CULTURAL INDUSTRIES, APPROACHES TO CULTURE
David Hesmondhalgh sehari-hari
dikenal sebagai Kepala Institut Studi Komunikasi, Profesor Media dan Industri
Musik dan Direktur Pusat Penelitian Industri Media di University of Leeds.
Di antara sekian karya tulisnya yang terkenal antara lain Indie: The Aesthetics and Institutional Politics of a Popular Music
Genre dan The Cultural Industries.
Dalam bukunya yang berjudul The cultural industries, khususnya
chapter Approaches to culture. David
Hesmondhalgh melakukan identifikasi berbagai pendekatan yang dapat dijadikan
rujukan atau bingkai analisis dalam mempelajari industri budaya. Identifikasi
tidak hanya sekedar menunjukkan apa dan seperti apa pendekatan itu, namun
dikupas bagaimana kelebihan dan keterbatasan dari pendekatan tersebut.
Ada dua pendekatan besar (two grand approaches) yang
diidentifikasi oleh David Hesmondhalgh yaitu pendekatan ekonomi politik/ pendekatan
industri budaya (political economy
approach / cultural industries approach)
dan pendekatan studi budaya (cultural
studies approach), namun sebelum mengupas lebih dalam kedua pendekatan itu,
David mencoba memberikan uraian tentang persoalan ekonomi budaya dan media yang
kemudian dikaitkan dengan pemikiran studi komunikasi liberal-pluralis terhadap
budaya dengan memberikan 4 catatan penting, yaitu yaitu Pertama, penggunaan konsep-konsep ekonomi dalam menganalisis media, yang memberikan
konsekuensi keterpengaruhan produk-produk yang dihasilkan media. Kedua domininasi aliran ekonomi neoklasik[1],
sebuah aliran pemikiran ekonomi yang lebih memperhatikan pada persoalan bagaimana
kemampuan manusia memaksimalkan kepuasan ekonominya (utilitarianisme), daripada
persoalan-persoalan yang menyangkut
kebutuhan manusia akan hak, maupun keadilan sosial. Ketiga, munculnya aliran neoliberalisme yang secara fundamental
lebih “berkiblat” ke teori neoklasik menyatakan bahwa persaingan bebas yang
tidak diatur akan menghasilkan pasar yang efisien, artinya neoliberal
mengasumsikan bahwa produksi pasar yang efisien harus menji tujuan utama dari
setiap kebijkan public yang dihasilkan. Konsekuensi dari asumsi ini adalah
upaya menyamakan berbagai produk budaya layaknya seperti barang dagangan, yang kapan
harus dibeli dan kapan harus dijual. Keempat, adanya studi komunikasi liberal pluralis
yang memperdalam kajian efek media pada khalayak yang didasarkan pada prilaku
tampilan (behaviourisme). Pendalaman ini diarahkan pada upaya memahami
bagaimana upaya industri budaya mempengaruhi proses demokrasi dan kehidupan
public. Untuk memperkuat argument pendalaman ini, David mencontohkan beberapa
kasus antara lain kurangnya partisipasi masyarakat dalam proses demokratisasi
ketika masyarakat hanya “mengandalkan” instrument televise sebagai media
pembelajaran politik. Meski kondisi ini baik, namun banyak sekali
keterbatasannya. Keempat hal yang disampaikan oleh David meskipun sekilas,
memberikan gambaran keterbatasannya jika diambil sebagai sebuah pendekatan dalam
mengkaji industri budaya.
Sementara itu bagi David Hesmondhalgh,
pendekatan ekonomi politik (political
economy approach) merupakan pendekatan yang memberikan banyak tawaran
alternative dalam menganalisis kekuatan (power)
yang ada kaitannya dengan produksi budaya (culture
production). Dengan menyitir pendapat Peter Golding dan Graham Murdock
(2005) David hendak menyampaikan bahwa pendekatan ekonomi politik (kritis)
berbeda dengan ekonomi politik klasik yang dikembangkan oleh Adam Smith dan
David Ricardo. Artinya pendekatan ini mencoba lebih kritis ketika munculnya
berbagai produk budaya yang tidak bisa dilepaskan dari persoalan pemegang
otoritas (power). Nah, karakter ekonomi politik (kritis)[2]
ini dapat dilihat sebagai berikut :
- Pendekatan ekonomi politik (kritis) ini lebih holistic dan melihat persoalan ekonomi secara inter relasi dengan kehidupan politik, SOSIAL dan budaya daripada sebagai domain yang terpisah.
- Memperhatikan perubahan budaya secara jangka panjang, dengan memperhatikan peran Negara, perusahaan dan media.
- Memfokuskan upaya penyeimbangan antara perusahaan kapitalis dengan intervensi public
- Mempertanyakan persoalan-persoalan moral dasar, keadilan dan kebaikan masyarakat.
Lalu ekonomi politik
yang mana ? Lebih lanjut David Hesmondhalgh menyatakan bahwa harus diperjelas
focus dalam pendekatan ekonomi politik (kritis) pada isu-isu etika dan politik
dalam hubungannnya dengan budaya. Ini artinya ekonomi politik (kritis) akan
menyediakan diri dalam mendorong kesinambungan / perubahan (continuity
and change) dalam industri budaya daripada yang lain. Dalam konteks inilah
David menawarkan focus kajian dari industri budaya pada persoalan-persoalan
- Kontradiksi ; yaitu persoalan-persoalan yang ditimbulkan dari komodifikasi budaya atau produksi budaya industri komersial.
- Kondisi spesifik industri budaya ; kemampuan menggabungkan suatu kepentingan ekonomi secara umum dengan industri budaya atau gambaran entang kondisi spesifika dari produk budaya yang dihasilkan
- Ketegangan antara Produksi dan konsumsi ; produksi budaya sebagai sesuatu yang kompleks, ambivalen dan diperebutkan karena persoalan prilaku konsumen. Dengan kata kalian persoalan produksi dan konsumsi tidak dilihat sebagai entitas yang terpisah, tapi satu kesatuan.
- Pencipta symbol; Industri budaya melihat para pencipta symbol seperti penulis, produser, artis dan direktur merupakan personal yang bertanggung jawab penuh atas input kreatif dalam teks
- Informasi dan hiburan ;
- Variasi sejarah dalam relasi SOSIAL produksi budaya ;
Melalui penjelasan
singkat tersebut, David telah menemukan sebuah pendekatan ekonomi politik
kritis, yang dalam hal ini dia menyatakan sebagai pendekatan industri budaya.
Dengan pendekatan ini salah satu kontribusi yang dapat diberikan adalah
penambahan wawasan dan gagasan tentang kreativitas simbolik, yang merupakan
penjelasan dari pemaham budaya sebagai produk individu yang sangat berbakat.,
atau dalam istilah Richard Peterson lebih luas dinyatakan bahwa budaya kreatif
dan seni kreatif adalah produk dari kolaborasi dan pembagian yang kompleks.
Terkait dengan
pendekatan industri budaya yang selaras dengan isu-isu kekuasaan adalah kajian
media / sosiologi media (radikal), di mana kajian ini melihat sebuah “potensi”
bentuk merusak kekuasaan dan ketidaseimbangan yang berakar dalam struktur
masyarakat kontemporer. Karena itu keberadaan kajian ini seakan melengkapi
pendekatan ekonomi politik. Misalnya pertama,
kajian tentang pekerjaan wartawan yang terstruktur dengan persyaratan
birokratis dan rutin. Rutinitas inilah yang dinilai sebagai upaya memproduksi
teks yang gagal untuk mengatasi hubungan kekuasaan yang ada secara memadai.
Kedua, yang ditunjukkan oleh Pierce Bordieu yang menganalisis industri budaya,
pandangannya tentang perkembangan ketegangan antara kreativitas dan perdagangan,
Ketiga, dinamika hubungan antara kekuasaan dan industri budaya dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang makna, jenis teks yang diproduksi.
Sementara itu untuk
pendekatan kedua, yaitu pendekatan kajian budaya (cultural studies approach). David Hesmondhalgh menyatakan bahwa
pendekatan ini berupaya menguji dan memikirkan kembali budaya dengan
mempertimbangkan kaitannya dengan kekuatan SOSIAL. Pendekatan ini akan
memberikan pemahaman tentang makna dan nilai budaya , sehingga mampu mengisi
celah dan kekurangan dari pendekatan industri. Ada empat catatan yang ingin disampaikan
David terkait dengan pendekatan kajian budaya ini, yaitu :
1.
Budaya
sehari-hari perlu dikaji secara serius, karena didalamnya mengandung pertanyaan
hirarkhi pemahaman budaya
2.
Kajian
budaya mampu memberikan kritik kuat terhadap gagasan esensialis yang melihat
budaya tempat tertenu dan atau orang sebagai salah satu budaya bersama, sebagai
hal, berbatasan tetap, bukan sebagai ruang kompleks di mana pengaruh berbagai
integrasi dan konflik.
3.
Kajian
budaya telah memunculkan pertanyaan politik yang penting tentang siapa yang
berbicara, tentang siapa yang memiliki wewenang untuk membuat standart budaya
4.
kajian
budaya memiliki isu-isu terdepan tentang tekstualitas, subjektivitas, wacana
identitas dan kesenangan dalam hubungannya dengan budaya. Hal ini telah
memperkaya pemahaman tentang bagaimana penilaian akan nilai budaya yang mungkin
berkaitan dengan politik identitas SOSIAL terutama klas , gender, etnisitas dan
seksualitas. Kesemuanya ini bukan persoalan “rasa” yang menyatakan latar
belakang SOSIAL produk, tapi kajian budaya telah mengeksplorasi cara-cara yang
kompleks di mana system nilai estetika
menjadi kekuatan budaya. Suara siapa yang terdengar dalam budaya dan
suara-suara mana yang terpinggirkan.
Dengan empat catatan
ini, David hendak menyatakan bahwa pendekatan kajian budaya ini berpotensi
sebagai instrument analisis industri budaya, termasuk menganalisis bagaimana
pola perilaku budaya yang tercermin dalam industri budaya sendiri. Dengan demikian,
pendekatan kajian budaya dapat melengkapi pendekatan industri budaya, meski
dalam penerapannya perlu kehati-hatian.
Setelah menjelaskan dua
pendekatan dalam mengkaji industri budaya, Davis Hesmondhalgh mencoba
memaparkan tentang bagaimana posisi kajian
budaya dan ekonomi politik ketika berhadapan (versus). Meski David mengakui
bahwa dua kajian ini dalam tataran akademis memiliki pandangan yang berbeda,
bahkan cenderung tidak bisa didamaikan, namun langkah ini dinilai David sebagai
langkah yang tidak ada gunanya, karena terlalu menyederhanakan perselisihan
dari dua pendekatan yang berbeda. Maka langkah yang terbaik adalah tidak
menghadap-hadapkan, namun melakukan sintesis dua pendekatan ini dari aspek yang
terbaik, untuk menghasilkan perubahan dan kontinyuitas dalam industri budaya.
Meski tidak ingin
memperpanjang persoalan tentang posisi berhadap-hadapan kedua pendekatan itu,
namun David tidak bisa menghindari apa saja yang menjadi persoalan ketika dua
pendekatan itu berposisi berhadapan. Untuk itulah ia menyampaikan beberapa
persoalan yang menjadi pokok kedua pendekatan tersebut saling berhadapan
Produksi
versus Konsumsi
Pada persoalan ini, ekonomi politik
sering disebut secara singkat sebagai studi produksi yag mengabaikan perbedaan
sikap terhadap produksi. Dan aspek konsumsi merupakan “kajian” yang penting
dalam pendekatan ekonomi politik. Sementara pendekatan kajian budaya sering
dideskripsikan seolah-olah keseluruhannya terdiri dari studi empiris audiens,
ketika studi lain telah melakukannya.
Banyak fakta, yang mengharuskan
david berkonsentrasi pada persoalan industri budaya, dan ini mendorongnya untuk
lebih banyak menggambarkan berbagai pendekatan yang berorientasi pada pemahaman
tentang dinamika produksi budaya dan kebijakan – dalam konteks inilah
pendekatan ekonomi politik memberikan kontribusi dalam ekonomi udaya, sosiologi
media radikal dan sosiologi budaya empiri. Karena itu, keputusan untuk focus
pada produksi dan kebijakan sebagai salah satu prioritas dalam konteks sekarang
ini. Namun demikian, masih dibutuhkan pemikiran tentangnya dalam kaitannnya
dengan proses kunci yang lain, seperti identitas konsumsi budaya dan makna
tekstual.
Teks,
Informasi dan Entertaiment
Pendekatan kajian budaya seringkali
dituduh oleh pendekatan lain karena terlalu terkait dengan isu-isu makna
tekstual, meski pendekatan ini telah berkontribusi cukup penting dalam
mengembangkan teori tentang bagaimana makna dan identitas berkaitan dengan
isu-isu kekuasaan SOSIAL, dalam bentuk yang paling maju, relative sedikit prihatin
dengan masalah penafsiran tekstual dan evaluasi.
Sementara ekonomi politik, sosiologi
media radikal, studi komunikasi liberal pluralis sangat berkaitan dengan
informasi teks, seperti berita dan
urusan saat ini dan sejauh mana industri budaya menyediakan sumber daya
informasi warga perlu bertinda melawan ketidakadilan dan penyalahgunaan
kekuasaan. Pendekatan ini sangat menekankan isi informasi atas bentuk dan
cenderung pada nilai-nilai kognitif dan model pemikiran rasional diatas
emosional aestetik dan afeksi.
Pertanyaan
Epistemologi
Mitos ekonomi
politik versus kajian budaya lebih menekankan pada konflik antara dua set
pendekatan dan merendahkan perbedaan bersama mereka dengan
pendekatan-pendekatan lain. Kajian budaya dan ekonomi politik memiliki lebih
banyak kesamaan satu sama lain dalam hal pemahaman mereka terhadap teori
kekuatan budaya daripada beberapa penelitian yang lebih berorientasi empiris
(empiris sosiologi budaya, studi komunikasi liberal-pluralis) - Meskipun
demikian , ada ketegangan teoritis dan epistemologis serius antara ekonomi
politik dan kajian budaya.
Penulis ekonomi
politik cenderung dalam pertanyaan epistemologi terhadap realisme yang secara
asumtif menyatakan bahwa ada dunia
materi luar proses kognitif kami yang dimiliki secara spesifik akhirnya dapat
diakses oleh pemahaman kita '(Garnham, 1993) Pandangan ini krusial terkait
dengan pandangan bahwa kita dapat mencapai pengetahuan obyektif dari realitas
independen. penulis Kajian budaya mengambil lebih konstruktivisme dan logika epistemologis
subyektivis. dalam beberapa kasus
bertujuan untuk mendapatkan pengakuan objektivitas dari efek pengamat pada
diamati (lihat Couldry, 2000b: Lz-t4, pada epistemologi feminis), sedangkan
pada kasus lain, ada skeptisisme radikal tentang klaim kebenaran . Hal ini
terutama terjadi di pos-strukturalis dan pendekatan modernis. Sekali lagi,
meskipun, ini bukan hanya kasus ekonomi politik versus kajian budaya. Para konstruktivis radikal, sayap modernis studi budaya
adalah bertentangan dengan semua pendekatan industri budaya yang digariskan
dalam beberapa bagian pertama dari bab ini, bukan hanya ekonomi politik. The
positivisme studi komunikasi dan sosiologi budaya seperti jauh dari posisi
kritis-realis ekonomi politik seperti kajian budaya postmodern
Politik dan Kebijkan
Sebagian besar perpecahan
antara ekonomi politik dengan kajian budaya didasarkan pada dikotomi politik
palsu. Kajian budaya terinspirasi dari kecenderungan dalam aktivisme politik
dan berpikir sejak awal 1970-an untuk fokus pada isu-isu identitas sosial,
seperti jender, etnisitas dan
seksualitas, dibandingkan dengan isu-isu ekonomi dan redistribusi sumber daya.
Untuk beberapa keprihatinan ini dengan identitas sosial adalah bentuk maju proyek
bangunan koalisi untuk resits kekuatan ekonomi dan politik yang membawa tentang
penindasan di tempat pertama. Inilah sebabnya mengapa beberapa penulis ekonomi
politik seperti yang disebutkan di atas, berpikir bahwa studi budaya implicity
concervative pandangan mereka adalah bahwa hal itu salah memahami kekuatan (power). Bukan hanya penulis ekonomi
politik yang mengambil posisi ini sekalipun penulis dalam sosiologi media
radikal sering berbagi perspektif dan
banyak dalam studi komunikasi dan sosiologi empiris budaya mungkin setuju
(sekali lagi seluruh gagasan ekonomi politik versus kajian budaya terlalu kasar
cara pemetaan perdebatan di lapangan)
masalah penting
yang tercermin-dalam beberapa respon terhadap kajian budaya. Bangunan politik
hanya sekitar penindasan dan ketidakadilan yang dihadapi oleh kelompok yang anda
merasa termasuk risiko meninggalkan setiap gagasan solidaritas dan empati
dengan lainnya. Ada
perbedaan nyata antara bagaimana pasca strukturalis sayap dasar kajian budaya
kritik atas hubungan sosial yang ada dan bagaimana penulis lebih ekonomi
politik Marxis melakukannya. Namun tujuan positif sedikit yang dilayani oleh
polemik membabi buta dari komentator soma radikal. Daripada terlibat dalam
dialog dengan cara-cara baru penting dari berpikir tentang politik dan budaya
dan menemukan penyebab neoconcervatism Terhadap umum, komentator sering
terlihat lebih tertarik pada serangan sektarian meningkat dari kedua pihak
Industri budaya
memiliki peran ganda sebagai sistem ekonomi produksi dan industri budaya
produsen teks. Produksi budaya dan teks sangat ditentukan oleh faktor-faktor
ekonomi (antara lain) jika kita ingin mengkritik membentuk mereka, maka kita
perlu mempertimbangkan baik politik redistribusi, difokuskan pada isu-isu
ekonomi politik, dan politik pengakuan terfokus pada pertanyaan identitas
budaya
Pertanyaan Determinisme dan Reduksionisme
Sebuah
kritik umum maju - dalam kajian budaya tetapi juga di dalam studi komunikasi
dan sosiologi empiris budaya terhadap beberapa jenis analisis ekonomi politik
adalah mereka disangka reduksionisme. Itu merupakan atribut mereka dari proses acara
budaya yang kompleks, seperti bentuk industri film Holliwood atau sifat apera
sabun televisi atau pengembangan televisi sebagai media komunikasi, untuk
alasan tunggal ekonomi politik, seperti kepentingan kelas sosial yang menguasai
alat-alat produksi atau persyaratan dalam kapitalisme bagi pemilik dan
eksekutif untuk membuat keuntungan. Ada memang laporan reduksionis tersebut
yang gagal melakukan keadilan untuk interaksi factor kompleks yang terlibat
dalam budaya, tetapi kenyataannya bahwa beberapa laporan ekonomi politik yang
reduksionis ada argumen yang melawan analisis ekonomi politik per se. Sebuah
konsep yang diperlukan di sini adalah penentuan dalam arti reduksionis batas setting
dan mengerahkan kekuatan eksternal, atau kekuatan penting untuk sesuatu terjadi.
Sebuah analisis yang baik akan membuat proses ekonomi bersama proses lainnya
dan tekanan dalam budaya dan memikirkan bagaimana mereka berinteraksi. Faktor
lain yang penting menekan adalah menguji momen budaya, fenomena atau proses
yaitu
- Peran lembaga-lembaga dalam bidang hukum dan politik
- Bentuk wacana, bahasa dan representasi yang tersedia pada waktu tertentu
- Keyakinan, fantasi, nilai-nilai dan keinginan karakteristik kelompok orang yang berbeda.
Tentu
saja, tidak semua catatan akan dapat
melakukan keadilan pada semua waktu untuk campuran kompleks kekuatan permainan .
Elemen yang ditekankan akan tergantung pada tujuan kita subjektif sendiri, pada
pengetahuan kita, Kita pikir, kita bisa berasumsi pada bagian dari penonton
kita, atau pada identifikasi beberapa bagian baru dari teka-teki sejarah yang
menarik perhatian pembaca. Eklektisisme tersebut tidak perlu ditinggalkannya
prioritas politik dan etis dan kepedulian. Namun tujuan subjektif yang menarik perhatian
misalnya identifikasi titik-titik tekanan tertentu untuk tujuan perubahan sosia,.
Juga tidak perlu metode pluralisme yang berarti mengadopsi etika relativis sebagai
sebuah model politik pluralis liberal dimana sistem demokrasi kini diasumsikan
berfungsi lebih atau kurang efektif.
Terlalu
banyak waktu telah dihabiskan untuk mencoba menyelesaikan perdebatan yang
ditetapkan mustahil ditulis dalam abstrak. Kita harus meninggalkan argumen
berliku-liku tentang apa yang dimaksudkan Marx yang mengatakan lebih baik atau
tidak ia telah disalahartikan. Sebaliknya, kita perlu berpikir keras tentang determinasi
interaksi kompleks dalam situasi apapun, dalam rangka memahami betapa sulitnya
perubahan social, untuk mencapai dan di
mana dimungkinkan. Jika benar bahwa perdebatan tentang penentuan ekonomi dan
reduksionisme telah menghasilkan ketegangan yang paling signifikan antara
ekonomi politik dan pendekatan lain, metodologi eklektik bersekutu dengan
pengakuan sosial-demokratis radikal dari adanya ketimpangan struktur kekuasaan
dan ketidakadilan yang memberikan kemungkinan konvergensi yang lebih besar.
Pilihan lebih pragmatis disini menganjurkan perlunya melibatkan identifikasi
saat tertentu di mana faktor-faktor lain, seperti yang tercantum di atas, perlu
lebih ditekankan. Hal seperti ini yang akan kita lihat menjadi aspek penting
dari pasal 3 yang mengatur perubahan tentang menjelaskan dan kontinuitas dalam
industri budaya
Lebih jauh dapat
dikatakan bahwa apa yang dijabarkan oleh David Hesmondhalgh merupakan Ikhtiar
yang baik dalam memperkenalkan beberapa pendekatan yang dijadikan analisis
dalam mempelajari industri budaya, dengan cara mengidentifikasi
pendekatan-pendekatan tersebut dalam bingkai kelebihan dan kelemahannya. Namun
perlu diakui memang penjelasan yang disampaikan terbatas dan cenderung bergerak
dalam tataran wacana, bahkan gambaran tentang perdebatan antara kedua
pendekatan tersebut yang disajikan oleh beberapa pihak. Ini dimungkinkan karena
dalam chapter ini David Hesmondhalgh tidak hendak menyampaikan secara
metodologis bagaimana menerapkan kedua pendekatan tersebut dalam sebuah
penelitan, tapi sebatas menyampaikan beberapa argumentasi mendasar tentang
perlunya sebuah pendekatan dalam mengkaji industri budaya, bahkan bila perlu
melakukan sintesis pendekatan untuk menghasilkan sebuah kajian yang lebih
holistic, karena pada hakekatnya pendekaan-pendekatan tersebut sebagai
penjelasan David dapat digunakan dalam posisi saling melengkapi kekurangan dari
pendekatan-pendekatan itu.
Kata kunci yang dapat
dijadikan pegangan dalam bahasan ini adalah identifikasi terhadap berbagai
pendekatan yang dapat dijadikan kerangka analisis dalam mempelajari industri
budaya. Ini artinya penjelasan yang disampaikan David lebih bersifat
informative dan tawaran kepada pengkaji industri budaya. Karena itu penjelasan
yang disampaikan tidak terlalu detail mengarah pada aspek aplikasi pendekatan,
namun secara referensial cukup memadai sebagai bahan pertimbangan dalam
melakukan kajian industri budaya melalui pendekatan ekonomi politik atau kajian
budaya. Di sinilah kemudian David
menyarankan kepada pembaca untuk melakukan kajian lanjut dengan membaca
serangkaian referensi pendukung.
[1] Aliran pemikiran ekonomi yang
berkembang pada abad ke-19 ini sengaja menamakan dirinya sebagai aliran ekonomi
neoklasik, sebagai upaya pembeda terhadap aliran-aliran sebelumnya yang dikenal
dengan ekonomi klasik yang berkembang pada abad ke-18. Aliran neoklasik ini
dikemudian hari menjadi “inspirasi” munculnya aliran pemikiran ekonomi yang
dikenal dengan istilah neoliberalisme
[2] Konsepsi ekonomi politik dari Peter
Golding dan Graham Murdock lebih melihat (1) fakta bahwa budaya dihasilkan dan
dikonsumsi kapitalisme sebagai isu mendasar dalam menjelaskan ketidaksetaraan
kekuasaan, prestise dan keuntungan, termasuk dalam hal ini adalah kapitalisme
politik dan efek negatifnya. (2) sejauh
mana industri budaya melayani kepentinan
orang kaya dan berkuasa, juga persoalan kepemilikan dan penguasaan industri
budaya sehingga mempengaruhi peredaran “teks” ke khalayak luas dengan “aroma”
pemilik kepentingan
Comments