Analisis tentang Public Relation dalam Badan Penyehatan Perbankan Negara
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang masalah
Metamorfosa, mungkin
begitulah rupa BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Negara). Persis seperti ulat
bulu yang berubah jadi kupu-kupu, bentuknya berubah, cara hidupnya berubah,
warnanya berubah, dari merayap di pohon menjadi terbang ke sana-sini. Bedanya
ulat berubatuh hanya sekali, sedangkan BPPN berkali-kali dan belum tentu kapan
berhentinya perubahan-perubahan yang signifikan itu.
Profil Compeny/ instansi
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (disingkat:
BPPN) adalah sebuah lembaga yang dibentuk pemerintah berdasarkan Keputusan
Presiden Nomor 27 Tahun 1998 tentang Pembentukan BPPN. Lembaga ini dibentuk
dengan tugas pokok untuk penyehatan perbankan, penyelesaian aset bermasalah dan
mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan.
Karena kinerjanya yang dinilai kurang memuaskan,
pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, lembaga ini dibubarkan
pada 27 Februari 2004 berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 15 Tahun 2004
tentang Pengakhiran Tugas dan Pembubaran BPPN.
Tak hanya itu, Presiden Megawati Soekarnoputri juga
menunjuk Menteri Keuangan Boediono sebagai Ketua Tim Pemberesan Badan
Penyehatan Perbankan Nasional melalui Keppres Nomor 16/2004 tentang Pembentukan
Tim Pemberesan BPPN. Keppress ini merupakan satu dari sejumlah landasan hukum
yang dikeluarkan presiden berkaitan dengan pembubaran BPPN. Dengan
dikeluarkannya Keppres tersebut, maka secara resmi BPPN dibubarkan.
Perjalanan
BPPN
·
Februari 1998
Pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 27 Tahun
1998 membentuk BPPN. Tugas pokoknya: penyehatan perbankan, penyelesaian aset
bermasalah dan mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor
perbankan. Agar dapat melakukan misinya, BPPN dibekali seperangkat kewenangan
yang tertuang dalam Keppres No. 34 Tahun 1998 tentang Tugas dan Kewenangan
Badan Penyehatan Perbankan Nasional sebagai landasan hukum operasional. Di
zaman kepemimpinan Glenn Yusuf, BPPN
melengkapi organisasinya dengan divisi Asset Management Credit (AMC) dan Asset
Management Investment (AMI). AMC menangani kredit bermasalah dari bank-bank
yang ditutup atau diambil pemerintah. Sementara AMI menangani aset bank atau
pemilik bank. Nilai seluruh aset yang berada di tangan AMC dan AMI berjumlah
Rp. 640 triliun.
·
September 1998 – Juni 1999
Lima konglomerat pemilik bank mengikat diri dalam
Master Settlement and Acquisition Agreement (MSAA). Masing-masing Sjamsul
Nursalim, Mohamad Hasan, Sudwikatmono, Soedono Salim, dan Ibrahim Risjad,
Kemudian empat pemilik bank: Kaharudin Ongko, Samadikun Hartono, Usman
Admadjaja, dan Hokiarto, menyepakati Master Refinancing and Notes Issues
Agreement (MRA). Total nilai aset sembilan konglomerat yang diserahkan ke BPPN
berjumlah Rp. 111,643 triliun.
Bersamaan dengan kesepakatan itu, BPPN bersama pemilik bank membentuk
perusahaan induk untuk mengelola penjualan aset, misalnya saja PT. Holdiko
Perkasa untuk aset Soedono Salim atau PT. Tunas Sepadan Investama bagi Sjamsul
Nursalim.
Selain MSAA dan MRA, BPPN juga menawarkan skema Akta Pengakuan Utang
(APU) bagi para pengusaha. Sebagai peraturan pelaksanaan dari UU Perbankan,
ditetapkanlah Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 1999 tentang BPPN (PP 17/1999)
yang secara lebih rinci mengatur landasan hukum operasional BPPN. Berbagai
kewenangan BPPN yang telah ditetapkan dalam UU Perbankan dijabarkan agar diapat
dioperasionalkan secara jelas, baik menyangkut persyaratan maupun tatacaranya.
·
Mei 1999 – Desember 2000
Seharusnya seluruh aset sudah berada di tangan BPPN
dan dijual. Kenyataannya, hal itu tak terjadi dengan banyak sebab. Ada yang
karena dokumen tidak lengkap, saham pemilik sudah diserahkan kepada kreditur
lain, atau –yang paling parah—perbedaan valuasi atas aset yang diserahkan ke
BPPN.
Kelompok Salim, misalnya, berdasar valuasi auditor yang mereka tunjuk, mengaku punya aset senilai Rp. 52,667 triliun. Namun
ketika dilakukan due dilligent oleh Holdiko, nilainya
maksimal cuma sekitar Rp. 20 triliun.
·
Mei-Juli 2002
BPPN melaksanakan kebijakan baru dalam upaya
percepatan serta optimalisasi tingkat pengembalian meliputi bidang:
penyelesaian Asset Transfer Kit (ATK), Restrukturisasi Utang, dan Penjualan Hak
Tagih. Cara yang ditempuh adalah menjual langsung dan tender.
·
Juni 2002
Kepala BPPN Syafruddin A. Temenggung menyatakan akan
melakukan percepatan pembubaran lembaga yang dipimpinnya pada 2003, dari jadwal
semula pada 2004. Percepatan penutupan yang disebutnya (soft landing) BPPN pada
2003 diikuti dengan program penjualan 2.500 aset senilai Rp 158 triliun atau
sekitar US$ 15 miliar secara sekaligus.
Terhadap aset yang tidak laku, menurut dia, akan dikelola oleh joint
venture, holding company, dan clearing house yang akan menangani penukaran aset
dengan obligasi.
·
Februari 2003
Dalam rapat konsultasi dengan Komisi Perindustrian,
Perdagangan, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Negara (Komisi V) DPR, Ketua BPPN Syafruddin
A. Temenggung mengeluhkan
tidak maksimalnya dukungan institusi pemerintah lain terhadap pihaknya dalam
menjalankan tugas.
Ia mengeluhkan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17
yang memberinya kewenangan dengan hukum khusus (“lex specialist”) untuk
menjalankan tugas, ternyata tak banyak berarti di lapangan. Dari 76 surat sita
yang dikeluarkannya atas aset-aset para pengutang, hanya tiga buah yang
berhasil dimenangkan dan dijalankan-penyitaannnya. Menurut Syafruddin
A. Temenggung, selebihnya
batal oleh putusan pengadilan yang menentangnya.
·
Maret 2003
BPPN mulai mempresentasikan skenario pengakhiran
lembaganya di hadapan para pejabat Departemen Keuangan.
·
27 Februari 2004
Ketika BPPN dibubarkan, uang negara yang telah
dikucurkan kepada perbankan senilai Rp 699,9 triliun menyusut menjadi Rp 449,03
triliun, karena sebagian asset merupakan aset busuk yang nilainya
digelembungkan para pemiliknya (debitor). Dari semua ini BPPN berhasil
mengembalikan kepada negara Rp 172,4 triliun, sisanya menguap begitu saja.
Penutupan BPPN sekaligus peresmian lembaga baru,
sebagai lembaga yang mengelola aset-aset BPPN terdahulu yang belumselesai
dijual. Nilai asset tersebut sekitar Rp 10,817 triliun. Total nilai aset ini
diperoleh dari unit restrukturisasi bank (BRU) dengan nilai dasar Rp 4,858
triliun; aset manajemen kredit (AMK) Rp 2,00 triliun; serta aset manajemen
investasi (AMI) Rp 3,958 triliun. Selain itu, BPPN juga menyerahkan aset yang
akan ditangani tim pemberesan dengan total Rp 4,346 triliun. Jumlah ini
diperoleh dari AMK senilai Rp 2,416 triliun serta AMI Rp 1,929 triliun.
permasalahan
Ketika didirikan, BPPN
mempunyai kesempatan menjadi lembaga yang mampu menyelesaikan persoalan dan dilengkapi dengan wewenang yang super
kuasa. Maksud dan tujuannya tidak lain, BPPN bisa menjadi ujung tombak pemerintah
untuk segera mengentaskan Indonesia dari krisis ekonomi yang melanda sejak
pertengahan tahun 1997. Tentu saja BPPN tidak bisa bekerja sendirian.
Dibutuhkan prasyarat berupa dukungan dan visi yang sama dari seluruh lembaga
pemerintah seperti kejaksaan, kepolisian, seluruh kementerian ekonomi, dan tak
lupa Bank Indonesia. Selain itu harus ada hokum, politik, dan keamanan yang
kondusif.
Namun apa mau dikata.
Karena menguasai aset Rp 650 milyar, BPPN menjadi incaran banyak pihak.
Ibaratnya, BPPN adalah gula yang dirubung semut, dari semut hitam sampai semut
hutan yang ganas. Celakanya, kondisi hokum, politik dan keamanan masih terus
meledak-ledak sejak lahirnya BPPN pada bulan Februari 1998. Salah satu
akibatnya adalah bukan dukungan dan visi yang sama antar lembaga pemerintah
yang didapat, malah intrik yang menghabiskan enegi yang terjadi.
BPPN mempunyai
kesepakatan dengan debitor untuk menyelesaikan utang piutang di luar
pengadilan, tetapi kejaksaan jalan sendiri. Tim menteri ekonomi yang tergabung
dalam Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK), yang merupakan bos BPPN. Tak
urung dalam usianya yang keempat, lembaga ini sudah tujuh kali pergantian
kepala.
Bambang Subianto,
kepala BPPN pertama, Cuma bertahan sebulan. Yang dikerjakannya baru menyusun
rancangan tugas dan wewenang BPPN, yang akan dituangkan dalam Kepres.
Kepala BPPN kedua, Iwan
Prawiranata, bertahan tiga bulan dengan kesibukan mengucurkan Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan menutup bank-bank yang bobrok.
Praktis baru dibawah
kepemimpinan kepala BPPN ketiga Glenn Yusuf, BPPN mulai bekerja. Tetapi, karena
penguasa Negara berpindah-pindah tangan, BPPN juga mengalami intervensi tiada
henti.
Glenn diganti Cacuk
Sudaryanto, yang kemudian diganti lagi oleh Edwin gerungan. Kemudian Edwin
diganti I Gde Putu Ary Suta dan kemudian Putu diganti Arsyad Temenggung pada
senin 22 April barusan. Kondisi ini tentu merepotkan sebab selain belum tentu
kepentingannya, setiap pemimpin mempunyai gaya dan kultur yang berpengaruh
terhadap gaya dan kultur lembaga yang dipimpinnya. Disinilah BPPN mengalami
metamorfosis, tetapi perubahan bentuk ini bukan nya makin sempurna, justru
makin tak jelas dan persoalan yang dihadapinya pun makin runyam.
Penyelesaian bukannya
bertambah cepat, tetapi justru tak karuan. Hal ini di mata investor tentu bisa
jadi ukuran. Kondisi makro ekonominya belum pulih benar, keamanan tidak stabil,
BPPN juga tak jelas.
Glenn yusuf menyiapkan
sistem dan strategi besar BPPN, tetapi sayang tidak taktis terhadap situasi
politik yang extra-hot saat itu.
Aset-aset dari bank yang tutup masuk ke daftar aset berhasil dikuasai BPPN.
Begitu juga aset yang merupakan jaminan dari kredit bermasalah di bank-bank
yang menerima suntikan dana rekapitalisasi pemerintah ditransfer ke BPPN. Bila
pemilik bank ketahuan menyalahi peraturan karena melanggar batas maksimum
pemberian kredit (BMPK), BPPN juga meminta pemilik bank membayarnya dengan
setoran aset.
Waktu itu BPPN kerja
siang malam mengumpulkan aset sebanyak-banyaknya. Makin banyak aset didapat,
kemungkinan kerugian Negara makin berkurang, tetapi setelah masa itu hampir
tidak ada lagi aset yang dapat dikumpulkan BPPN.
Cacuk Sudaryanto
sebenarnyamelanjutkan program, bahkan dengan gerakan yang cepat dan sigap,
berani mengambil keputusan dan fokus pada rekrukturisasi aset sambil menunggu
jelasnya persoalan dokumentasi asset milik BPPN. Sayangnya, cacuk mungkin kena
intervensi, memilih-milih debitor mana saja yang harus segera menyelesaikan
kewajibannya, dan debitor mana saja yang diberi kelonggaran. Dengan maksud
membersihkan BPPN dari praktik curang, presiden Abdurrahman Wahid waktu itu
mengangkat Edwin Gerungan sebagai kepala BPPN kelima. Sayangnya Edwin terlalu
takut mengambil keputusan , yang memang lebih banyak bernuansa politis daripada
ekonomisnya. Penyelesaian masalah debitor jadi terkatung-katung tak jelas.
Sementara biaya yang harus ditanggung oleh rakyat Indonesia atas lambatnya
pengambilan keputusan di BPPN sekitar Rp 150 milyar per hari. Ini adalah biaya
bunga obligasi rekapitalisasi yang harus dibayar pemerintah ke bank-bank yang
menerima suntikan dana rekapitalisasi.[1]
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Public Relations.
Makna Public Relations
itu terkesan relatif, karena begitu banyak orang yang mencoba menafsirkannya
sendiri sehingga justru sering menimbulkan salah pengertian. Terdapat begitu
banyak makna dari public relations, namun pada intinya public relations
tersebut senantiasa berkenaan dengan kegiatan
penciptaan pemahaman melalui pengetahuan, dan melalui kegiatan-kegiatan
tersebut diharapkan akan muncul suatu dampak, yakni berupa suatu perubahan yang
positif.
Public relations secara
umum diartikan sebagai semua kegiatan yang dilakukan oleh suatu lembaga atau
organisasi dan badan usaha melalui para petugas public relations officer (PRO)
untuk merumuskan organisasi atau struktur dan komunikasi guna menciptakan
saling pengertian yang lebih baik antara lembaga itu dengan khalayak
(pihak-pihak yang harus selalu dihubunginya).[2]
Jadi, Public Relations dapat dipandang sebagai alat atau medium untuk
menciptakan hubungan-hubungan dengan siapa saja yang dianggap dapat membawa
keuntungan dan kemajuan bagi organisasi atau lembaga yang bersangkutan.
Definisi lain seperti
yang terdapat dalam Webster’s New International Dictionary yang mengartikan
Public Relations sebagai “suatu kegiatan dari organisasi untuk menciptakan dan
memelihara hubungan-hubungan yang sehat dan produktif dengan publik tertentu,
sehingga terdapat persesuaian dengan lingkungan sekelilingnya yang
berkepentingan”.[3]
Public Relations
menyangkut kepentingan setiap organisasi, baik itu oraganisasi yang bersifat
komersial maupun non-komersial. Sebenarnya apa yang biasa disebut sebagai
public relations atau humas terdiri dari semua bentuk komunikasi yang
terselenggara antara organisasi yang bersangkutan dengan siapa saja yang
menjalin kontak dengannya.
Menurut kamus IPR “institute of public relations” terbitan
bulan November 1987: “praktek humas atau Public Relations adalah keseluruhan
upaya yang dilangsungkan secara terencana dan berkesinambungan dalam rangka
menciptakan dan memelihara niat baik serta saling pengertian antara suatu
organisasi dengan segenap khalayaknya”.[4]
“Upaya yang terencana
dan berkesinambungan” ini bararti public relations adalah suatu rangkaian
kegiatan yang diorganisasikan sebagai suatu rangkaian kampanye atau program
terpadu, dan semuanya itu berlangsung secara berkesinambungan dan teratur.
Jadi, public relations sama sekali bukanlah kegiatan yang sifatnya sembarangan
atau dadakan.
Lembaga public
relations di Amerika Serikat mendefinisikan public relations sebagai “usaha
yang direncanakan secara terus-menerus dengan sengaja, guna membangun dan mempertahankan
pengertian timbal-balik antara organisasi dan masyarakatnya”.[5]
Sedangkan pengertian
komunikasi dalam public relations adalah proses dari kedua belah pihak, yang
membutuhkan perhatian lewat mata, telinga, dan mulut. Usaha ini harus disadari
secara penuh, ditentukan secara selektif, dan dilakukan secara bertahap dari
waktu ke waktu.
Dengan demikian, public
relations adalah suatu bentuk komunikasi yang berlaku terhadap semua jenis
organisasi, baik yang bersifat komersial maupun non-komersial, di sektor public
(pemerintah) maupun privat (pihak swasta). Bertolak dari definisi ini, kita
segera menyadari bahwa pengertian public relations atau humas itu jauh lebih
luas daripada periklanan atau pemasaran, dan keberadaanya pun jauh lebih awal.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, dapat dilihat bahwa dalam public relations itu
terdapat suatu usaha atau kegiatan untuk menciptakan keharmonisan atau sikap
budi yang menyenangkan antara suatu badan
dengan publiknya. Kegiatan yang menonjol adalah menanamkan dan
memperoleh pengertian, goodwill dan kepercayaan publik tertentu dan masyarakat
pada umumnya.
Dari
sekian definisi / pengertian public relations / hubungan masyarakat dengan bahasa dan formulasi yang beragam ini,
pada hakikatnya terdapat persamaan, terutama bahwa kegiatan hubungan masyarakat
dimaksudkan untuk memperoleh pengertian, kepercayaan dan dukungan melalui suatu
kegiatan komunikasi dua arah / timbal balik. Kegiatan komunikasi tersebut, baik
dilakukan di dalam organisasinya maupun komunikasi dengan publik-publik di luar organisasi.
Lebih
ringkasnya dapat dikatakan bahwa kesamaan pokok pikiran yang terdapat dalam
berbagai definisi yang ada yaitu:
1. Public
relations merupakan suatu kegiatan yang bertujuan memperoleh goodwill,
kepercayaan, saling pengertian, dan citra yang baik dari publik / masyarakat.
2. Sasaran
public relations adalah menciptakan opini publik yang favourable, menguntungkan
semua pihak.
3. Public
relations merupakan unsur yang sangat penting dlmm manajemen guna mencapai
tujuan yang spesifik dari organisasi
4. Public
relations adalah usaha untuk menciptakan hubungan yang harmonis antara suatu
badan / organisasi dengan masyarakat melalui
suatu proses komunikasi timbal balik atau dua arah. Hubungan yang harmonis ini
timbul dari adanya mutual
understanding, mutual confidence, dan image yang baik. Ini semua
merupakan langkah-langkah yang ditempuh oleh public relations untuk mencapai hubungan
yang harmonis.
B.
Tujuan
dan Fungsi Public Relations
Tujuan Public relations
Tujuan (goals)
merupakan sesuatu yang ingin dicapai, dituju atau diraih. Tujuan sentral Public
relations yang akan dicapai adalah mengacu pada tujuan pokok organisasi atau perusahaan,
karena Public relations dibentuk guna menunjang aktivitas manajemen dan
operasional perusahaan. Dalam realitanya, tujuan Public relations antara lain
menciptakan pemahaman publik, membangun citra korporat, membangun opini publik
yang favourable serta membentuk goodwill dan kerja sama.[6]
Sebagaimana disebutkan
di atas, tujuan sentral Public relations yang hendak dicapai secara strategis,
maka dalam hal ini tidak berfungsi sebagai “peta” yang menunjukkan arah, tetapi
akan menunjuk “bagaimana” tentang operasionalnya. Jadi tujuan sentral Public
relations adalah mengacu kepada kepentingan pencapaian sasaran (target) citra
perusahaan, corporate image dan corporate culture (kultur perusahaan)
serta branded image (citra nama).
Keberadaan Public relations yang profesional tersebut berfungsi sebagai
management communications.
Public relations,
sesuai dengan tujuan utamanya, akan dituntut untuk mengembangkan atau membangun
hubungan yang baik, tidak hanya dengan pihak pers, tetapi juga termasuk dengan
berbagai pihak luar atau kalangan yang terkait (eksternal relations). Dalm
definisi, bahwa publik relations adalah fungsi manajemen, yang berarti melekat
dan tidak terlepas dari manajemen, tujuannya adalah membentuk good will, toleransi (tolerance), saling kerja sama (mutual symbiosis), saling mempercayai (mutual confidence), saling pengertian (mutual understanding), dan saling
menghargai (mutual appreciations),
serta untuk memperoleh opini publik yang favorable, good image yang tepat
berdasarkan hubungan yang harmonis, baik hubungan ke dalam (internal relations) maupun hubungan ke
luar (eksternal relations).[7]
Jadi, tujuan utama
Public Relations adalah pengembangan opini publik yang menyenangkan dari sebuah
lembaga social, ekonomi, atau politik. Suatu pemahaman tentang prosese
pembentukan opini publik dan perubahan sikap merupakan dasar dari studi Public
Relations.
Fungsi Public relations
Fungsi atau peranan
adalah harapan publik terhadap apa yang seharusnya dilakukan oleh Public
relations sesuai dengan kedudukannya sebagai seorang Public relations. Jadi, Public
relations dikatakan berfungsi apabila dia mampu melakukan tugas dan
kewajibannya dengan baik.
Dalam kegiatannya,
fungsi Public relations secara konseptual dan metodologis terdapat persamaan di
semua perusahaan, yakni mengacu dan berupaya untuk membangun atau membina
hubungan yang harmonis melalui sistem saluran komunikasi dua arah dan
melancarkan publikasi antara organisasi dengan publik (khalayak sasaran) atau
sebaliknya publik dengan perusahaan, agar tercapai opini dan persepsi yang
positif, dan untuk memperoleh citra perusahaan yang baik.
Edwin Emery, dalam
bukunya introduction to mass media menyebut
fungsi Public Relations sebagai:[8]
“Upaya yang terencana dan terorganisasi dari sebuah perusahaan atau lembaga
untuk menciptakan hubungan-hubungan yang saling bermanfaat dengan berbagai
publiknya”.
Menurut Bertrand R.
Canfield menyebutkan Public Relations mengemban tiga fungsi, yaitu:[9]
1. Mengabdi kepada kepentingan umum,
maksudnya bahwa kegiatan publik relations harus benar-benar dicurahkan untuk
kepentingan umum. Khususnya bagi publik relations officer (PRO) harus dapat
menciptakan, membina serta memelihara hubungan ke dalam maupun ke luar.
2. Memelihara komunikasi yang baik, maksudnya
bahwa seorang public relations officer (PRO) adalah perantara antara pimpinan
dan publiknya. Untuk menciptakan hubungan yang baik maka seorang public
relations officer (PRO) harus dapat membina komuniakasi yang terarah dan
efektif.
3. Menitikberatkan moral dan tingkah
laku yang baik, maksudnya bahwa seorang public relations
officer (PRO) akan mempunyai wibawa apabila ia sendiri tidak cacat moral dan
tingkah lakunya. Dalam artian ia harus menjadi teladan dan panutan
Secara garis besar,
Cutlip dan Center[10]
menyebut fungsi Public relations sebagai berikut:
·
Menunjang kegiatan manajemen dan
mencapai tujuan organisasi.
·
Menciptakan komunikasi dua arah secara
timbale balik dengan menyebarkan informasi dari perusahaan kepada publik dan
menyalurkan opini publik kepada perusahaan.
·
Melayani publik dan memberikan nasehat
kepada pimpinan perusahaan untuk kepentingan umum.
·
Membina hubungan secara harmonis antara
perusahaan dan publik, baik internal maupun eksternal.
Penampilan dan sikap
seorang public relations dapat menciptakan kesan tersendiri, baik itu positif
maupun negatif. Pada akhirnya kesan ini dapat melekat dan mempengaruhi pula
citra nama instansi atau perusahaan yang mereka sandang. Oleh karena itu,
sesuai dengan code of ethics public
relations, serta didukung oleh semangat etos kerja yang tinggi, maka public
relations akan tetap berpegang teguh pada tugas dan fungsinya sebagai public
relations yang profesional.
C. Prinsip-Prinsip Public Relations
Arthur
W. Page menyebutkan sejumlah prinsip public relations, antara lain:
1. Tell the Truth.
Biarkan publik tahu apa yang terjadi dan sediakan gambar yang akurat. Segala
kejadian maupun peristiwa yang terjadi di dalam suatu lembaga merupakan
perhatian publik, mengapa? Karena setiap kegiatan maupun pekerjaan yang
dilakukan, dilakukan atas nama publik dan demi kepentingan publik. Oleh sebab
itu, publik memiliki hak tersendiri untuk mendapatkan informasi
sedalam-dalamnya terkait dengan lembaga.
2. Buktikan dengan tindakan (prove it
with action). Perilaku lembaga menjadi sumber
informasi bagi publik dalam memberikan penilaian akan kinerja lembaga.
Penilaian positif lebih mudah didapatkan melalui pembuktian dengan kerja nyata.
Publik lebih mudah menilai lembaga dari kinerjanya.
3. Dengarkan suara konsumen atau
masyarakat (listen to
the customer). Untuk kebaikan lembaga, mengertilah pada keinginan dan
kebutuhan publik. Salah satu aspek penting dalam menjaga hubungan baik dengan
dengan publik adalah mengerti keinginan konsumen
4. Siapkan diri untuk esok (manage for
tomorrow). Ciptakan niat baik, setiap kegiatan yang
dilakukan saat ini, akan berdampak di masa depan. Penting bagi sebuah lembaga
untuk merencanakan setiap kegiatan. Perencanaan untuk kegiatan di masa depan,
bermanfaat dalam menghindarkan kesulitan-kesulitan maupun kekacauan yang
mungkin terjadi di masa depan.
5. Lakukan tindakan public relations
seakan seluruh lembaga bergantung padanya. Public
relations memiliki fungsi-fungsi yang tidak tergantikan oleh anggota lain dalam
lembaga.
6. Remain calm, patient and good
humored. Bersandarlah pada sikap yang konsisten, tenang dan berdasarkan
perhatian ketika menyampaikan informasi, atau melakukan kontak. Bila krisis
muncul, ingat bahwa komunikasi dengan kepala dingin adalah yang terbaik.
D. Teori Public Relations
Diantara teori-teori yang digunakan
dalam public relations adalah sebagai berikut:
I.
Teori-teori hubungan
· Teori sistem -
mengevaluasi hubungan dan struktur ketika hubungan dan struktur tersebut
terkait secara keseluruhan.
· Teori situasional -
situasi yang menetukan hubungan.
· Pendekatan pada resolusi konflik -
melibatkan pemisahan orang-orang dari permasalahan; memfokuskan pada minat,
bukan posisi; menciptakan pilihan-pilihan demi keuntungan bersama; dan menuntut
criteria yang objektif.
II.
Teori kognisi dan prilaku
· Teori penggabungan tindakan - memahami
prilaku dengan memahami bagaimana orang-orang berpikir.
· Teori pertukaran sosial
- memprediksi prilaku kelompok dan individu berdasarkan penghargaan yang
diterima dan biaya.
· Teori difusi
– orang mengadopsi ide atau inovasi yang penting setelah melalui lima langkah
yang berbeda-beda: kesadaran, minat, evaluasi, percobaan dan adopsi.
· Teori pembelajaran social -
orang menggunakan pemrosesan informasiuntuk menjelaskan dan memprediksi
prilaku.
· Model kemungkinan terperinci
- menunjukkan bahwa pembuatan keputusan dipengaruhi oleh pengulangan,
penghargaan, dan juru bicara yang kredibel atau dapat dipercaya.
III.
Teori-teori komunikasi massa.
· Kegunaan dan gratifikasi
- orang adalah pengguna aktif media dan memilih media berdasarkan gratifikasi
media tersebut bagi mereka.
· Teori penyusunan agenda -
menunjukkan bahwa isi media yang dibaca, dilihat dan didengarkan orang
membentuk agenda diskusi dan interaksi masyarakat.[11]
E.
Proses Public relations:
Hubungan Public relations dengan
External Publik
Salah
satu tujuan ke luar public relations ( external public relations )
adalah mempererat hubungan dengan
orang-orang atau instansi di luar organisasi / perusahaan, demi terciptanya
opini publik yang menguntungkan organisasi. Tugasnya adalah mengadakan
komunikasi dua arah yang sifatnya informative dan persuasive kepada publik
luar. Informasi harus diberikan dengan
jujur, berdasarkan fakta dan harus diteliti, ken publik mempunyai hak untuk
mengetahui keadaan yang sebenarnya tentang sesuatu yang menyangkut kepentingannya.
Komunikasi
ke luar dengan masyarakat dapat
dilakukan melalui berbagai cara sebagai berikut :
1.
melalui kontak pribadi ( personal contact ),
2.
melalui media massa, seperti:
a. press
release;
b. hubungan dengan pers
c. hubungan dengan masyarakat / komunitas;
d. publisitas,
dan
e. melalui
media komunikasi lain
Hubungan Melalui Kontak Personal
Salah
satu pekerjaan petugas public relations adalah memikirkan kepentingan publik.
Wawasan seorang PRO biasanya dibentuk oleh pengalaman-pengalaman mereka,
misalnya dengan memperhatikan sikap,
tindak-tanduk, kebiasaan, cara-cara melayani, dan sebagainya. Yang terpenting
untuk diperhatikan disini adalah perlakuan terhadap perseorangan yang mempunyai
hubungan atau berhubungan dengan lembaga
/ organisasi / perusahaan tersebut. Seorang PRO yang berhubungan langsung dengan publiknya harus selalu bersikap ramah,
sopan, selalu bersedia mendengarkan apa yang dikatakan dan ditanyakan publik,
sabar dalam melayani mereka dan tidak menangguhkan sesuatu pelayanan yang
segera dapat dilakukan.
Hubungan dengan media massa
Salah satu kegiatan public
relations yang penting adalah menyelenggarakan hubungan dengan media massa, karena media massa,
terutama pers merupakan media yang memainkan peranan penting dalam penyebaran
informasi / berita kepada masyarakat, juga kepada pemerintah dan dalam
pembentukan opini publik.
1. untuk
memperoleh publisitas seluas mungkin mengenai kegiatan serta kangkah lembaga /
organisasi yang dianggap baik untuk diketahui oleh publik.
2. untuk
memperoleh tempat dalam pemberitaan pers
( liputan, laporan, ulasan, atau tajuk ) yang obyektif, wajar, dan
seimbang mengenai hal-hal yang menguntungkan lembaga / organisasi.
3. untuk
memperoleh umpan balik mengenai upaya dan kegiatan lembaga / organisasi.
4. melengkapi
data / informasi bagi pimpinan lembaga untuk keperluan pembuatan penilaian
secara tepat mengenai situasi atau
permasalahan yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan lembaga.
5. mewujudkan
hubungan yang stabil dan berkelanjutan yang dilandasi oleh rasa saling percaya
dan saling menghormati.
Hubungan dengan internal publik
Tujuan
adanya hubungan ini untuk mempererat hubungan antara pimpinan dan karyawan /
bawahan, majikan dan buruh, antara sesama pegawai dalam publik intern, sehingga
akan menimbulkan kegairahan kerja. Hal ini dapat ditempuh melalui komunikasi
yang sinambung.
Internal
public relations dapat dibagi menjadi dua:
1. Hubungan dengan karyawan
2. hubungan dengan pemegang saham
Hubungan
dengan karyawan yaitu hubungan
dengan semua pekerja, baik yang “berdasi” maupun pekerja “kasar”. dengan menggalang hubungan yang demikian maka
goodwill, kerjasama dan kepercayaan dari mereka dapat dibina dan dipelihara.
Tugas dan fungsi dari
public relations atau humas tidak terlepas dari bidang informasi dan komunikasi
mengenai kegiatan atau aktivitas perusahaan yang diwakilinya, untuk disampaikan
kepada komunikan (publik) sebagai sasaran atau targetnya.
Keterampilan
berkomunikasi seorang public relations, baik melalui lisan maupun tulisan
adalah salah satu upaya untuk membentuk opini publik yang sesuai dengan apa
yang diharapkan.
Kemudian melalui media
massa, tentang apa dan bagaimana pesan tersebut dirancang atau disampaikan
sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian komunikan. Pesan harus sistematis,
deskriptif, persuasif, informatif, emosional, dan responsif yang disesuaikan
dengan situasi, kondisi kepentingan dan keinginan-keinginan dari kedua belah
pihak.[13]
Hal ini dapat dicapai
melalui hubungan komunikasi dua arah yang efektif dengan teknik dan metode
tertentu. Apa dan bagaimana menguasai teknik atau cara berkomunikasi yang tepat
dan baik? Bagaimana memanfaatkan media cetak atau media elektronik sebagai alat
untuk menyampaikan pesan, dalam bentuk teknologi apa? Dengan bahasa, tulisan,
dan gambar yang akan membawa pesan kepada komunikan yang dituju secara efektif
dan efisien.
F.
Strategi
Pendekatan-pendekatan public relations dalam mengadakan hubungan
Strategi Pokok public relations.
Strategi pokok public relations diarahkan untuk meningkatkan mekanisme
komunikasi dua arah antara lembaga organisasi atau perusahaan dengan publiknya
agar hasil-hasil yang dicapai oleh lembaga dapat dikenal oleh publik, sehingga
publik akan ikut berpartisipasi aktif dalam mewujudkan tujuan lembaga khususnya
dan tujuan pembangunan nasiosal umumnya.
Pada hakikatnya public
relations menjalankan usaha-usaha untuk mencapai hubungan yang harmonis antara
suatu lembaga atau perusahaan dengan publiknya. Kegiatan public relations
merupakan usaha untuk menciptakan keharmonisan atau sikap budi yang
menyenangkan antara suatu lembaga atau perusahaan dengan publiknya. Menurut Ton
Kertopati dalam bukunya dalam bukunya asas-asas penerangan dan komunikasi, kegiatan-kegiatan
tersebut dilakukan melalui hubungan-hubungan yang sehat dan produktif. Secara
teoritis dapat dilakukan melalui 4 cara pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan yang bersifat
manipulatif, yaitu mengadakan hubungan dengan cara
yang dikenal dengan “rekayasa keyakinan” (the engineering of consent). Cara ini
bertujuan untuk menggarap pendapat dan sifat seseorang atau orang-orang agar
memberikan persetujuan kepada apa yang kita harapkan. Cara ini lebih ditujukan
terhadap perasaan, emosi atau sentiment orang.
2. Pendekatan yang bersifat
promosional. Artinya bahwa kegiatan yang dilakukan
dalam mengadakan hubungan dengan menitikberatkan pada cara-cara berpromosi,
yaitu bahwa kita berbuat baik dengan harapan dapat memperoleh keuntungan
daripadanya.
3. Pendekatan yang bersifat
edukasional. Cara ini mengharuskan kegiatan dalam
dalam mengadakan hubungan dengan yang lebih bersifat mendidik, yaitu dengan
memberikan pengertian melalui ‘telling our story’, menjelaskan kepada publik
tentang apa yang kita kerjakan, tujuan dan manfaat yang akan diperoleh.
4. Pendekatan yang bersifat missionary.
Artinya bahwa kegiatan dalam mengadakan hubungan seolah-olah membawa isi
tertentu, bahwa kita mengemban tugas suci untuk berbuat sesuatu.[14]
Strategi Operasional public
relations. public relations berfungsi untuk
menimbulkan iklim yang dapat mengembangkan tanggung jawab dan partisipasi
seluruh publiknya untuk ikut serta mewujudkan tujuan. Strategi operasionalnya
yang digunakan dapat melalui beberapa cara, antara lain sebagai berikut:
·
Pendekatan
Kemasyarakatan.
Pelaksanaan
program public relations dilakukan dengan pendekatan kemasyrakatan, melalui
mekanisme sosio-kultural. Ini berarti bahwa opini publik yang muncul dalam
media massa merupakan cerminan dan kehendak masyarakat; tulisan-tulisan baik
yang berbentuk surat pembaca, tajuk rencana, press release dan sebagainya, merupakan
indikasi opini publik terhadap gagasan atau kebijakan dari sebuah organisasi.
·
Pendekatan
koordinatif dan integrative.
Pendekatan
ini dilakukan dengan koordinasi dan integrasi di dalam badan koordinasi
kehumasan (Bakohumas) untuk mempercepat tercapainya program public relations.
·
Pendekatan
edukatif dan persuasive.
Pendekatan
ini memiliki peranan penting untuk mencapai perubahan sikap mental yang negatif
dari publik, terutama dari media massa agar lebih berperan serta secara positif
dalam ikut mewujudkan tujuan.
·
Penyelenggaraan
sistem penerangan terpadu.
Penerangan
terpadu dan berkesinambungan dimaksudkan untuk meningkatkan gerak langkah
operasional antara public relations dan petugas yang terkait dengan kehumasan
sehingga mengarah pada tercapainya tujuan kehumasan.[15]
G. Media
dan metode public relations
Media memegang
peranan penting dalam mensukseskan usaha public relations, lebih-lebih bila
dilihat populasi jangkauan public relations sangat luas dan banyak jumlahnya.
Setiap media memiliki keunggulan dan kelemahan masing-masing, namun dengan penggunaan secara terpadu kemungkinan
besar dapat saling melengkapi. Media yang dapat digunakan public relations
antara lain sebagai berikut :
1) Media tradisional dengan metode tatap muka.
Komunikasi
tatap muka diselenggarakan dalam berbagai bentuk media tradisional, misalnya
pameran, ceramah, diskusi, kunjungan bersama pers, dan lain-lain.
2) Media
massa dengan metode tidak langsung.
Media massa yang digunakan public relations dapat berupa :
a.
Media elektronik: televisi, film, radio, video, slide.
b.
Media cetak: harian, mingguan, poster, lesflet,
spanduk, stiker, dan sebagainya.
Dalam hal ini
seorang PRO harus dapat memilih media yang tepat dalam rangka pelaksanaan
tugasnya seefektif mungkin dan dengan
tenaga, biaya dan waktu yang seefisien mungkin. Karenanya pengetahuan tentang
media yang tepat untuk digunakan dalam kegiatan public relations harus dimiliki
olehnya.
Membahas
masalah media dalam kegiatan public
relations, yang menjadi persoalan utama yaitu bagaimana memilih media yang
tepat agar tujuan dapat tercapai dengan
cara yang seefektif dan seefisien mungkin. Untuk itu pada umumnya harus
ditentukan dahulu pesan apa yang hendak disampaikan, berapa jumlah publik yang
diharapkan: media massa untuk publik yang luas, atau cukup melakukan personal
kontak jika sasarannya masyarakat sekitar organisasi.
BAB
III
ANALISIS
MASALAH
mengatasi
persoalan substansial di di tubuh BPPN
Ketika lembaga BPPN ini dilanda masalah sampai
dibubarkan Tentunya masalah tersebut sangatlah kompleks, Baik internal dan ekstenal sebelum mengatasi
problem di eksternal lembaga telebih dahulu menyelesaikan masalah yang berada
di dalamnya. Terkait dari struktur yang menjalankannya Diakui atau tidak, ketika Ketua BPPN I Gede
Putu Ary Suta hari-hari ini tengah melakukan "kampanye" untuk
mendapatkan dukungan dari publik. Putu hadir di berbagai seminar dan
menjelaskan langkah-langkah "revolusioner" yang dirancangnya guna mengoptimalkan
kembali peran BPPN
Jadi
bagaimana mungkin lembaga "sakit" diminta melaksanakan tugas untuk
menyehatkan lembaga lain? oleh karena itu, tentunya langkah pertama yang mesti
dilakukan bukan sekadar "menjual" BPPN melalui dirinya alias membuat
program PR, melainkan mengatasi persoalan substansial di tubuh BPPN sendiri. Dan
persyaratan utama untuk menyehatkan BPPN itu adalah pada figur ketuanya sendiri
Dalam hal ini, tentu saja termasuk sosok Putu, yang harus memenuhi beberapa
kriteria Pertama, dia mesti nonpartisan.
Ini yang paling penting, Betapapun
piawainya kapabilitas seorang kepala BPPN, tetapi kalau ia bersifat partisan,
sangat besar peluangnya untuk fund raising dari BPPN bagi kepentingan partai
yang diafiliasinya.
Kedua,
dia mesti diaksep oleh pasar. Aspek ini juga krusial, karena BPPN adalah sebuah
institusi yang public domain dan memiliki akuntabilitas publik, serta
berkorelasi erat dengan perkembangan pasar. Jika sang ketua tidak didukung atau
minimal diterima pasar, maka segala kebijakan yang dikeluarkan BPPN akan
"dihajar".
Dengan
kata lain, BPPN tidak akan mendapatkan public support. Pada gilirannya, citra
BPPN akan semakin hancur dan dia teralienasi atau bahkan gagal dalam
menjalankan kegiatannya.
Ketiga,
sang ketua BPPN mesti memiliki integritas dan track record yang bisa
dipertanggungjawabkan. Integritas ini mutlak diperlukan, agar dia tidak
terjebak pada persoalan masa lalunya, baik yang berkaitan dengan debitur BPPN
atau soal-soal lainnya yang bisa dijadikan isu bagi para "preman"
politik maupun ekonomi.
Keempat,
dia mesti memiliki kapabalitas dalam tiga hal sekaligus; pemahaman tehnis
perkreditan, perbankan dan managerial skill yang mumpuni. Pemahaman teknis
perkreditan bahkan menjadi unsur krusial, karena negosiasi dengan debitur
merupakan salah satu peran Kepala BPPN.
Jadi,
supaya dia tidak "dimakan" oleh konsultan debitur (kakap) tentu saja
soal-soal teknis mesti dikuasainya. Sementara soal perbankan, juga menjadi
unsur mutlak, karena tugas BPPN toh memang menyehatkan perbankan.
Selain
itu, aspek managerial skill atau leadership skill, urgen dikedepankan, sebab,
sudah jadi rahasia umum bahwa BPPN itu mirip "rimba raya" dimana di
dalamnya berkumpul berbagai kepentingan dengan latar yang berbeda. Sang ketua
BPPN, jika tidak ingin "dihajar" sub ordinate-nya dan atau gagal
menjadi dirigen, tentu mesti memiliki leadership prima. Kalau perlu sedikit
"tangan besi" asalkan berlandas profesionalisme. Mengenai proses
restrukturisasi utang dan penjualan aset misalnya. Ditengarai, proses yang
berlangsung telah dijadikan "ladang" bagi berbagai pihak, termasuk
[konon] sebagian konsultan, yang perannya lebih mirip sebagai calo. Ironisnya lagi, BPPN secara tidak sadar (atau
bahkan sadar) melakoni setting itu dengan senang hati. Implikasinya, BPPN
menjadi arena bermain para avonturir. Dan yang lebih menggetirkan, bukan tidak
mungkin, "air sumur"-BPPN akan "mengering", sementara
sumbangan kepada ABPN tidak pula tercapai. Di sisi lain, meskipun sudah
dibekali dengan PP No. 17 yang pada dasarnya membolehkan BPPN bisa berbuat
"apa saja", dan malah dibarengi pula dengan PP No. 18 yang
memperkenankan mereka bebas dari tuntutan-meskipun "menghardik"
debitur- ternyata BPPN tidak berani menggunakannya. Pejabat di BPPN agaknya
terlalu "penakut" untuk diberi tugas sebagai debt collector.
Lantas
apakah tidak ada orang-orang di BPPN yang bekerja atas dasar kepentingan
bisnis? Boleh jadi ada. Hanya saja power mereka tidak memadai. Mereka yang
sebenarnya bekerja atas dasar profesionalisme tidak bisa berbuat apa-apa.
Sebab, boleh jadi penghasilan yang mereka terima dari BPPN memang
"aduhai" besarnya. Dan kenikmatan memperoleh pendapatan besar itu
mungkin telah membuat nurani tergoda.
Berangkat
dari dugaan realitas seperti itu, tugas ketua tentu saja tidak mudah. Dia mesti
berani menunjukkan "otot kawat" dan "tulang besi" bahwa
BPPN di tangannya akan kembali kepada khittah, yakni sebagai Badan Penyehatan
Perbankan Nasional, bukan "Badan Penyantun Pengusaha Nakal" atau
"Badan Penggorok Perekonomian Nasional".
Itu yang paling utama. Dan implementasi dari niat
tersebut, tentunya dengan memperbaiki struktur organisasi secara revolutif
termasuk "membersihkan" oknum-oknum yang bergentayangan di dalam
tubuh BPPN sendiri. Setelah itu dilakukan, barulah bisa bicara mengenai
strategi.
Seperti apa strateginya? BPPN harus sadar diri, bahwa
mereka adalah "lilin". Mereka hidup untuk menerangi perekonomian dan
setelah itu mesti rela mati. Hanya saja jadwal matinya sudah ditentukan yakni
tahun 2004.
Transparansi
kepala BPPN bekerja
sama dengan PRnya harus pandai-pandai memilih aset mana yang bisa maksimal
dijual sekarang dan aset mana yang harus di restrukturisasi dulu, lalu bisa
dijual belakangan untuk mendapatkan harga lebih baik. Celakanya, paling gampang
mengukur kesuksesan kepala BPPN adalah bila ia mampu memenuhi setoran ke APBN,
walaupun hanya mengobral “ten cent a dollar!”. Jadi, restrukturisasi diabaikan
dan penjualan diutamakan. Tetapi, menjual aset dengan cara membabi buta dan
menghalalkan segala cara jelas bukan cara yang baik dan tidak bisa dipakai
sebagai standar kesuksesan.
Ambil contoh struktur
BPPN yang sempat dibuat sentralistis dengan maksud mempercepat pengambilan
keputusan. Namun, sebagai konsekuensi
keputusan yang sentralistis, kepala BPPN mempunyai ruang yang cukup lebar untuk
memainkan kepentingan, baik kepentingan dirinya sendiri, kepentingan
orang-orang dekatnya, kepentingan golongan tertentu atau malah kepentingan
debitor dengan kompensasi tertentu.
Mekanisme pengambilan
keputusan yang tersentralisasi ini juga membuat informasi jadi sangat terbatas.
Bila informasi menjadi barang langka, otomatis timbul peluang adanya jual-beli
informasi atau calo-calo yang sok menjadi dewa penyelamat debitor karena merasa
berjasa atas informasi yang ia miliki. Jangankan public, menurut orang dalam
BPPN sendiri yang saya dengar, para staf tidak tahu sampai di mana proses yang
tengah dijalani oleh debitor tertentu.
Situasi yang serba
gelap ini tidak pernah diketahui publik. Proses di dalam BPPN tidak pernah
mendapat sorotan pers. Yang muncul ke permukaan hanyalah pucuk gunung masalah tidaklah
tampak. Maka di sini tugas dari seorang public relations adalah menggunakan
strategi transparansi dari semua proses kegiatan di BPPN yang harus jelas
sehingga bisa menciptakan opini publik yang baik dan menghasilkan citra positif
dari instansi tersebut.
Selain ukuran prosedur
dan kewenangan, etika harus menjadi ukuran kunci. Kalau BPPN memang mau
berdandan rapi di muka publik bahwa dirinya bersih dari KKN, hal-hal seperti
ini semestinya tidak akan terjadi.
Dengan demikian, jelas
bahwa kinerja BPPN di satu sisi tetinggal oleh pemberitaan di media massa pada
sisi yang lain. Ada jurang perbedaan antara performance
BPPN dan kepalanya di media massa yang diketahui public dengan performance BPPN
yang sesungguhnya, terutama yang menyangkut proses pengambilan keputusan. Sadar
tidak sadar pemberitaan selama ini adalah pemberitaan mengalami distorsi.
Menciptakan kepercayaan Publik
Terlepas dari
kecurigaan sebagian orang per orang, yang pasti BPPN pada awalnya berani
terbuka untuk mengatakan sampai dimana penyelesaian setiap debitor. Devisi
komunikasi diberi keleluasan dan akses yang sangat besar ke seluruh divisi di
dalam BPPN , bahkan menjadi anggota Board
of Directors walaupun tidak memiliki hak suara, tetapi yang didengarkan
masukannya dalam proses pengambilan keputusan.
Yang disampaikan ke
publik adalah proses yang sebenarnya yang sedang berjalan. Misalnya saja,
setiap minggu ada jadwal yang jelas untuk mengumumkan status debitor, dari
debitor yang satu ke debitor yang lain secara bergiliran. Dan tidak lupa seorang
PR atas nama sebuah instansi harus bisa bekerja sama dengan media, dengan
mengadakan jumpa pers, dan mengklarifikasi apa saja yang terjadi dalam
perusahaan atau intansi tersebut, Inilah tugas yang seharusnya dilakukan oleh
seorang public relations.
Dengan demikian,
seorang public relations dari lembaga BPPN tersebut harus bisa menggunakan
strategi komunikasi sebagai alat untuk mempermudah proses negoisasi dalam
penyelesaian kewajiban debitur. Masyarakat mengalami pembelajaran bahwa
membayar hutang itu penting karena Negara telah merugi.
Lalu bagaimana sekarang
nasib debitor-debitor itu? Tugas public relations dari BPPN lah yang
mengumumkan status penyelesaiannya. Ada debitor yang sudah membayar, ada yang
empat tahun kerjanya Cuma negoisasi dan belum bayar sepeser pun, ada juga
debitor yang kabur atau pengadilan justru memenangkan debitor padahal sudah
mencuri uang nasabah di bank bekas miliknya.
Semua itu terjadi
karena ketidaktransparan. Kalau BPPN belum bisa managih uang segera, masyarakat
harus tahu apa alasannya. Apakah sistem di BPPN yang bobrok, sistem
peradilannya yang keliru, atau memang debitornya yang justru mengorbankan
seluruh masyarakat Indonesia karena seharusnya kewajiban itu adalah tanggung
jawab debitor yang bersangkutan saja.
Standar penanganan
debitor walaupun secara teknis sangat kontekstual, harus memenuhi rasa keadilan
dan tegas. Jika satu pihak saja dimanjakan, maka BPPN akan pusing karena jutaan
yang lain akan minta perlakuan yang sama. Hal lain yang harus dilakukan selain
membuat sistem yang transparan terhadap setiap proses yang sedang berjalan
adalah menunjuk juru bicara BPPN (humas atau public relations), orang yang
diberi tanggung jawab untuk bicara pada publik dan juga pastinya kredibel.
Orang ini harus berbicara atas nama dan untuk kepentingan BPPN, bukan orang
perorang atau kepentingan pihak-pihak tetentu. Karena itu komunikasi dilakukan
secara profesional dan bukan emosional.
Tanggung jawab sebagai spoke person ini jangan diambil alih
oleh kepala langsung, tetapi memberi kesempatan kepada anak buahnya menjelaskan
kepada publik atau memberi kesempatan kepada seorang publik relations yang bisa
memberi keterangan dengan lebih detail dalam hal proses yang sedang berjalan di
BPPN. Biarkan sistem yang bekerja, buat prosedurnya,dan awasi pelaksanaannya. Perlu dukungan staf
yang profesional untuk mengurus hal-hal yang seharusnya menjadi tanggung jawab
stafnya. Hal ini mudah sebetulnya, asal BPPN jelas dan professional.
Tugas dari seorang
public relations disini adalah mengkomunikasikan kerja BPPN yang merupakan hal
yang penting, karena informasi yang muncul ibarat pedang bermata dua. Yang satu
bisa membunuh diri sendiri, yang lain bisa dipakai untuk mencapai tujuan.
Arti penting komunikasi
inilah yang semestinya mendapat perhatian yang cukup serius dari kepala BPPN
yang baru, A Temenggung. Sepanjang ada keseimbangan antara performance yang baik dari sistem kerja di BPPN dan
mengkomunikasikan hal itu ke publik, maka BPPN dengan sendirinya akan
mendapatkan kepercayaan dari publik. Sebaliknya, sebaik apapun kerja dari BPPN,
tetapi bila tidak mengkomunikasikan diri di depan publik, maka BPPN hanya akan
jadi santapan empuk berbagai pihak yang ingin menyudutkan BPPN. Sedangkan
apabila baik dalam berkomunikasi tetapi tidak diimbangi oleh kinerja yang
transparan, akibatnya BPPN nasibnya akan sama dengan pemimpin-pemimpin
sebelumnya.
Strategi komunikasi ini
bukan hanya bisa dipakai oleh BPPN sebagai payung dalam menghadapi hujan
serangan dari para debitor, tetapi juga bisa dipakai untuk melindungi diri atau
mensterilkan diri dari intervensi, BPPN masih dianggap tambang emas oleh mereka
yang mengharapkan keuntungan. Bila BPPN tidak diintervensi oleh pihak lain,
maka seluruh rakyat bisa tidur nyenyak dan makin percaya pada BPPN. Artinya,
BPPN bisa menjadi penjaga kepercayaan publik.
Mampukah BPPN membenahi
lagi citranya yang sudah terlanjur tidak karuan seperti sekarang? Jawabannya
tergantung kepada BPPN sendiri, apakah BPPN dapat dipercaya?
Yang pertama, humas
atau public relations dari lembaga BPPN harus bisa meyakinkan publik bahwa
dirinya bukan lembaga yang biasa melakukan patgulipat.
Teman adalah teman, bos adalah bos. Tetapi secara fungsional, BPPN harus berani
berdiri di atas kakinya sendiri sebagai badan professional. Kalau BPPPN gagal
pada langkah pertama ini, dapat dipastikan kinerjanya di BPPN bakal jadi
bulan-bulanan.
Kedua, BPPN harus bisa
meningkatkan kinerja sesuai dengan fungsinya, menyehatkan perekonomian dan
meminta debitor menyelesaikan kewajibannya. Yang terakhir dan patut digarisbawahi
adalah mampukah BPPN mengkomunikasikan dirinya sendiri kepada publik.
Disinilah
peran public relations menjadi sangat
strategis.
BAB
IV
PENUTUP
Ø Kesimpulan
Public relations secara
umum diartikan sebagai semua kegiatan yang dilakukan oleh suatu lembaga atau
organisasi dan badan usaha melalui para petugas public relations officer (PRO)
untuk merumuskan organisasi atau struktur dan komunikasi guna menciptakan
saling pengertian yang lebih baik antara lembaga itu dengan khalayak
(pihak-pihak yang harus selalu dihubunginya). Jadi, Public Relations dapat dipandang sebagai
alat atau medium untuk menciptakan hubungan-hubungan dengan siapa saja yang
dianggap dapat membawa keuntungan dan kemajuan bagi organisasi atau lembaga
yang bersangkutan.
Penampilan dan sikap
seorang public relations dapat menciptakan kesan tersendiri, baik itu positif
maupun negatif. Pada akhirnya kesan ini dapat melekat dan mempengaruhi pula
citra nama instansi atau perusahaan yang mereka sandang. Oleh karena itu,
sesuai dengan code of ethics public
relations, serta didukung oleh semangat etos kerja yang tinggi, maka public
relations akan tetap berpegang teguh pada tugas dan fungsinya sebagai public
relations yang profesional.
humas atau public
relations dari lembaga BPPN harus bisa meyakinkan publik bahwa dirinya bukan
lembaga yang biasa melakukan patgulipat.
Teman adalah teman, bos adalah bos. Tetapi secara fungsional, BPPN harus berani
berdiri di atas kakinya sendiri sebagai badan professional. Kalau BPPPN gagal
pada langkah pertama ini, dapat dipastikan kinerjanya di BPPN bakal jadi
bulan-bulanan.
BPPN harus bisa
meningkatkan kinerja sesuai dengan fungsinya, menyehatkan perekonomian dan
meminta debitor menyelesaikan kewajibannya. Yang terakhir dan patut
digarisbawahi adalah mampukah BPPN mengkomunikasikan dirinya sendiri kepada
publik.
Ø solusi
1. Program
PR (public relation)
a. komunikasi krisis
Parahnya
masalah yang melanda BPPN ini terkait masalah citra lembaga yang sedang hancur
terkait beberapa masalah yang terjadi
maka hal yang perlu dilakukan seorang PR adalah Komunikasi
dengan public yang dikenal dengan komunikasi krisis.
Komunikasi krisis adalah komunikasi antara organisasi
dengan public sebelumnya, selama, dan setelah kejadian krisis. Komunikasi ini
dirancang melalui program-program untuk meminimalisir kerusakan terhadap citra organisasi
(Frearn Banks, dalam Prayudi 1998: 38).
Ketika
organisasi mengalami krisis maka kebutuhan akan informasi seputar krisis terus
meningkat. Hal ini karena berkaitan dengan berbagai kepentingan publik
organisasi tersebut. Publik organisasi yang memiliki kepentingan akan merasa
khawatir ketika organisasi mengalami krisis. Kekhawatiran ini dapat mengarah
pada tindakan-tindakan yang mungkin merugikan organisasi, Menurut Coombs (1994)
(dalam Prayudi, 1998: 39) ada lima strategi yang
biasanya
digunakan dalam komunikasi krisis, yaitu:
1. Non – existence strategies. Strategi
ini diterapkan oleh organisasi yang kenyataanya tidak mengalami krisis, namun
ada rumor bahwa organisasi sedang menghadapi krisis. Bentuk pesan bisa berupa penyangkalan
(denial), penjelasan disertai alasan (clarification),menyerang pihak penyebar
rumor (attack), dan mengancamberdasarkan hukum (intimidation).
2. Distance
strategies. Digunakan organisasi yang mengakui adanya krisis
dan berusaha untuk memperlemah hubungan antara organisasi dengan krisis yang
terjadi. Bentuk pesan bisa berupa penolakan bahwa organisasi tidak bermaksud
melakukan hal-hal negatif dan penyangkalan kemauan (excuse) dan melakukan klaim
bahwa kerusakan yang terjadi tidak serius (justification).
3. Ingratiation
strategies. Strategi ini digunakan organisasi dalam upaya
mencari dukungan publik. Bentuk pesan bisa berupa pengingatan kepada publik
akan hal-hal positif yang dilakukan organisasi, menempatkan krisis dalam konteks
yang lebih besar, dan mengatakan hal-hal baik yang dilakukan publik (praising
others).
4. Mortification
strategies. Organisasi berusaha meminta maaf dan menerima
kenyataan bahwa memang benar terjadi krisis. Bentuknya bisa berupa kompensasi
kepada kepada korban, meminta maaf kepada publik, dan mengambil tindakan untuk
mengurangi krisis.
5. Surffering
strategies. Organisasi menunjukkan bahwa ia jugamenderita
sebagaimana korban dan berusaha memperoleh dukungan dan simpati publik.
Sebuah
rencana komunikasi krisis yang baik paling tidak mempertimbangkan publik
organisasi, model komunikasi yang mencakup tujuan untuk masing-masing publik,
pesan yang harus disampaikan, juru bicara, dan upaya mendapatkan dukungan pihak
ketiga. Dalam upaya komunikasi krisis,bentuk modis yang biasa digunakan oleh
public relations akan banyak membantu seperti:
a)
Press release,
merupakan pernyataan tertulis yang menjelaskan bagaimana organisasi menangani
krisis dan pimpinan yang berwenang.
b)
Press kits,
merupakan map yang berisi beberapa press release yang memiliki nilai berita
bagi media massa. Biasanya perusahaan juga melampirkan profil organisasi, atau
daftar telepon juru bicara perusahaan.
c)
Konferensi pers,
merupakan upaya agar media massa menerima informasi yang tepat dari juru bicara
organisasi dan menghindari mis-informasi seandainya wawancara dilakukan secara
terpisah.
d)
Newsletter,
merupakan publikasi perusahaan yang berisi berita dan perkembangan terbaru
perusahaan (Prayudi, 1998: 39-40)
Walaupun
ada media lain seperti aktivitas sosial yang dijalankan organisasi, keempat
media diatas termasuk yang sering dilakukan. Pendekatan dengan komunikasi
interpersonal dan dua arah biasanya akan mendapatkan dukungan dari publik. Komunikasi
krisis perlu disusun dengan mempertimbangkan model komunikasi, strategi pesan,
publik organisasi dan tujuan perusahaan secara luas.Upaya membina hubungan
dengan publik sejak dini merupakan faktor pendukungkrusial ketika perusahaan
mengalami krisis. Organisasi harus menyadari bahwa kerusakan yang mungkin
ditimbulkan oleh krisis adakalanya tidak terduga, karena dapat mengakibatkan
kebangkrutan, pengambilalihan kendali dan usaha jatuhnya nama baik (good
image), menurunnya permintaan atas produk dan jasa, dan rusaknya kinerja
organisasi.
b. Tindakan PR di masa krisis
Public
Relations memiliki peran penting dalam merencanakan program persiapan krisis,
manajemen krisis itu sendiri pada waktu terjadi krisis dan strategi setelah
krisis selesai ditanggulangi. Hal itu hanya dimungkinkan bila praktisi public
relations mengenal gejala-gejala krisis dari awal dan melakukan tindakan yang
terintegrasi dengan aktor-aktor penting lainnya dalam perusahaan. Ada beberapa
tahapan yang perlu dilakukan public relations dalam krisis antara lain:
1) Pendalaman
data dan fakta
Melakukan riset
mendalam mengenai isu yang berkembang. Riset yang dikembangkan secara
kualitatif.
2) Menyiapkan
paket informasi
Menyiapkan information
sheets standar yang berisi berbagai informasi yang diberikan oleh Public
Relations kepada semua stakeholders.
3) Membuat
batasan isu dan dampaknya
Menganalisis dan
membuat batasan setiap isu tentang dampak yang mungkin ditimbulkan bagi
masyarakat atau konsumen pengguna produk.
4) Posisikan
citra perusahaan
Pastikan bagaimana
citra perusahaan akan diposisikan dihadapan public berkaitan dengan isu yang
sedang berkembang.
5) Siapkan
Tim Crisis Centre
Siapkan tim yang siap
dipakai ketika krisis benar-benar terjadi, serta buat simulasi untuk melihat
kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi.
6) Menunjuk
Unofficial Spoke Persons
Crisis Center sebaiknya
tidak hanya melibatkan internal perusahaan (official person) tapi juga pihak
lain atau pihak ketiga yang direkrut untuk membantu menyelesaikan krisis (Agung
2005: 38)
DAFTAR
PUSTAKA
Allen H. Center, Scott M. Cutlip. 2000. Effective Public Relations. prentice
Hall: New Jersey,Inc.
Coulson, Colin
Thomas. 1990. public relations, pedoman
praktis untuk Publik Relations (a practical guide). Jakarta: Bumi Aksara.
Emery, Edwin.
1988. introduction to mass communication,
edisi kesembilan. New York: Harper-Row Publisher.
Hadiati S, Nikmah, Dr.,SIP.,M.Si. 2010. public relations, perspektif teoritis dalam
menjalin hubungan dengan publik. Pasuruan: Lunar Media.
Irving Kogan,
Smith. 1973. public relations, modern
business series. New York: Alexander Hamilton Institute.
Jefkins, Frank. 1995. Public
Relations, edisi keempat. Jakarta: Erlangga.
Kertopati, Ton. 1981. asas-asas penerangan dan komunikasi. Bandung: Bina Akasara.
Kriyantono,Rahmat
S.Sos.,M.Si. 2008. public relations
writing, teknik produksi media public relations dan publisitas korporat .
Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Meinanda,Teguh. 1982. pengantar
public relations dalam management. Bandung: Armico.
Nuradi , Wicaksono.
“Memasyarakat citra Lembaga”,
dalam “Bunga rampai pengetahuan kehumasan. Dit. Public relations Deppen RI
/ Bakohumas Pusat
Ruslan, Rosady. 1994. praktik dan solusi publik relations dalam situasi krisis dan pemulihan
citra. Jakarta: Ghalia Indonesia.
Suwardi,Harsono.
beberapa aspek lain dan kegiatan hubungan
masyarakat, dimuat dalam bulletin pengetahuan kehumasan, No. 24 th.1988
Wiloto, Christovita. 1998. The power of Public Relations. Jakarta: powerpr global publishing.
[1]
Christovita Wiloto, The power of Public
Relations, (Jakarta: powerpr global publishing, 1998) hal: 6.
[2]
Harsono Suwardi, beberapa aspek lain dan kegiatan hubungan masyarakat, dimuat
dalam bulletin pengetahuan kehumasan, No. 24 th.1988
[3]
Smith Irving Kogan, public relations,
modern business series,(New York: Alexander Hamilton Institute, 1973)
[4]
Frank Jefkins, Public Relations, edisi
keempat, (Jakarta: Erlangga, 1995) hal: 8
[5]
Colin Coulson, Thomas, public relations,
pedoman praktis untuk Publik Relations (a practical guide),
(Jakarta: Bumi Aksara, 1990) hal: 3
[6]
Rahmat Kriyantono, S.Sos.,M.Si.,public
relations writing, teknik produksi media public relations dan publisitas
korporat (Jakarta:Kencana Prenada Media Group,2008) hal:6
[7]
Rosady Ruslan, praktik dan solusi publik relations dalam situasi krisis dan
pemulihan citra, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994) hal: 39
[8]
Edwin Emery, introduction to mass communication, edisi kesembilan (New York: Harper-Row
Publisher, 1988) hal: 382
[9] Teguh Meinanda, pengantar public relations dalam management, (Bandung: Armico,
1982)
[10]
Scott M. Cutlip & Allen H. Center, Effective Public Relations, (prentice
Hall: New Jersey,Inc, 2000)
[11]
Sandra Oliver, Strategi Public Relations,
hal: 12
[12]
Wicaksono Nuradi, “Memasyarakat citra Lembaga”, dalam “Bunga rampai pengetahuan
kehumasan, diterbitkan Dit. Public relations Deppen RI / Bakohumas Pusat
[13]
Rosady Ruslan, praktik dan solusi public
relations dalam situasi krisis dan pemulihan citra, hal: 51
[14]
Ton Kertopati, asas-asas penerangan dan komunikasi, (Bandung: Bina Akasara,
1981), hal: 113
[15]
Dr. Nikmah Hadiati S.,SIP.,M.Si, public relations, perspektif teoritis dalam
menjalin hubungan dengan publik, (Pasuruan: Lunar Media, 2010) hal: 52
Comments