Kebiasaan Ngopi Di Warug Kopi
Kopi dan rokok pantas dikatakan
sebagai sahabat kental atau teman akrab. Dimana ada gelas kotor bekas kopi,
tengok saja kanan kiri di sekitarnya biasanya ditemukan abu rokok. “Ngudut lan
ngopi” (merokok sambil minum kopi), begitulah orang Jawa menyebut kebiasaan
ini.
Arek
Jawa Timuran mempunyai tradisi cangkruan (nongkrong) di warung kecil pinggir
jalan, dimana stok rokok dan kopinya selalu ada. Bocah Jawa Tengahan, khususnya
Yogyakarta, akrab dengan tradisi angkringan atau metangkring (duduk dikursi
agak tinggi di pinggir jalan). Ngapain? Ngudut lan ngopi. Ada yang hanya
melepas lelah, ngobrol ringan, janjian dengan teman, syukuran, hingga
konsolidasi politik. Semua dilakoni sambil ngopi lan ngudut.
Fenomena
itulah yang terjadi di jalanan atau katakanlah di sudut- sudut jalan. Di dunia
pendidikan, kopi dan rokok juga tak kalah ramai penggemarnya, terutama kalangan
pesantren. Kyai atau ustadz di pesantren seakan-akan ilmunya tak bisa keluar,
kalau belum menghisap lintingan tembakau dan menyeruput kopi. Apalagi kalau di
forum diskusi seperti musyawarah, bahtsul masail, halaqah, maka jangan
coba-coba memfasilitasi mereka di ruangan tertutup apalagi berpendingin atau
AC, bisa-bisa alaram otomatisnya berdering.
Gambaran
ini tentu saja tidak semuanya, tapi ini memang sudah menjadi sesuatu yang
lumrah. Saking lumrahnya, kebiasaan ini membudaya dan mendarah daging. Namun,
belum lama ini, penikmat rokok sempat mengerutkan dahi sambil memicingkan kedua
alisnya. Ada apa gerangan?
Mereka
mendengar kabar larangan merokok dari Majelis Ulama Indonesia (MUI). “Ada-ada
saja,” begitu kelakar sebagian orang di kedai kopi. “Kalau pemerintah melarang
itu sudah biasa, lha wong sudah tertulis di belakang bungkus rokok...” Meski
melarang, pemerintah tetap meraup untung besar dari bisnis tembakau. Bahkan,
perusahaan rokok punya sumbangsih besar dalam memajukan olahraga Indonesia,
melalui dana sponsorship yang kian meraksasa itu. Ada juga yang berseloroh
nakal, “Jangan-jangan nanti selain ada peringatan pemerintah, juga ada stempel
haram dari MUI di bungkus rokok…”
DI KUPAS TUNTAS DARI SEGI TEORI
PSIKOLOGI SOSIAL
1.
TEORI INTERAKSI SOSIAL (VIDE BONNER)
a.
Faktor Sugesti Karena Mayoritas :
Dalam hal ini
orang kerap kali cenderung akan menerima suatu pandangan atau ucapan apabila
ucapan itu disokong oleh mayoritas, oleh sebagian besar dari golonganya,
kelompoknya atau masyarakatnya. Mereka cenderung menerima pandangan itu tanpa
pertimbangan lebih lanjut, karena kalau kebanyakan sudah berpendapat demikian,
ia pun rela ikut berpendapat demikian, kalau di sangkut pautka dengan
permasalahan kebiasan ngopi di warung kopi, bisa jadi halnya permasalahan ini
timbul karena factor sugesti mayoritas yang dala hal ini dapat mempengaruhi
tindakan dan kebiasaan.
b.
Factor Simpati :
Simpati dapat dirumuskan sebagai perasaan tertariknya orang yang
satu terhadap orang yang lain. Simpati timbul tidak atas dasar logis rasional,
tetapi berdasarkan penilaian perasaan. Orang tiba-tiba merasa dirinya tertarik kepada
kebiasaan orang lain seakan-akan dengan
sendirinya, dan tertariknya itu bukan karena salah satu cirri tertentu,
melainkan karena keseluruhan cara-cara bertingkah laku orang tersebut, karena
saking seringnya melihat orang yang nongkrong di warung kopi, yang kelihatanya
damai, tentram dan enjoy itulah yang menimbulkan rasa simpati, sehingga
seseorangpun dapat tercebur langsung kedalam kebiasaan yang di lihatinya.
2.
TEORI SITUASI SOSIAL (M. SYARIF):
Situasi social yang
dalam hal ini ialah tiap-tiap situasi dimana terdapat saling hubungan antara
manusia yang satu dengan lain. Dengan kata lain, tiap-tiap situasi dimana
terjadi interaksi social ini terjadi
karena :
1.
Situasi Kebersamaan: yang
mana di temukan oleh interaksi karena kepentingan yang sama, yakni sama-sama
galau sehingga timbul lah rasa kebersamaan pengen ngopi bereng.
2.
Kelompok Social: di
mana kelompok social tempat orang-orang berinteraksi itu merupakan suatu
keseluruhan yang mendorong atau menarik rasa untuk kebersamaan.
Comments