Pengertian Komunikasi dan Unsur-unsurnya Serta Berbagai Bentuk Komunikasi dalam Dakwah



A.      Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah suatu faktor yang penting bagi perkembangan hidup manusia sebagai makhluk sosial. Tanpa mengadakan komunikasi, individu manusia tidak mungkin dapat berkembang dengan normal dalam lingkungan sosialnya, oleh karena tak ada individu manusia yang hidup berkembang dengan tanpa berkomunikasi dengan manusia lainnya.[1]
            Pengertian komunikasi berasal dari kata communicare yang di dalam Bahasa Latin mempunyai arti berpartisipasi, atau berasal dari kata commoness yang berarti sama = common.
            Dengan demikian, secara sederhana sekali, dapat kita katakan bahwa seseorang yang berkomunikasi bererti mengharapkan agar orang lain dapat ikut serta berpartisipasi atau bertindak sama sesuai dengan tujuan, harapan atau isi pesan yang disampaikannya.[2]
            Di dalam ajaran agama kita Islam perbuatan mengadakan komunikasi atau interaksi sosial itu selalu mendapatkan tekanan-tekanan yang cukup kuat bagi manusia sebagai anggota masyarakat dan juga sebagai makhluk Tuhan. Di dalam agama Islam komunikasi tidak hanya harus dilakukan terhadap sesama manusia atau lingkungan hidupnya, melainkan terhadap Tuhan, Maha Pencipta. Firman Tuhan di dalam Al Quran sebagai berikut;

Kehinaan telah ditimpakan kepada mereka di manapun mereka berada, kecuali orang-orang yang mempunyai hubungan erat dengan Allah dan tali hubungan yang erat dengan individu manusia-manusia lainnya”. (Ali  Impan:112)

 “Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. (yang di dalamnya terdapat elemen-elemen interaksi sosial dan komunikasi serta social adjustment)”. (Al Hujarat: 13).[3]
B.       Unsur-nsur Komunikasi
Sebuah komunikasi harus memenuhi syarat-syarat tertentu yang sekurang-kurangnya terdiri dari tiga unsur, yaitu;
1.      Sumber (Source), yaitu seorang yang mengambil inisisatif pertama untuk berkomunikasi.
2.      Isi pesan (Message), yaitu ide-ide atau gagasan atau buah fikiran yang disampaikan oleh sumber kepada kepada orang lain.
3.      Tujuan (Destination), yaitu agar orang lain bertindak sama sesuai dengan harapan yang dituangkan dalam pesan tersebut.
Dalam batasan yang dikemukakan oleh Carl I. Hovland, kita mendapatkan tambahan pengertian unsur, yaitu;
1.      The communikator, komunikator adalah seorang yang menyampaikan suatu gagasan atau pesan-pesan kepada pihak lain.
2.      The behaviour of other individual, pihak lain (other individual) di dalam komunikasi disebut dengan komunikan. Walau demikian, seseorang dapat saja berperan ganda, yaitu sebagai komunikator sekaligus sebagai komunikan.
3.      Transmit stimulti, atau mrnyampaikan rangsangan, ialah usaha dari komunikator untuk menyampaikan lambang-lambang tertentu agar dengan rangsangan lambang tersebut dapat mempengaruhi tingkahlaku dari komunikan. [4]
C.      Komunikasi dalam Proses Dawah
Dalam interaksi antara Da’i dan Mad’u, Da’i dapat menyampaikan pesan-pesan dakwah (materi dakwah) melalui alat atau sarana komunikasi yang ada. Komunikasi dalam proses dakwah tidak hanya ditujukan untuk memberikan pengertian, mempengaruhi sikap, membina hubungan sosial yang baik, tapi tujuan terpenting dalam komunikasi adalah menolong Mad’u untuk bertindak melaksanakan ajaran-ajaran agama dengan terlebih dahulu membeikan pengertian, mempengaruhi sikap, dan membina hubungan baik.

Mengenai proses komunikasi (penyampaian dan penerimaan) pesan dakwah dapat dijelaskan melalui tahapan-tahapan, yaitu;
1.      Penerima stimukus informasi.
2.      Pengelola informasi.
3.      Penyimpanan informasi.
4.      Menghasilkan kembali suatu informasi.
Proses bagaimana Mad’u menerima informasi, mengolahnya, menyimpan dan menghasilkan informasi dalam psikologi Komunikasi Intra Personal. Proses ini meliputi sensasi, persepsi, memoro, dan berfikir.
a.       Sensasi
Tahap awal dalam menerima informasi adalah sensasi. Sensasi berasal dari kata ‘sense’, artinya pengindraan yang menghubungkan organisme dengan lingkungannya. Dalam psikologi komunikasi dijelaskan bahwa sensasi adalah proses menangkap stimulti (rangsang). Fungsi alat indera dalam menerima informasi dari lingkungan sangat penting. Melalui alat indera, manusia dapat memahami kualitas fisik lingkungannya. Lebih dari itu melalui alat inderalah manusia memperoleh pengetahuan dan semua kemampuan untuk berinteraksi dengan dunianya. Dalam kegiatan dakwah, ketika seorang Da’i tampil ke mimbar, maka stimulti yang ditangkap Mad’u pada awalnya adalah sosok tubuhnya (oleh indera mata) kemudian setelah berpidato, mad’u menangkap stimulti suaranya (oleh indra pendengaran) dan seterusnya.
b.      Persepsi
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa dan hubungan-hubunhannya yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan mentafsirkan pesan. Persepsi adalah proses memberi makna pada sensasi sehingga manusia memperoleh pengetahuan baru. Persepsi mengubah sensasi menjadi informasi. Seperti halnua juga sensai, persepsi ditentukan oleh faktor personal dan situasional. David Krech dan Ricars S. Cruthfield menyebutnya faktor struktural. Diantara faktor yang besar pengaruhnya dalam mempresepsi sesuatu adalah perhatian, konsep fungsional, dan konsep struktural. Perhatian adalah proses metntal di mana kesadaran terhadap suatu stimulti lebih menonjol dan pada saat yang sama stimulti yang lain melemah,
c.       Memori
Salah satu kelebihan manusia adalah kemampuannya menyimpan informasi yang sangat banyak dalam waktu yang lama dan dapat mengingat kembali. Jadi, apa yang ditangkap panca indera (sensasi) kemudian diubah menjadi informasi (persepsi) selanjutnya disimpan dalam memori (ingatan). Dengan demikian memori adalah suatu sistem yang sangat berstruktur yang menyebabkan organisme sanggup merekam fakta tentang dunia.
d.      Berfikir
Berfikir adalah suatu kegiatan yang melibatkan penggunaan konsep dan lambang sebagai pengganti objek dan peristiwa. Berfikir merupakan manipulasi atau organisasi unsur-unsur lingkungan dengan menggunakan lambang-lambang, sehingga tidak perlu langsung melakukan kegiatan yang tampak. Berfikir merupakan proses keempat setelah sensasi, presepsi dan memori yang mempengaruhi penafsiran terhadap suatu stimulti. Dalam berfikir seseorang melibatkan sensasi, presepsi, dan memori sekaligus. Dalam kehidupan, berfikir diperlukan untuk memecahkan persoalan, untuk mengambil keputusan, dan untuk melahirkan sesuatu yang baru.[5]
D.      Dakwah Sebagai Bentuk Komunnikasi Yang Khas
Kalau diperhatikan secara seksama dan mendalam, maka pengertian daripada dakwah itu tidak lain adalah komunikasi. Hanya saja yang secara khas dibedakan dari bentuk komunikasi yang lainnya, terletak pada cara dan tujuan yang akan dicapai.
Tujuan dari komunikasi mengharapkan adanya partisipasi dan komunikasi atas idea-idea atau pesan-pesan yang disampaikan oleh pihak komunikator sehingga dengan pesan-pesan yang disampaikan tersebut terjadilah perubahan sikap dan tingkahlaku yang diharapkan.
Di dalam dakwah demikian juga. Seorang mubaligh sebagai komunikator mengharapkan adanya partisipasi dari pihak komunikator dan kemudian berharap agar komunikasinya dapat bersikap dan berbuat sesuai dengan isi pesan yang disampaikannya.
Atas dasar ini dapat kita katakan bahwa dakwah itu adalah juga merupakan suatu proses komunikasi, tetapi tidak semua proses komunikasi merupakan proses dakwah. Dengan demikian dakwah itu merupakan suatu bentuk komunikasi yang khas, yang dapat dibedakan dari bentuk komunikasi lainnya dalam beberapa hal sebagai berikut;
1.      Siapakah pelakunya (Komunikator)
2.      Apakah pesan-pesannya (Message)
3.      Bagaimanakah caranya (Approach)
4.      Apakah tujuannya (Destination)[6]

E.       Hubungan Psikologi dengan Ilmu Komunikasi
Kegiatan dakwah adalah kegiatan komunikasi, di mana Da’i mengkomunikasikan pesan kepada Mad’u, perorangan atau kelompok. Secara teknis dakwah adalah komunikasi antara Da’i (komunikator) dan Mad’u (komunikan). Semua hukum yang berlaku dalam ilmu komunikasi berlaku juga dalam dakwah, hambatan komunikasi adalah hambatan dakwah, dan bagaimana mengungkapakan apa yang tersembunyi di balik perilaku manusia dakwah sama juga dengan apa  yang harus dikerjakan pada manusia komunikan. Tegasnya, cara kerja psikologi komunikasi adalah sama yaitu manusia yang berfikir, berperasaan, dan berkeinginan.
            Perbedaan dakwah dengan komunikasi terletak pada pesannya, pada komunikasi sifatnya netral, sedangkan pada dakwah terkandung nilai keteladanan dan kebenaran.[7]

            Dari uraian di atas dapatlah kita simpulkan, mengenai penggertian, agar orang melakukan sesuatu sesuai dengan pesan-pesan yang diserukan.ditinjau dari segi komunikasi, maka dakwah adalah merupakan suatu proses penyampaian pesan-pesan (massage) berupa ajara Islam yang disampaiakan secara persuasive (hikmah) dengan harapan agar komunikan dapat bersikap dan beramal shaleh sesuai dengan ajaran tersebut.
            Komunikasi dan pertukaran informasi di antara para anggota organisasi tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Kondisi ini berarti, bahwa organnisasi-organisasi dakwah tidak lagi harus dalam struktur hanya untuk  menompang dan mempermudah arus informasi dan kegiatan-kegiatan kerja dakwah secara horizontal dan vertikal. Dengan kata lain, para da’i dapat mengakses informasi kapan dan di mana pun.[8]


Daftar Pustaka
Tasmara, Toto, Komunikasi Dakwah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997).
Munir, Wahyu Ilahi, Managemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2006).
Arifin, Psikolohi Dakwah Suatu Pengantar, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993).
Faizah, Lalu Muchsin, Psikologi Dakwah, (Jakarta, Rahmat Semesta, 2006).


[1] H. M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar, (Jakarta, Bumi Aksara: 2006), hal 71.
[2] H. Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta, Gaya Media Pratama: 1997), hal 1.
[3] H. M. Arifin, Psikologi Dakwah Suatu Pengantar, (Jakarta, Bumi Aksara: 2006), hal 73.
[4] H. Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta, Gaya Media Pratama: 1997), hal 2-3.
[5] Faizah, H. Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta, Rahmat Semesta: 2006), hal 149-156.
[6] H. Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah, (Jakarta, Gaya Media Pratama: 1997), hal 39.
[7] Faizah, H. Lalu Muchsin Effendi, Psikologi Dakwah, (Jakarta, Rahmat Semesta: 2006), hal 36-37.
[8] Munir, Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta, Kencana: 2006) hal 137.

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Sejarah logika di indonesia