Hakikat Ilmu Komunikasi


Komunikasi sebagai ilmu sudah tidak diragukan lagi, hal ini karena komunikasi telah memenuhi persyaratan sebagai ilmu, yaitu:
a.       Rasional
b.      Empiris
c.       Umum
d.      Akumulatif
Ke empat komponen di atas menjadi dasar pengetahuan ilmiah dari ilmu komunikasi. Jika kita bicara lebih dalam lagi sampai ke hakikat ilmu terutama ilmu komunikasi, maka tidak bisa lepas dari sifat-sifat analitis, kritis dan sintetis.
Kajian secara analitis merupakan upaya untuk mengenal ciri, sifat dan fungsi dari komponen-komponen keilmuan yang diarahkan untuk mengenal esensi yang mendasar yang bersifat kompromi dari berbagai pemikiran yang ada.
Penekanan agar analisis tidak terlepas dari konteks secara keseluruhan membawa kita kepada cara berpikir yang bersifat sintesis di mana setiap komponen yang terpisah disusun menjadi keseluruhan yang menyatu secara keseluruhan.
Di samping analitis dan sintesis, maka pengkajian hakikat keilmuan juga harus bersifat kritis. Pemikiran yang kritis merupakan proses, kegiatan berpikir yang bersifat evaluatif dan dalam menarik kesimpulan terhadap sesuatu setelah mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan objek pikir tersebut. Pengkajian hakikat keilmuan baik secara analitis maupun sintesis harus didasari oleh sifat berpikir kritis ini.
Hakikat Komunikasi
A.    Pengertian Komunikasi
Pentingnya studi komunikasi dikarenakan permasalahan-permasalan yang timbul akibat komunikasi. Manusia tidak bisa hidup sendirian. Ia secara kodrati harus hidup bersama manusia lain, baik demi kelangsungan hidupnya, maupun demi keturunannya.
Dalam pergaulan hidup manusia di mana masing-masing individu satu sama lain beraneka ragam itu terjadi interaksi, saling mempengaruhi demi kepentingan dan keuntungan pribadi masing-masing. Terjadilah saling mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk percakapan .
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
Dalam “bahasa” komunikasi pernyataan dinamakan pesan (message), orang yang menyampaikan pesan disebut komunikator, sedangkan orang yang menerima pesan dinamakan komunikan. Lebih jelasnya, komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan. Jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek, pertama, isi pesan, kedua, lambing (simbol). Konkritnya isi pesan itu adalah pikiran atau perasaan, lambing adalah bahasa.
Pikiran dan perasaan sebagai isi pesan yang disampaikan komunikator kepada komunikan, selalu menyatu secara terpadu; secara teoritis tidak mungkin hanya pikiran saja atau perasaan saja.
Semakin peliknya pergaulan antar manusia dan semakin pentingnya studi terhadap komunikasi itu, disebabkan teknologi, khususnya teknologi komunikasi yang semakin lama semakin canggih. Dewasa ini orang-orang semakin asyik mempelajari ilmu komunikasi oleh karena jika seseorang salah komunikasinya (misscommunication), maka orang yang dijadikan sasaran mengalami salah persepsi, selanjutnya salah interpretasi, kemudian salah pengertian sehingga menimbulkan salah prilaku yang berakibat fatal.
Situasi komunikasi yang semakin pelik itu mengundang pertanyaan yang hakiki yang memerlukan jawaban yang hakiki pula. Apa sebenarnya komunikasi itu? Untuk menjawab pertanyaan yang sederhana tapi dasariah itu, tampaknya kita perlu mengetahui pengertiannya secara etimologis.
Secara etimologis berasal dari bahasa latin “Communicatio”. Istilah ini bersumber dari kata “Communis” yang berarti sama; sama di sini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh komunikator dan diterima oleh komunikan.
Jika tidak terjadi kesamaan makna antara komunikator dan komunikan, dengan perkataan lain komunikan tidak mengerti pesan yang diterimanya. Maka komunikasi tidak terjadi. Dalam artian situasi tidak komunikatif.
Schramm menyatakan bahwa field of experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang amat penting untuk terjadinya komunikasi. Apabila bidang pengalaman komunikator sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancer dan sebaliknya.
Sehubungan dengan itu, kini timbul pertanyaan; bagaimana caranya agar komunikasi terjadi, atau bagaimana tekniknya agar komunikasi yang dilancarkan seorang komunikator berlangsung efektif?     
B.     Proses Komunikasi
Sebelumnya sudah dijelaskan hakikat tentang komunikasi, selanjutnya untuk menjawab pertanyaan di atas, proses komunikasi ditinjau dari dua perspektif, sebagai berikut:
1.      Proses Komunikasi dalam Perspektif psikologis
Proses komunikasi perspektif ini terjadi pada diri komunikator dan komunikan. Ketika seorang komunikator berniat akan menyampaikan pesan kepada komunikan, maka dalam dirinya terjadi suatu proses. Walter Lippman menyebut isi pesan itu “picture in our head”, sedangkan Walter Hagemann menamakannya proses “mengemas” atau “membungkus” pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu dalam bahasa komunikasi yang dinamakan dengan encoding.
Kini giliran komunikan terlibat dalam proses komunikasi intrapersonal. Proses dalam diri komunikan disebut decoding seolah-olahmembuka kemasan atau bungkus pesan yang ia terima dari komunikator. Isi bungkusan tadia adalah pikiran komunikator.
2.      Proses Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis
Proses ini berlangsung ketika komunikator menyampaikan dengan mulut atau lisan, atau tangan kalau tulisan pesannya sampai ditangkap oleh komunikan. Penangkapan pesan dari komunikator kepada komunikan itu dapat dilakukan dengan indera telinga atau indera mata, atau indera-indera lainnya.
Komunikasi dalam perspektif ini kompleks atau rumit, sebab bersifat situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi itu berlangsung. Adakalanya komunikasinya seorang, maka komunikasi dalam situasi seperti itu dinamakan komunikasi interpersonal, dan seterusnya.
Oleh karena jenis-jenis komunikasi yang termasuk komunikasi dalam perspektif mekanis ini sering menimbulkan permasalahan, untuk jelasnya proses komunikasi dalam perspektif ini dapat diklafisikasikan sebagai berikut:
·         Proses komunikasi secara primer
Merupakan  proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan lambing (simbol) sebagai media atau saluran. Lambang ini umumnya bahasa, tetapi dalam situasi-situasi komunikasi tertentu lambang-lambang yang dipergunakan dapat berupa gesture, yakni gerak anggota tubuh, gambar, warna dan lain sebagainya.
·         Proses komunikasi secara sekunder
Merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikator menggunakan media kedua ini karena komunikan yang dijadikan sasaran komunikasinya jauh tempatnya atau banyak jumlahnya.
Komunikasi dalam proses sekunder ini semakin lama semakin efektif dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang semakin canggih.
·         Proses komunikasi secara linear
Istilah linear mengandung arti lurus. Jadi proses linear berarti perjalanan dari satu titik ke titik lain secara lurus. Dalam konteks komunikasi, proses secara linear adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal.
·         Proses komunikasi sirkular
Dalam konteks komunikasi, proses ini berarti terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan kepada komunikator. Oleh karena itu, adakalanya feedback tersebut mengalir dari komunikan ke komunikator itu adalah respons atau tanggapan komunikan terhadap pesan yang ia terima dari komunikator.




C.    Faktor-Faktor penunjang Komunikasi Efektif
Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “the condition of success in communications” yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki.
Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.      Pesan harus dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian komunikan.
2.      Pesan harus menggunakan lambang-lambang tertuju pada pengalaman yang sama antara komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
3.      Pesan harus membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk memperoleh kebutuhan tersebut.
4.      Pesan harus menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi kelompok.
Beberapa lingkup mengenai ilmu komunikasi, seperti berikut ini:
1.      Bidang dalam komunikasi
a.       Komunikasi sosial
b.      Komunikasi organisasi
c.       Komunikasi bisnis
d.      Komunikasi politik
e.       Komunikasi internasional
f.       Komunikasi antar budaya
g.      Komunikasi pembangunan
2.      Sifat Komunikasi
a.       Komunikasi verbal (lisan dan tulisan)
b.      Komunikasi non verbal (gambar dan gesture)
c.       Komunikasi tatap muka
d.      Komunikasi bermedia
3.      Tatanan Komunikasi
a.       Komunikasi pribadi (interpersonal dan antarpersonal)
b.      Komunikasi kelompok
c.       Komunikasi massa
d.      Komunikasi media
4.      Tujuan Komunikasi
a.       Mengubah sikap
b.      Mengubah opini
c.       Mengubah prilaku
d.      Mengubah masyarakat
5.      Fungsi Komunikasi
a.       Memberi informasi
b.      Mendidik
c.       mempengaruhi
6.      Teknik Komunikasi
a.       Komunikasi informative
b.      Komunikasi persuasive
c.       Komunikasi instruktif
d.      Komunikasi koesif
7.      Metode komunikasi
a.       Jurnalistik
b.      Hubungan masyarakat
c.       Periklanan
d.      Propaganda, dll.

Asumsi Ontologi dalam Ilmu Komunikasi
            Sebenarnya manfaat apa yang dapat kita peroleh dari mempelajari filsafat, khususnya di sini adalah filsafat ilmu, dan lebih spesifik lagi filsafat ilmu komunikasi. Pertanyaan mengenai “manfaat” tentu saja meminta jawaban yang praktis sifatnya. Jawaban yang sifatnya praktis ini tidak akan dapat diperoleh ketika belajar filsafat. Mengharap efek material tertentu dari filsafat tampaknya tidak pada tempatnya.
            Namun, krisis yang menimpa masyarakat modern, sebagaimana yang telah sering dikritisi oleh para pemikir mahzab Frankfurt, telah menjadi penanda signifikansi filsafat. Sebagaimana yang dilontarkan oleh Max Horkheimer, masyarakat modern sudah terlanjur menjadi suatu sistem yang tertutup dan total, artinya orang dalam setiap situasi dan hal apapun mau tidak mau harus mematuhi hukum dan sistem main yang berlaku, padahal dulu sistem dibuat manusia, total karena semua segi kehidupan individual maupun sosial sudah ditentukan oleh masyarakat sendiri (Sindhunata, 1983:96).  Inilah yang disebut oleh Georg Lukacs sebagai reifikasi (pembendaan), yaitu suatu kondisi ketika manusia tidak lagi menjadi subyek melainkan telah berganti menjadi objek (johnson, 1984:11).
            Jurgen Habermas menambahkan bahwa krisis ini terjadi karena paradigma yang berkembang dalam tradisi ilmu-ilmu sosial dalah paradigma kerja yang berasal dari tradisi ilmu-ilmu alam. Habermas menawarkan praksis komunikatif yang berparadigma komunikasi untuk memecahkan krisis ini (Hardiman, 2003:29).
Hakikat Filsafat Komunikasi
Proses komunikasi dapat dilihat dalam dua perspektif besar, yaitu perspektif psikologis dan mekanis. Perspektif psikologis dalam proses komunikasi hendak memperlihatkan bahwa komunikasi adalah aktivitas psikologis social yang melibatkan komunikator, komunikan, isi pesan, lambing, sifat hubungan, persepsi, proses decoding dan encoding. Perspektif mekanis memperlihatkan bahwa proses komunikasi adalah aktivitas mekanik yang dilakukan oleh komunikator yang sangat bersifat situasional dan kontekstual.
Dari proses komunikasi yang begitu kompleks dan tidak sederhana tersebut, refleksi komunikasi diperlukan untuk mendapatkan perspektif yang lebih luas dan komprehensif. Refleksi proses komunikasi teresbut sering dimasukkan dalam filsafat komunikasi.
Menurut Prof. Onong Uchjana Effendi (2003:321), filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah pemahaman (verstehen) secara mendalam, fundamental, metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan komprehensif teori dan proses komunikasi yang meliputisegala dimensi menurut bidang, sifat, tatanan, tujuan, fungsi, teknik dan metode-metodenya.
Sehingga dengan demikian, bisa dikatakan bahwa filsafat komunikasi adalah ilmu yang mengkaji setiap aspek dari komunikasi dengan menggunakan pendekatan dan metode filsafat sehingga didapatkan penjelasan yang mendasar, utuh, dan sistematis seputar komunikasi.
Pemikiran filsafat komunikasi merupakan pemikiran yang menyatu dengan pemikiran teori komunikasi. Beberapa tokoh yang menjadi pemikir teori komunikasi adalah Richard L. Lanigan, Stephen Littlejohn, Whitney R. Mundt.
Pemikiran Richard L. Lanigan
            Richard L. Lanigan secara khusus membahas analisis filosofis atas proses komunikasi. Filsafat dalam disiplin ilmu komunikasi biasanya meletakkan titik refleksinya pada pertanyaan-pertanyaan:
·         Apa yang aku ketahui? (masalah ontology atau metafisika)
·         Bagaimana aku mengetahuinya? (masalah epistemologi)
·         Apakah aku yakin? (masalah aksiologi)
·         Apakah aku benar? (masalah logika)

a)      Metafisika
Metafisika adalah studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realitas. Dalam metafisika, ada beberapa hal yang direfleksikan. Hal-hal itu adalah sifat manusia dan hubungannya dengan alam, sifat dan fakta kehidupan manusia, problema pilihan manusia, dan soal kebebasan pilihan tindakan manusia. Dalam hubungannya dengan teori komunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-hal berikut:
·     Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita dalam alam semesta.
·     Sifat dan fakta bagi tujuan, prilaku, penyebab dan aturan.
·     Problema pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada prilaku manusia.
Jujun S. Sumantri dalam bukunya “filsafat ilmu” (2005:63) mengatakan bahwa, metafisika merupakan suatu kajian tentang keberadaan zat, pikiran, dan kaitan zat dengan pikiran. Sedangkan mengenai objek metafisika ditegaskan oleh aristoteles, yang mengatakan ada dua, yakni: ada sebagai yang ada dan ada sebagai yang Ilahi. Pendapat aristoteles tersebut dijelaskan oleh Prof.Dr. Delfgaauw dalam karyanya “metafisika” sebagai berikut:
·      Ada sebagai yang ada
Mengenai hal ini ilmu pengetahuan berupaya mengkaji yang ada itu dalam bentuk semurni-murninya, bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh ada dalam arti tidak terkena perubahan. Cirri bahwa yang ada itu sungguh-sungguh ada, ialah dapat diserapnya oleh panca indra. Oleh karena itu, metafisika disebut juga ontology.
·      Ada sebagai yang Ilahi
Hal lain adalah keberadaan yang mutlak, yang sama sekali tidak bergantung pada yang lain. Ini berarti bahwa suatu yang ada adalah yang seumum-umumnya dan yang mutlak, yakni Tuhan. Apabila kita berbicara yang Ilahi berarti kita bertolak dari sesuatu yang pada dasarnya tidak dapat ditangkap oleh panca indra.

b)      Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan pengetahuan manusia. Sementara itu, epistemology lebih merupakan cabang filsafat yang merefleksikan asal-usul, hakikat, dan batasan pengetahuan manusia. Epistemology berkaitan dengan penguasaan pengetahuan dan lebih mendasar lagi berkaitan dengan criteria penilaian atas kebenaran.
Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh yang dalam prosesnya menggunakan metode ilmiah, yaitu: tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang matang dan mapan, sistematik dan logis. Pada dasarnya metode ilmiah dilandasi:
·      Kerangka pemikiran yang logis
·      Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran.
·      Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya secara factual.
Lanigan mengatakan bahwa, prosesnya yang progresif dari kognisi menuju afeksi yang selanjutnya menujukonasi, epistemology berpijak pada salah satu atau lebih teori kebenaran.
c)      Aksiologi
Adalah cabang filsafat yang ingin merefleksikan cara bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan diperoleh. Dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi, Lanigan mengatakan bahwa aksiologi, kategori ke empat dari filsafat, merupakan studi etika dan estetika.
Jelaslah bagaimana pentingnya bagi seorang komunikator ketika ia mengemas pemikirannya sebagai isi pesan dengan bahasa sebagai lambing, untuk terlebih dahulu mempertimbangkan nilai, apakah pesan yang ia komunikasikan etis atau tidak, estetis atau tidak.  
d)      Logika
   Logika adalah cabang filsafat yang menelaah asas dan dasar metode penalaran secara benar dalam hal ini cara berkomunikasi secara lebih baik dan benar. Logika penting dalam berkomunikasi karena pemikiran harus dikomunikasikan dan yang dikomunikasikan merupakan putusan sebagai hasil dari proses berpikir.
   Bahwa logika sangat penting dalam komunikasi, jelas karena suatu pemikiran harus dikomunikasikan kepada orang lain, dan yang dikomunikasikan itu harus merupakan putusan sebagai hasil dari proses berpikir, dalam hal ini berpikir logis.

Pemikiran Stephen W.Little John
            Iittle John menyoroti perbedaan perspektif yang terdapat dalam ilmu komunikasi. Perspektif yang ada dalam ilmu komunikasi dapat berbeda dengan perspektif yang lainnya, mereka tidak hanya berbeda dalam hal pengelompokan akan tetapi mereka dapat juga berbeda dalam hal konsepsi maupun asumsi dasar. Untuk menjelaskan semua perbedaan, maka semua merujuk pada bidang metatheory.
            Metatheory merupakan suatu bidang yang berusaha untuk menggambarkan dan menjelaskan persamaan dan perbedaan teori-teori, secara khusus memusatkan perhatian pada beberapa pertanyaan “apa yang seharusnya diteliti”, “bagaimana seharusnya observasi dilakukan”,”dan bentuk teori apa yang seharusnya digunakan” (Littlejohn,2002::26)
            Isu-isu metateoretis sangat kompleks akan tetapi dapat dikelompokkan dalam tiga tema besar, yaitu: epistemology, ontology, dan aksiologi.

a.      Epistemologi
            Merupakan cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan atau bagaimana seseorang mengetahui apa yang mereka klaim sebagai pengetahuan. Karena keanekaragaman disiplin yang ada dalam studi ilmu komunikasi dan juga akibat perbedaan pemikiran, maka isu-isu epistemologi menjadi penting. Epistemologi pada hakikatnya menyangkut asumsi mengenai hubungan antara peneliti dan yang diteliti dalam proses untuk memperoleh pengetahuan mengenai objek yang diteliti.     
            Merujuk pada pengertian epistemology di atas, maka perbedaan focus dan landasan pikiran suatu perspektif dalam ilmu komunikasi dapat dibedakan berdasarkan standar epistemology. Akan lebih bijak jika setiap ilmuwan komunikasi menguasai berbagai perspektif agar mampu bersifat kritis terhadap perspektif lainnya.
b.      Ontologi
Merupakan cabang filsafat yang berhubungan dengan alam, lebih sempitnya alam benda-benda di mana kita berupaya untuk mengetahuinya. Pada hakikatnya ontology berkaitan dengan asumsi mengenai objek atau realitas social yang diteliti.
Fungsi positif perspektif dapat menyusun teori-teori komunikasi sehingga memudahkan di dalam penggunaan teori-teori komunikasi sesuai dengan fokus dan landasan pikiran.
c.       Aksiologi
            Yakni, cabang filsafat yang mengkaji nilai-nilai. Bagi ilmuwan komunikasi ada tiga persoalan aksiologi, yakni:
·         Apakah teori bebas nilai?
Ilmu yang bersifat klasik menganggap teori dan penelitian bebas nilai. Ilmu pengetahuan bersifat netral, berupaya memperoleh fakta sebagaimana tampak dalam dunia nyata.
·         Sejauh mana pengaruh praktik penelitian terhadap objek yang diteliti?
       Persoalan  aksiologi yang kedua ini berpusat pada pertanyaan apakah para ilmuwan memasuki dan mempengaruhi proses yang sedang diteliti. Titik pandang secara ilmiah secara tradisional menunjukkan bahwa para ilmuwan melakukan pengamatan secara hati-hati.
·         Sejauh mana ilmu berupaya mencapai perubahan social?
Apakah ilmuwan akan objektif atau akan berupaya dengan sadar membantu perubahan social dengan cara-cara yang positif? Banyak ilmuwan menganggap bahwa peranan yang sesuai untuk ilmuwan adalah menghasilkan ilmu.

Pemikiran Whitney R. Mundt
            Whitney R.mundt tidak memperhitungkan filsafat komunikasi sebagai filsafat yang sebenarnya. Filsafat komunikasi menampilkan kekuatan media dan prinsip-fungsi media berikut hubungannya dengan Negara. Mundt dalam filsafatnya menyatakan penjelasan keterpautan pemerintah dengan jurnalistik di mana keseimbangan kekuatan selalu bergeser (Onong: 2003).
            Menurut Mundt, pers terbagi menjadi lima, yakni:
a.       Otoriter, yakni sistem pers di mana ada sensor dan lisensi dari pemerintah. Pemerintah menekan kritik sehingga kekuasaan terpelihara.
b.      Social-otoriter, yakni pers dimiliki oleh pemerintah atau partai pemerintah untuk melengkapi pers guna mencapai tujuan ekonomi nasional dan tujuan filsafati.
c.       Libertarian, yakni ketiadaan pengawasan pemerintah (kecuali undang-undang tentang fitnah dan cabul), untuk menjamin berkembangnya gagasan secara bebas (free market place of ideas).
d.      Social-libertarian, yakni pengawasan pemerintah secara minimal untuk menyumbat saluran-saluran komunikasi dan untuk menjamin semangat operasional dari filsafat libertarian.
e.       Social-sentralis, yakni kepemilikan pemerintah atau lembaga umum dengan saluran komunikasi terbatas untuk menjamin semangat operasional dari filsafat libertarian.






Daftar Pustaka
  • Cangara, Hafied, 1998, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
  • Effendy., Onong Uchjana, 2000, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,  Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.
  • Effendy, Onong Uchyana. 1994. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
  • Littlejohn, Stephen W., 1983, Theories of Human Communication, Columbus –Ohio, Charles E. Merrill  Publishing Company, p. 381-382.
  • Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi, 1984, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES.
  • Vardiansyah, Dani, 2008, filsafat komunikasi suatu pengantar, Jakarta: PT. Indeks.
  • Zamroni, Mohammad, 2009, Filsafat Komunikasi, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki