaan seyogyanya menjamin bahwa
secara keseluruhan publik memperoleh apa yang diinginkan.
Teori pragmatis
dan akal sehat ini berpendapat bahwa jenis isi yang berbeda, yang disediakan
berdasarkan penelitian dan pengalaman, akan cenderung menarik audiens dalam
ukuran dan komposisi yang dapat diperkirakan.[10]
BAB
III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Audiens sebagai pasar yaitu konsep
audiens diartikan sebagai konsumen media dan sebagai audiens (penonton,
pembaca, pendengar, atau pemirsa) iklan tertentu. Pendekatan sosial ekonomi
sangat menonjol untuk mengkaji konsep ini. Teori komunikasi
pertama tentang Audiens media timbul dari kesadaran akan pesatnya kemajuan
kehidupan sosial masyarakat di era modern. Fenomena ini di kenal dengan sebutan
“Massa” dan dibedakan dari struktur sosial, terutama kelompok sosial
masyarakatnya.
Audiens Massa sangatlah banyak, heterogen dan
tersebar luas, dan satu sama lain tidak saling mengenal. Ini merupakan
deskripsi dari realitas bahwa mereka terkondisikan atas pandangan dan pemikiran
yang sama akan suatu isu dalam berita atau hiburan yang dikemukakan di media.
Interaksi sosial yang
berkembang dengan bantuan media membantu masyarakat untuk semakin banyak
berinteraksi. Dalam sejarah awal penelitian media, Audience terdiri dari banyak
jaringan hubungan sosial berdasarkan lokalitas dan kepentingan bersama, dan
media massa dimasukkan ke dalam jaringan ini dengan cara yang berbeda.
Teori pragmatis dan
akal sehat ini berpendapat bahwa jenis isi yang berbeda, yang disediakan
berdasarkan penelitian dan pengalaman, akan cenderung menarik audiens dalam
ukuran dan komposisi yang dapat diperkirakan.
Daftar
Pustaka
Devito
Joseph, Komunikasi Antar Manusia, (Jakarta:
Profesional)
McQuail
Dennis, 1987, Mass Communication Theory,
(Jakarta: Erlangga)
Jaluddin
Rahmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya)
Werner
J.Severin, James W.Tankard, Jr., 1996, Teori
Komunikasi,sejarah,metode, dan terapan di dalam media massa, edisi kelima,
(Jakarta: Erlangga)
Nurudin, 2003, Komunikasi Massa,
(Malang: cespur)
heroepoerwadi.wordpress.com/.../pandangan-mcquail-tentang-audien
[1]heroepoerwadi.wordpress.com/.../pandangan-mcquail-tentang-audien
[3]
Nurudin, Komunikasi Massa, (Malang: CESPUR 2003)h.87
[4]
Dennis McQuail, Mass Communication Theory, (Jakarta:
Erlangga 1987)h.205
[5] Ibid.,207
[6] Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia, (Jakarta:
Profesional)h.504-515
[7] Werner J.Severin, James
W.Tankard, Jr., Teori
Komunikasi,sejarah,metode, dan terapan di dalam media massa, edisi kelima,
Erlangga, Jakarta:1996, hal:232
[8] Joseph A.Devito, komunikasi antar manusia, (Jakarta: Professional Book 1998) hal:506
[9] Loc Cit.,219
[10] Ibid,.h.220
Comments