Hakikat Ilmu Komunikasi
Komunikasi
sebagai ilmu sudah tidak diragukan lagi, hal ini karena komunikasi telah
memenuhi persyaratan sebagai ilmu, yaitu:
a. Rasional
b. Empiris
c. Umum
d. Akumulatif
Ke
empat komponen di atas menjadi dasar pengetahuan ilmiah dari ilmu komunikasi.
Jika kita bicara lebih dalam lagi sampai ke hakikat ilmu terutama ilmu
komunikasi, maka tidak bisa lepas dari sifat-sifat analitis, kritis dan
sintetis.
Kajian
secara analitis merupakan upaya untuk mengenal ciri, sifat dan fungsi dari
komponen-komponen keilmuan yang diarahkan untuk mengenal esensi yang mendasar
yang bersifat kompromi dari berbagai pemikiran yang ada.
Penekanan
agar analisis tidak terlepas dari konteks secara keseluruhan membawa kita
kepada cara berpikir yang bersifat sintesis di mana setiap komponen yang
terpisah disusun menjadi keseluruhan yang menyatu secara keseluruhan.
Di
samping analitis dan sintesis, maka pengkajian hakikat keilmuan juga harus
bersifat kritis. Pemikiran yang kritis merupakan proses, kegiatan berpikir yang
bersifat evaluatif dan dalam menarik kesimpulan terhadap sesuatu setelah
mempertimbangkan kelebihan dan kekurangan objek pikir tersebut. Pengkajian
hakikat keilmuan baik secara analitis maupun sintesis harus didasari oleh sifat
berpikir kritis ini.
Hakikat
Komunikasi
A. Pengertian
Komunikasi
Pentingnya studi komunikasi dikarenakan
permasalahan-permasalan yang timbul akibat
komunikasi. Manusia tidak bisa hidup sendirian. Ia secara kodrati harus
hidup bersama manusia lain, baik demi kelangsungan hidupnya, maupun demi
keturunannya.
Dalam pergaulan hidup manusia di mana masing-masing
individu satu sama lain beraneka ragam itu terjadi interaksi, saling
mempengaruhi demi kepentingan dan keuntungan pribadi masing-masing. Terjadilah
saling mengungkapkan pikiran dan perasaan dalam bentuk percakapan .
Hakikat komunikasi adalah proses pernyataan antar
manusia. Yang dinyatakan itu adalah pikiran atau perasaan seseorang kepada
orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat penyalurnya.
Dalam “bahasa” komunikasi pernyataan dinamakan pesan (message), orang yang menyampaikan pesan
disebut komunikator, sedangkan orang yang menerima pesan dinamakan komunikan.
Lebih jelasnya, komunikasi berarti proses penyampaian pesan oleh komunikator
kepada komunikan. Jika dianalisis pesan komunikasi terdiri dari dua aspek,
pertama, isi pesan, kedua, lambing (simbol). Konkritnya isi pesan itu adalah
pikiran atau perasaan, lambing adalah bahasa.
Pikiran dan perasaan sebagai isi pesan yang
disampaikan komunikator kepada komunikan, selalu menyatu secara terpadu; secara
teoritis tidak mungkin hanya pikiran saja atau perasaan saja.
Semakin peliknya pergaulan antar manusia dan semakin
pentingnya studi terhadap komunikasi itu, disebabkan teknologi, khususnya
teknologi komunikasi yang semakin lama semakin canggih. Dewasa ini orang-orang
semakin asyik mempelajari ilmu komunikasi oleh karena jika seseorang salah
komunikasinya (misscommunication),
maka orang yang dijadikan sasaran mengalami salah persepsi, selanjutnya salah
interpretasi, kemudian salah pengertian sehingga menimbulkan salah prilaku yang
berakibat fatal.
Situasi komunikasi yang semakin pelik itu mengundang
pertanyaan yang hakiki yang memerlukan jawaban yang hakiki pula. Apa sebenarnya
komunikasi itu? Untuk menjawab pertanyaan yang sederhana tapi dasariah itu,
tampaknya kita perlu mengetahui pengertiannya secara etimologis.
Secara etimologis berasal dari bahasa latin “Communicatio”. Istilah ini bersumber dari
kata “Communis” yang berarti sama;
sama di sini maksudnya sama makna atau sama arti. Jadi komunikasi terjadi
apabila terdapat kesamaan makna mengenai suatu pesan yang disampaikan oleh
komunikator dan diterima oleh komunikan.
Jika tidak terjadi kesamaan makna antara komunikator
dan komunikan, dengan perkataan lain komunikan tidak mengerti pesan yang
diterimanya. Maka komunikasi tidak terjadi. Dalam artian situasi tidak
komunikatif.
Schramm menyatakan bahwa field of experience atau bidang pengalaman merupakan faktor yang
amat penting untuk terjadinya komunikasi. Apabila bidang pengalaman komunikator
sama dengan bidang pengalaman komunikan, komunikasi akan berlangsung lancer dan
sebaliknya.
Sehubungan dengan itu, kini timbul pertanyaan;
bagaimana caranya agar komunikasi terjadi, atau bagaimana tekniknya agar
komunikasi yang dilancarkan seorang komunikator berlangsung efektif?
B. Proses
Komunikasi
Sebelumnya sudah dijelaskan hakikat tentang
komunikasi, selanjutnya untuk menjawab pertanyaan di atas, proses komunikasi
ditinjau dari dua perspektif, sebagai berikut:
1. Proses Komunikasi dalam Perspektif psikologis
Proses komunikasi perspektif ini terjadi pada diri
komunikator dan komunikan. Ketika seorang komunikator berniat akan menyampaikan
pesan kepada komunikan, maka dalam dirinya terjadi suatu proses. Walter Lippman
menyebut isi pesan itu “picture in our
head”, sedangkan Walter Hagemann menamakannya proses “mengemas” atau
“membungkus” pikiran dengan bahasa yang dilakukan komunikator itu dalam bahasa
komunikasi yang dinamakan dengan encoding.
Kini giliran komunikan terlibat dalam proses
komunikasi intrapersonal. Proses dalam diri komunikan disebut decoding seolah-olahmembuka kemasan atau
bungkus pesan yang ia terima dari komunikator. Isi bungkusan tadia adalah
pikiran komunikator.
2.
Proses
Komunikasi dalam Perspektif Mekanistis
Proses ini berlangsung ketika komunikator menyampaikan dengan mulut atau
lisan, atau tangan kalau tulisan pesannya sampai ditangkap oleh komunikan. Penangkapan
pesan dari komunikator kepada komunikan itu dapat dilakukan dengan indera
telinga atau indera mata, atau indera-indera lainnya.
Komunikasi dalam perspektif ini kompleks atau rumit, sebab bersifat
situasional, bergantung pada situasi ketika komunikasi itu berlangsung.
Adakalanya komunikasinya seorang, maka komunikasi dalam situasi seperti itu
dinamakan komunikasi interpersonal, dan seterusnya.
Oleh karena jenis-jenis komunikasi yang termasuk komunikasi dalam
perspektif mekanis ini sering menimbulkan permasalahan, untuk jelasnya proses
komunikasi dalam perspektif ini dapat diklafisikasikan sebagai berikut:
·
Proses komunikasi secara primer
Merupakan proses
penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan
lambing (simbol) sebagai media atau saluran. Lambang ini umumnya bahasa, tetapi
dalam situasi-situasi komunikasi tertentu lambang-lambang yang dipergunakan
dapat berupa gesture, yakni gerak anggota tubuh, gambar, warna dan lain
sebagainya.
·
Proses komunikasi secara sekunder
Merupakan proses penyampaian pesan oleh komunikator
kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua
setelah memakai lambang sebagai media pertama. Komunikator menggunakan media
kedua ini karena komunikan yang dijadikan sasaran komunikasinya jauh tempatnya
atau banyak jumlahnya.
Komunikasi dalam proses sekunder ini semakin lama
semakin efektif dan efisien karena didukung oleh teknologi komunikasi yang
semakin canggih.
·
Proses komunikasi secara linear
Istilah linear mengandung arti lurus. Jadi proses
linear berarti perjalanan dari satu titik ke titik lain secara lurus. Dalam
konteks komunikasi, proses secara linear adalah proses penyampaian pesan oleh
komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal.
·
Proses komunikasi sirkular
Dalam konteks komunikasi, proses ini berarti terjadinya feedback atau
umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan kepada komunikator. Oleh
karena itu, adakalanya feedback tersebut mengalir dari komunikan ke komunikator
itu adalah respons atau tanggapan komunikan terhadap pesan yang ia terima dari
komunikator.
C. Faktor-Faktor
penunjang Komunikasi Efektif
Wilbur Schramm menampilkan apa yang ia sebut “the condition of success
in communications” yakni kondisi yang harus dipenuhi jika kita menginginkan
agar suatu pesan membangkitkan tanggapan yang kita kehendaki.
Kondisi tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut:
1.
Pesan harus
dirancang dan disampaikan sedemikian rupa, sehingga dapat menarik perhatian
komunikan.
2.
Pesan harus
menggunakan lambang-lambang tertuju pada pengalaman yang sama antara
komunikator dan komunikan, sehingga sama-sama mengerti.
3.
Pesan harus
membangkitkan kebutuhan pribadi komunikan dan menyarankan beberapa cara untuk
memperoleh kebutuhan tersebut.
4.
Pesan harus
menyarankan suatu jalan untuk memperoleh kebutuhan yang layak bagi situasi
kelompok.
Beberapa lingkup mengenai ilmu komunikasi, seperti
berikut ini:
1. Bidang dalam komunikasi
a. Komunikasi sosial
b. Komunikasi organisasi
c. Komunikasi bisnis
d. Komunikasi politik
e. Komunikasi internasional
f. Komunikasi antar budaya
g. Komunikasi pembangunan
2. Sifat Komunikasi
a. Komunikasi verbal (lisan dan tulisan)
b. Komunikasi non verbal (gambar dan gesture)
c. Komunikasi tatap muka
d. Komunikasi bermedia
3. Tatanan Komunikasi
a. Komunikasi pribadi (interpersonal dan antarpersonal)
b. Komunikasi kelompok
c. Komunikasi massa
d. Komunikasi media
4. Tujuan Komunikasi
a. Mengubah sikap
b. Mengubah opini
c. Mengubah prilaku
d. Mengubah masyarakat
5. Fungsi Komunikasi
a. Memberi informasi
b. Mendidik
c. mempengaruhi
6. Teknik Komunikasi
a. Komunikasi informative
b. Komunikasi persuasive
c. Komunikasi instruktif
d. Komunikasi koesif
7. Metode komunikasi
a. Jurnalistik
b. Hubungan masyarakat
c. Periklanan
d. Propaganda, dll.
Asumsi Ontologi dalam Ilmu Komunikasi
Sebenarnya manfaat apa yang dapat
kita peroleh dari mempelajari filsafat, khususnya di sini adalah filsafat ilmu,
dan lebih spesifik lagi filsafat ilmu komunikasi. Pertanyaan mengenai “manfaat”
tentu saja meminta jawaban yang praktis sifatnya. Jawaban yang sifatnya praktis
ini tidak akan dapat diperoleh ketika belajar filsafat. Mengharap efek material
tertentu dari filsafat tampaknya tidak pada tempatnya.
Namun, krisis yang menimpa
masyarakat modern, sebagaimana yang telah sering dikritisi oleh para pemikir
mahzab Frankfurt, telah menjadi penanda signifikansi filsafat. Sebagaimana yang
dilontarkan oleh Max Horkheimer, masyarakat modern sudah terlanjur menjadi
suatu sistem yang tertutup dan total, artinya orang dalam setiap situasi dan
hal apapun mau tidak mau harus mematuhi hukum dan sistem main yang berlaku,
padahal dulu sistem dibuat manusia, total karena semua segi kehidupan
individual maupun sosial sudah ditentukan oleh masyarakat sendiri (Sindhunata,
1983:96). Inilah yang disebut oleh Georg
Lukacs sebagai reifikasi (pembendaan), yaitu suatu kondisi ketika manusia tidak
lagi menjadi subyek melainkan telah berganti menjadi objek (johnson, 1984:11).
Jurgen Habermas menambahkan bahwa
krisis ini terjadi karena paradigma yang berkembang dalam tradisi ilmu-ilmu
sosial dalah paradigma kerja yang berasal dari tradisi ilmu-ilmu alam. Habermas
menawarkan praksis komunikatif yang berparadigma komunikasi untuk memecahkan
krisis ini (Hardiman, 2003:29).
Hakikat
Filsafat Komunikasi
Proses komunikasi dapat dilihat dalam dua perspektif
besar, yaitu perspektif psikologis dan mekanis. Perspektif psikologis dalam
proses komunikasi hendak memperlihatkan bahwa komunikasi adalah aktivitas
psikologis social yang melibatkan komunikator, komunikan, isi pesan, lambing,
sifat hubungan, persepsi, proses decoding dan encoding. Perspektif mekanis
memperlihatkan bahwa proses komunikasi adalah aktivitas mekanik yang dilakukan
oleh komunikator yang sangat bersifat situasional dan kontekstual.
Dari proses komunikasi yang begitu kompleks dan tidak
sederhana tersebut, refleksi komunikasi diperlukan untuk mendapatkan perspektif
yang lebih luas dan komprehensif. Refleksi proses komunikasi teresbut sering
dimasukkan dalam filsafat komunikasi.
Menurut Prof. Onong Uchjana Effendi (2003:321),
filsafat komunikasi adalah suatu disiplin yang menelaah pemahaman (verstehen)
secara mendalam, fundamental, metodologis, sistematis, analitis, kritis, dan
komprehensif teori dan proses komunikasi yang meliputisegala dimensi menurut
bidang, sifat, tatanan, tujuan, fungsi, teknik dan metode-metodenya.
Sehingga dengan demikian, bisa dikatakan bahwa
filsafat komunikasi adalah ilmu yang mengkaji setiap aspek dari komunikasi
dengan menggunakan pendekatan dan metode filsafat sehingga didapatkan
penjelasan yang mendasar, utuh, dan sistematis seputar komunikasi.
Pemikiran filsafat komunikasi merupakan pemikiran yang
menyatu dengan pemikiran teori komunikasi. Beberapa tokoh yang menjadi pemikir
teori komunikasi adalah Richard L. Lanigan, Stephen Littlejohn, Whitney R.
Mundt.
Pemikiran
Richard L. Lanigan
Richard L. Lanigan secara khusus
membahas analisis filosofis atas proses komunikasi. Filsafat dalam disiplin
ilmu komunikasi biasanya meletakkan titik refleksinya pada
pertanyaan-pertanyaan:
·
Apa yang aku
ketahui? (masalah ontology atau metafisika)
·
Bagaimana aku
mengetahuinya? (masalah epistemologi)
·
Apakah aku
yakin? (masalah aksiologi)
·
Apakah aku
benar? (masalah logika)
a)
Metafisika
Metafisika adalah studi tentang sifat dan fungsi teori
tentang realitas. Dalam metafisika, ada beberapa hal yang direfleksikan.
Hal-hal itu adalah sifat manusia dan hubungannya dengan alam, sifat dan fakta
kehidupan manusia, problema pilihan manusia, dan soal kebebasan pilihan
tindakan manusia. Dalam hubungannya dengan teori komunikasi, metafisika
berkaitan dengan hal-hal berikut:
·
Sifat manusia
dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan realita dalam alam
semesta.
·
Sifat dan fakta
bagi tujuan, prilaku, penyebab dan aturan.
·
Problema
pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada prilaku manusia.
Jujun S.
Sumantri dalam bukunya “filsafat ilmu” (2005:63) mengatakan bahwa, metafisika
merupakan suatu kajian tentang keberadaan zat, pikiran, dan kaitan zat dengan
pikiran. Sedangkan mengenai objek metafisika ditegaskan oleh aristoteles, yang
mengatakan ada dua, yakni: ada sebagai yang ada dan ada sebagai yang Ilahi.
Pendapat aristoteles tersebut dijelaskan oleh Prof.Dr. Delfgaauw dalam karyanya
“metafisika” sebagai berikut:
·
Ada sebagai yang ada
Mengenai hal ini
ilmu pengetahuan berupaya mengkaji yang ada itu dalam bentuk semurni-murninya,
bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh ada dalam arti tidak terkena perubahan.
Cirri bahwa yang ada itu sungguh-sungguh ada, ialah dapat diserapnya oleh panca
indra. Oleh karena itu, metafisika disebut juga ontology.
·
Ada sebagai yang Ilahi
Hal lain adalah keberadaan yang mutlak, yang sama
sekali tidak bergantung pada yang lain. Ini berarti bahwa suatu yang ada adalah
yang seumum-umumnya dan yang mutlak, yakni Tuhan. Apabila kita berbicara yang
Ilahi berarti kita bertolak dari sesuatu yang pada dasarnya tidak dapat
ditangkap oleh panca indra.
b)
Epistemologi
Epistemologi merupakan cabang filsafat yang
menyelidiki asal, sifat, metode, dan batasan pengetahuan manusia. Sementara
itu, epistemology lebih merupakan cabang filsafat yang merefleksikan asal-usul,
hakikat, dan batasan pengetahuan manusia. Epistemology berkaitan dengan
penguasaan pengetahuan dan lebih mendasar lagi berkaitan dengan criteria
penilaian atas kebenaran.
Epistemologi pada dasarnya adalah cara bagaimana
pengetahuan disusun dari bahan yang diperoleh yang dalam prosesnya menggunakan
metode ilmiah, yaitu: tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan
yang matang dan mapan, sistematik dan logis. Pada dasarnya metode ilmiah
dilandasi:
·
Kerangka
pemikiran yang logis
·
Penjabaran
hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran.
·
Verifikasi
terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya secara factual.
Lanigan
mengatakan bahwa, prosesnya yang progresif dari kognisi menuju afeksi yang
selanjutnya menujukonasi, epistemology berpijak pada salah satu atau lebih
teori kebenaran.
c)
Aksiologi
Adalah cabang filsafat yang ingin merefleksikan cara
bagaimana menggunakan ilmu pengetahuan diperoleh. Dalam hubungannya dengan
filsafat komunikasi, Lanigan mengatakan bahwa aksiologi, kategori ke empat dari
filsafat, merupakan studi etika dan estetika.
Jelaslah bagaimana pentingnya bagi seorang komunikator
ketika ia mengemas pemikirannya sebagai isi pesan dengan bahasa sebagai
lambing, untuk terlebih dahulu mempertimbangkan nilai, apakah pesan yang ia
komunikasikan etis atau tidak, estetis atau tidak.
d)
Logika
Logika adalah
cabang filsafat yang menelaah asas dan dasar metode penalaran secara benar
dalam hal ini cara berkomunikasi secara lebih baik dan benar. Logika penting
dalam berkomunikasi karena pemikiran harus dikomunikasikan dan yang
dikomunikasikan merupakan putusan sebagai hasil dari proses berpikir.
Bahwa logika
sangat penting dalam komunikasi, jelas karena suatu pemikiran harus
dikomunikasikan kepada orang lain, dan yang dikomunikasikan itu harus merupakan
putusan sebagai hasil dari proses berpikir, dalam hal ini berpikir logis.
Pemikiran Stephen W.Little John
Iittle John menyoroti perbedaan
perspektif yang terdapat dalam ilmu komunikasi. Perspektif yang ada dalam ilmu
komunikasi dapat berbeda dengan perspektif yang lainnya, mereka tidak hanya
berbeda dalam hal pengelompokan akan tetapi mereka dapat juga berbeda dalam hal
konsepsi maupun asumsi dasar. Untuk menjelaskan semua perbedaan, maka semua
merujuk pada bidang metatheory.
Metatheory merupakan suatu bidang
yang berusaha untuk menggambarkan dan menjelaskan persamaan dan perbedaan
teori-teori, secara khusus memusatkan perhatian pada beberapa pertanyaan “apa
yang seharusnya diteliti”, “bagaimana seharusnya observasi dilakukan”,”dan
bentuk teori apa yang seharusnya digunakan” (Littlejohn,2002::26)
Isu-isu metateoretis sangat kompleks
akan tetapi dapat dikelompokkan dalam tiga tema besar, yaitu: epistemology,
ontology, dan aksiologi.
a.
Epistemologi
Merupakan
cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan atau bagaimana seseorang
mengetahui apa yang mereka klaim sebagai pengetahuan. Karena keanekaragaman
disiplin yang ada dalam studi ilmu komunikasi dan juga akibat perbedaan
pemikiran, maka isu-isu epistemologi menjadi penting. Epistemologi pada
hakikatnya menyangkut asumsi mengenai hubungan antara peneliti dan yang
diteliti dalam proses untuk memperoleh pengetahuan mengenai objek yang
diteliti.
Merujuk
pada pengertian epistemology di atas, maka perbedaan focus dan landasan pikiran
suatu perspektif dalam ilmu komunikasi dapat dibedakan berdasarkan standar
epistemology. Akan lebih bijak jika setiap ilmuwan komunikasi menguasai
berbagai perspektif agar mampu bersifat kritis terhadap perspektif lainnya.
b.
Ontologi
Merupakan cabang filsafat yang berhubungan dengan
alam, lebih sempitnya alam benda-benda di mana kita berupaya untuk
mengetahuinya. Pada hakikatnya ontology berkaitan dengan asumsi mengenai objek
atau realitas social yang diteliti.
Fungsi positif perspektif dapat menyusun teori-teori
komunikasi sehingga memudahkan di dalam penggunaan teori-teori komunikasi
sesuai dengan fokus dan landasan pikiran.
c.
Aksiologi
Yakni,
cabang filsafat yang mengkaji nilai-nilai. Bagi ilmuwan komunikasi ada tiga
persoalan aksiologi, yakni:
·
Apakah teori
bebas nilai?
Ilmu yang bersifat klasik menganggap teori dan
penelitian bebas nilai. Ilmu pengetahuan bersifat netral, berupaya memperoleh
fakta sebagaimana tampak dalam dunia nyata.
·
Sejauh mana
pengaruh praktik penelitian terhadap objek yang diteliti?
Persoalan aksiologi yang kedua ini berpusat pada
pertanyaan apakah para ilmuwan memasuki dan mempengaruhi proses yang sedang
diteliti. Titik pandang secara ilmiah secara tradisional menunjukkan bahwa para
ilmuwan melakukan pengamatan secara hati-hati.
·
Sejauh mana ilmu
berupaya mencapai perubahan social?
Apakah ilmuwan akan objektif atau akan berupaya dengan
sadar membantu perubahan social dengan cara-cara yang positif? Banyak ilmuwan
menganggap bahwa peranan yang sesuai untuk ilmuwan adalah menghasilkan ilmu.
Pemikiran
Whitney R. Mundt
Whitney R.mundt tidak memperhitungkan filsafat
komunikasi sebagai filsafat yang sebenarnya. Filsafat komunikasi menampilkan
kekuatan media dan prinsip-fungsi media berikut hubungannya dengan Negara.
Mundt dalam filsafatnya menyatakan penjelasan keterpautan pemerintah dengan
jurnalistik di mana keseimbangan kekuatan selalu bergeser (Onong: 2003).
Menurut Mundt, pers terbagi menjadi
lima, yakni:
a.
Otoriter, yakni
sistem pers di mana ada sensor dan lisensi dari pemerintah. Pemerintah menekan
kritik sehingga kekuasaan terpelihara.
b.
Social-otoriter, yakni pers dimiliki oleh pemerintah atau partai pemerintah untuk
melengkapi pers guna mencapai tujuan ekonomi nasional dan tujuan filsafati.
c. Libertarian,
yakni ketiadaan pengawasan pemerintah (kecuali
undang-undang tentang fitnah dan cabul), untuk menjamin berkembangnya gagasan
secara bebas (free market place of ideas).
d. Social-libertarian,
yakni pengawasan pemerintah secara minimal untuk
menyumbat saluran-saluran komunikasi dan untuk menjamin semangat operasional
dari filsafat libertarian.
e. Social-sentralis,
yakni kepemilikan pemerintah atau lembaga umum dengan
saluran komunikasi terbatas untuk menjamin semangat operasional dari filsafat
libertarian.
Daftar
Pustaka
- Cangara, Hafied, 1998, Pengantar Ilmu Komunikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
- Effendy., Onong Uchjana, 2000, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Penerbit PT. Citra Aditya Bakti.
- Effendy, Onong Uchyana. 1994. Ilmu Komunikasi, Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
- Littlejohn, Stephen W., 1983, Theories of Human Communication, Columbus –Ohio, Charles E. Merrill Publishing Company, p. 381-382.
- Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi, 1984, Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES.
- Vardiansyah, Dani, 2008, filsafat komunikasi suatu pengantar, Jakarta: PT. Indeks.
- Zamroni, Mohammad, 2009, Filsafat Komunikasi, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Comments