ILMU NASIKH WAL MANSUKH
Apabila didapati suatu hadis yang maqbul, sejahtera dari
perlawanan, dinamailah hadis tersebut Mukham. Dan jika dilawaninya oleh hadist
yang sederajatnya, tetapi mungkin mudah mengumpulkannya, maka hadis itu dinamai
Mukhtaliful Hadis. Jika tak mungkin kumpul dan diketahui mana yang terkemudian
itu, dinamai Nasikh dan yang terdahulu dinamai Mansukh.
Di masa dahulu, ilmu hadis dinamai Ulumul Hadits dan Ushulul
Hadits. Ilmu ini timbul bersama-sama dengan hadis riwayah semenjak
lahirperiwayatan hadis,walaupun pada ketika itumasih berserakan dan belum
dibukukan secara teratur.Hadis Dirayah dan Riwayah adalah pokok dan batangnya
ilmu hadis. Dari 2 pokok yang asasi ini, terbitlah berbagai macam cabang ilmu
hadis, di antaranya adalah Imu Nasikh wal Mansukh.
ILMU NASIKH WAL MANSUKH
Menurut ulama ushul fiqh, nasikh adalah
رفع
الشارع حكما شرهيا بدليل شرعي متراخ عنه
Pembatalan
hukum syara’ oleh syari’ (pembuat syariah) dengan dalil syara’ yang datang
kemudian.
Ilmu nasikh mansukh menurut ahli hadis adalah
Ilmu nasikh mansukh menurut ahli hadis adalah
علم
يبحث فيه عن الناسخح والمنسوخ من الا حا ديث
هو
العلم الذ ى يبحث عن الا حا د يث المتعا ر ضة التى لا يمكن التو فيق بيها من حيث
الحكم عل بعضها بانه ناسخ , وعلى بعضها ال خر با نه منسوخ , فما ثبت تقد مه كا ن
منسو خا وما تا جره كا ن نا سخا .
Ilmu yang
membahas hadis-hadis yang berlawanan maknanya, kontradiktif yang tidak mungkin
dikompromikan, dari segi hukum yang terdapat pada sebagiannya, karena ia
sebagai nasikh (penghapus) terhadap hukum yang terdapat pada sebagian yang
lain, karena ia sebagai mansukh (yang dihapus). Karena itu hadis yang
mendahului adalah sebagai mansukh dan hadis yang terakhir adalah sebagai nasikh dari beberapa devinisi di atas
dapat disimpulkan bahwa, ilmu nasikh wal mansukh adalah ilmu yang menerangkan
hadis-hadis yang sudah dimansukhkan dan yang menasikhkannya. Yang tak mungkin
dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian. Maka yang terkemudian itu dinamai
Nasikh dan yang terdahulu dinamai Mansukh.[2]
Tujuan mempelajari ilmu ini adalah termasuk kewajiban penting bagi
orang-orang yang memperdalam ilmu-ilmu syari’at. Karena seorang pembahas ilmu
syariat tidak akan dapat memetik hukum dari dalil-dalil nash, dalam kaitan ini
adalah hadis, tanpa mengetahui dalil-dalil nash yang dapat dinasakh dan
dalil-dalil yang menasakhnya. Al-Hazimi berkata : ilmu ini termasuk sarana
penyempurna ijtihad. Sebagaimana diketahui bahwa rukun utama dalam melakukan
ijtihad itu ialah adanya kesanggupan untuk memetik hukum dari dalil-dalil naqli
itu haruslah mengenal pula dalil yang sudah dinasakh atau dalil yang
menasakhnya.[3]
Jalan-jalan untuk mengetahui nasakh suatu hadis
- Dengan penjelasan dari nash atau dari syari’ sendiri, yang dalam hal yang terakhir itu ialah Rasulullah SAW pribadi.
- Dengan penjelasan dari sahabat.
- Dengan mengetahui tarikh keluarga hadis.
Perhatian para ulama terhadap ilmu nasikh wal mansukh
Para ulama banyak yang menaruh perhatian yang khusus dalam ilmu
ini. Imam syafi’iy adalah termasuk ulama yang mempunyai keahlian dalam ilmu
nasikh wal mansukh. Hal itu kita ketahui
wawancara Imam Ahmad dengan Ibnu Warih yang baru saja datang dari Mesir.
Kata Imam Ahmad : “ Apakah kamu telah kutip tulisan-tulisan Imam Syafi’iy
? “Tidak” , jawabnya. “Celakalah kamu”,
bentak Imam Ahmad, “kamu tidak dapat mengetahui dengan sempurna tentang mujmal
dan mufassar serta nasikh dan mansukhnya suatu hadis sebelum kita semua ini
duduk berguru dengan Imam Syafi’iy.
Az-Zuhri berkata : “mengetahui nasikh mansukhnya suatu hadis adalah
merupakan usaha yang memayahkan dan menghabiskan energy para fuqaha’.
Kitab-kitab Nasikh dan Mansukh
Diantara sekian banyak kitab nasikh yang mashyur di abad ini ialah
kitab Nasikhul hadits wa mansukhuhu buah karya Al-Hafidh Abu Bakar Ahmad
bin Muhammad Al-Atsram (261 H), rekan Imam Ahmad. Kitab yang terdiri dari 3 juz
kecil-kecil, juz ketiganya di dapatkan di Darul Kutub bil Mishriyah.
Kitab-kitab yang tenar antara lain :
*Al-I’tibar fi An-nasikh wa Al-Mansukh min Al-Atsar, karya Abu
Bakar Muhammad bin Musa Al-Hazimi.
Beliau memanfaatkan usaha-usaha para ulama yang terdahulu dalam
ilmu ini, sehingga kitab yang disusunnya sudah mencakup seluruh buah pikiran
ulama-ulama itu. Sistematisnya diatur menurut bab-bab fiqhiyah. Pada setiap
bab-bab fiqhiyah dikemukakan hadis-hadis yang nampaknya berlawanan itu dengan
tidak mengabaikan pendapat-pendapat dari para ulama dan sekaligus nasikh
mansukhnya. Tidak sedikit pula pendapat beliau sendiri dalam merajihkan suatu
pendapat atas pendapat yang lain. Pada tahun 1319 H kitab ini dicetak di India.
Dan pada tahun 1346 H dicetak di Kairo dan di Halab. Dan kitab Al I’tibar ini
telah diringkas oleh Ibnu ‘Abdil Haq (744 H).
*An-Nasikh wa Al-Mansukh, karya Imam Ahmad.
*Dan Tajrid Al-Ahadits Al-Mansukhah, karya Ibnu Al-Jauzi.
Pertama kali yang menulis Nasikh Al-Hadis wa Mansukhuhu adalah
-
Ahmad bin Ishaq
Ad-Dinari (318 H).
-
Muhammad bin
Bahr Ash Shahabani (322 H).
-
Hibatullah bin
Salamah.
-
Muhammad bin
Musa Al-Hazimi.
-
Ibnu Al-Jauzi.
-
Ahmad ibn Muhammad
An-Nahras (388 H).
Sebenarnya ilmu nasikh dan Mansukh itu sudah ada sejak pendewanan
hadis pada awal abad pertama, akan tetapi belum muncul dalam bentuk ilmu yang
berdiri sendiri. Kelahirannya sebagai ilmu di promotori oleh Qatadah bin
Di’amah As-Sudusi (61-118 H), dengan tulisan beliau yang diberi judul An-Nasikh
wal Mansukh, tetapi sayangnya bahwa kitab tersebut tidak bisa kita manfaatkan,
karena tidak sampai kepada kita.[4]
Ilmu nasikh mansukh adalah Ilmu yang membahas hadis-hadis yang berlawanan maknanya, kontradiktif yang
tidak mungkin dikompromikan, dari segi hukum yang terdapat pada sebagiannya,
karena ia sebagai nasikh (penghapus) terhadap hukum yang terdapat pada sebagian
yang lain, karena ia sebagai mansukh (yang dihapus). Karena itu hadis yang
mendahului adalah sebagai mansukh dan hadis yang terakhir adalah sebagai nasikh dari beberapa devinisi di atas dapat
disimpulkan bahwa, ilmu nasikh wal mansukh adalah ilmu yang menerangkan
hadis-hadis yang sudah dimansukhkan dan yang menasikhkannya. Yang tak mungkin
dikumpul dan diketahui mana yang terkemudian. Maka yang terkemudian itu dinamai
Nasikh dan yang terdahulu dinamai Mansukh.
Dan pula tokoh-tokoh
penulis kitab Nasikh wal Mansukh di antaranya adalah :
Ø
Al-Hafidh Abu
Bakar Ahmad bin Muhammad Al-Atsram (261 H).
Ø
Abu Bakar
Muhammad bin Musa Al-Hazimi yang memiliki karya Al-I’tibar
fi An-nasikh wa Al-Mansukh min Al-Atsar.
Ø Imam Ahmad dengan karya An-Nasikh wa
Al-Mansukh.
Ø
Ibnu Al-Jauzi dengan bukunya Tajrid
Al-Ahadits Al-Mansukhah.
Daftar Pustaka
Rahman Fatchur 1974 Ikhtisar Mushthalahul Hadits Al-Ma’arif
Bandung.
Khon Abdul Majid 2008 Ulumul Hadis Amzah Jakarta.
Ranuwijaya Utang 1996 Ilmu Hadis Gaya Media Pratama Jakarta.
Ash-Shiddieqy Hasbi 1980 Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits
Bulan Bintang Jakarta.
Comments