Al-Qardh



1.    Pengertian
      Secara bahasa, al-qardh berarti al-qath’u (القطع), terputus atau potongan dan al-salaf  (terdahulu), yang dimaksud dengan al-qardh secara istilah antara lain dikemukakan oleh ulama Hanafiyah:
مَاتُعْطِيْهِ مِنْ مِالٍ مِثْلِيٍّ لِتَقْتَضَاهُ
Artinya: Sesuatu yang diberikan seseorang dari harta mitsil (yang memiliki perumpamaan) untuk dikembalikan atau untuk dibayarkan kemali.
عَقْدُ مَخْصُوْصٌ يَرُدُّ عَلَى دَفْعِ مَالِ مِثْلى ِلاَخَرٍ لِيَرُدُّ مِثْلِهِ
Artinya: Akad tertentu dengan membayarkan harta mitsil kepada orang lain supaya membayar harta yang sama kepadanya.
      Kami juga menemukan definisi lain dari qardh, yaitu pemberian pinajaman kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali tanpa mengharapkan imbalan atau dengan kata lain merupakan sebuah transaksi pinjam meminjam tanpa syarat tambahan pada saat pengembalian pinjaman. Dalam literatur fiqih klasik, qardh dikategorikan dalam aqad tahthawwui atau akad saling membantu dan bukan transaksi komersial. Dengan demikian, al-qardh pada dasarnya adalah pemberian pinjaman dari seseorang kepada pihak lain dengan tujuan untuk menolongnya, sebagaimana ditegaskan oleh Syafi’I Antonio bahwa akad al-qardh bukan termasuk akad komersial akad qardh itu merupakan akad sosial (memberikan pertolongan).
2.    Dasar Hukum
    Al-qardh dibolehkan dalam Islam, tidak hanya itu Allah juga menawarkan bahwa barangsiapa yang berkehendak membantu meringankan beban orang lain dengan memberi pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat gandakan pengembaliannya, sebagaimana diterangkan dalam ayat-ayat al-Qur’an dibawah ini:

a. al-Qur’an
مَنْ ذَالَّذِى يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَعِفَهُ لَهُ وَلَهُ أَجْرٌكَرِيْمٌ (الحديد:١١)
Artinya: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman untuknya dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. Al-Hadiid: 11)
مَنْ ذَالَّذِى يُقْرِضُ اللهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَعِفَهُ لَهُ اَضْعَافاًكَثِيْرَةً وَاللهُ يَقْبِضُ وَيَبْصُطُ وَاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ(البقرة:٢٤٥)
Artinya: Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik , maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki)  dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. 
(QS. Al-Baqarah: 245)
Yang dimaksud dengan memberi bantuan yang baik di sini (qardhan hasanan) adalah memberikan pinjaman kepada seseorang yang sangat membutuhkan bantuan tersebut dengan cara yang baik dan niat ikhlas karena Allah SWT.
b. al-Hadits
عَنْ ابْنِ مَسْعُوْدٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا مِنْ مُسْلِمٍ يُقْرِضُ مُسْلِمًا قَرْضًا مَرَّتَيْنِ إِلاَّ كَانَ كَصَدَقَتِهَا مَرَّةً
Artinya: “Ibnu Mas’ud meriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW. Berkata, tidaklah seorang muslim (mereka) yang meminjamkan muslim (lainnya) dua kali kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah.” (HR Ibnu Majah)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى بَابِ اْلجَنَّةِ مَكْتُوْباً الصَّدَقَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَاْلقَرْضُ بِثَمَانِيَةِ عَشَرَ فَقُلْتُ يَاجِبْرِيْلَ مَا بَالُ اْلقَرْضِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّدَقَةِ قَالَ لأَِنَّ السَّا ئِلَ يَسْأَلُ وَعِنْدَهُ وَاْلمُسْتَقْرِضُ لاَ يَسْتَقْرِضُ إِلاَّمِنْ حَاجَةٍ
Artinya:  Anas bin Malik berkata bahwa Rasulullah berkata: aku melihat pada waktu malam diisra’kan, pada pintu surga tertulis: sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qardh delapan belas kali. Aku bertanya, Wahai jibril, mengapa qardh lebih utama dari sedekah? Ia menjawab, karena peminta-minta sesuatu dan ia punya, sedangkan yang meminjam tidak akan meminjam kecuali karena keperluan. (HR Ibnu Majah dan Baihaqi)
Sedangkan hukum qardh adalah dianjurkan bagi muqrid (pihak yang meminjamkan) dan mubah bagi muqtarid (nasabah), berdasarkan hadits (di atas) yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Ibnu Hibban. Dan ada juga hadits lainnya yaitu riwayat Muslim, Abu Hurairah berkata: “Rasulullah SAW telah bersabda: ‘Barang siapa yang melepaskan seorang muslim dari satu kesusahan dari kesusahan-kesusahan dunia, niscaya Allah akan melepaskan dia dari kesusahan-kesusahan hari kiamat. Barang siapa telah membantu saudaranya yang  kesulitan, niscaya Allah akan memberi bantuan kepadanya di dunia dan akhirat. Dan Allah selamanya akan menolong hamba-Nya, selama hamba-Nya mau menolong saudaranya.”
c. Ijma’
   Para ulama telah menyepakati bahwa al-qardh boleh dilakukan. Kesepakatan ulama ini didasari tabiat manusia yang tidak bisa hidup sendirian tanpa pertolongan dan bantuan saudaranya (manusia lain). Tidak ada seorang pun yang memiliki segala sesuatu yang dibutuhkannya. Oleh karena itu, pinjam-meminjam sudah menjadi satu bagian dari kehidupan di dunia ini, dan Islam adalah agama yang sangat memperhatikan segenap kebutuhan umatnya.
3.    Rukun dan Syarat
Adapun yang menjadi rukun qardh adalah:
a.       Muqridh (pemilik barang atau yang memberikan pinjaman),
b.    Muqtaridh (peminjam),
c.       Qardh (objek atau barang yang dipinjamkan),
d.     Serah terima (Ijab qabul).
Sedangkan persyaratan yang harus dipenuhi dalam akad qardh adalah:
a.    Orang yang melakukan akad (Muqridh dan muqtaridh) harus baligh, dan berakal. Akad qardh menjadi tidak sah apabila yang berakad itu anak kecil, orang gila dan dipaksa oleh seseorang.
b.    Qardh (objek) berupa harta yang bisa dimanfaatkan (harta mutaqawwim). Mengenai jenis harta benda yang dapat menjadi objek utang piutang terdapat perbedaan pendapat dikalangan fuqaha. Menurut Hanafiah, akad utang piutang hanya berlaku pada harta benda yang banyak padanannya (mistliyat) yang lazim dihitung melalui timbangan, takaran dan satuan. Sedangkan yang tidak sah dijadikan objek utang piutang seperti hasil seni, rumah, tanah, hewan, dll. Namun menurut Malikiyah, Syafi’iyah, dan Hanabilah setiap harta yang dapat diberlakukan akad salam dapat dijadikan juga akad utang piutang, baik berupa mistliyat ataupun qimiyat.
c.    Dana yang digunakan ada manfaatnya.
d.    Aqad hutang piutang tidak boleh dikaitkan dengan suatu persyaratan di luar hutang piutang itu sendiri yang menguntungkan pihak muqridh.
e.    Ada kesepakatan diantara kedua belah pihak (ijab dan qabul).
Qardh dipandang sah apabila dilakukan terhadap barang-barang yang dibolehkan syara'. Selain itu, qardh pun dipandang sah setelah adanya ijab dan qabul, seperti pada jual-beli dan hibah.
4.    Beberapa Hukum Berkaitan Dengan Hutang Piutang
a.    Akad piutang menetapkan peralihan kepemilikan.
b.    Penyelesaian hutang piutang dilaksanakan di tempat akad berlangsung.
c.    Pihak muqtarid wajib melunasi hutang dengan barang sejenis jika obyek hutang adalah barang mistliyyat, atau dengan barang sepadan jika objek hutang adalah barang qimiyyat.
d.    Jika dalam akad ditetapkan waktu atau tempo pelunasan hutang, maka pihak muqridh tidak berhak menuntut pelunasan sebelum jatuh tempo.
e.    Kalau hutang itu sudah jatuh tempo sedangkan muqtaridh belum mampu melunasi, maka dalam islam muqridh dianjurkan memberi kesempatan dengan memperpanjang waktu pelunasan, sekalipun dia mempunyai hak untuk menuntut pelunasannya.
5.    Macam-Macam al-Qardh
Dari macam-macam qardh ini dikelompokkan menjadi tiga komponen, yaitu: dilihat dari segi subjectnya (pembari hutang), dari segi kuat lemahnya bukti, dan dari segi waktu pelunasannya.
  • Dilihat dari pihak pemberi hutang menurut ulama’fiqh hutang dapat dibedakan atas:
a.    Duyun Allah atau hutang kepada Allah ialah hak-hak yang wajib dibayarkan oleh seseorang karena perintah Allah kepada orang-orang tertentu yang berhak menerimanya.
b.    Duyun al-Ibad atau hutang kepada sesama manusia ada yang dikaitkan dengan rungguhan (jaminan) tertentu, dan hak orang yang berpiutang itu diambilkan dari rungguhan tersebut, jika orang yang berutang tidak mampu membayarnya.
  • Dilihat dari segi kuat atau lemahnya pembuktian keberannya dapat dibedakan atas:
a.    Duyun as-Sihah adalah hutang piutang yang kebenarannya dapat dibuktikan dengan surat keterangan atau pernyataan tertulis, dan pengakuan yang jujur dari orang yang berutang, baik ketika dia sedang dalam keadaan sehat maupun dalam keadaan sakit yang belum terlalu parah.
b.    Duyun al-Marad adalah hutang piutang yang hanya didasarkan atas pengakuan dari orang yang berutang ketika dia sedang sakit parah yang beberapa saat kemudinan meninggal, atau pengakuan yang diucapkan ketika dia akan menjalani hukuman (hukuman mati) dalam tindak pidana pembunuhan.
Duyun as-sihah ini, karena bukti-bukti keberannya lebih kuat dan diyakini, harus lebih diutamakan pembayarannya dari pada duyun al-Marad yang hanya didasarkan atas pengakuan sesorang di saat ajalnya sudah dekat dan tidak pula dikuatkan oleh bukti-bukti lain.
  • Dilihat dari segi waktu pelunasannya dibedakan atas:
a.    Duyun al-Halah adalah hutang piutang yang sudah tiba waktu pelunasannya atau hutang yang sudah jatuh tempo sehingga harus dibayar dengan segera.
b.    Duyun al-Mujjalah adalah hutang piutang yang belum jatuh tempo dan tidak mesti dibayar dengan segera.
6.    Manfaat al-Qardh dan Qardh Manfaat
  • Manfaat Qardh
Diantara  manfaat al-qardh:
a.    Memungkinkan nasabah yang sedang dalam kesulitan mendesak untuk mendapatkan talangan jangka pendek,
b.    al-qardh al-hasan juga merupakan salah satu ciri pembeda antara bank syariah dan bank konvensional yang didalamnya terkandung misi sosial, di samping juga ada misi komersial,
c.    Adanya misi sosial-kemasyarakatan ini akan meningkatkan citra baik dan meningkatkan loyalitas masyarakat terhadap bank syariah.
  • Qardh Manfaat
Menurut pendapat paling unggul dari ulama Hanafiyah, setiap qardh pada benda yang mendatangkan manfaat diharamkan jika memakai syarat. Akan tetapi, dibolehkan jika tidak disyaratkan kemanfaatan atau tidak diketahui adanya manfaat pada qardh.
كُلُّ قَرْضٍ جَرُّمَنْفَعَةً فَهُوَ رِبَا
Artinya: Setiap pinajaman yang menarik manfaat, maka itu riba.
Ulama Malikiyah berpendapat bahwa muqtarid tidak boleh memanfaatkan harta muqrid, seperti naik kendaraan atau makan di rumah muqtarid, jika dimaksudkan untuk membayar utang kepada muqrid, bukan sebagai penghormatan. Begitu pula dilarang memberikan hadiah kepada muqrid, jika dimaksudkan untuk mencicil hutangnya.

Ulama Syafi’iyah dan Hanabilah melarang qardh terhadap sesuatu yang mendatangkan kemanfaatan, seperti memberikan qardh agar mendapatkan sesuatu yang lebih baik atau lebih banyak sebab qardh dimaksudkan sebagai akad kasih sayang, kemanfaatan, atau mendekatkan kekeluargaan.
Namun demikian, jika tidak disyaratkan atau tidak dimaksudkan untuk mengambil yang lebih baik, qardh dibolehkan. Tidak dimakruhkan bagi muqrid untuk mengambilnya, sebab Rasulullah SAW. pernah memberikan anak unta yang lebih baik kepada seorang laki-laki daripada unta yang diambil beliau, sebagaimana tertera dalam hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin Abdullah berikut ini:
كَانَ لِى عَلىَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَقَّ فَقْضَانِى وَزَادَنِىْ. )رواه البجارى ومسلم(
Artinya:  Aku memiliki hak pada Rasulullah SAW, kemudian beliau membayarnya dan menambah untukku. (HR. Bukhari dan Muslim)
7.    Aplikasi dalam Perbankan
Dalam fatwa DSN-MUI dijelaskan bahwa al-qardh adalah akad pinjaman kepada nasabah dengan ketentuan bahwa nasabah wajib mengembalikan dana yang diterimanyan kepada bank pada waktu yang disepakati oleh bank dan nasabah, diantara aplikasi-aplikasi itu adalah:
a.    Sebagai produk pelengkap kepada nasabah yang telah terbukti loyalitas dan bonafiditasnya (dapat dipercaya), yang membutuhkandana talangan segera untuk masa yang relatif pendek. Nasabah tersebut akan mengembalikan secepatnya sejumlah uang yang dipinjamnya itu. Dana yang dipinjamkan oleh bank kepada nasabah adalah uang (dana) milik bank itu sendiri.
b.    Sebagai fasilitas nasabah yang memerlukan dana cepat, sedangkan ia tidak bisa menarik dananya karena, misalnya, tersimpan dalam bentuk deposito. Dana pinjaman yang dipinjam oleh nasabah itu merupakan uang (dana) milik bank tersebut.
c.    Sebagai produk untuk menyumbang dana yang sangat kecil atau membantu sektor sosial. Guna pemenuhan skema khusus ini telah dikenal suatu produk khusus yaitu al-qardh al-hasan (soft loan). Di bagian ini yang harus diperhatikan adalah sumber dana, dari siapa sebenarnya dana tersebut?. Banyak orang memahami bahwa dana tersebut dari bank yang dipinjamkan kepada nasabah, padahal sebenarnya dana tersebut adalah hasil daripada zakat, infaq, dan sodaqoh yang oleh bank diberikan kepada nasabah tersebut

DAFTAR PUSTAKA
Nazir, Habib, Muhammad Hasanuddin, Ensiklopedi Ekonomi dan Perbankan Syariah, (Bandung: Kaki Langit, 2004)
Abdul Husain, Abdullah, Ekonomi Islam: Prinsip, Dasar, dan Tujuan, (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2004)
Syafe’i, Rahmat, Fiqh Muamalat, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2004)
Mubarok, Jaih, Perkembangan Fatwa Ekonomi Syari’ah di Indomesia, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004)
Lathif, Azharudin, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005)
Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah: Dari Teori Ke Praktek, (jakarta: Gema Insani Press, 2002)

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Sejarah logika di indonesia