Resensi buku : Perempuan Karier & Pendidikan Anak Idealitas Pola Pembelajaran Play Group
Judul Buku :
Perempuan Karier & Pendidikan Anak
Idealitas Pola
Pembelajaran Play Group
Pengarang :
Dra. Hj. Ninik Masruroh, M.Pd.I
Penerbit :
RaSAIL
Tebal Buku :
200 Halaman
Cover :
Tahun Terbit :
2011
Nama Peresensi : A’isyah Lya Areta
Daftar Isi :
Kata Pengantar
Khofifah Indarprawansa, ___ v
Kata Pengantar
Penulis, ___ xvii
Daftar Isi,
___ xxiii
BAB I.
PENDAHULUAN, ___ 1
A.
Problematika Buku Ini, ___ 1
B.
Tujuan dan Kegunaan Buku Ini, ___
10
C.
Kata Kunci (Key Word) Buku Ini, ___
13
D.
Sisitematika Penulisan Buku Ini,
___ 15
BAB II.
LANDASAN TEORI, ___ 17
A.
Tugas Perempuan Menurut
Fitrah/Kodratnya, ___ 23
B.
Lingkungan Pendidikan dan Peran
Perempuan, ___ 58
C.
Pentingnya Pendidikan Bagi Anak Pra
Sekolah, ___ 93
D.
Apresiasi Perempuan Karier Terhadap
Play Group Sebagai Wahana Pengembangan Anak, ___ 127
BAB III.
METODOLOGI PENELITIAN, ___ 113
A.
Pendekatan dan Metodologi Penelitian,
___ 135
B.
Tekhnik Pengumpulan Data, ___ 136
C.
Tekhnik Analisa Data, ___ 137
D.
Validasi Data, ___ 140
BAB IV. HASIL
PENELITIAN, ___ 143
A.
Play Group Sebagai Wahana
Pengembangan Anak, ___ 143
B.
Persepsi Perempuan Karier Terhadap
Play Group, ___ 151
BAB V.
PEMBAHASAN, ___ 157
A.
Penjelasan Hasil Temuan, ___ 157
B.
Komparasi Antara Hasil Temuan
Dengan Landasan Teori, ___ 164
BAB VI.
KESIMPULAN DAN SARAN, ___ 183
A.
Kesimpulan, ___ 183
B.
Saran-saran, ___ 186
DAFTAR PUSTAKA,
___ 189
PROFIL SINGKAT
PENULIS, ___ 193
Fakta sejarah mencatat bahwa
perjuangan kaum perempuan untuk mewujudkan emansipasi mulai gencar setelah
ditetapkannya Deklarasi Hak Azazi Manusia PBB (1984) yang berlangsung di dunia
Internasional tidak terkecuali Indonesia. Indonesia memiliki komitmen yang kuat
terhadap pemberdayaan perempuan di masyarakat Internasional ditandai dengan
peran aktifnya dalam berbagai konferensi Internasional yang diyakini sejalan
dengan tata kehidupan bangsa Indonesia yang meliputi nilai-nilai budaya, adat
istiadat, serta norma-norma keagamaan yang berlaku dan diikuti secara luas oleh
masyarakat Indonesia. Di kawasan religional Indonesia berperan aktif dalam
sidang-sidang tahunan Asean Sub Committe on Woman sejak berdirinya
negara-negara Asean. Di forum Internasional, Indonesia berperan aktif di
berbagai sidang khusus Majelis Umum PBB dimulai sejak konferensi dunia tentang
perempuan yang pertama di Mexico City (1975), kedua di Kopenhagen (1980),
ketiga di Nairobi (1985) dan keempat di Beijing (1995) dan seterusnnya.
Berkembangnya play group sebagai
lembaga pendidikan usia dini yang di kota-kota besar maupun kecil, dirasakan
mampu membantu memecahkan masalah tugas perempuan karier terutama yang masih
mempunyai anak balita. Fakta ini mendapat perhatian para psikolog yang
menyatakan bahwa selama orang tua bisa memanfaatkan waktu, orang tua yang sibuk
pasti tetap bisa membesarkan anaknya dengan baik. Karena belum tentu juga anak
yang orang tuanya mempunyai seratus persen waktu dirumah, bisa memiliki
kualitas fisik, jiwa dan psikologis yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang
orang tuanya banyak waktunya habis di tempat kerja. Karena tumbuh kembang anak
tidak bergantung pada lamanya waktu, alias kualitas orang tua bersama anaknya,
namun lebih pada kualitasnya. (hal 9)
Peran ganda ini membutuhkan
mentalitas yang kuat, tangguh, penuh optimis, sabar dan tawakal, berani dan
penuh tanggung jawab. Mental seperti ini hanya didapat melalui pendidikan agama
dan ilmu pengetahuan yang memadai. Tanpa kedua hal tersebut, sangat kecil hasil
yang bisa dicapai, sangat tipis cita-cita yang bisa diharapkan menjadi
kenyataan.
Peranan istri dalam menciptakan kebahagiaan
keluarga jauh lebih besar dari suami. Seorang istri yang arif bijaksana, dapat
mengerti dan memahami sikap, tindakan dan perasaan suaminya dalam menyelesaikan
persoalan-persoalan hidup, dapat diajak berunding, berdiskusi untuk mencari
pemecahan suatu problem yang dihadapi suami, menentramkan hati yang gelisah,
mendorong suami giat dalam bekerja, dan sebagainya. Apabila istri dapat
menciptakan suasana yang menyenangkan di dalam ruamh, maka suami akan cepat
pulang ke rumah dan mencari istri di saat-saat dia menghadapi problem yang
menimpa pada dirinya untuk membantu jalan keluarnya baik jasmani, rohani dan
sosial, terpenuhi dengan bantuan istrinya, maka orang yang paling dicintai dan
dihargai adalah istrinya.
Istri sebagai ibu rumah tangga harus
sanggup menciptakan suasana rumah tangga yang sedemikian rupa, agar anggota
keluarga merasa lega dan senang berada di dalam keluarganya, akrena rumah
tangga merupakan kerajaan kecil dengan penghuni yang cukup sederhana.
Bagaimanapun caranya agar rumah tangga itu bisa teratur rapi dan kelihatan
sedap dipandang mata. Ini semua adalah menjadi tanggung jawab dan tugas
istri/ibu, sesuai dengan kehalusan, kelemah lembutan, serta ketajaman perasaan
yang dimiliki oleh kaum perempuan. Wanitalah yang telaten mengatur rumah tangga
beserta isinya, menyingkirkan dan membersihkan kotoran, mengatur variasi,
perkakas rumah tangga dan lain sebagainya.
Perempuan dalam pandangan kesetaraan
mempunyai kesempatan yang sama dengan sosok laki-laki untuk menjadi sosok
pendidik dan pembina. Dengan demikian, perempuan sebagai pendidik dan pembina
generasi muda, supaya anak-anak dibekali kekuatan jasmani maupun rohani dalam
menghadapi tantangan zaman dan menjadi manusia yang berguna bagi agama, nusa
dan bangsa. Pada kerangka ini yang paling berpeluang sosok perempuan untuk
memasuki dunia pendidik dan pembina adalah Ibu. Sehingga pada ranah ini, sudah
menjadi sunnatullah, jika ibu adalah yang mengandung dan melahirkan
putra-putrinya. Sudah sesuai dengan fitrahnya jika ibu diberi tanggung jawab
mengasuh, membesarkan serta mendidik putra-putrinya.
Islam dengan tegas mewajibkan
umatnya memelihara pendidikan terhadap anak dan keluarga secara baik, terutama
pendidikan agama. Orang tua tidak boleh membiarkan anaknya kosong ilmu sama
sekali, Allah mengamatkan supaya orang tua mendidik dengan pekerti luhur, kuat
iman, taat pada agama dan memiliki sifat fatonah (kecerdasan). Ibu adalah
wanita yang paling penting dan besar peranannya didalam membina menusia-manusia
yang menjadi khalifah Allah ini, bukannya peranan ini tidak mungkin digantikan
oleh kaum pria, tetapi perasaan ini menjadi idaman dan kecenderungan naluri
setiap perempuan. Yang dimaksud pendidikan di sini meliputi pendidikan jasmani,
akhlak dan intelek, yang dalam hal ini dapat diberikan/diperoleh dengan cara direct
dan indirect.
Menurut Bilcher dan Sowman (1993)
yang dimaksud anak pra sekolah adalah mereka yang berusia 3-6 tahun. Di
Indonesia umumnya anak-anak mengikuti program penitipan anak usia 3 bulan
sampai 5 tahun, kelompok bermain (play group) pada usia 3 tahun. Sedangkan pada
usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program taman kanak-kanak.
Seringkali apa yang dimaksud dengan
pendidikan pra sekolah sangat simpang siur, masing-masing orang mempelajari
pengertian yang tidak sama sehingga mengaburkan arah pembicaraan. Untuk
mendapatkan pengertian yang relatif sama kita ingin melihat batasan yang
dipergunakan oleh “The National Association For Education of Young Children
(NAEYC)”.
Seperti yang telah di uraikan dalam
UU RI No. 2 tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional pasal 12 ayat 2 menyebutkan
“Selain jenjang pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
diselenggarakan pendidikan pra sekolah” adalah pendidikan yang diselenggarakan
ntuk mengembangkan pribadi. Pengetahuan dan keterampilan yang melandasi
pendidikan dasar serta mengembangkan diri secara utuh sesuai dengan azas
pendidikan sedini mungkin dan seumur hidup.
Dalam periode pra sekolah anak
dituntut untuk mampu menyesuaikan diri dengan berbagai orang dari dari berbagai
tatanan, yaitu keluarga, sekolah dan teman sebaya. Perkembangan kelekatan anak
dengan mengasuh pertemanan ketika masih bayi adalah sangat penting dalam
mengembangkan emosinya dalam tatanan lingkungan baik dalam maupun diluar
keluarga.
Perkembangan sosial biasanya dilakukan
sebagai perkembangan tingkah laku anak dalam menyesuaikan diri dengan
aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat dimana anak berada. Reaksi mereka
terhadap rasa dingin, sakit, bosan atau lapar berupa tangisan adalah suatu
tanda dari tinglah laku sosialisasi yang sulit dibedakan. Tetapi dengan
berjalannya waktu para pengasuh dapat membedakan reaksi anak terhadap
stimulinya.
Belajar untuk menyesuaikan diri
terhadap macam orang dan berbagai macam situasi sosial merupakan bidang
perkembangan yang sangat sulit pada masa kanak-kanak. Oleh karena itu, banyak
kemungkinan berkembangnya sikap dan pola perilaku yang tidak menyenangkan.
Sebagian besar sikap dan pola
perilaku yang tidak menyenangkan ini dapat dicegah atau segera diperbaiki bila
ditunjukkan tepat pada waktunya dan bila usaha perbaikan telah dilakukan
sebelum keduannya menjadi kebiasaan yang berakar dalam. Sayang sekali banyak
orang tua dan guru meskipun telah menyadari bahwa sikap dan pola perilaku ini
dapat menimbulkan penyesuaian pribadi
dan sosial yang buruk bagi anak, ia yakin bahwa anak akan dapat mengatasinya
dan karenanya mereka tidak melakukan apapun untuk memperbaikinya.
Orang tua dan pendidikan pra sekolah merupakan
salah satu kenyataan bahwa orang tua adalah guru pertama bagi anak-anaknya.
Apabila anak telah masuk sekolah orang tua adalah mitra kerja yang utama bagi
guru anaknya. Bahkan sebagai orang tua, mereka mempunyai berbagai peran pilihan
yaitu, orang tua sebagai pembuat keputusan, orang tua sebagai anggota tim kerja
sama guru dan orang tua. Dalam peran tersebut memungkinkan orang tua membantu
meningkatkan perkembangan dan pertumbuhan anak-anak mereka.
Berbagai informasi telah membuktikan
bahwa keterkibatan orang tua dalam pendidikan pra sekolah dapat ditemukan
manfaatnya. Studi tersebut berasal dari keterlibatan orang tua dalam program
Head Start di Amerika Serikat; dalam hal ini Heinz (1979) menjelaskan “ada 3
hal yang penting apabila orang tua dan pihak sekolah dapat menjalin kerja sama,
yaitu konsep diri orang tua dan anak akan meningkat, motivasi belajar anak
meningkat dan prestasi yang dicapai anak-anak meningkat pula”. (Soemiarti
Padmonodewo, 124)
Kelompok
bermain (play group) merupakan program bagi anak usia pra sekolah, masa anak pada usia pra sekolah merupakan
masa yang sangat menentukan bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada masa
kini, anak peka untuk menerima rangsangan, pengaruh dan dorongan dari luar.
Anak masih sangat muda di stimulasi agar memiliki dasar-dasar tumbuh dan
berkembang selanjutnya. Oleh karena itu pendidikan dini bagi anak pra sekolah
cukup penting dan membantu meletakkan dasar pengembangan sikap, pengetahuan,
keterampilan, dan daya cipta diluar keluarga bagi anak usia 3-6 tahun sampai
dengan memasuki pendidikan dasar.
Salah satu program bagi anak usia
pra sekolah yaitu kelompok bermain (play group) dirasa cukup efektif untuk
pengembangan anak, hal ini dilihat dari beberapa faktor yang menunjang ke arah
itu. Seperti kegiatan bermain yang diarahkan sangat berpengaruh bagi
perkembangan anak.
Kelompok bermain (play group) dalam
kegiatan bermainnya dalam tatanan sekolah yang merupakan rentang rangkaian yang
berujung pada bermain bebas, bermain dengan bimbingan dan bermain yang
diarahkan.
Pembahasan peran ganda perempuan
karier telah dijelaskan bahwa perempuan karier adalah mereka yang mempunyai
peran ganda yaitu peran domestik dan peran publik, akan tetapi diantara sekian
banyak tugas perempuan maka yang harus diutamakan adalah pendidikan anak, sebab
anak merupakan amanat Allah yang diberikan kepada orang tuanya untuk dididik
dan diberi ilmu pengetahuan agar nantinya dapat menjalankan fungsinya sebagai
hamba Allah di permukaan bumi.
Di dalam melaksanakan tugas mendidik
ini, kasih sayang merupakan faktor utama yang harus diberikan orang tua kepada
anaknya. Menurut penyelidikan para ahli, anak-anak yang tidak memperoleh kasih
sayang dari orang tua khususnya Ibu akan terlihat adanya kelainan dalam
perkembangan emosi. Dalam hal ini Rene Spitz menyebutkan “Anarlitik
Depresion” dengan ciri murung, pasif terhadap rangsangan, kurang koordinasi
dalam bertindak serta kemunduran di dalam pertumbuhan jasmani (Harun Suwarno,
12)
Namun demikian bukan berarti bahwa
semakin banyak anak menerima kasih sayang akan semakin baik penyesuaian mereka,
kenyataannya terlalu banyak kasih sayang yang didapat sama bahayanya bagi
penyesuaian yang baik sebagaimana terlalu sedikitnya kasih sayang.
Orang tua adalah tempat mengadukan
segala kesulitan, kesedihan, dan keinginan bagi anak-anaknya. Dengan perlindungan
yang juga merupakan faktor ke dua ini akan terpelihara rasa aman, rasa optimis
yang akan membantu perkembangan anak, perlindungan ini tidak diartikan sebagai
pembelaan, akan tetapi diartikan sebagai pemberian ketentraman batin dan rasa
aman pada anak.
Sebagian besar orang tua menyadari
bahwa tugasnya sebagai orang tua memberikan dorongan kepada anaknya agar bisa
berkembang normal dengan baik karena itu untuk menjamin bahwa anak-anak mereka
dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik, mereka memberikan kesempatan
kepada anak-anaknya menjalin kontak sosial dengan anak-anak lain melalui
kelompok bermain. Bagi perempuan karir kelompok bermain (play group) dinilai
memberikan harapan untuk bisa menjadi alternatif bagi pergaulan anaknya minimal
bisa memberikan pengasuhan pengganti yang produktif sebagai pemecahan masalah
satu dengan pemecahan problematika yang dihadapinya.
Pada umumnya perempuan karier
memiliki sikap positif terhadap pekerjaan dan juga menunjukkan kemampuan
pribadi dan sosial yang lebih baik, rasa tanggung jawabnya terhadap pendidikan
putra putrinya tidak luntur begitu saja pada saat ia berkarier. Biasanya ia
menyadari karena waktu untuk berkumpul dengan anak-anaknya relatif sedikit.
Maka ia harus menggunakan waktu itu seefisien mungkin untuk memberikan
perhatian dan kasih sayang sepenuhnya pada saat ibu ada didekat mereka.
Pada dasarnya yang penting bukan
lamanya waktu ibu berkumpul dengan ank-anaknya tetapi terletak pada bagaimana
seorang ibu menggunakan waktu yang sedikit itu untuk membentuk hubungan yang
serasi, hangat dan menunjang bagi perkembangan mental dan kepribadian anak.
Karena banyak perempuan yang tidak berkarier namun waktu yang lama berada
dirumah dengan rasa jenuh. Seorang ibu justru tidak banyak memberikan kehangatan
kepada anak-anaknya.
Pilihan yang benar-benar berat bagi
perempuan karier di luar rumah, adalah di samping sebagai seorang ibu rumah
tangga ia harus menentukan pilihannya yang didasarkan atas
pertimbangan-pertimbangan rasional dan tanggung jawab dengan harapan jangan
sampai dengan tugas-tugas kariernya pendidikan anak-anaknua menjadi
terbengkalai, terutama seekali jika mempunyai anak balita. Yang kepadanya harus
ditanamkan nilai-nilai agama, maka dengan adanya play group (kelompok bermain)
sebagai lembaga pendidikan luar sekolah yang kalau dilihat program-programnya
kiranya bisa membantu perempuan karier untuk mendapatkan alternatif solusi
pemecahan masalah dengan mengikuti anaknya pada program-program play group
untuk mengembangkan anaknya semasa masih usia dini, terutama saat-saat
ditinggal bekerja oleh ibunya.
Selain itu, dapat dikatakan bahwa
perempuan karier baik yang memiliki anak balita atau tidak, memberikan
apresiasi yang positif terhadap play group. Sebagai wahana pengembangan anak,
sehingga lembaga pendidikan pra sekolah tersebut dapat dimanfaatkan oleh
perempuan karier untuk menitipkan putra-putrinya (balitanya) untuk mendapat
bimbingan melalui permainan yaitu penanaman moral agama, pembentukan
kepribadian, dan melatih kemandirian.
Sebab dalam konteks keluarga,
kapanpun dan dimana pun, perempuan adalah sebagai istri bagi suaminya, dan
menjadi ibu bagi anak-anaknya. Dari sisi ini pasti ada perbedaan sisi tanggung
jawab yang mesti terpenuhi dalam keluarga. Dan Islam telah menggaris bawahi
suami berkewajiban memenuhi seluruh kebutuhan istri dan anak-anaknya. Perempuan
tidak mempunyai kewajiban itu, kecuali kerelaannya untuk membantu. Dengan
tabiat alami, kita tidak bisa melihat bahwa disamping kebutuhan asupan
pertumbuhan fisik, seorang ibu adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya, pasti
balita akan dekat dengan ibu serta berlindung di rumah, dan mungkin pada saat
ini seorang ibu lebih banyak tersita waktunya di rumah, bukan kesewenangan dan
egoisme laki-laki atau terjemahan dalam konteks patriarkhi.
Dan di suatu sisi, perempuan
merupakan “lembaga pendidikan yang pertama” bagi generasi bangsa yang dalam
interaksinya ada makna belajar yang cukup progresif. Artinya, belajar yang
merupakan progres perubahan yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman individu
dan bukan karena proses perumbuhan fisik, akan mampu terkonstruk dalam
interaksi anak dengan ibunya terlebih dalam lembaga pendidikan seperti kegiatan
yang ada di play group. Sehingga banyak para kalangan yang mendefinisikan
belajar sebagai perubahan yang relatif menetap dalam tingkah laku yang
disebabkan oleh latihan atau pengalaman.
Comments