Analisis tentang Public Relation dalam Badan Penyehatan Perbankan Negara


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang masalah
Metamorfosa, mungkin begitulah rupa BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Negara). Persis seperti ulat bulu yang berubah jadi kupu-kupu, bentuknya berubah, cara hidupnya berubah, warnanya berubah, dari merayap di pohon menjadi terbang ke sana-sini. Bedanya ulat berubatuh hanya sekali, sedangkan BPPN berkali-kali dan belum tentu kapan berhentinya perubahan-perubahan yang signifikan itu.
Profil Compeny/ instansi
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (disingkat: BPPN) adalah sebuah lembaga yang dibentuk pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1998 tentang Pembentukan BPPN. Lembaga ini dibentuk dengan tugas pokok untuk penyehatan perbankan, penyelesaian aset bermasalah dan mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan.
Karena kinerjanya yang dinilai kurang memuaskan, pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, lembaga ini dibubarkan pada 27 Februari 2004 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pengakhiran Tugas dan Pembubaran BPPN.
Tak hanya itu, Presiden Megawati Soekarnoputri juga menunjuk Menteri Keuangan Boediono sebagai Ketua Tim Pemberesan Badan Penyehatan Perbankan Nasional melalui Keppres Nomor 16/2004 tentang Pembentukan Tim Pemberesan BPPN. Keppress ini merupakan satu dari sejumlah landasan hukum yang dikeluarkan presiden berkaitan dengan pembubaran BPPN. Dengan dikeluarkannya Keppres tersebut, maka secara resmi BPPN dibubarkan.
Perjalanan BPPN
·         Februari 1998
Pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun 1998 membentuk BPPN. Tugas pokoknya: penyehatan perbankan, penyelesaian aset bermasalah dan mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan. Agar dapat melakukan misinya, BPPN dibekali seperangkat kewenangan yang tertuang dalam Keppres No. 34 Tahun 1998 tentang Tugas dan Kewenangan Badan Penyehatan Perbankan Nasional sebagai landasan hukum operasional. Di zaman kepemimpinan Glenn Yusuf, BPPN melengkapi organisasinya dengan divisi Asset Management Credit (AMC) dan Asset Management Investment (AMI). AMC menangani kredit bermasalah dari bank-bank yang ditutup atau diambil pemerintah. Sementara AMI menangani aset bank atau pemilik bank. Nilai seluruh aset yang berada di tangan AMC dan AMI berjumlah Rp. 640 triliun.
·         September 1998 – Juni 1999
Lima konglomerat pemilik bank mengikat diri dalam Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA). Masing-masing Sjamsul Nursalim, Mohamad Hasan, Sudwikatmono, Soedono Salim, dan Ibrahim Risjad, Kemudian empat pemilik bank: Kaharudin Ongko, Samadikun Hartono, Usman Admadjaja, dan Hokiarto, menyepakati Master Refinancing and Notes Issues Agreement (MRA). Total nilai aset sembilan konglomerat yang diserahkan ke BPPN berjumlah Rp. 111,643 triliun.
Bersamaan dengan kesepakatan itu, BPPN bersama pemilik bank membentuk perusahaan induk untuk mengelola penjualan aset, misalnya saja PT. Holdiko Perkasa untuk aset Soedono Salim atau PT. Tunas Sepadan Investama bagi Sjamsul Nursalim.
Selain MSAA dan MRA, BPPN juga menawarkan skema Akta Pengakuan Utang (APU) bagi para pengusaha. Sebagai peraturan pelaksanaan dari UU Perbankan, ditetapkanlah Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1999 tentang BPPN (PP 17/1999) yang secara lebih rinci mengatur landasan hukum operasional BPPN. Berbagai kewenangan BPPN yang telah ditetapkan dalam UU Perbankan dijabarkan agar diapat dioperasionalkan secara jelas, baik menyangkut persyaratan maupun tatacaranya.
·         Mei 1999 – Desember 2000
Seharusnya seluruh aset sudah berada di tangan BPPN dan dijual. Kenyataannya, hal itu tak terjadi dengan banyak sebab. Ada yang karena dokumen tidak lengkap, saham pemilik sudah diserahkan kepada kreditur lain, atau –yang paling parah—perbedaan valuasi atas aset yang diserahkan ke BPPN.
Kelompok Salim, misalnya, berdasar valuasi auditor yang mereka tunjuk, mengaku punya aset senilai Rp. 52,667 triliun. Namun ketika dilakukan due dilligent oleh Holdiko, nilainya maksimal cuma sekitar Rp. 20 triliun.
·         Mei-Juli 2002
BPPN melaksanakan kebijakan baru dalam upaya percepatan serta optimalisasi tingkat pengembalian meliputi bidang: penyelesaian Asset Transfer Kit (ATK), Restrukturisasi Utang, dan Penjualan Hak Tagih. Cara yang ditempuh adalah menjual langsung dan tender.
·         Juni 2002
Kepala BPPN Syafruddin A. Temenggung menyatakan akan melakukan percepatan pembubaran lembaga yang dipimpinnya pada 2003, dari jadwal semula pada 2004. Percepatan penutupan yang disebutnya (soft landing) BPPN pada 2003 diikuti dengan program penjualan 2.500 aset senilai Rp 158 triliun atau sekitar US$ 15 miliar secara sekaligus.
Terhadap aset yang tidak laku, menurut dia, akan dikelola oleh joint venture, holding company, dan clearing house yang akan menangani penukaran aset dengan obligasi.
·         Februari 2003
Dalam rapat konsultasi dengan Komisi Perindustrian, Perdagangan, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Negara (Komisi V) DPR, Ketua BPPN Syafruddin A. Temenggung mengeluhkan tidak maksimalnya dukungan institusi pemerintah lain terhadap pihaknya dalam menjalankan tugas.
Ia mengeluhkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17 yang memberinya kewenangan dengan hukum khusus (“lex specialist”) untuk menjalankan tugas, ternyata tak banyak berarti di lapangan. Dari 76 surat sita yang dikeluarkannya atas aset-aset para pengutang, hanya tiga buah yang berhasil dimenangkan dan dijalankan-penyitaannnya. Menurut Syafruddin A. Temenggung, selebihnya batal oleh putusan pengadilan yang menentangnya.
·         Maret 2003
BPPN mulai mempresentasikan skenario pengakhiran lembaganya di hadapan para pejabat Departemen Keuangan.
·         27 Februari 2004
Ketika BPPN dibubarkan, uang negara yang telah dikucurkan kepada perbankan senilai Rp 699,9 triliun menyusut menjadi Rp 449,03 triliun, karena sebagian asset merupakan aset busuk yang nilainya digelembungkan para pemiliknya (debitor). Dari semua ini BPPN berhasil mengembalikan kepada negara Rp 172,4 triliun, sisanya menguap begitu saja.
Penutupan BPPN sekaligus peresmian lembaga baru, sebagai lembaga yang mengelola aset-aset BPPN terdahulu yang belumselesai dijual. Nilai asset tersebut sekitar Rp 10,817 triliun. Total nilai aset ini diperoleh dari unit restrukturisasi bank (BRU) dengan nilai dasar Rp 4,858 triliun; aset manajemen kredit (AMK) Rp 2,00 triliun; serta aset manajemen investasi (AMI) Rp 3,958 triliun. Selain itu, BPPN juga menyerahkan aset yang akan ditangani tim pemberesan dengan total Rp 4,346 triliun. Jumlah ini diperoleh dari AMK senilai Rp 2,416 triliun serta AMI Rp 1,929 triliun.
permasalahan
Ketika didirikan, BPPN mempunyai kesempatan menjadi lembaga yang mampu menyelesaikan persoalan  dan dilengkapi dengan wewenang yang super kuasa. Maksud dan tujuannya tidak lain, BPPN bisa menjadi ujung tombak pemerintah untuk segera mengentaskan Indonesia dari krisis ekonomi yang melanda sejak pertengahan tahun 1997. Tentu saja BPPN tidak bisa bekerja sendirian. Dibutuhkan prasyarat berupa dukungan dan visi yang sama dari seluruh lembaga pemerintah seperti kejaksaan, kepolisian, seluruh kementerian ekonomi, dan tak lupa Bank Indonesia. Selain itu harus ada hokum, politik, dan keamanan yang kondusif.
Namun apa mau dikata. Karena menguasai aset Rp 650 milyar, BPPN menjadi incaran banyak pihak. Ibaratnya, BPPN adalah gula yang dirubung semut, dari semut hitam sampai semut hutan yang ganas. Celakanya, kondisi hokum, politik dan keamanan masih terus meledak-ledak sejak lahirnya BPPN pada bulan Februari 1998. Salah satu akibatnya adalah bukan dukungan dan visi yang sama antar lembaga pemerintah yang didapat, malah intrik yang menghabiskan enegi yang terjadi.
BPPN mempunyai kesepakatan dengan debitor untuk menyelesaikan utang piutang di luar pengadilan, tetapi kejaksaan jalan sendiri. Tim menteri ekonomi yang tergabung dalam Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), yang merupakan bos BPPN. Tak urung dalam usianya yang keempat, lembaga ini sudah tujuh kali pergantian kepala.
Bambang Subianto, kepala BPPN pertama, Cuma bertahan sebulan. Yang dikerjakannya baru menyusun rancangan tugas dan wewenang BPPN, yang akan dituangkan dalam Kepres.
Kepala BPPN kedua, Iwan Prawiranata, bertahan tiga bulan dengan kesibukan mengucurkan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan menutup bank-bank yang bobrok.
Praktis baru dibawah kepemimpinan kepala BPPN ketiga Glenn Yusuf, BPPN mulai bekerja. Tetapi, karena penguasa Negara berpindah-pindah tangan, BPPN juga mengalami intervensi tiada henti.
Glenn diganti Cacuk Sudaryanto, yang kemudian diganti lagi oleh Edwin gerungan. Kemudian Edwin diganti I Gde Putu Ary Suta dan kemudian Putu diganti Arsyad Temenggung pada senin 22 April barusan. Kondisi ini tentu merepotkan sebab selain belum tentu kepentingannya, setiap pemimpin mempunyai gaya dan kultur yang berpengaruh terhadap gaya dan kultur lembaga yang dipimpinnya. Disinilah BPPN mengalami metamorfosis, tetapi perubahan bentuk ini bukan nya makin sempurna, justru makin tak jelas dan persoalan yang dihadapinya pun makin runyam.
Penyelesaian bukannya bertambah cepat, tetapi justru tak karuan. Hal ini di mata investor tentu bisa jadi ukuran. Kondisi makro ekonominya belum pulih benar, keamanan tidak stabil, BPPN juga tak jelas.
Glenn yusuf menyiapkan sistem dan strategi besar BPPN, tetapi sayang tidak taktis terhadap situasi politik yang extra-hot saat itu. Aset-aset dari bank yang tutup masuk ke daftar aset berhasil dikuasai BPPN. Begitu juga aset yang merupakan jaminan dari kredit bermasalah di bank-bank yang menerima suntikan dana rekapitalisasi pemerintah ditransfer ke BPPN. Bila pemilik bank ketahuan menyalahi peraturan karena melanggar batas maksimum pemberian kredit (BMPK), BPPN juga meminta pemilik bank membayarnya dengan setoran aset.
Waktu itu BPPN kerja siang malam mengumpulkan aset sebanyak-banyaknya. Makin banyak aset didapat, kemungkinan kerugian Negara makin berkurang, tetapi setelah masa itu hampir tidak ada lagi aset yang dapat dikumpulkan BPPN.
Cacuk Sudaryanto sebenarnyamelanjutkan program, bahkan dengan gerakan yang cepat dan sigap, berani mengambil keputusan dan fokus pada rekrukturisasi aset sambil menunggu jelasnya persoalan dokumentasi asset milik BPPN. Sayangnya, cacuk mungkin kena intervensi, memilih-milih debitor mana saja yang harus segera menyelesaikan kewajibannya, dan debitor mana saja yang diberi kelonggaran. Dengan maksud membersihkan BPPN dari praktik curang, presiden Abdurrahman Wahid waktu itu mengangkat Edwin Gerungan sebagai kepala BPPN kelima. Sayangnya Edwin terlalu takut mengambil keputusan , yang memang lebih banyak bernuansa politis daripada ekonomisnya. Penyelesaian masalah debitor jadi terkatung-katung tak jelas. Sementara biaya yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia atas lambatnya pengambilan keputusan di BPPN sekitar Rp 150 milyar per hari. Ini adalah biaya bunga obligasi rekapitalisasi yang harus dibayar pemerintah ke bank-bank yang menerima suntikan dana rekapitalisasi.[1]


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pengertian Public Relations.
Makna Public Relations itu terkesan relatif, karena begitu banyak orang yang mencoba menafsirkannya sendiri sehingga justru sering menimbulkan salah pengertian. Terdapat begitu banyak makna dari public relations, namun pada intinya public relations tersebut senantiasa berkenaan dengan kegiatan penciptaan pemahaman melalui pengetahuan, dan melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan akan muncul suatu dampak, yakni berupa suatu perubahan yang positif.   
Public relations secara umum diartikan sebagai semua kegiatan yang dilakukan oleh suatu lembaga atau organisasi dan badan usaha melalui para petugas public relations officer (PRO) untuk merumuskan organisasi atau struktur dan komunikasi guna menciptakan saling pengertian yang lebih baik antara lembaga itu dengan khalayak (pihak-pihak yang harus selalu dihubunginya).[2] Jadi, Public Relations dapat dipandang sebagai alat atau medium untuk menciptakan hubungan-hubungan dengan siapa saja yang dianggap dapat membawa keuntungan dan kemajuan bagi organisasi atau lembaga yang bersangkutan.
Definisi lain seperti yang terdapat dalam Webster’s New International Dictionary yang mengartikan Public Relations sebagai “suatu kegiatan dari organisasi untuk menciptakan dan memelihara hubungan-hubungan yang sehat dan produktif dengan publik tertentu, sehingga terdapat persesuaian dengan lingkungan sekelilingnya yang berkepentingan”.[3]
Public Relations menyangkut kepentingan setiap organisasi, baik itu oraganisasi yang bersifat komersial maupun non-komersial. Sebenarnya apa yang biasa disebut sebagai public relations atau humas terdiri dari semua bentuk komunikasi yang terselenggara antara organisasi yang bersangkutan dengan siapa saja yang menjalin kontak dengannya.
Menurut kamus IPR “institute of public relations” terbitan bulan November 1987: “praktek humas atau Public Relations adalah keseluruhan upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik serta saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya”.[4]
“Upaya yang terencana dan berkesinambungan” ini bararti public relations adalah suatu rangkaian kegiatan yang diorganisasikan sebagai suatu rangkaian kampanye atau program terpadu, dan semuanya itu berlangsung secara berkesinambungan dan teratur. Jadi, public relations sama sekali bukanlah kegiatan yang sifatnya sembarangan atau dadakan.
Lembaga public relations di Amerika Serikat mendefinisikan public relations sebagai “usaha yang direncanakan secara terus-menerus dengan sengaja, guna membangun dan mempertahankan pengertian timbal-balik antara organisasi dan masyarakatnya”.[5]
Sedangkan pengertian komunikasi dalam public relations adalah proses dari kedua belah pihak, yang membutuhkan perhatian lewat mata, telinga, dan mulut. Usaha ini harus disadari secara penuh, ditentukan secara selektif, dan dilakukan secara bertahap dari waktu ke waktu.
Dengan demikian, public relations adalah suatu bentuk komunikasi yang berlaku terhadap semua jenis organisasi, baik yang bersifat komersial maupun non-komersial, di sektor public (pemerintah) maupun privat (pihak swasta). Bertolak dari definisi ini, kita segera menyadari bahwa pengertian public relations atau humas itu jauh lebih luas daripada periklanan atau pemasaran, dan keberadaanya pun jauh lebih awal.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat dilihat bahwa dalam public relations itu terdapat suatu usaha atau kegiatan untuk menciptakan keharmonisan atau sikap budi yang menyenangkan antara suatu badan  dengan publiknya. Kegiatan yang menonjol adalah menanamkan dan memperoleh pengertian, goodwill dan kepercayaan publik tertentu dan masyarakat pada umumnya.
            Dari sekian definisi / pengertian public relations / hubungan masyarakat  dengan bahasa dan formulasi yang beragam ini, pada hakikatnya terdapat persamaan, terutama bahwa kegiatan hubungan masyarakat dimaksudkan untuk memperoleh pengertian, kepercayaan dan dukungan melalui suatu kegiatan komunikasi dua arah / timbal balik. Kegiatan komunikasi tersebut, baik dilakukan di dalam organisasinya maupun komunikasi  dengan publik-publik di luar organisasi.
            Lebih ringkasnya dapat dikatakan bahwa kesamaan pokok pikiran yang terdapat dalam berbagai definisi yang ada yaitu:
1.      Public relations merupakan suatu kegiatan yang bertujuan memperoleh goodwill, kepercayaan, saling pengertian, dan citra yang baik dari publik / masyarakat.
2.      Sasaran public relations adalah menciptakan opini publik yang favourable, menguntungkan semua pihak.
3.      Public relations merupakan unsur yang sangat penting dlmm manajemen guna mencapai tujuan yang spesifik dari organisasi
4.      Public relations adalah usaha untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara suatu badan / organisasi  dengan masyarakat melalui suatu proses komunikasi timbal balik atau dua arah. Hubungan yang harmonis ini timbul  dari adanya mutual understanding, mutual confidence, dan image yang baik. Ini semua merupakan langkah-langkah yang ditempuh oleh public relations untuk mencapai hubungan yang harmonis.

B.     Tujuan dan Fungsi Public Relations
Tujuan Public relations
Tujuan (goals) merupakan sesuatu yang ingin dicapai, dituju atau diraih. Tujuan sentral Public relations yang akan dicapai adalah mengacu pada tujuan pokok organisasi atau perusahaan, karena Public relations dibentuk guna menunjang aktivitas manajemen dan operasional perusahaan. Dalam realitanya, tujuan Public relations antara lain menciptakan pemahaman publik, membangun citra korporat, membangun opini publik yang favourable serta membentuk goodwill dan kerja sama.[6]
Sebagaimana disebutkan di atas, tujuan sentral Public relations yang hendak dicapai secara strategis, maka dalam hal ini tidak berfungsi sebagai “peta” yang menunjukkan arah, tetapi akan menunjuk “bagaimana” tentang operasionalnya. Jadi tujuan sentral Public relations adalah mengacu kepada kepentingan pencapaian sasaran (target) citra perusahaan, corporate image dan corporate culture (kultur perusahaan) serta branded image (citra nama). Keberadaan Public relations yang profesional tersebut berfungsi sebagai management communications. 
Public relations, sesuai dengan tujuan utamanya, akan dituntut untuk mengembangkan atau membangun hubungan yang baik, tidak hanya dengan pihak pers, tetapi juga termasuk dengan berbagai pihak luar atau kalangan yang terkait (eksternal relations). Dalm definisi, bahwa publik relations adalah fungsi manajemen, yang berarti melekat dan tidak terlepas dari manajemen, tujuannya adalah membentuk good will, toleransi (tolerance), saling kerja sama (mutual symbiosis), saling mempercayai (mutual confidence), saling pengertian (mutual understanding), dan saling menghargai (mutual appreciations), serta untuk memperoleh opini publik yang favorable, good image yang tepat berdasarkan hubungan yang harmonis, baik hubungan ke dalam (internal relations) maupun hubungan ke luar (eksternal relations).[7]
Jadi, tujuan utama Public Relations adalah pengembangan opini publik yang menyenangkan dari sebuah lembaga social, ekonomi, atau politik. Suatu pemahaman tentang prosese pembentukan opini publik dan perubahan sikap merupakan dasar dari studi Public Relations.
Fungsi Public relations
Fungsi atau peranan adalah harapan publik terhadap apa yang seharusnya dilakukan oleh Public relations sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang Public relations. Jadi, Public relations dikatakan berfungsi apabila dia mampu melakukan tugas dan kewajibannya dengan baik.
Dalam kegiatannya, fungsi Public relations secara konseptual dan metodologis terdapat persamaan di semua perusahaan, yakni mengacu dan berupaya untuk membangun atau membina hubungan yang harmonis melalui sistem saluran komunikasi dua arah dan melancarkan publikasi antara organisasi dengan publik (khalayak sasaran) atau sebaliknya publik dengan perusahaan, agar tercapai opini dan persepsi yang positif, dan untuk memperoleh citra perusahaan yang baik.
Edwin Emery, dalam bukunya introduction to mass media menyebut fungsi Public Relations sebagai:[8] “Upaya yang terencana dan terorganisasi dari sebuah perusahaan atau lembaga untuk menciptakan hubungan-hubungan yang saling bermanfaat dengan berbagai publiknya”.
Menurut Bertrand R. Canfield menyebutkan Public Relations mengemban tiga fungsi, yaitu:[9]
1.      Mengabdi kepada kepentingan umum, maksudnya bahwa kegiatan publik relations harus benar-benar dicurahkan untuk kepentingan umum. Khususnya bagi publik relations officer (PRO) harus dapat menciptakan, membina serta memelihara hubungan ke dalam maupun ke luar.
2.      Memelihara komunikasi yang baik, maksudnya bahwa seorang public relations officer (PRO) adalah perantara antara pimpinan dan publiknya. Untuk menciptakan hubungan yang baik maka seorang public relations officer (PRO) harus dapat membina komuniakasi yang terarah dan efektif.
3.      Menitikberatkan moral dan tingkah laku yang baik, maksudnya bahwa seorang public relations officer (PRO) akan mempunyai wibawa apabila ia sendiri tidak cacat moral dan tingkah lakunya. Dalam artian ia harus menjadi teladan dan panutan 
Secara garis besar, Cutlip dan Center[10] menyebut fungsi Public relations sebagai berikut:
·         Menunjang kegiatan manajemen dan mencapai tujuan organisasi.
·         Menciptakan komunikasi dua arah secara timbale balik dengan menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik dan menyalurkan opini publik kepada perusahaan.
·         Melayani publik dan memberikan nasehat kepada pimpinan perusahaan untuk kepentingan umum.
·         Membina hubungan secara harmonis antara perusahaan dan publik, baik internal maupun eksternal.
Penampilan dan sikap seorang public relations dapat menciptakan kesan tersendiri, baik itu positif maupun negatif. Pada akhirnya kesan ini dapat melekat dan mempengaruhi pula citra nama instansi atau perusahaan yang mereka sandang. Oleh karena itu, sesuai dengan code of ethics public relations, serta didukung oleh semangat etos kerja yang tinggi, maka public relations akan tetap berpegang teguh pada tugas dan fungsinya sebagai public relations yang profesional.
C.    Prinsip-Prinsip Public Relations
Arthur W. Page menyebutkan sejumlah prinsip public relations, antara lain:
1.      Tell the Truth. Biarkan publik tahu apa yang terjadi dan sediakan gambar yang akurat. Segala kejadian maupun peristiwa yang terjadi di dalam suatu lembaga merupakan perhatian publik, mengapa? Karena setiap kegiatan maupun pekerjaan yang dilakukan, dilakukan atas nama publik dan demi kepentingan publik. Oleh sebab itu, publik memiliki hak tersendiri untuk mendapatkan informasi sedalam-dalamnya terkait dengan lembaga.
2.      Buktikan dengan tindakan (prove it with action). Perilaku lembaga menjadi sumber informasi bagi publik dalam memberikan penilaian akan kinerja lembaga. Penilaian positif lebih mudah didapatkan melalui pembuktian dengan kerja nyata. Publik lebih mudah menilai lembaga dari kinerjanya.
3.      Dengarkan suara konsumen atau masyarakat (listen to the customer). Untuk kebaikan lembaga, mengertilah pada keinginan dan kebutuhan publik. Salah satu aspek penting dalam menjaga hubungan baik dengan dengan publik adalah mengerti keinginan konsumen
4.      Siapkan diri untuk esok (manage for tomorrow). Ciptakan niat baik, setiap kegiatan yang dilakukan saat ini, akan berdampak di masa depan. Penting bagi sebuah lembaga untuk merencanakan setiap kegiatan. Perencanaan untuk kegiatan di masa depan, bermanfaat dalam menghindarkan kesulitan-kesulitan maupun kekacauan yang mungkin terjadi di masa depan.
5.      Lakukan tindakan public relations seakan seluruh lembaga bergantung padanya. Public relations memiliki fungsi-fungsi yang tidak tergantikan oleh anggota lain dalam lembaga.
6.      Remain calm, patient and good humored. Bersandarlah pada sikap yang konsisten, tenang dan berdasarkan perhatian ketika menyampaikan informasi, atau melakukan kontak. Bila krisis muncul, ingat bahwa komunikasi dengan kepala dingin adalah yang terbaik.    

D.    Teori Public Relations
Diantara teori-teori yang digunakan dalam public relations adalah sebagai berikut:
                         I.      Teori-teori hubungan
·   Teori sistem - mengevaluasi hubungan dan struktur ketika hubungan dan struktur tersebut terkait secara keseluruhan.
·   Teori situasional - situasi yang menetukan hubungan.
·   Pendekatan pada resolusi konflik - melibatkan pemisahan orang-orang dari permasalahan; memfokuskan pada minat, bukan posisi; menciptakan pilihan-pilihan demi keuntungan bersama; dan menuntut criteria yang objektif.

                II.      Teori kognisi dan prilaku
·   Teori penggabungan tindakan -  memahami prilaku dengan memahami bagaimana orang-orang berpikir.
·   Teori pertukaran sosial - memprediksi prilaku kelompok dan individu berdasarkan penghargaan yang diterima dan biaya.
·   Teori difusi – orang mengadopsi ide atau inovasi yang penting setelah melalui lima langkah yang berbeda-beda: kesadaran, minat, evaluasi, percobaan dan adopsi.
·   Teori pembelajaran social - orang menggunakan pemrosesan informasiuntuk menjelaskan dan memprediksi prilaku.
·   Model kemungkinan terperinci - menunjukkan bahwa pembuatan keputusan dipengaruhi oleh pengulangan, penghargaan, dan juru bicara yang kredibel atau dapat dipercaya.

             III.      Teori-teori komunikasi massa.
·   Kegunaan dan gratifikasi - orang adalah pengguna aktif media dan memilih media berdasarkan gratifikasi media tersebut bagi mereka.
·   Teori penyusunan agenda - menunjukkan bahwa isi media yang dibaca, dilihat dan didengarkan orang membentuk agenda diskusi dan interaksi masyarakat.[11]

E.     Proses Public relations:

Hubungan Public relations  dengan External Publik
            Salah satu tujuan ke luar public relations ( external public relations ) adalah mempererat hubungan  dengan orang-orang atau instansi di luar organisasi / perusahaan, demi terciptanya opini publik yang menguntungkan organisasi. Tugasnya adalah mengadakan komunikasi dua arah yang sifatnya informative dan persuasive kepada publik luar. Informasi harus diberikan  dengan jujur, berdasarkan fakta dan harus diteliti, ken publik mempunyai hak untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang sesuatu yang menyangkut kepentingannya.
            Komunikasi ke luar  dengan masyarakat dapat dilakukan melalui berbagai cara sebagai berikut :
1.      melalui kontak pribadi ( personal contact ),
2.      melalui media massa, seperti:
a.       press release;
b.      hubungan  dengan pers
c.       hubungan  dengan masyarakat / komunitas;
d.      publisitas, dan
e.       melalui media komunikasi lain

Hubungan Melalui Kontak Personal
            Salah satu pekerjaan petugas public relations adalah memikirkan kepentingan publik. Wawasan seorang PRO biasanya dibentuk oleh pengalaman-pengalaman mereka, misalnya  dengan memperhatikan sikap, tindak-tanduk, kebiasaan, cara-cara melayani, dan sebagainya. Yang terpenting untuk diperhatikan disini adalah perlakuan terhadap perseorangan yang mempunyai hubungan atau berhubungan  dengan lembaga / organisasi / perusahaan tersebut. Seorang PRO yang berhubungan langsung  dengan publiknya harus selalu bersikap ramah, sopan, selalu bersedia mendengarkan apa yang dikatakan dan ditanyakan publik, sabar dalam melayani mereka dan tidak menangguhkan sesuatu pelayanan yang segera dapat dilakukan.
           
Hubungan  dengan media massa
Salah satu kegiatan public relations yang penting adalah menyelenggarakan hubungan  dengan media massa, karena media massa, terutama pers merupakan media yang memainkan peranan penting dalam penyebaran informasi / berita kepada masyarakat, juga kepada pemerintah dan dalam pembentukan opini publik.
Hubungan public relations  dengan media massa memiliki 5 sasaran, yaitu :  [12]
1.      untuk memperoleh publisitas seluas mungkin mengenai kegiatan serta kangkah lembaga / organisasi yang dianggap baik untuk diketahui oleh publik.
2.      untuk memperoleh tempat dalam pemberitaan pers  ( liputan, laporan, ulasan, atau tajuk ) yang obyektif, wajar, dan seimbang mengenai hal-hal yang menguntungkan lembaga / organisasi.
3.      untuk memperoleh umpan balik mengenai upaya dan kegiatan lembaga / organisasi.
4.      melengkapi data / informasi bagi pimpinan lembaga untuk keperluan pembuatan penilaian secara tepat  mengenai situasi atau permasalahan yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan lembaga.
5.      mewujudkan hubungan yang stabil dan berkelanjutan yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan saling menghormati.

Hubungan  dengan internal publik
            Tujuan adanya hubungan ini untuk mempererat hubungan antara pimpinan dan karyawan / bawahan, majikan dan buruh, antara sesama pegawai dalam publik intern, sehingga akan menimbulkan kegairahan kerja. Hal ini dapat ditempuh melalui komunikasi yang sinambung.
            Internal public relations dapat dibagi menjadi dua:
1.      Hubungan  dengan karyawan
2.      hubungan  dengan pemegang saham
 Hubungan  dengan karyawan yaitu hubungan  dengan semua pekerja, baik yang “berdasi” maupun pekerja “kasar”.  dengan menggalang hubungan yang demikian maka goodwill, kerjasama dan kepercayaan dari mereka dapat dibina dan dipelihara.
Tugas dan fungsi dari public relations atau humas tidak terlepas dari bidang informasi dan komunikasi mengenai kegiatan atau aktivitas perusahaan yang diwakilinya, untuk disampaikan kepada komunikan (publik) sebagai sasaran atau targetnya.
Keterampilan berkomunikasi seorang public relations, baik melalui lisan maupun tulisan adalah salah satu upaya untuk membentuk opini publik yang sesuai dengan apa yang diharapkan.
Kemudian melalui media massa, tentang apa dan bagaimana pesan tersebut dirancang atau disampaikan sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan. Pesan harus sistematis, deskriptif, persuasif, informatif, emosional, dan responsif yang disesuaikan dengan situasi, kondisi kepentingan dan keinginan-keinginan dari kedua belah pihak.[13]
Hal ini dapat dicapai melalui hubungan komunikasi dua arah yang efektif dengan teknik dan metode tertentu. Apa dan bagaimana menguasai teknik atau cara berkomunikasi yang tepat dan baik? Bagaimana memanfaatkan media cetak atau media elektronik sebagai alat untuk menyampaikan pesan, dalam bentuk teknologi apa? Dengan bahasa, tulisan, dan gambar yang akan membawa pesan kepada komunikan yang dituju secara efektif dan efisien.

F.     Strategi Pendekatan-pendekatan public relations dalam mengadakan hubungan
Strategi Pokok public relations. Strategi pokok public relations diarahkan untuk meningkatkan mekanisme komunikasi dua arah antara lembaga organisasi atau perusahaan dengan publiknya agar hasil-hasil yang dicapai oleh lembaga dapat dikenal oleh publik, sehingga publik akan ikut berpartisipasi aktif dalam mewujudkan tujuan lembaga khususnya dan tujuan pembangunan nasiosal umumnya.
Pada hakikatnya public relations menjalankan usaha-usaha untuk mencapai hubungan yang harmonis antara suatu lembaga atau perusahaan dengan publiknya. Kegiatan public relations merupakan usaha untuk menciptakan keharmonisan atau sikap budi yang menyenangkan antara suatu lembaga atau perusahaan dengan publiknya. Menurut Ton Kertopati dalam bukunya dalam bukunya asas-asas penerangan dan komunikasi, kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan melalui hubungan-hubungan yang sehat dan produktif. Secara teoritis dapat dilakukan melalui 4 cara pendekatan, yaitu:
1.      Pendekatan yang bersifat manipulatif, yaitu mengadakan hubungan dengan cara yang dikenal dengan “rekayasa keyakinan” (the engineering of consent). Cara ini bertujuan untuk menggarap pendapat dan sifat seseorang atau orang-orang agar memberikan persetujuan kepada apa yang kita harapkan. Cara ini lebih ditujukan terhadap perasaan, emosi atau sentiment orang.
2.      Pendekatan yang bersifat promosional. Artinya bahwa kegiatan yang dilakukan dalam mengadakan hubungan dengan menitikberatkan pada cara-cara berpromosi, yaitu bahwa kita berbuat baik dengan harapan dapat memperoleh keuntungan daripadanya.
3.      Pendekatan yang bersifat edukasional. Cara ini mengharuskan kegiatan dalam dalam mengadakan hubungan dengan yang lebih bersifat mendidik, yaitu dengan memberikan pengertian melalui ‘telling our story’, menjelaskan kepada publik tentang apa yang kita kerjakan, tujuan dan manfaat yang akan diperoleh.
4.      Pendekatan yang bersifat missionary. Artinya bahwa kegiatan dalam mengadakan hubungan seolah-olah membawa isi tertentu, bahwa kita mengemban tugas suci untuk berbuat sesuatu.[14]

Strategi Operasional public relations. public relations berfungsi untuk menimbulkan iklim yang dapat mengembangkan tanggung jawab dan partisipasi seluruh publiknya untuk ikut serta mewujudkan tujuan. Strategi operasionalnya yang digunakan dapat melalui beberapa cara, antara lain sebagai berikut:
·         Pendekatan Kemasyarakatan.
Pelaksanaan program public relations dilakukan dengan pendekatan kemasyrakatan, melalui mekanisme sosio-kultural. Ini berarti bahwa opini publik yang muncul dalam media massa merupakan cerminan dan kehendak masyarakat; tulisan-tulisan baik yang berbentuk surat pembaca, tajuk rencana, press release dan sebagainya, merupakan indikasi opini publik terhadap gagasan atau kebijakan dari sebuah organisasi.
·         Pendekatan koordinatif dan integrative.
Pendekatan ini dilakukan dengan koordinasi dan integrasi di dalam badan koordinasi kehumasan (Bakohumas) untuk mempercepat tercapainya program public relations.
·         Pendekatan edukatif dan persuasive.
Pendekatan ini memiliki peranan penting untuk mencapai perubahan sikap mental yang negatif dari publik, terutama dari media massa agar lebih berperan serta secara positif dalam ikut mewujudkan tujuan.
·         Penyelenggaraan sistem penerangan terpadu.
Penerangan terpadu dan berkesinambungan dimaksudkan untuk meningkatkan gerak langkah operasional antara public relations dan petugas yang terkait dengan kehumasan sehingga mengarah pada tercapainya tujuan kehumasan.[15]

G.    Media dan metode public relations

Media memegang peranan penting dalam mensukseskan usaha public relations, lebih-lebih bila dilihat populasi jangkauan public relations sangat luas dan banyak jumlahnya. Setiap media memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, namun  dengan penggunaan secara terpadu kemungkinan besar dapat saling melengkapi. Media yang dapat digunakan public relations antara lain sebagai berikut :
1)   Media tradisional  dengan metode tatap muka.
Komunikasi tatap muka diselenggarakan dalam berbagai bentuk media tradisional, misalnya pameran, ceramah, diskusi, kunjungan bersama pers, dan lain-lain.
2)      Media massa  dengan metode tidak langsung. Media massa yang digunakan public relations dapat berupa :
a.       Media elektronik:  televisi, film, radio, video, slide.
b.      Media cetak: harian, mingguan, poster, lesflet, spanduk, stiker, dan sebagainya.
Dalam hal ini seorang PRO harus dapat memilih media yang tepat dalam rangka pelaksanaan tugasnya seefektif mungkin dan  dengan tenaga, biaya dan waktu yang seefisien mungkin. Karenanya pengetahuan tentang media yang tepat untuk digunakan dalam kegiatan public relations harus dimiliki olehnya.
Membahas masalah  media dalam kegiatan public relations, yang menjadi persoalan utama yaitu bagaimana memilih media yang tepat agar tujuan dapat tercapai  dengan cara yang seefektif dan seefisien mungkin. Untuk itu pada umumnya harus ditentukan dahulu pesan apa yang hendak disampaikan, berapa jumlah publik yang diharapkan: media massa untuk publik yang luas, atau cukup melakukan personal kontak jika sasarannya masyarakat sekitar organisasi.


BAB III
ANALISIS MASALAH

mengatasi persoalan substansial di di tubuh BPPN
 Ketika lembaga BPPN ini dilanda masalah sampai dibubarkan Tentunya masalah tersebut sangatlah kompleks,  Baik internal dan ekstenal sebelum mengatasi problem di eksternal lembaga telebih dahulu menyelesaikan masalah yang berada di dalamnya. Terkait dari struktur yang menjalankannya  Diakui atau tidak, ketika Ketua BPPN I Gede Putu Ary Suta hari-hari ini tengah melakukan "kampanye" untuk mendapatkan dukungan dari publik. Putu hadir di berbagai seminar dan menjelaskan langkah-langkah "revolusioner" yang dirancangnya guna mengoptimalkan kembali peran BPPN
Jadi bagaimana mungkin lembaga "sakit" diminta melaksanakan tugas untuk menyehatkan lembaga lain? oleh karena itu, tentunya langkah pertama yang mesti dilakukan bukan sekadar "menjual" BPPN melalui dirinya alias membuat program PR, melainkan mengatasi persoalan substansial di tubuh BPPN sendiri. Dan persyaratan utama untuk menyehatkan BPPN itu adalah pada figur ketuanya sendiri Dalam hal ini, tentu saja termasuk sosok Putu, yang harus memenuhi beberapa kriteria  Pertama, dia mesti nonpartisan. Ini yang paling penting,  Betapapun piawainya kapabilitas seorang kepala BPPN, tetapi kalau ia bersifat partisan, sangat besar peluangnya untuk fund raising dari BPPN bagi kepentingan partai yang diafiliasinya.  
Kedua, dia mesti diaksep oleh pasar. Aspek ini juga krusial, karena BPPN adalah sebuah institusi yang public domain dan memiliki akuntabilitas publik, serta berkorelasi erat dengan perkembangan pasar. Jika sang ketua tidak didukung atau minimal diterima pasar, maka segala kebijakan yang dikeluarkan BPPN akan "dihajar".
Dengan kata lain, BPPN tidak akan mendapatkan public support. Pada gilirannya, citra BPPN akan semakin hancur dan dia teralienasi atau bahkan gagal dalam menjalankan kegiatannya.
Ketiga, sang ketua BPPN mesti memiliki integritas dan track record yang bisa dipertanggungjawabkan. Integritas ini mutlak diperlukan, agar dia tidak terjebak pada persoalan masa lalunya, baik yang berkaitan dengan debitur BPPN atau soal-soal lainnya yang bisa dijadikan isu bagi para "preman" politik maupun ekonomi.
Keempat, dia mesti memiliki kapabalitas dalam tiga hal sekaligus; pemahaman tehnis perkreditan, perbankan dan managerial skill yang mumpuni. Pemahaman teknis perkreditan bahkan menjadi unsur krusial, karena negosiasi dengan debitur merupakan salah satu peran Kepala BPPN.
Jadi, supaya dia tidak "dimakan" oleh konsultan debitur (kakap) tentu saja soal-soal teknis mesti dikuasainya. Sementara soal perbankan, juga menjadi unsur mutlak, karena tugas BPPN toh memang menyehatkan perbankan.
Selain itu, aspek managerial skill atau leadership skill, urgen dikedepankan, sebab, sudah jadi rahasia umum bahwa BPPN itu mirip "rimba raya" dimana di dalamnya berkumpul berbagai kepentingan dengan latar yang berbeda. Sang ketua BPPN, jika tidak ingin "dihajar" sub ordinate-nya dan atau gagal menjadi dirigen, tentu mesti memiliki leadership prima. Kalau perlu sedikit "tangan besi" asalkan berlandas profesionalisme. Mengenai proses restrukturisasi utang dan penjualan aset misalnya. Ditengarai, proses yang berlangsung telah dijadikan "ladang" bagi berbagai pihak, termasuk [konon] sebagian konsultan, yang perannya lebih mirip sebagai calo.  Ironisnya lagi, BPPN secara tidak sadar (atau bahkan sadar) melakoni setting itu dengan senang hati. Implikasinya, BPPN menjadi arena bermain para avonturir. Dan yang lebih menggetirkan, bukan tidak mungkin, "air sumur"-BPPN akan "mengering", sementara sumbangan kepada ABPN tidak pula tercapai. Di sisi lain, meskipun sudah dibekali dengan PP No. 17 yang pada dasarnya membolehkan BPPN bisa berbuat "apa saja", dan malah dibarengi pula dengan PP No. 18 yang memperkenankan mereka bebas dari tuntutan-meskipun "menghardik" debitur- ternyata BPPN tidak berani menggunakannya. Pejabat di BPPN agaknya terlalu "penakut" untuk diberi tugas sebagai debt collector.
Lantas apakah tidak ada orang-orang di BPPN yang bekerja atas dasar kepentingan bisnis? Boleh jadi ada. Hanya saja power mereka tidak memadai. Mereka yang sebenarnya bekerja atas dasar profesionalisme tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, boleh jadi penghasilan yang mereka terima dari BPPN memang "aduhai" besarnya. Dan kenikmatan memperoleh pendapatan besar itu mungkin telah membuat nurani tergoda.
Berangkat dari dugaan realitas seperti itu, tugas ketua tentu saja tidak mudah. Dia mesti berani menunjukkan "otot kawat" dan "tulang besi" bahwa BPPN di tangannya akan kembali kepada khittah, yakni sebagai Badan Penyehatan Perbankan Nasional, bukan "Badan Penyantun Pengusaha Nakal" atau "Badan Penggorok Perekonomian Nasional".
Itu yang paling utama. Dan implementasi dari niat tersebut, tentunya dengan memperbaiki struktur organisasi secara revolutif termasuk "membersihkan" oknum-oknum yang bergentayangan di dalam tubuh BPPN sendiri. Setelah itu dilakukan, barulah bisa bicara mengenai strategi.
Seperti apa strateginya? BPPN harus sadar diri, bahwa mereka adalah "lilin". Mereka hidup untuk menerangi perekonomian dan setelah itu mesti rela mati. Hanya saja jadwal matinya sudah ditentukan yakni tahun 2004.

Transparansi  
kepala BPPN bekerja sama dengan PRnya harus pandai-pandai memilih aset mana yang bisa maksimal dijual sekarang dan aset mana yang harus di restrukturisasi dulu, lalu bisa dijual belakangan untuk mendapatkan harga lebih baik. Celakanya, paling gampang mengukur kesuksesan kepala BPPN adalah bila ia mampu memenuhi setoran ke APBN, walaupun hanya mengobral “ten cent a dollar!”. Jadi, restrukturisasi diabaikan dan penjualan diutamakan. Tetapi, menjual aset dengan cara membabi buta dan menghalalkan segala cara jelas bukan cara yang baik dan tidak bisa dipakai sebagai standar kesuksesan.
Ambil contoh struktur BPPN yang sempat dibuat sentralistis dengan maksud mempercepat pengambilan keputusan.  Namun, sebagai konsekuensi keputusan yang sentralistis, kepala BPPN mempunyai ruang yang cukup lebar untuk memainkan kepentingan, baik kepentingan dirinya sendiri, kepentingan orang-orang dekatnya, kepentingan golongan tertentu atau malah kepentingan debitor dengan kompensasi tertentu.
Mekanisme pengambilan keputusan yang tersentralisasi ini juga membuat informasi jadi sangat terbatas. Bila informasi menjadi barang langka, otomatis timbul peluang adanya jual-beli informasi atau calo-calo yang sok menjadi dewa penyelamat debitor karena merasa berjasa atas informasi yang ia miliki. Jangankan public, menurut orang dalam BPPN sendiri yang saya dengar, para staf tidak tahu sampai di mana proses yang tengah dijalani oleh debitor tertentu.
Situasi yang serba gelap ini tidak pernah diketahui publik. Proses di dalam BPPN tidak pernah mendapat sorotan pers. Yang muncul ke permukaan hanyalah pucuk gunung masalah tidaklah tampak. Maka di sini tugas dari seorang public relations adalah menggunakan strategi transparansi dari semua proses kegiatan di BPPN yang harus jelas sehingga bisa menciptakan opini publik yang baik dan menghasilkan citra positif dari instansi tersebut.
Selain ukuran prosedur dan kewenangan, etika harus menjadi ukuran kunci. Kalau BPPN memang mau berdandan rapi di muka publik bahwa dirinya bersih dari KKN, hal-hal seperti ini semestinya tidak akan terjadi.
Dengan demikian, jelas bahwa kinerja BPPN di satu sisi tetinggal oleh pemberitaan di media massa pada sisi yang lain. Ada jurang perbedaan antara performance BPPN dan kepalanya di media massa yang diketahui public dengan performance BPPN yang sesungguhnya, terutama yang menyangkut proses pengambilan keputusan. Sadar tidak sadar pemberitaan selama ini adalah pemberitaan mengalami distorsi.
Menciptakan kepercayaan Publik
Terlepas dari kecurigaan sebagian orang per orang, yang pasti BPPN pada awalnya berani terbuka untuk mengatakan sampai dimana penyelesaian setiap debitor. Devisi komunikasi diberi keleluasan dan akses yang sangat besar ke seluruh divisi di dalam BPPN , bahkan menjadi anggota Board of Directors walaupun tidak memiliki hak suara, tetapi yang didengarkan masukannya dalam proses pengambilan keputusan.
Yang disampaikan ke publik adalah proses yang sebenarnya yang sedang berjalan. Misalnya saja, setiap minggu ada jadwal yang jelas untuk mengumumkan status debitor, dari debitor yang satu ke debitor yang lain secara bergiliran. Dan tidak lupa seorang PR atas nama sebuah instansi harus bisa bekerja sama dengan media, dengan mengadakan jumpa pers, dan mengklarifikasi apa saja yang terjadi dalam perusahaan atau intansi tersebut, Inilah tugas yang seharusnya dilakukan oleh seorang public relations.
Dengan demikian, seorang public relations dari lembaga BPPN tersebut harus bisa menggunakan strategi komunikasi sebagai alat untuk mempermudah proses negoisasi dalam penyelesaian kewajiban debitur. Masyarakat mengalami pembelajaran bahwa membayar hutang itu penting karena Negara telah merugi.
Lalu bagaimana sekarang nasib debitor-debitor itu? Tugas public relations dari BPPN lah yang mengumumkan status penyelesaiannya. Ada debitor yang sudah membayar, ada yang empat tahun kerjanya Cuma negoisasi dan belum bayar sepeser pun, ada juga debitor yang kabur atau pengadilan justru memenangkan debitor padahal sudah mencuri uang nasabah di bank bekas miliknya.
Semua itu terjadi karena ketidaktransparan. Kalau BPPN belum bisa managih uang segera, masyarakat harus tahu apa alasannya. Apakah sistem di BPPN yang bobrok, sistem peradilannya yang keliru, atau memang debitornya yang justru mengorbankan seluruh masyarakat Indonesia karena seharusnya kewajiban itu adalah tanggung jawab debitor yang bersangkutan saja.
Standar penanganan debitor walaupun secara teknis sangat kontekstual, harus memenuhi rasa keadilan dan tegas. Jika satu pihak saja dimanjakan, maka BPPN akan pusing karena jutaan yang lain akan minta perlakuan yang sama. Hal lain yang harus dilakukan selain membuat sistem yang transparan terhadap setiap proses yang sedang berjalan adalah menunjuk juru bicara BPPN (humas atau public relations), orang yang diberi tanggung jawab untuk bicara pada publik dan juga pastinya kredibel. Orang ini harus berbicara atas nama dan untuk kepentingan BPPN, bukan orang perorang atau kepentingan pihak-pihak tetentu. Karena itu komunikasi dilakukan secara profesional dan bukan emosional.
Tanggung jawab sebagai spoke person ini jangan diambil alih oleh kepala langsung, tetapi memberi kesempatan kepada anak buahnya menjelaskan kepada publik atau memberi kesempatan kepada seorang publik relations yang bisa memberi keterangan dengan lebih detail dalam hal proses yang sedang berjalan di BPPN. Biarkan sistem yang bekerja, buat prosedurnya,dan  awasi pelaksanaannya. Perlu dukungan staf yang profesional untuk mengurus hal-hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab stafnya. Hal ini mudah sebetulnya, asal BPPN jelas dan professional.
Tugas dari seorang public relations disini adalah mengkomunikasikan kerja BPPN yang merupakan hal yang penting, karena informasi yang muncul ibarat pedang bermata dua. Yang satu bisa membunuh diri sendiri, yang lain bisa dipakai untuk mencapai tujuan.
Arti penting komunikasi inilah yang semestinya mendapat perhatian yang cukup serius dari kepala BPPN yang baru, A Temenggung. Sepanjang ada keseimbangan antara performance yang baik dari sistem kerja di BPPN dan mengkomunikasikan hal itu ke publik, maka BPPN dengan sendirinya akan mendapatkan kepercayaan dari publik. Sebaliknya, sebaik apapun kerja dari BPPN, tetapi bila tidak mengkomunikasikan diri di depan publik, maka BPPN hanya akan jadi santapan empuk berbagai pihak yang ingin menyudutkan BPPN. Sedangkan apabila baik dalam berkomunikasi tetapi tidak diimbangi oleh kinerja yang transparan, akibatnya BPPN nasibnya akan sama dengan pemimpin-pemimpin sebelumnya.
Strategi komunikasi ini bukan hanya bisa dipakai oleh BPPN sebagai payung dalam menghadapi hujan serangan dari para debitor, tetapi juga bisa dipakai untuk melindungi diri atau mensterilkan diri dari intervensi, BPPN masih dianggap tambang emas oleh mereka yang mengharapkan keuntungan. Bila BPPN tidak diintervensi oleh pihak lain, maka seluruh rakyat bisa tidur nyenyak dan makin percaya pada BPPN. Artinya, BPPN bisa menjadi penjaga kepercayaan publik.
Mampukah BPPN membenahi lagi citranya yang sudah terlanjur tidak karuan seperti sekarang? Jawabannya tergantung kepada BPPN sendiri, apakah BPPN dapat dipercaya?
Yang pertama, humas atau public relations dari lembaga BPPN harus bisa meyakinkan publik bahwa dirinya bukan lembaga yang biasa melakukan patgulipat. Teman adalah teman, bos adalah bos. Tetapi secara fungsional, BPPN harus berani berdiri di atas kakinya sendiri sebagai badan professional. Kalau BPPPN gagal pada langkah pertama ini, dapat dipastikan kinerjanya di BPPN bakal jadi bulan-bulanan.
Kedua, BPPN harus bisa meningkatkan kinerja sesuai dengan fungsinya, menyehatkan perekonomian dan meminta debitor menyelesaikan kewajibannya. Yang terakhir dan patut digarisbawahi adalah mampukah BPPN mengkomunikasikan dirinya sendiri kepada publik.
Disinilah peran public relations menjadi sangat strategis.



BAB IV
PENUTUP

Ø Kesimpulan  

Public relations secara umum diartikan sebagai semua kegiatan yang dilakukan oleh suatu lembaga atau organisasi dan badan usaha melalui para petugas public relations officer (PRO) untuk merumuskan organisasi atau struktur dan komunikasi guna menciptakan saling pengertian yang lebih baik antara lembaga itu dengan khalayak (pihak-pihak yang harus selalu dihubunginya).  Jadi, Public Relations dapat dipandang sebagai alat atau medium untuk menciptakan hubungan-hubungan dengan siapa saja yang dianggap dapat membawa keuntungan dan kemajuan bagi organisasi atau lembaga yang bersangkutan.
Penampilan dan sikap seorang public relations dapat menciptakan kesan tersendiri, baik itu positif maupun negatif. Pada akhirnya kesan ini dapat melekat dan mempengaruhi pula citra nama instansi atau perusahaan yang mereka sandang. Oleh karena itu, sesuai dengan code of ethics public relations, serta didukung oleh semangat etos kerja yang tinggi, maka public relations akan tetap berpegang teguh pada tugas dan fungsinya sebagai public relations yang profesional.
humas atau public relations dari lembaga BPPN harus bisa meyakinkan publik bahwa dirinya bukan lembaga yang biasa melakukan patgulipat. Teman adalah teman, bos adalah bos. Tetapi secara fungsional, BPPN harus berani berdiri di atas kakinya sendiri sebagai badan professional. Kalau BPPPN gagal pada langkah pertama ini, dapat dipastikan kinerjanya di BPPN bakal jadi bulan-bulanan.
BPPN harus bisa meningkatkan kinerja sesuai dengan fungsinya, menyehatkan perekonomian dan meminta debitor menyelesaikan kewajibannya. Yang terakhir dan patut digarisbawahi adalah mampukah BPPN mengkomunikasikan dirinya sendiri kepada publik.


Ø solusi

1.      Program PR (public relation)
a.      komunikasi krisis
Parahnya masalah yang melanda BPPN ini terkait masalah citra lembaga yang sedang hancur terkait beberapa masalah yang terjadi  maka  hal  yang perlu dilakukan seorang PR adalah Komunikasi dengan public yang dikenal dengan komunikasi krisis.
 Komunikasi  krisis adalah komunikasi antara organisasi dengan public sebelumnya, selama, dan setelah kejadian krisis. Komunikasi ini dirancang melalui program-program untuk meminimalisir kerusakan terhadap citra organisasi (Frearn Banks, dalam Prayudi 1998: 38).
Ketika organisasi mengalami krisis maka kebutuhan akan informasi seputar krisis terus meningkat. Hal ini karena berkaitan dengan berbagai kepentingan publik organisasi tersebut. Publik organisasi yang memiliki kepentingan akan merasa khawatir ketika organisasi mengalami krisis. Kekhawatiran ini dapat mengarah pada tindakan-tindakan yang mungkin merugikan organisasi, Menurut Coombs (1994) (dalam Prayudi, 1998: 39) ada lima strategi yang
biasanya digunakan dalam komunikasi krisis, yaitu:
1.       Non – existence strategies. Strategi ini diterapkan oleh organisasi yang kenyataanya tidak mengalami krisis, namun ada rumor bahwa organisasi sedang menghadapi krisis. Bentuk pesan bisa berupa penyangkalan (denial), penjelasan disertai alasan (clarification),menyerang pihak penyebar rumor (attack), dan mengancamberdasarkan hukum (intimidation).
2.      Distance strategies. Digunakan organisasi yang mengakui adanya krisis dan berusaha untuk memperlemah hubungan antara organisasi dengan krisis yang terjadi. Bentuk pesan bisa berupa penolakan bahwa organisasi tidak bermaksud melakukan hal-hal negatif dan penyangkalan kemauan (excuse) dan melakukan klaim bahwa kerusakan yang terjadi tidak serius (justification).
3.      Ingratiation strategies. Strategi ini digunakan organisasi dalam upaya mencari dukungan publik. Bentuk pesan bisa berupa pengingatan kepada publik akan hal-hal positif yang dilakukan organisasi, menempatkan krisis dalam konteks yang lebih besar, dan mengatakan hal-hal baik yang dilakukan publik (praising others).
4.      Mortification strategies. Organisasi berusaha meminta maaf dan menerima kenyataan bahwa memang benar terjadi krisis. Bentuknya bisa berupa kompensasi kepada kepada korban, meminta maaf kepada publik, dan mengambil tindakan untuk mengurangi krisis.
5.      Surffering strategies. Organisasi menunjukkan bahwa ia jugamenderita sebagaimana korban dan berusaha memperoleh dukungan dan simpati publik.
Sebuah rencana komunikasi krisis yang baik paling tidak mempertimbangkan publik organisasi, model komunikasi yang mencakup tujuan untuk masing-masing publik, pesan yang harus disampaikan, juru bicara, dan upaya mendapatkan dukungan pihak ketiga. Dalam upaya komunikasi krisis,bentuk modis yang biasa digunakan oleh public relations akan banyak membantu seperti:
a)      Press release, merupakan pernyataan tertulis yang menjelaskan bagaimana organisasi menangani krisis dan pimpinan yang berwenang.
b)      Press kits, merupakan map yang berisi beberapa press release yang memiliki nilai berita bagi media massa. Biasanya perusahaan juga melampirkan profil organisasi, atau daftar telepon juru bicara perusahaan.
c)      Konferensi pers, merupakan upaya agar media massa menerima informasi yang tepat dari juru bicara organisasi dan menghindari mis-informasi seandainya wawancara dilakukan secara terpisah.
d)     Newsletter, merupakan publikasi perusahaan yang berisi berita dan perkembangan terbaru perusahaan (Prayudi, 1998: 39-40)
Walaupun ada media lain seperti aktivitas sosial yang dijalankan organisasi, keempat media diatas termasuk yang sering dilakukan. Pendekatan dengan komunikasi interpersonal dan dua arah biasanya akan mendapatkan dukungan dari publik. Komunikasi krisis perlu disusun dengan mempertimbangkan model komunikasi, strategi pesan, publik organisasi dan tujuan perusahaan secara luas.Upaya membina hubungan dengan publik sejak dini merupakan faktor pendukungkrusial ketika perusahaan mengalami krisis. Organisasi harus menyadari bahwa kerusakan yang mungkin ditimbulkan oleh krisis adakalanya tidak terduga, karena dapat mengakibatkan kebangkrutan, pengambilalihan kendali dan usaha jatuhnya nama baik (good image), menurunnya permintaan atas produk dan jasa, dan rusaknya kinerja organisasi.
b.      Tindakan PR di masa krisis
Public Relations memiliki peran penting dalam merencanakan program persiapan krisis, manajemen krisis itu sendiri pada waktu terjadi krisis dan strategi setelah krisis selesai ditanggulangi. Hal itu hanya dimungkinkan bila praktisi public relations mengenal gejala-gejala krisis dari awal dan melakukan tindakan yang terintegrasi dengan aktor-aktor penting lainnya dalam perusahaan. Ada beberapa tahapan yang perlu dilakukan public relations dalam krisis antara lain:
1)      Pendalaman data dan fakta
Melakukan riset mendalam mengenai isu yang berkembang. Riset yang dikembangkan secara kualitatif.

2)      Menyiapkan paket informasi
Menyiapkan information sheets standar yang berisi berbagai informasi yang diberikan oleh Public Relations kepada semua stakeholders.

3)      Membuat batasan isu dan dampaknya
Menganalisis dan membuat batasan setiap isu tentang dampak yang mungkin ditimbulkan bagi masyarakat atau konsumen pengguna produk.

4)      Posisikan citra perusahaan
Pastikan bagaimana citra perusahaan akan diposisikan dihadapan public berkaitan dengan isu yang sedang berkembang.

5)      Siapkan Tim Crisis Centre
Siapkan tim yang siap dipakai ketika krisis benar-benar terjadi, serta buat simulasi untuk melihat kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.

6)      Menunjuk Unofficial Spoke Persons
Crisis Center sebaiknya tidak hanya melibatkan internal perusahaan (official person) tapi juga pihak lain atau pihak ketiga yang direkrut untuk membantu menyelesaikan krisis (Agung 2005: 38)


DAFTAR PUSTAKA

Allen H. Center, Scott M. Cutlip. 2000. Effective Public Relations. prentice Hall: New Jersey,Inc.
Coulson, Colin Thomas. 1990. public relations, pedoman praktis untuk Publik Relations (a practical guide). Jakarta: Bumi Aksara.
Emery, Edwin. 1988. introduction to mass communication, edisi kesembilan. New York: Harper-Row Publisher.
Hadiati S, Nikmah, Dr.,SIP.,M.Si. 2010. public relations, perspektif teoritis dalam menjalin hubungan dengan publik. Pasuruan: Lunar Media.
Irving Kogan, Smith. 1973. public relations, modern business series. New York: Alexander Hamilton Institute.
Jefkins, Frank. 1995.  Public Relations, edisi keempat. Jakarta: Erlangga.
Kertopati, Ton. 1981. asas-asas penerangan dan komunikasi. Bandung: Bina Akasara.
Kriyantono,Rahmat S.Sos.,M.Si. 2008. public relations writing, teknik produksi media public relations dan publisitas korporat . Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Meinanda,Teguh. 1982.  pengantar public relations dalam management. Bandung: Armico.
Nuradi , Wicaksono.  Memasyarakat citra Lembaga”, dalam “Bunga rampai pengetahuan kehumasan. Dit. Public relations Deppen RI / Bakohumas Pusat
Ruslan, Rosady. 1994. praktik dan solusi publik relations dalam situasi krisis dan pemulihan citra. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Suwardi,Harsono. beberapa aspek lain dan kegiatan hubungan masyarakat, dimuat dalam bulletin pengetahuan kehumasan, No. 24 th.1988
Wiloto, Christovita. 1998. The power of Public Relations. Jakarta: powerpr global publishing.


[1] Christovita Wiloto, The power of Public Relations, (Jakarta: powerpr global publishing, 1998) hal: 6.
[2] Harsono Suwardi, beberapa aspek lain dan kegiatan hubungan masyarakat, dimuat dalam bulletin pengetahuan kehumasan, No. 24 th.1988
[3] Smith Irving Kogan, public relations, modern business series,(New York: Alexander Hamilton Institute, 1973)
[4] Frank Jefkins, Public Relations, edisi keempat, (Jakarta: Erlangga, 1995) hal: 8
[5] Colin Coulson, Thomas, public relations, pedoman praktis untuk Publik Relations (a practical guide),
(Jakarta: Bumi Aksara, 1990) hal: 3
[6] Rahmat Kriyantono, S.Sos.,M.Si.,public relations writing, teknik produksi media public relations dan publisitas korporat (Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2008) hal:6
[7] Rosady Ruslan, praktik dan solusi publik relations dalam situasi krisis dan pemulihan citra, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994) hal: 39
[8] Edwin Emery, introduction to mass communication, edisi kesembilan (New York: Harper-Row Publisher, 1988) hal: 382
[9]  Teguh Meinanda, pengantar public relations dalam management, (Bandung: Armico, 1982)
[10] Scott M. Cutlip & Allen H. Center, Effective Public Relations, (prentice Hall: New Jersey,Inc, 2000)
[11] Sandra Oliver, Strategi Public Relations, hal: 12
[12] Wicaksono Nuradi, “Memasyarakat citra Lembaga”, dalam “Bunga rampai pengetahuan kehumasan, diterbitkan Dit. Public relations Deppen RI / Bakohumas Pusat
[13] Rosady Ruslan, praktik dan solusi public relations dalam situasi krisis dan pemulihan citra, hal: 51
[14] Ton Kertopati, asas-asas penerangan dan komunikasi, (Bandung: Bina Akasara, 1981), hal: 113
[15] Dr. Nikmah Hadiati S.,SIP.,M.Si, public relations, perspektif teoritis dalam menjalin hubungan dengan publik, (Pasuruan: Lunar Media, 2010) hal: 52

Comments

Popular posts from this blog

Ucapan dan Perbuatan Nabi Sebagai Model Komunikasi Persuasif

Proses dan Langkah-langkah Konseling

Bimibingan Dan Konseling Islam : Asas-Asas Bki