Surat Kontrak Dagang Sewa Rumah
Surat Kontrak Dagang Sewa Rumah
Kami yang bertanda
tangan dibawah ini :
Agama : Islam
Alamat : Jalan Gitar Blok E No. 3 Taman
Cipondoh Permai Tangerang
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Selanjutnya disebut sebagai pihak
pertama / pemilik
Nama : Subandi
Agama : Islam
Alamat : Bona
Sarana Indah Blok D 1 No. 20 Tangerang
Selanjutnya disebut
sebagai pihak kedua / penyewa rumah
Pasal. 1
Pihak pertama
mengontrakan sebuah Rumah kepada pihak kedua pada Alamat Perumahan VILLA TOMANG
BARU Blok 3 No. 36 Kota Bumi Tangerang. Terhitung mulai tanggal 21 Februari
2007 sampai dengan 21 Februari 2009. Pihak kedua telah membayar lunas kepada
pihak pertama sebesar : Rp. 5.500.000. ( Lima Juta Lima Ratus Ribu Rupiah )
untuk masa kontrak 2 ( Dua Tahun).
Pasal. 2
Pihak kedua
berkewajiban untuk memelihara bangunan sebaik-baiknya, segala kerusakan yang
timbul selama perjanjian ini, menjadi kewajiban pihak kedua untuk perbaikannya,
menggantinya dengan biaya sepenuhnya tanggung jawab pihak kedua.
Pasal. 3
Selama masa kontrak
berlaku, segala kewajiban yang harus dipenuhi terhadap rumah tersebut diatas,
merupakan kewajiban pihak kedua, baik kewajiban membayar listrik, keamanan,
kebersihan serta sejenis.
Pasal. 4
Apabila kewajiban
diatas yang dimaksud dalam pasal. 3 dilalaikan oleh pihak kedua, berakibat
adanya sangsi atas fasilitas yang ada, maka pihak kedua harus menyeleseikan
sampai pulih seperti keadaan sebelum dikontrakan paling lambat 30 hari sebelum
kontrak berakhir.
Pasal. 5
Khusus untuk
pembayaran listrik, pihak kedua akan tetap membayar rekening listrik satu bulan
terakhir dan rekening listrik akan diserahkan kepada pihak pertama setelah
lunas dibayar sebagai arsip.
Pasal. 6
Pihak kedua tidak
diperkenankan untuk mengadakan perubahan atau tambahan pada bangunan tersebut
atau memindah sewakan kepada pihak lain, kecuali pada izin tertulis dari pihak
pertama.
Pasal. 7
Jika masa kontrak
berakhir, pihak kedua berkewajiban untuk menyerahkan rumah beserta
pekarangannya tersebut tanpa syarat-syarat apapun kepada pihak pertama dalam
keadaan baik, terpelihara dan kosong dari seluruh penghuninya.
Pasal. 8
Untuk perpanjangan
kontrak, pihak kedua harus memberi tahukan kepada pihak pertama satu bulan
sebelum masa berlakunya habis dan akan dibuatkan perjanjian baru sebagai
pengganti perjanjian ini.
Pasal. 9
Untuk pemutusan
kontrak sebelum masa kontrak berakhir memberi tahukan satu bulan sebelumnya
kontrakan berakhir.
Pasal. 10
Dalam pemutusan
kontrak sebelum habis masa berlakunya dalam Pasal. 1 (Satu) maka pihak pertama
tidak mengembalikan sisa uang kontrakan, dan pihak kedua tidak menuntut pihak
pertama.
Pasal. 11
Demikianlah
perjanjian kontrak rumah ini kami buat dengan sebenarnya tanpa paksaan dari
siapapun.
Tangerang, 21 Februari 2007
Pihak Kedua Pihak Kesatu
( Subandi ) ( Hasron Syah )
( Subandi ) ( Hasron Syah )
Asas
– asas dan Prinsip dalam Kontrak Dagang.
Dalam menyusun suatu kontrak atau
perjanjian baik itu bersifat bilateral dan multilateral maupun dalam lingkup
nasional, regional dan internasional harus didasari pada prinsip hukum dan
klausul tertentu. Dalam hukum perdata dikenal beberapa prinsip dasar yang harus
diterapkan dalam penyusunan kontrak sehingga akan terhindar dari unsur-unsur
yang dapat merugikan para pihak pembuat suatu kontrak yang mereka sepakati.
Prinsip dan klausul dalam kontrak dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Asas
kebebasan berkontrak.
Para
pihak berhak menetukan apa yang diinginkan dan juga yang tidak diinginkan
dicantumkan dalam isi perjanjian, tapi bukan berarti tanpa batas. Dalam KUHPer,
asas kebebasan berkontrak diatur dalam pasal 1338 KUHPer yang dirumuskan
sebagai berikut:
a. Semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya;
b. Persetujuan
itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau
karena alasan-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu;
c. Persetujuan-persetujuan
harus dilaksanakan dengan iktikad baik.
2. Asas
Konsensualitas
Suatu
perjanjian timbul apabila telah ada konsensus atau persesuaian kehendak antara
para pihak. Dengan kata lain, sebelum tercapainya kata sepakat, perjanjian
tidak mengikat. Konsensus tersebut tidak perlu ditaati apabila salah satu pihak
menggunakan paksaan, penipuan ataupun terdapat kekeliruan akan objek kontrak.
3. Asas
Kebiasaan.
Suatu
perjanjian tidak mengikat hanya untuk hal-hal yang diatur secara tegas saja
dalam peraturan perundang-undangan, yurisprudensi dan sebagainya, tetapi juga
hal-hal yang menjadi kebiasaan yang diikuti masyarakat umum. Jadi, sesuatu yang
menurut sifat persetujuan diharuskan oleh kepatutan. Dengan kata lain, hal-hal
yang menurut kebiasaan selamanya diperjanjikan dianggap secara diam-diam
dimasukan dalam persetujuan meskipun tidak dengan tegas dinyatakan. (Pasal 1339
BW).
4. Asas
Peralihan Resiko
Beralihnya
suatu resiko atas kerugian yang timbul hanya berlaku untuk jenis – jenis
perjanjian tertentu saja. Seperti jual beli, tukar menukar, pinjam pakai, sewa
menyewa, pemborongan pekerjaan, meskipun semua itu tidak dicantumkan dalam isi
perjanjian. Para pihak boleh mengatur sendiri peralihan resiko asal tidak
bertentangan dengan Undang – Undang yang berlaku, kesusilaan dan ketertiban
umum.
5. Asas Ganti kerugian.
Penentuan ganti kerugian merupakan tugas para
pembuat perjanjian untuk memberikan maknanya serta batasan ganti kerugian
tersebut karena prinsip ganti rugi dalam sistem hukum Indonesia mungkin berbeda
dengan prinsip ganti kerugian menurut sistem hukum asing. Dalam KUHPerdata
Indonesia, prinsip ganti kerugian ini diatur dalam pasal 1365, yang menentukan;
“Setiap perbuatan melanggar hukum yang menmbawa kerugian kepada seorang lain
mewajibkan orang yang karena salahnya menimbulkan kerugian tersebut.” Dengan
demikian, untuk setiap perbuatan yang melawan hukum karena kesalahan
mengakibatkan orang lain dirugikan, maka ia harus mengganti kerugian yang
diderita orang lain, tetapi harus dibuktikan adanya hubungan sebab akibat
antara perbuatan melawan hukum dengan kerugian dimaksud sebab tidak akan ada
kerugian jika tidak terdapat hubungan antara perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh si pelaku dengan timbulnya kerugian tersebut.
6. Asas Kepatutan (Equity
Principle).
Prinsip kepatutan ini menghendaki bahwa apa saja
yang akan dituangkan di dalam naskah suatu perjanjian harus memperhatikan
prinsip kepatutan (kelayakan/ seimbang), sebab melalui tolak ukur
kelayakan ini hubungan hukum yang ditimbulkan oleh suatu persetujuan itu
ditentukan juga oleh rasa keadilan dalam masyarakat (KUH-Perdata: pasal 1339).
Dengan begitu, setiap persetujuan tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang secara
tegas dimuat dalam naskah perjanjian, tetapi juga untuk segala sesuatu yang
menurut sifat persetujuan diharuskan oleh “kepatutan”, kebiasaan atau undang
undang.
7. Asas Ketepatan Waktu.
Setiap kontrak, apapun bentuknya harus memiliki
batas waktu berakhirnya, yang sekaligus merupakan unsur kepastian pelaksanaan
suatu prestasi (obyek kontrak). Prinsip ini sangatlah penting dalam
kontrak-kontrak tertentu, misalnya kontrak-kontrak yang berhubungan dengan
proyek konstruksi dan proyek keuangan, di mana setiap kegiatan yang telah
disepakati harus diselesaikan tepat waktu. Prinsip ini penting untuk menetapkan
batas waktu berakhirnya suatu kontrak. Dalam setiap naskah kontrak harus dimuat
secara tegas batas waktu pelaksanaan kontrak. Jika prestasi tidak dilaksanakan
sesuai dengan batas waktu yang telah disepakati, salah satu pihak telah
wanprestasi atau telah melakukan cidera janji yang menjadikan pihak lainnya
berhak untuk menuntut pemenuhan prestasi ataupun ganti kerugian.
8.
Asas Keadaan darurat (Force Majeure).
Force
majeure principle ini merupakan
salah satu prinsip yang sangat penting dicantumkan dalam setiap naskah kontrak,
baik yang berskala nasional, regional, maupun kontrak internasional. Hal ini
penting untuk mengantisipasi situasi dan kondisi yang melingkupi objek kontrak.
Jika tidak dimuat dalam naskah suatu kontrak, maka bila terjadi hal-hal yang
berada di luar kemampuan manusia, misalnya gempa bumi, banjir, angin topan,
gunung meletus, dan lain sebagainya, siapa yang bertanggung jawab atas semua kerugian
yang ditimbulkan oleh bencana alam tersebut.
Analisis
Sebagai pihak pertama atau yang
menjadi pemilik rumah adalah Hasron Syah, yang beralamatkan di Jalan Gitar Blok
E No. 3 Cipondoh Permai Tangerang. Untuk orang yang menjadi pihak kedua atau
penyewa rumah adalah Subandi, alamat Bona Sarana
Indah Blok D 1 No. 20 Tangerang.
Pasal 1,
bahwa pemilik telah mengontrakkan rumah kepada pihak kedua yang berdurasi 2
tahun dengan membayar Rp. 5.500.000,00. Sesuai dengan asas ketepatan waktu yang
memberikan batasan waktu dan jumlah pembayaran yang akan dilakukan dalam
perjanjian yang dilakukan oleh pemilik dan penyewa.
Pasal 2,
ketika rumah sudah dikontrak oleh pihak kedua maka untuk segala kerugian
ditanggung oleh pihak kedua. Didalam asas peralihan resiko, jika barang atau
rumah telah beralih pemilik maka pengganti kerugian adalah pihak kedua.
Sedangkan untuk ganti rugi ditentukan oleh kedua belah pihak yang membuat
perjanjian yaitu pemilik dan penyewa sesuai dengan asas ganti rugi.
Pasal 3,
selama masa kontrak berlaku, tanggung jawab dari rumah tersebut adalah pihak
kedua. Dalam asas peralihan resiko ketika barang atau rumah sudah beralih ke
pihak kedua berarti tanggung jawab dari semua bentuk kerugian yang ditimbulkan
adalah pihak kedua atau penyewa.
Pasal 4,
apabila tanggung jawab dari pihak kedua lalai sehingga ada kerusakan maka pihak
kedua harus mengganti kerugian tersebut dengan perjanjian yang sudah diatur
sebelumnya seperti halnya dalam asas ganti rugi.
Pasal 5, pihak
kedua hanya melakukan pembayaran listrik satu bulan terakhir setelah itu pihak
kedua akan menyerahkan bukti pembayaran listrik kepada pemilik rumah sebagai
arsip. Dalam asas kebebasan berkontrak para pihak berhak menentukan apa yang
diinginkan dengan mencantumkan atau tanpa mencantumkannya dalam isi perjanjian,
dengan tetap masih ada batasannya.
Pasal 6,
pihak kedua tidak bisa memindah tangankan rumah tanpa seizin pihak pertama.
Dalam asas kebebasan berkontrak semua apa yang diinginkan bisa dicantumkan atau
tidak dicantumkan dalam isi perjanjian, termasuk memindah tangankan rumah. Akan
tetapi semua itu tetap ada batasannya, ketika pihak kedua ingin memindah
tangankan rumah harus meminta izin kepada pihak pertama.
Pasal 7, apabia
masa kontrak sudah habis, maka rumah harus dikembalikan kepada pemiliknya
dengan mengosongkan isi rumah. Berdasarkan asas ketepatan waktu, maka rumah
harus dikembalikan sesuai dengan masa kontrak yang berlaku yang disetujui oleh
kedua pihak dari awal.
Pasal 8,
jika pihak kedua ingin memperpanjang masa kontrak maka harus melakukan
pembicaraan lagi dengan pihak pertama 30 hari sebelum kontrak habis. Dalam asas
konsensualitas sebelum adanya kata sepakat dengan sebuah perjanjian maka
perjanjian tersebut tidak mengikat.
Pasal 9,
untuk pemutusan kontrak sebelum masa kontrak berakhir, maka pihak kedua wajib
memberitahukan kepada pihak pertama satu bulan sebelum masa kontrak habis. Jika
dalam asas force majeure masa kontrak
bisa diberhentikan jika ada bencana alam yang tidak tau harus bertanggung jawab
kepada siapa.
Pasal 10, ketentuan
dalam pasal satu bisa diberhentikan jika ada bencana alam yang tidak ada yang
bisa bertanggung jawab sesuai asas force
majeur.
Pasal 11,
perjanjian dilakukan tanpa adanya paksaan dari siapapun. Dalam asas
konsensualitas jika terdapat paksaan maka perjanjian bisa dibatalkan.
Comments